TINITUS
Disusun oleh:
Nadira Danata
1102011188
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi telinga................................................................3
2.1.1. Vaskularisasi Telinga Dalam.....................................3
2.1.2. Persarafan Telinga Dalam........................................3
2.2. Fisiologi pendengaran......................................................3
2.3. Definisi Tinitus.................................................................5
2.4. Epidemiologi Tinitus.........................................................5
2.5. Klasifikasi Tinutis.............................................................9
2.6. Etiologi Tinitus.................................................................9
2.7. Patofisiologi Tinitus..........................................................9
2.8. Diagnosis Tinitus..............................................................9
2.9. Penatalaksanaan Tinitus...................................................9
PRESENTASI KLINIS..............................................................................................11
Anamnesa............................................................................11
Pemeriksaan Fisik.................................................................11
Komplikasi............................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
Tinitus merupakan sensasi adanya persepsi suara tanpa sumber suara dari luar, yang
biasanya berupa suara berdenging atau berdengung.
Berdasarkan data epidemiologi, didapati prevalensi tinitus pada orang dewasa
secara konstan yakni sebesar 10 sampai 15 persen dari populasi dunia. Namun, ditemukan
peningkatan menjadi 29.630.3% pada orang tua . Prevalensi tinitus meningkat mencapai
70%-80% pada orang yang mengalami gangguan pendengaran. Tinitus disebabkan oleh
beragam penyebab. Tinitus dapat disebabkan oleh gangguan telinga dalam seperti tuli
mendadak dan acustic neuroma, dapat juga disebabkan oleh gangguan lain seperti penyakit
meiere, dan tuli konduktif. Selain itu, penyebab lain tinitus adalah tinitus idiopatik yang
tidak diketahui penyebabnya . Namun, penyebab tersering tinitus adalah pajanan bising .
Penderita dengan tinitus biasanya telah terpapar dengan pajanan bising , tetapi tidak selalu.
Berdasarkan salah satu studi epidemiologi menunjukan bahwa pajanan bising merupakan
penyebab paling sering kejadian tinitus dengan angka kejadian sebesar 37,8% .
Bunyi yang diterima sangat bervariasi. Keluhan tinitus dapat berupa
bunyimendenging, menderu, mendesis atau berbagai macam bunyi lannya. Biasanya
keluhan tinitus selalu disertai dengan gangguan pendengaran. Penyebab tinitus sampai
sekarang masih belum diketahui secara pasti, sebagian besar kasus tidak diketahui
penyebabnya. Penatalaksanaan tinitus bersifat empiris dan sampai saat ini masih menjadi
perdebatan.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
TINITUS
2.1.
Anatomi Telinga
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran
timpani.
Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang
telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua
pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan
berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan
cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan
menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz.
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah terbagi atas tiga
bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari batas atas membran
timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak medial dari membran timpani
dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran timpani.
Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian tulang
pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap bundar.
Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah anteromedial,
mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam, sehingga besar
energi suara yang masuk dibatas.
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari telinga luar
kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi akan diamplifikasi
melalui perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap lonjong, daya ungkit tulang
pendengaran dan bentuk spesifik dari membran timpani. Meskipun bunyi yang diteruskan
ke dalam koklea mengalami amplifikasi yang cukup besar, namun efisiensi energi dan
kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun intensitas bunyi yang diterima sampai
130 dB.
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia akan muncul pada
intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek bilateral dengan sisi homolateral
lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi melindungi koklea, efektif pada frekuensi kurang dari
2 khz dengan masa latensi 10 mdet dengan daya redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat
dikatakan telinga mempunyai filter terhadap bunyi tertentu, baik terhadap intensitas
maupun frekuensi.
3
Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran. Telinga dalam
terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena bentuknya yang kompleks.
Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah sempurna dan hanya mengalami
pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga dalam terdiri dari dua
bagian yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin tulang merupakan susunan
ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis ( ruang perilimfatik) dan
merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis
semisirkularis dan kohlea.
Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang dengan ukuran panjang 5
mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm. Dinding medial menghadap ke meatus akustikus
internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding medial terdapat dua cekungan yaitu
spherical recess untuk sakulus dan eliptical recess untuk utrikulus. Di bawah eliptical
recess terdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis yang menyalurkan duktus
endolimfatikus ke fossa kranii posterior diluar duramater
Di belakang spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular crest. Pada ujung bawah
alur ini terpisah untuk mencakup recessus kohlearis yang membawa serabut saraf kohlea
kebasis kohlea. Serabut saraf untuk utrikulus, kanalis semisirkularis superior dan lateral
menembus dinding tulang pada daerah yang berhubungan dengan N. Vestibularis pada
fundus meatus akustikus internus. Di dinding posterior vestibulum mengandung 5 lubang
ke kanalis semisirkularis dan dinding anterior ada lubnag berbentuk elips ke skala vestibuli
koklea.
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior dan lateral
yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Bentuknya seperti dua pertiga lingkaran
dengan panjang yang tidak sama tetapi dengan diameter yang hampir sama sekitar 0,8 mm.
Pada salah satu ujungnya masing-masing kanalis ini melebar disebut ampulla yang berisi
epitel sensoris vestibular dan terbuka ke vestibulum.
Ampulla kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan pada masing-masing ujung
anterolateralnya, sedangkan ampulla kanalis posterior terletak dibawah dekat lantai
vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior yang tidak mempunyai ampulla bertemu
dan bersatu membentuk crus communis yang masuk vestibulum pada dinding posterior
bagian tengah. Ujung kanalis lateralis yang tidak memiliki ampulla masuk vestibulum
sedikit dibawah cruss communis.
Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang hampir sama yaitu bidang miring
ke bawah dan belakang dengan sudut 30 derajat terhadap bidang horizontal bila orang
berdiri. Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini sehingga kanalis superior
sisi telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior telinga kanan demikian pula
dengan kanalis posterior telinga kiri sejajar dengan kanalis superior teling kanan.
Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35 mm
dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala timpani dan skala
+
vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K 4 mEq/l dan Na 139 mEq/l. Skala
media berada dibagian tengah, dibatasi oleh membran reissner, membran basilaris, lamina
+
spiralis dan dinding lateral, berisi cairan endolimfa dengan konsentrasi K 144 mEq/l dan
+
Na 13 mEq/l. Skala media mempunyai potensial positif (+ 80 mv) pada saat istirahat dan
berkurang secara perlahan dari basal ke apeks .
Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di bagian basal dan
melebar sampai 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk seperti spiral. Beberapa komponen
penting pada organ corti adalah sel rambut dalam, sel rambut luar, sel penunjang Deiter,
Hensenx, Claudius, membran tektoria dan lamina retikulari. Sel-sel rambut tersusun
dalam 4 baris, yang terdiri dari 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap
terowongan yang terbentuk oleh pilar-pilar Corti, dan sebaris sel rambut dalam yang
terletak di medial terhadap terowongan. Sel rambut dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan
7
sel rambut luar dengan jumlah 12000 berperan dalam merubah hantaran bunyi dalam
bentuk energi mekanik menjadi energi listrik.
Definisi Tinitus
Tinitus adalah bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa adanya
rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanokaustik maupun listrik. Keluhan ini dapat
berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi yang lain.
2.4.
Epidemiologi Tinitus
Berdasarkan data epidemiologi, didapati prevalensi tinitus pada orang dewasa secara
konstan yakni sebesar 10 sampai 15 persen dari populasi dunia. Namun, ditemukan
peningkatan menjadi 29.630.3% pada orang tua. Prevalensi tinitus meningkat mencapai
70%-80% pada orang yang mengalami gangguan pendengaran.
2.5.
Klasifikasi Tinitus
Tinitus dapat dibedakan mendadi dua, yakni tinitus objektif dan tinitus subjektif.
A. Tinitus Subjektif
Tinitus objektif adalah apabila suara tersebut hanya didengar oleh pasien
sendiri, jenis ini sering terjadi. Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan
oleh proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel
rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengaran. Tinitus subjetif dapat bervariasi
dalam intensitas dan frekuensi. Berat ringannya dapat bervariasi dari waktu ke waktu.
