Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya pada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini
dengan judul Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal).
Dalam menyelesaikan tugas ini banyak pihak yang telah membantu sehingga
tugas ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga bantuan dan bimbingannya yang
telah diberikan dari semua pihak tersebut di atas, mendapatkan limpahan rahmat
dan hidayah Allah SWT sebagai pemberi yang adil dan tetap dalam lindungan-Nya.
Tugas ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan
saran yang membangun. Dan kami minta maaf atas beberapa kesalahan dalam
pengetikan dan penyusunan isi.

Surabaya, 15 Mei 2016

Tim Penulis

1
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

DAFTAR ISI
Kata Pengantar...

Daftar Isi...

I
1

Pendahuluan
Latar Belakang.

II
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pembahasan
Pengertian Pinjal
Klasifikasi Pinjal .
Morfologi Pinjal .
Daur Hidup Pinjal ..
Ekologi Pinjal .
Jenis-Jenis Pinjal ..
Makanan Pinjal ..
Penyakit yang Ditularkan Pinjal ..
Hospes Prantara Parasit ..
Pencegahan,Pengobatan, dan Pengendalian

5
6
6
7
10
11
15
16
18
23

III
1

Daftar Pustaka
Daftar Pustaka ... 27

2
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya, meluasnya, dan timbulnya kembali penyakit-penyakit yang
ditularkan oleh arthropoda terutama serangga seperti penyakit demam berdarah,
chikungunya, malaria, dan masih banyak penyakit yang lainnya di Indonesia telah
mengakibatkan banyak kematian pada sebagian penderita dan ketakutan besar bagi
masyarakat. Hal ini menuntut adanya perhatian yang lebih khusus untuk mengenali,
mencegah, dan mengendalikan penyakit-penyakit tersebut.
Diduga bahwa dengan adanya perkembangan transportasi udara,laut, dan
darat yang semakin maju, serta perpindahan penduduk yang terjadi secara global
antar negara, penyebaran penyakit-penyakit yang dapat ditularkan oleh serangga
telah semakin luas, terutama di negara-negara yang sedang berkembang dan lebih
utama lagi di tempat-tempat di mana infrastruktur kesehatan masyarakat masih
kurang serta penanganan sanitasi lingkungan pemukiman yang masih kurang baik.
Kondisi ini semakin parah dialami oleh daerah-daerah yang memiliki kepadatan
penduduk yang sangat tinggi karena penyebaran penyakit itu dapat terjadi dengan
sangat cepat.
Di negara empat musim dikenal waktu musim panas. Dalam musim ini
lingkungan menjadi panas, lembab dan tibalah masalah-masalah kulit pada hewan
kesayangan, anjing dan kucing, yang disebabkan terutama oleh ektoparasit
khususnya pinjal (fleas). Karena itu sering kali musim seperti itu disebut sebagai
musim-pinjal (flea-season). Di Indonesia, musim seperti itu tidak ada karena dapat
dikatakan sepanjang tahun panas dengan kelembaban memadai, sehingga seakan
pinjal ada sepanjang tahun.
Pinjal adalah jenis serangga yang masuk dalam ordo Siphonaptera yang
secara morfologis berbentuk pipih lateral dibanding dengan kutu manusia (Anoplura)
yang berbentuk pipih, tetapi rata atau horizontal khas, yakni berbentuk pipih
3
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

horizontal, tidak bersayap, tanpa mata majemuk, memiliki dua oseli, antena pendek
tetapi kuat, alat-alat mulut dimodifikasi dalam bentuk menusuk dan menghisap,
bagian ekstrnal tubuh memiliki struktur seperti sisir dan duri-duri, bersifat ektoparasit
pada hewan-hewan berdarah panas. Apabila dibiarkan begitu saja, pinjal dapat
membahayakan kesehatan pada manusia dari berbagai penyakit yang dibawanya.
Oleh karena itu, kita perlu mengetahui tentang pinjal dan cara penanggulangannya.

4
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pinjal
Pinjal adalah adalah jenis serangga yang masuk dalam ordo Siphonaptera
yang secara morfologis berbentuk pipih lateral dibanding dengan kutu manusia
(Anoplura) yang berbentuk pipih, tetapi rata atau horizontal khas, yakni berbentuk
pipih horizontal, tidak bersayap, tanpa mata majemuk, memiliki dua oseli, antena
pendek tetapi kuat, alat-alat mulut dimodifikasi dalam bentuk menusuk dan
menghisap, bagian ekstrnal tubuh memiliki struktur seperti sisir dan duri-duri, bersifat
ektoparasit pada hewan-hewan berdarah panas.
Pinjal mempunyai panjang 1,5 4,0 mm, yang jantan biasanya lebih kecil dari yang
betina. Pinjal merupakan salah satu parasit yang paling sering ditemui pada hewan
kesayangan baik anjing maupun kucing. Meskipun ukurannya yang kecil dan kadang
tidak disadari pemilik hewan karena tidak menyebabkan gangguan kesehatan
hewan yang serius, namun perlu diperhatikan bahwa dalam jumlah besar kutu dapat
mengakibatkan kerusakan kulit yang parah bahkan menjadi vektor pembawa
penyakit tertentu.
Pinjal termasuk ordo Siphonaptera yang mulanya dikenal sebagai ordo
Aphniptera. Terdapat sekitar 3000 spesies pinjal yang masuk ke dalam 200 genus.
Sekarang ini baru 200 spesies pinjal yang telah diidentifikasi (Zentko, 1997).
Seringkali orang tidak dapat membedakan antara kutu dan pinjal. Pinjal juga
merupakan serangga ektoparasit yang hidup pada permukaan tubuh inangnya.
Inangnya terutama hewan peliharaan seperti kucing, dan anjing, juga hewan lainnya
seperti tikus, unggas bahkan kelelawar dan hewan berkantung (Soviana dkk, 2003).
Gigitan pinjal ini dapat menimbulkan rasa gatal yang hebat kemudian berlanjut
hingga menjadi radang kulit yang disebut flea bites dermatitis. Selain akibat
gigitannya, kotoran dan saliva pinjal pun dapat berbahaya karena dapat
menyebabkan radang kulit (Zentko, 1997).

5
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

6
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

B. Klasifikasi Pinjal
Pinjal masuk ke dalam ordo Siphonaptera yang pada mulanya dikenal
sebagai ordo Aphniptera. Ordo Siphonaptera terdiri atas tiga super famili yaitu
Pulicoidea, Copysyllodea dan Ceratophylloidea. Ketiga super famili ini terbagi
menjadi Sembilan famili yaitu Pulicidae, Rophalopsyllidae, Hystrichopsyllidae,
Pyglopsyllidae,

Stephanocircidae,

Macropsyllidae,

Ischnopsyllidae

dan

Ceratophillidae. Dari semua famili dalam ordo Siphonaptera paling penting dalam
bidang kesehatan hewan adalah famili Pulicidae (Susanti,2001).

C. Morfologi Pinjal

Menurut Sen & Fetcher (1962) pinjal yang masuk ke dalam sub spesies C.
felis formatipica memiliki dahi yang memanjang dan meruncing di ujung anterior.
Pinjal betina tidak memiliki rambut pendek di belakang lekuk antenna. Kaki belakang
dari sub spesies ini terdiri dari enam ruas dorsal dan manubriumnya tidak melebar di
apical, sedangkan pinjal yang masuk ke dalam sun spesies C. felis formatipica
memiliki dahi yang pendek dan melebar serta membulat di anterior. Pinjal pada sub
spesies ini memiliki jajaran rambut satu sampai delapan yang pendek di belakang
lekuk anten. Kaki belakang dari pinjal ini terdiri atas tujuh ruas dorsal dan
manubrium melebar di apical.
7
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Pinjal merupakan insekta yang tidak memiliki sayap dengan tubuh berbentuk
pipih bilateral dengan panjang 1,5-4,0 mm, yang jantan biasanya lebih kecil dari
yang betina. Kedua jenis kelamin yang dewasa menghisap darah. Pinjal mempunyai
kritin yang tebal. Tiga segmen thoraks dikenal sebagai pronotum, mesonotum dan
metanotum (metathoraks). Segmen yang terakhir tersebut berkembang, baik untuk
menunjang kaki belakang yang mendorong pinjal tersebut saat meloncat. Di
belakang pronotum pada beberapa jenis terdapat sebaris duri yang kuat berbentuk
sisir, yaitu ktenedium pronotal. Sedangkan tepat diatas alat mulut pada beberapa
jenis terdapat sebaris duri kuat berbentuk sisir lainnya, yaitu ktenedium genal. Duriduri tersebut sangat berguna untuk membedakan jenis pinjal.
Pinjal betina mempunyai sebuah spermateka seperti kantung dekat ujung
posterior abdomen sebagai tempat untuk menyimpan sperma, dan yang jantan
mempunyai alat seperti per melengkung , yaitu aedagus atau penis berkitin di lokasi
yang sama. Kedua jenis kelamin mmiliki struktur seperti jarum kasur yang terletak di
sebelah dorsal , yaitu pigidium pada tergit yang kesembilan. Fungsinya tidak
diketahui, tetapi barangkali sebagai alat sensorik.
Mulut pinjal bertipe penghisap dengan tiga silet penusuk (epifaring dan stilet
maksila). Pinjal memiliki antenna yang pendek, terdiri atas tiga ruas yang
tersembunyi ke dalam lekuk kepala (Susanti, 2001)

D. Daur Hidup Pinjal

8
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Pinjal termasuk serangga Holometabolaus atau metamorphosis sempurna


karena daur hidupnya melalui 4 stadium yaitu : telur-larva-pupa-dewasa. Pinjal
betina bertelur diantara rambut inang. Jumlah telur yang dikeluarkan pinjal betina
berkisar antara 3-18 butir. Pinjal betina dapat bertelur 2-6 kali sebanyak 400-500
butir selama hidupnya (Soviana dkk, 2003).

Tahap Telur
Seekor kutu betina dapat bertelur 50 telur per hari di hewan peliharaan.

Telurnya tidak lengket, mereka mudah jatuh dari hewan peliharaan dan menetas
dalam dua atau lima hari. Seekor betina dapat bertelur sekitar 1.500 telur di dalam
hidupnya. Telur berukuran panjang 0,5 mm, oval dan berwarna keputih-putihan.
Perkembangan telur bervariasi tergantung suhu dan kelembaban. Telur menetas
menjagi larva dalam waktu 2 hari atau lebih. Kerabang telur akan dipecahkan oleh
semacam duri (spina) yang terdapat pada kepala larva instar pertama.

Tahap Larva
Setelah menetas, larva akan menghindar dari sinar ke daerah yang gelap

sekitar rumah dan makan dari kotoran kutu loncat (darah kering yang dikeluarkan
9
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

dari kutu loncat). Larva akan tumbuh, ganti kulit dua kali dan membuat kepompong
dimana mereka tumbuh menjadi pupa.
Larva yang muncul bentuknya memanjang, langsing seperti ulat, terdiri atas 3
ruas toraks dan 10 ruas abdomen yang masing-masing dilengkapi dengan beberapa
bulu-bulu yang panjang. Ruas abdomen terakhir mempunyai dua tonjolan kait yang
disebut anal struts, berfungsi untuk memegang pada substrata tau untuk lokomosi.
Larva berwarna kuning krem dan sangat aktif, dan menghindari cahaya. Larva
mempunyai mulut untuk menggigit dan mengunyah makanan yang bisan berupa
darah kering, feses dan bahan organic lain yang jumlahnya cukup sedikit. Larva
dapat ditemukan di celah dan retahkan lantai, dibawah karpet dan tempat-tempat
serupa lainnya. Larva ini mengalami tiga kali pergantian kulit sebelum menjadi pupa.
Periode larva berlangsung selama 7-10 hari atau lebih tergantung suhu dan
kelembaban.
Larva dewasa panjangnya sekitar 6 mm. Larva ini akan menggulung hingga
berukuran sekitar 42 mm dan berubah menjadi pupa. Stadium pupa berlangsung
dalam waktu 10-17 hari pada suhu yang sesuai, tetapi bisa berbulan-bulan pada
suhu yang kurang optimal, dan pada suhu yang rendah bisa menyebabkan pinjal
tetap terbungkus di dalam kokon.

Tahap Pupa
Lama tahap ini rata-rata 8 sampai 9 hari. Tergantung dari kondisi cuaca,

ledakan populasi biasanya terjadi 5 sampai 6 minggu setelah cuaca mulai hangat.
Pupa tahap yang paling tahan dalam lingkungan dan dapat terus tidak aktif sampai
satu tahun.
Stadium pupa mempunyai tahapan yang tidak aktif atau makan, dan berada
dalam kokon yang tertutupi debris dan debu sekeliling. Stadium ini sensitive
terhadap adanya perubahan konsentrasi CO2 di lingkungan sekitarnya juga
terhadap getaran. Adanya perubahan yang signifikan terhadap kedua factor ini,
menyebabkan keluarnya pinjal dewasa dari kepompong. Hudson dan Prince (1984)
melaporkan pada suhu 26,6 C, pinjal betina akan muncul dari kokon setelah 5-8
hari, sedangkan yang jantan setelah 7-10 hari.
10
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Tahap Dewasa
Kutu loncat dewasa keluar dari kepompongnya waktu mereka merasa hangat,

getaran dan karbon dioksida yang menandakan ada host di sekitarnya. Setelah
mereka loncat ke host, kutu dewasa akan kawin dan memulai siklus baru. Siklus
keseluruhnya dapat dipendek secepatnya sampai 3-4 minggu. Umur rata-rata pinjal
sekitar 6 minggu, tetapi pada kondisi tertentu dapat berumur hingga 1 tahun. Pinjal
betina bertelur 20-28 buah/hari. Selama hidupnya seekor pinjal bisa menghasilkan
telur hingga 800 buah. Telur bisa saja jatuh dari tubuh kucing dan menetas menjadi
larva di retakan lantai atau celah kandang. Pertumbuhan larva menjadi pupa
kemudian berkembang jadi pinjal dewasa bervariasi antara 20-120 hari.
Perilaku pinjal secara umum merupakan parasit temporal, berada dalam
tubuh saat membutuhkan makanan dan tidak permanen. Jangka hidup pinjal
bervariasi pada spesies pinjal, tergantung dari makan atau tidaknya pinjal dan
tergantung pada derajat kelembaban lingkungan sekitarnya. Pinjal tidak makan dan
tidak dapat hidup lama di lingkungan kering tetapi di lingkungan lembab, bila
terdapat reruntuhan yang bisa menjadi tempat persembunyian maka pinjal bisa
hidup selama 1-4 bulan.
Pinjal tidak spesifik dalam memilih inangnya dan dapat makan pada inang
lain. Pada saat tidak menemukan kehadiran inang yang sesungguhnya dan pinjal
mau makan inang lain serta dapat bertahan hidup dalam periode lama (Soviana dkk,
2003).

11
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

E. Ekologi Pinjal

Menurut Susanti (2001), kehidupan pinjal dipengaruhi oleh beberapa faktor,


diantaranya adalah :
1. Suhu dan Kelembaban
Perkembangan setiap jenis pinjal mempunyai variasi musiman yang berbedabeda. Udara yang kering mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan bagi
kelangsungan hidup pinjal. Suhu dalam sarang tikus lebuh tinggi selama musim
dingin dan lebih tendah selama musim panas daripada suhu luar. Suhu didalm dan
diluar sarang memperlihtkan bahwa suhu didalam sarang cenderung berbalik
dengan suhu luar.
2. Cahaya
Beberapa jenis pinjal menghindari cahaya (fototaksis negatif). Pinjal jenis ini
bisaanya tidak mempunyai mata. Pada sarang tikus yang kedalamannya dangkal
populasi tidak akan ditemukan karena sinar matahari mampu menembus sampai
dasar liang. Sedangkan pada sarang tikus yang kedalamannya lebih dalam dan
mempunyai jalan yang berkelok, sinar matahari tidak dapat menembus sampai ke
dasar liang. Sehingga pada sarang tikus ini banyak ditemukan pinjal.
3. Parasit
Bakteri Yersinia pestis di dalam tubuh pinjal merupakan parasit pinjal yang
mempengaruhi umur pinjal. Pinjal yang mengandung bakteri pes pada suhu 10150C hanya bertahan hidup selama 50 hari, sedangkan pada suhu 270C betahan
hidup selama 23 hari. Pada kondisi normal, bakteri pes akan berkembang cepat,
kemudian akan menyumbat alat mulut pinjal, sehingga pinjal tidak bisa menghisap
darah dan akhirnya mati.
4. Predator

12
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Predator pinjal alami merupakan faktor penting dalam menekan populasi pinjal di
sarang tikus. Beberapa predator seperti semut dan kumbang kecil telah diketahui
memakan pinjal pradewasa dan pinjal dewasa.

13
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

F. Jenis-Jenis Pinjal

Pinjal dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:


1. Pinjal Kucing (Ctenocephalides felis)
Klasifikasi:
Domain

: Eukaryota

Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Ordo

: Siphonaptera

Family

: Pulicidae

Genus

: Ctenocephalides

Species

: C. felis

Ciri-ciri pinjal kucing:

Tidak bersayap, memiliki tungkai panjang, dan koksa-koksa sangat besar.

Tubuh gepeng di sebelah lateral dilengkapi banyak duri yang mengarah ke


belakang dan rambut keras.

Sungut pendek dan terletak dalam lekuk-lekuk di dalam kepala.


Bagian mulut tipe penghisap dengan 3 stilet penusuk.
Metamorfosis sempurna (telur-larva-pupa-imago).

Telur tidak berperekat, abdomen terdiri dari 10 ruas.

Larva tidak bertungkai kecil, dan keputihan.

Memiliki 2 ktinidia baik genal maupun pronatal.


14

Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Mempunyai sisir pada prothorax dan genal

Mempunyai sisir pada genal yang letaknya horisontal

Gigi sisir pada genal yang pertama lebih pendek daripada gigi sisir yang ke
dua

15
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Perbedaan jantan dan betina:

Jantan : tubuh punya ujung posterior seperti tombak yang mengarah ke


atas, antena lebih panjang dari betina.

Betina : tubuh berakhir bulat, antena lebih pendek dari jantan.

2. Pinjal anjing (Ctenocephalides canis)


Klasifikasi:
Domain

: Eukaryota

Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Ordo

: Siphonaptera

Family

: Pulicidae

Genus

: Ctenocephalides

Species

: C. canis

Ciri-ciri pinjal anjing:

16
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Mempunyai sisir pada prothorax dan genal

Mempunyai sisir pada genal yang letaknya horisontal

Gigi sisir pada genal yang pertama lebih pendek sama panjang denagan
gigi sisir yang ke dua

Pinjal pada anjing bersifat mengganggu karena dapat menyebarkan


Dipylidium caninum. Mereka biasanya ditemukan di Eropa. Meskipun mereka
memakan darah anjing dan kucing, mereka kadang-kadang menggigit manusia.
Mereka dapat hidup tanpa makanan selama beberapa bulan, tetapi spesies betina
harus memakan darah terlebih dahulu sebelum menghasilkan telur.
3. Pinjal manusia (Pulex irritans)
Klasifikasi:
Kingdom

: Animali

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Ordo

: Siphonaptera

Family

: Pulicidae

Subfamily

: Pulicinae

Genus

: Pulex

Species

: P. irritans

Ciri-ciri pinjal manusia:

Tidak mempunyai sisir pada prothorax dan genal

Mempunyai bulu mata yang letaknya di bawah mata

Mempunyai spermatika yang bentuknya seperti pemukul gong

17
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Pulex irritans adalah pinjal manusia. Pinjal ini umum terdapat di California dan
kadang-kadang terdapat di

kandang-kandang ayam. Pinjal tersebut dapat

menyerang banyak hewan lain termasuk babi, anjing, kucing dan tikus. Pinjal ini
membawa tifus endemic.
Pulex irritans yang makan pada inangnya bisa hidup selama 125 hari dan
tanpa makan tetapi tinggal pada lingkungan yang lembab dan dapat hidup selama
513 hari (Soviana, ).
Spesies ini banyak menggigit spesies mamalia dan burung, termasuk yang
jinak. Ini telah ditemukan pada anjing liar, monyet di penangkaran, kucing rumah,
ayam hitam dan tikus Norwegia, tikus liar, babi, kelelawar, dan spesies lainnya.
Pinjal spesies in ini juga dapat menjadi inang antara untuk cestode, Dipylidium
caninum.

4. Pinjal tikus utara (Nosopsyllus fasciatus)

Klasifikasi:

Domain

: Eukaryota

Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Ordo

: Siphonaptera

Family

: Ceratophyllidae

Genus

: Nosopsyllus

Species

: N. fasciatus

Ciri-ciri pinjal tikus utara:

Mempunyai sisir pada prothorax saja


18

Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Pada tarsus yang ke 5 mempunyai bulu yang jumlahnya 5

Fasciatus Nosopsyllus memiliki tubuh memanjang, panjangnya 3 hingga 4


mm. Memiliki pronotal ctenidium dengan 18-20 duri tapi tidak memiliki ctenidium
genal. Pinjal tikus utara memiliki mata dan sederet tiga setae di bawah kepala.
Kedua jenis kelamin memiliki tuberkulum menonjol di bagian depan kepala. Tulang
paha belakang memiliki 3-4 bulu pada permukaan bagian dalam
5. Pinjal Tikus Oriental (Xenopsylla cheopis)

Klasifikasi:

Kingsdom : Animalia
Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Ordo

: Siphonaptera

Family

: Pulicidae

Genus

: Xenopsylla

Species

: X. cheopis

Ciri-ciri pinjal manusia:

Tidak mempunyai sisir pada prothorax dan genal

Mempunyai bulu mata yang letaknya di depan mata

Mempunyai spermatika yang bentuknya seperti huruf C

Xenopsylla cheopis adalah parasit dari hewan pengerat, terutama dari genus
Rattus, dan merupakan dasar vektor untuk penyakit pes dan murine tifus. Hal ini
terjadi ketika pinjal menggigit hewan pengerat yang terinfeksi, dan kemudian
menggigit manusia. Pinjal tikus oriental terkenal memberikan kontribusi bagi Black
Death.
19
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Xenopsylla cheopis adalah pinjal tikus tropis. Pada tikus pinjal ini lebih umum
daripada Nosopsyllus fasciatus di Negara tropis dan banyak menyerang orang.
Pinjal ini sangat penting karena memerlukan pes (disebabkan kuman Pasteurella
pestis) dari tikus kepada manusia. Bakteri tersebut berkembang biak di dalam
proventikulus pinjal sampai dapat memenuhinya. Kemudian bila pinjal terinfeksi
bakteri ini dan pinjal menggigit korban lain, pinjal tersebut tidak dapat menghisap
darah tetapi memuntahkan bakteri ke dalam luka. Pinjal ini juga menularkan thyphus
endemic (disebabkan oleh Rickettsia typhi) dari tikus kepada manusia. X.cheopis
merupakan pinjal kosmopolitan atau synathropic murine rodent yang mempunyai
ciri-ciri pedikel panjang, bulu antepidigidal panjang dan kaku. Receptakel seminalis
besar dan berkitin dengan sudut ekor meruncing. Xenopsylla cheopis yang makan
pada inangnya bisa hidup selama 38 hari dan tanpa makan tetapi tinggal pada
lingkungan yang lembab dan dapat hidup selama 100 hari (Soviana, ).

G. Makanan Pinjal

Pinjal pradewasa mempunyai struktur mulut, organ anatomi dan fisiologi yng
berbeda dengan pinjal dewasa, sehingga jenis makanan yang dikonsumsi juga
berbeda. Makanan larva pinjal terdiri dari bahan-bahan organic yang ada
disekitarnya, seperti darah yang dikeluarkan melalui organ ekskresi pinjal (anus),
bahan organic yang kaya akan protein dan vitamin B. Bila bahan-bahan makanan
tersebut terpenuhi, maka larva pinjal akan tumbuh secara maksimum.
Pinjal, baik jantan maupun betina merupakan serangga penghisap darah.
Bagi pinjal betina, darah diperlukan untuk perkembangan telur. Pinjal akan sering
menghisap darah di musim panas daripada musim penghujan atau dingin, karena di
musim panas pinjal cepat kehilangan air dari tubuhnya

H. Penyakit yang ditularkan Pinjal

20
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Secara kasat mata pinjal agak sulit ditemui bila jumlah populasinya sedikit,
namun dapat dikenali dari kotorannya yang menempel pada bulu. Kotoran kutu
berwarna hitam yang sebenarnya merupakan darah kering yang dibuang kutu
dewasa. Pinjal yang menghisap darah inang juga menimbulkan rasa sangat gatal
karena ludah yang mengandung zat sejenis histamine dan mengiritasi kulit.
Akibatnya hewan terlihat sering menggaruk maupun mengigit daerah yang gatal
terutama di daerah ekor, selangkangan dan punggung.
Pinjal dapat mengganggu manusia dan hewan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung biasanya berupa reaksi kegatalan pada kulit dan
bentuk-bentuk kelainan kulit lainnya. Infestasi pinjal merupakan penyebab kelainan
kulit atau dermatitis yang khas. Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitifitas kulit
terhadap komponen antigenik yang terdapat pada saliva pinjal. Dermatitis ini
biasanya juga diperparah dengan infeksi sekunder sehingga dermatitis yang semula
berupa dermatitis miliari, hiperpigmentasi dan hiperkeratinasi dapat berlanjut dengan
alopesia difus (kegundulan) akibat penggarukan yang berlebihan. Manusia sebagai
inang asidental dapat menjadi sasaran gigitan pinjal. Dari beberapa kasus yang
pernah ditemui gigitan pinjal ke manusia terjadi akibat manusia menempati rumah
yang telah lama kosong, tidak terawat dan menjadi sarang kucing atau tempat
kucing/anjing beranak. Pupa pinjal dapat bertahan di alam tanpa keberadaan
inangnya, akan tetapi sangat sensitive terhadap perubahan kadar CO2 dan vibrasi.
Sehingga begitu terdeteksi perubahan factor tersebut, pupa tahap akhir yang telah
siap menjadi dewasa segera keluar dari kulit pelindungnya untuk mencari dan
menghisap darah inangnya. Itulah sebabnya serangan pinjal terhadap manusia
umumnya terjadi pada keadaan tersebut.
Selain gangguan langsung, pinjal juga berperan di dalam proses penularan
beberapa penyakit yang berbahaya bagi manusia dan hewan. Contohnya adalah
penyakit klasik Bubonic plaque atau pes yang disebabkan oleh Pasteurella pestis
ditularkan oleh pinjal Xenopsylla cheopis. Jenis-jenis pinjal yang lain secara
eksperimental dapat menularkan penyakit tetapi dianggap bukan vektor alami
(Soviana dkk, 2003).
Pinjal juga dapat menimbulkan alergi oleh karena reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen ludah pinjal. Pada anjing sering ditandai dengan gigitan secara
21
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

berlebihan sehingga dapat mengakibatkan bulu rontok dan peradangan pada kulit.
Kasus flea allergy bervariasi tergantung kondisi cuaca terutama terjadi pada musim
panas dimana populasi kutu meningkat tajam.
Penyakit yang berhubungan dengan pinjal yaitu Pes. Vektor pes adalah pinjal.
Di Indonesia saat ini ada 4 jenis pinjal yaitu: Xenopsylla cheopis, Culex iritans,
Neopsylla sondaica, dan Stivalus cognatus. Reservoir utama dari penyakit pes
adalah hewan-hewan rodent (tikus, kelinci). Kucing di Amerika juga pada bajing.
Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent. Kumankuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit,dapat ditularkan ke hewan lain
atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung
kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain
atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan.
Selain pes, pinjal bisa menjadi vektor penyakit-penyakit manusia, seperti
murine typhus yang dipindahkan dari tikus ke manusia. Disamping itu pinjal bisa
berfungsi sebagai penjamu perantara untuk beberapa jenis cacing pita anjing dan
tikus, yang kadang-kadang juga bisa menginfeksi manusia.
Selain pada manusia pinjal juga dapat mempengaruhi kesehatan hewan peliharaan
seperti di bawah ini:
1. Flea Allergy Dermatitis (FAD). Penyakit kulit alergi pinjal. Waktu seekor kutu
menggigit hewan peliharaan, ia memasukan ludah ke dalam kulit. Hewan
peliharaan mendevelop reaksi alergi terhadap ludah/saliva (FAD) yang
menyebabkan rasa gatal yang amat gatal. Tidak saja hewan peliharaan akan
menggaruk atau mengigit-gigit berlebihan di daerah ekor, selangkangan atau
punggung, jendolan juga akan muncul di sekitar leher dan punggung.
2. Cacing Pita; Dipylidium canium. Cacing pita (tapeworm) disalurkan oleh pinjal
pada tahap larva waktu makan di lingkungan hewan peliharaan. Telur-telur
tumbuh di dalam kehidupan yang tidak aktif dalam perkembangan pinjal ini.
Jika pinjal ini di ingested oleh hewan peliharaan waktu digrooming, cacing pita
dan terus menerus berkembang menjadi cacing dewasa di usus hewan
peliharaan

22
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

3. Anemia; terjadi pada yang muda, yang tua atau pun yang sakit jika terlalu
banyak kutu loncat yang menghisap darahnya. Gejala anemia termasuk, gusi
pucat, lemas dan lesu pada hewan peliharaan.

I. Hospes Perantara Parasit

Pinjal (fleas) hanya penting dalam dunia kedokteran

jika berhubungan

dengan penularan penyakit sampar dan tifus endemik. Pinjal dapat juga bertindak
sebagai hospes perantara parasit.
Penyakit Sampar (Pes)
Penyakit

pas

atau

disebut

pula

dengan

Yeisiniosis

pests

maupun

Pasteurellosis peslis merupakan penyakit yang memiliki sejarah panjang di


Indonesia. Penyakit ini pertama kali diketahui pada tahun 1910 melalui pelabuhan
Tanjung Perak. Surabaya. Setelah itu. diketahui pula telah memasuki Tanjung Mas.
Semarang tahun 1916. Penyakit ini juga diketahui telah menyebar hingga Pelabuhan
Cirebon pada tahun 1923, dan sampai di Pelabuhan tegal pada tahun 1927.
Sekitar tahun-tahun tersebut yaitu antara tahun 1910 hingga tahun 1960
tercatat sejumleh 245.375 orang meninggal karena terjangkit penyakit pes. Angka
kematian tertinggi terjadi pada tahun 1934 yaitu korban yang meningkat tercatat
sebanyak 23.27$ orang. Panyakit pes ini begitu lama menjangkiti masyarakat
Indonesia. Bahkan tercatat hingga tahun 1999 masih terdapat sejurnlah korban di
sejumlah daerah di Selo dan Cepogo, Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah).
Kecamatan Cangkringan (D.I. Yogyakarta), Kecamatan Tosari, Puspo, Nongkojaiar,
dan Pasrepan Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur),
Penyakit pes juga menyerang hewan, misalnya pada unggas, Penyakit pes
yang menyerang unggas dikenal dengan Howl Plague Pada ternak sapi penyakit
pes dikenal dengan Rinderpest, sedang pada itik dikenal dengan Duck Plague.
Penyebab Penyakit Pes (Sampar)
Penyakit ini disebabkan den bakteri Yersinia pestis atau Patereurella pestis
Oleh karena itu, penyakit ini juga dikenal sebagai Yersiniosis atau Pasteurellosis.

23
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Pasteurellosis pada sapi, domba, dan kelinci, yang menuniukkan gejala penyakit
pneumonia kadang-kadang jugs disebut pneumotic pateureliosis.
Pada dasarnya penyakit pes pada ternak baik unggas, maupun hewan-hewan
lain disebabkan oleh bakteri yang berbeda-beda. Akan tetapi, hewan-hewan tersebut
menunjukkan gejala yang hampir sama. Penyakit pes memang dapat menjangkiii
hampir semua hewan, namun hewan utama pembawa penyakit ini yaitu hewanhewan pengerat seperti kelinci, tupai, dan hamster terutama sekali tikus. Anjing
maupun kucing yang biasanya dijadikan hewan peliharaan maupun hewan
kesayangan dapat Pula menutarkan pes ke manusia.
Penularan dan penyebaran pes dari tikus ke manusia yang utama melalui
gigitan pinjal (flea) pada rambut-rambut tikus. Oleh karena itu pinjal disebut sebagai
vektor penyakit pes.
Gejala Penyakit Pes (Sampar)
Orang yang terinfeksi pes baru akan menderita sakit (masa inkubasi) setelah
2-6 hari Akan tetapi, saat ini dikenal penyakit pes jenis baru yang masa inkubasinya
2-4 hari.
Manusia yang terserang penyakit ini akan menunjukkan gajala antara lain
demam tinggi secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas, sesak napas padahal orang
yang bersangkutan bukan penderita asma. Berta batuk kadang-kadang disertai
darah. Seperti pada penyakit infeksi lainnya penyakit ini juga disertai timbulnya
pembengkakan kelenjar getah Bening (limfe) di daerah ketiak, lipat paha, dan
daerah sekitar leher.

Pencegahan dan Pengobatan


Oleh karena penyakit pes dapat menular hampir pada semua hewan,

diperlukan sikap bijaksana agar dapat mernuluskan langkah yang tepat uniuk
menghindari penyakit ini. Cara yang paling mudah dan murah yaitu selalu menjaga
kebersihan din maupun lingkungan.

24
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Kemungkinan pinjal-pinjal yang berasal dari tikus liar berpindah ke tikus-tikus


yang tinggal di pemukiman penduduk maupun tikus-tikus yang menjadi hams
pertanian warga, Melalui pinjal yang hidup pada tikus yang hidup di perumahan
inilah pes ditularkan kepada manusia, oleh karena itu, usahakan selalu menghidari
tempal-ternpat yang berpotensi sebagai sarang tikus, karena tikus liar dapat
membawa pinjal memasuki daerah pertanian rnaupun daerah pemukiman
Orang-orang yang perlu mewaspadai penyebaran pes ini yaitu para pekerja
hutan, para pecinta alam, maupun orang-orang yang mengadakan karya wisata di
daerah hutan. Meskipun demikian kita juga harus mewaspadai gigitan pinjal di
lingkungan pemukiman penduduk, siapa tahu bahwa pinjal itu membawa wabah pes,
Secara garis baser pes disebarkan dan ditularkan melalui tkus, pinjal, dan manusia.
Penularan ini dapat terjadi maialui kontak langsung dengan hewan-hewan maupun
penderita pes.
Pengobatan yang dilakukan terhadap panderita pes yaitu diberi antibiotik
(pembunuh kuman). Penggunaan antibiotik harus teratur dan terus manerus agar
bakteri tidak menjadi kebal,
Peraturan dan Perundangan
Penyakit ini merupakan penyakit yang memiliki sejarah yang cukup lama di
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah juga memberikan perhatian dengan
membuat

peraturan

perundangan

yang

diharapkan

dapat

mengantisipasi

penyebaran pas. Saiah satu peratu ran yang mengaturnya yaitu termuat di dalam
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 560/Menkes/PeriV111/1989 mengenai penyakit
yang

menimbulkan

wabah.

Selain

peraturan

tersebut,

pemerintah

juga

mengeluarkan peraturan mengenai penyebaran penyakit pea melalui surat edaran


Direktorat Jenderal PPM dan PLP No 451-i1PD.D3.04/1F/1991 tantang pelaporan se
rta pedoman penyelidikan epiderniologi dan penanggulangan kejadian luar biasa.
25
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

setts, tergabung dalam peraturan bersarna rnasyarakat dunia mengenai wabah


menular pada International Clasification of Disease (ICD).
Peraturan mengenai pancegahan penyebaran penyakit pes juga ditujukan
pada kernungkinan adanya penularan antarhewan dari luar daerah. Oleh karena itu,
perlu clibuat suatu peraturan dan perundangan mengenai karantina baik Karantina
Udara yang tercantum datam UU No.1/1962 dan Karantina Laut dalam UU No
2/1962. Namun, meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan
maupun perundangan untuk mencegah menjangkilnya pes di tengah rnasyarakat,
semua peraturan tersebut tentu lidak dapat membuahkan basil secara maksimal
larva adanya peran aktif rnasyarakat dafam mencegah dan mernberantas penyakit
pes ini.
Oleh karena itu, masyarakat harus dilibatkan dalam pernberanlasan penyakit.
Keterlibatan masyarakat dararn mewaspadai penyakit pes. secara garis besar dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Kewaspadaan terhadap tikes dan pinjal dengan cara mengajak masyarakat
aktif mernberanlas tikes sekaligus pinjalnya.
2. Apabila ada anggota keluarga maupun masyarakat sekitar menderita saki
dengan gejala-geiala berupa meningkatnya suhu tubuh (demam), disertai
timhulnya benjolan (bubo) sebesar buah duke di sekitar daerah lipat paha.
atau ketiak, serta muncul batuk berdahak secara tiba-riba, segera melapor ke
RT. RW setempat maupun puskesmas terdekat.
3. Apabila di sekitarnya terdapat anjing maupun kucing liar. hendaknya
dilangkap kernudian diserahkan kepada dinas peternakan setempat agar
dilakukan uji serologik sehingga dapat diketahui adanya kemungkinan
terjangkitnya

pes

pada

hewan-hewan

tersebut,

Dengan

dernikian,

penyebaran wabah pes dapat diantisipasi secepat mungkin.


4. Mewaspadai banyaknya bangkai yang timbal akibat berbagai bencana alam,
misalnya banjir, gempa bumi. maupun gunung meletus. Sebaiknya bangkaibangkar tersebut segera dibakar atau dikubur dalam tanah.
Sebaiknya ternak dipelihara di luar rumah, membersih-kan rurnah agar tikus
tidak bersarang di dalam rumah, serta membuat konstruksi rurnah sedemikian
rupa agar sinar malahari dapat memasuki setiap ruangan di dalam rumah.

26
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Tifus Endemik
Adalah penyakit yang disebabkan oleh rickettsia yang perjalanan penyakitnya
mirip dengan demam tifus wabahi yang ditularkan oleh kutu (louse), namun lebih
ringan. CFR untuk semua umur lebih rendah dari 1%.
CFR meningkat dengan meningkatnay usia penderita. Tidak ditemukannya
kutu (louse) disuatu wilayah, distribusi penyakit yang secara geografis dan menurut
musim muncul secara sporadis membantu membedakannya dengan demam tifus
wabahi yang ditularkan oleh kutu (louse borne). Penyebab Penyakit Rickettsia typhi
(Rickettsia mooseri); Rickettsia felis.

Distribusi penyakit
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia. Ditemukan didaerah dimana orang

tinggal bersama tikus. DI AS kurang dari 80 penderita dilaporkan setiap tahun.


Puncak musiman jumlah penderita ditemukan pada musim panas dan musim gugur.
Kasus tersebar secara sporadis, proporsi tertinggi ditemukan di Texas dan California
bagian selatan. Kasus lebih dari satu orang dapat dijumpai dalam satu anggota
keluarga.

Reservoir
Tikus besar, tikus kecil dan mamalia lainnya berperan sebagai reservoir.

Siklus penularan berlangsung melalui kutu pada tikus, biasanya jenis tikusnya
adalah Rattus rattus, dan R.novergicus. Infeksi biasanya berlangsung tanpa gejala.
Mikroorganisme lain, Rikettsia felis ditemukan dalam siklus penularan dari kucing ke
kucing melalui kutu kucing, ditemukan di California bagian selatan dan mungkin juga
ditemukan ditempat lain. Penularan dari kucing kepada opossums (binatang sejenis
kucing).

Cara penularan
Kutu tikus yang terinfeksi (biasanya jenis Xenopsylla cheopis) membuang
kotoran pada waktu menghisap darah dan didalam kotorannya mengandung
rickettsia. Kotoranyang mengandung rikcettsia ini mencemari luka gigita dan
daerah kulit lainnya yang mengalami luka. Penularan kadang-kadang dapat
terjadi melalui inhalasi kotoran kering yang infektif dari kutu tikus. Infeksi oleh
27

Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

rickettsia dapat terjadi pada opposums, kucing, anjing, binatang liar dan
domestik

lainnya.

Penyakit

pada

binatang

ini

adalah

sembuh

dngan sendirinya, tapi dapat menular kepada manusia melaui kutu kucing
Chenocephalides felis. Masa inkubasinya 1 2 minggu, biasanya rata-rata 12
hari. Penularan tidak terjadi dari manusia ke manusia sekali kutu binatang
terinfeksi, mereka dapat menularkan penyakit selama hidup kutu tersebut
yaitu sampai satu tahun. Semua orang rentan terhadap infeksi penyakit ini,
infeksi
menimbulkan kekebalan.

Penanggulangan wabah
Didaerah endemis dimana ditemukan banyak kasus pamakaian

insektisida dengan efek residual yang efektif terhadap kutu tikus dan kutu
kucing akan sangat membantu menurunkan index kutu dan
Berbagai macam Penyakit
Pinjal juga dapat bertindak sebagai vektor mekanis berbagai penyakit yang
disebkan oleh bakteri atau virus, khususnya karena kontaminasi dengan
tinjanya. Pinjal Ctenocephalides canis, Ctenocephalides felis, dan P. irrtans
merupakan hospes perantar untuk cacing pita pada anjing, sedangkan
Dipylidium caninum bersama