Variasi intensitas tinitus juga dihubungkan dengan ambang stres, aktivitas fisik, dan
keadaan lingkungan penderita.
B. Tinitus Objektif
Tinitus objektif apabila apabila suara tersebut dapat didengar oleh pemeriksa
atau dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif bersifat vibratorik, berasal
dari transmisi vibrasi sistem muskular atau kardiovaskular di sekitar telinga.
Umumnya disebabkan oleh kelainan vaskular, sehingga tinitusnya berdenyut sesuai
dengan denyut jantung. Tinitus ini dapat ditemukan pada pasien malformasi
arteriovena, tumor glomus jugular, dan aneurisma. Tinitus yang dijumpai pada
penyakit yang berhubungan dengan sendi temporomandibular dapat dijumpai sebagai
suara klik (clicking sound) akibat dari kontraksi spontan otot pendengaran telinga
tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten dapat menyebabkan tinitus
karena hantaran suara dari nasofaring ke rongga telinga tengah.
2.6.
Patofisologi Tinitus
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan perasaan
adanya bunyi, namun impuls tersebut bukan berasal dari bunyi eksternal, melainkan berasal
dari impuls abnormal dari dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal ini dapat disebabkan
oleh berbagai kelainan telinga.
Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti
bergerumuh, atau nada tinggi seperti berdengung. Tinitus bernada rendah biasanya
disebebkan oleh tuli konduksi. Tinitus bernada rendah dan terdapat gangguan konduksi,
biasanya terjadi pada sumbatan telinga karena seruma atau tumor, tuba katar, otitis media,
otoskelerosis, dan lain-lain.
Tinitus juga dapat disebabkan karena tuli sensori neural. Jika disertai dengan
inflamasi, bunyi timbul berdengung disertai rasa denyut (tinitus pulsasi). Tinitus dengan nada
rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini tumor glomus
jugulare. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul.
Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama
dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat
juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas
membran timpani bergerak dan terjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot
palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah,
seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka suara aliran darah akan mengakibatkan
tinitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin,
garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atupun hilang
timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada
rendah atau tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai
dengan vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres akibat
gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme atau saat
hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah
normal kembali
2.7.
Etiologi Tinitus
Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan hipertiroid dan
anemia (keadaan dimana viskositas darah sangat rendah) dapat meningkatkan aliran darah
dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang
kita kenal dengan tinitus pulsatil.
Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah defisiensi vitamin
B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.
E. Tinitus akibat kelainan neurologis
Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. multiple sclerosis adalah
proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi system saraf pusat.
Multiple sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan
otot, indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan koordinasi dan
bicara, depresi, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri, dan pada telinga
akan timbul gejala tinitus.
F. Tinitus akibat kelainan psikogenik
Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat sementara.
Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan stress adalah
keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.
G. Tinitus akibat obat-obatan
Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan yang
bersifat ototoksik. Diantaranya :
a. Analgetik, seperti aspirin dan AINS lainnya
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol, tetrasiklin,
minosiklin.
c. Obat-obatan kemoterapi, seperti Belomisisn, Cisplatin, Mechlorethamine,
methotrexate,vinkristin
d. Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide
e. lain-lain, seperti Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah
H. Tinitus akibat gangguan mekanik
Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya pada tuba
eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan menggerakkan membran
timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus
stapedius serta otot-otot palatum juga akan menimbulkan tinitus.
I. Tinitus akibat gangguan konduksi
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem), serumen
impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat menyebabkan tinitus. Biasanya
suara tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.
J. Tinitus akibat sebab lainnya
a. Tuli akibat bising
Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang
cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Umumnya terjadi pada
kedua telinga. Terutama bila intensitas bising melebihi 85db, dapat mengakibatkan
kerusakan pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Yang sering mengalami
kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz sampai
dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang
berfrekuensi 4000Hz.
b. Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kanan
dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz atau lebih. Umumnya
merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga berhubungan dengan faktor-faktor
herediter, pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau
bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran berangsur dan kumulatif.
Progresivitas penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-laki disbanding perempuan.
c. Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli sensorineural. Etiologi dari
penyakit ini adalah karena adanya hidrops endolimf, yaitu penambahan volume
endolimfa, karena gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada
membrane labirin
Gambar
Tinitus
2.8.
1. Etiologi
Diagnosis Tinitus
Tinitus
merupakan
manifestasi klinik
dari suatu kelainan
telinga. Oleh sebab itu diperlukan penegakkan
diagnosis
untuk
mencari penyebabnya sehingga dapat ditatalaksana sesuai dengan penyebab tersebut.
A. Anamnesis
Anamnesis merupakan hal utama dan sangat penting dalam diagnosis tinitus. Dapat
ditanyakan mengenai:
a. Kualitas dan kuantitas tinitus
b. Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga
c. Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung, menderu, ataupun
mendesis dan bunyi lainnya
d. Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam hari
e. Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran serta
gangguan neurologik lainnya.
f. Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam 1 menit dan
setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi jika tinitus
berlangsung selama 5 menit, serangan ini bisa dianggap patologik.
g. Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan dengan sifat
ototoksik
h. Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
i. Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
j. Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga
Berikut ini merupakan riwayat klinis pasien yang dapat dihubungkan dengan penyebab
tinitus:
Riwayat
Penyebab
Onset
Lokasi
Frekuensi
Karakteristik tinitus
Meniere's disease
Noise-induced or medication-induced
hearing loss
Lain-lain
dilakukan CT scan dengan kontras atau MRI otak. Pada pasien dengan tinitus non-pulsatil
(kontinu) dapat dipilih gadolinum-enhanced MRI.
Pendekatan diagnostik dalam langkah manajemen tinnitus berdasarkan kemungkinan
penyebabnya dapat dilakukan melalui algoritma yang dibuat oleh Crummer & Hassan
(2004) sebagaimana tertera pada gambar 3.
Gambar
3.
Skema
diagnostik tinitus
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan auskultasi
dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk menentukan apakah tinitus yang didengar pasien bersifat subjektif atau
objektif. Jika suara tinitus juga dapat didengar oleh pemeriksa, artinya bersifat subjektif,
maka harus ditentukan sifat dari suara tersebut. jika suara yang didengar serasi dengan
pernapasan, maka kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba eustachius yang paten.
Jika suara yang di dengar sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung, maka
kemungkinan besar tinitus timbul karena aneurisma, tumor vaskular, vascular
malformation, dan venous hum. Jika suara yang di dengar bersifat kontinu, maka
kemungkinan tinitus terjadi karena venous hum atau emisi akustik yang terganggu.
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh pemeriksa
saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri. Hasilnya dapat
beragam, di antaranya:
a. Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.
b. Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis ataupun otitis
kronik.
c. Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA (Brainstem Evoked
Respons Audiometri).
Hasil tes BERA, bisa normal ataupun abnormal. Jika normal, maka tinitus mungkin
disebabkan karena terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik, labirinitis, meniere, fistula
perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal, maka tinitus disebabkan karena
neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular.
Penatalaksanaan Tinitus
c. Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinitus seperti kafein, nikotin dan alkohol.
d. Tetap berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.
BAB III
KESIMPULAN
Tinitus adalah persepsi suara yang bukan merupakan rangsangan dari luar. Suara yang
terdengar begitu nyata dan serasa berasal dari dalam telinga atau kepala.Tinitus bukanlah suatu
diagnosis penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit. Tinitus mungkin dapat timbul dari
penurunan fungsi pendengaran yang dikaitkan dengan usia dan proses degenerasi, trauma telinga
ataupun akibat dari penyakit vascular. Tinitus dapat bersifat subjektif dan objektif. Tetapi hampir
sebagian besar kasus, tinitus bersifat subjektif. Penyebab tinnitus antara lain, Tinitus karena kelainan
somatik daerah leher dan rahang, Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis, Tinitus karena
kelainan vascular, Tinitus karena kelainan metabolic, Tinitus akibat kelainan neurologis, Tinitus akibat
kelainan psikogenik, Tinitus akibat obat-obatan, Tinitus akibat gangguan mekanik, Tinitus akibat
gangguan konduksi, Tinitus akibat sebab lainnya. Penegakan diagnosis seseorang bergejala tinnitus
dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pengobatan
tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena psikoakustik murni, sehingga
tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA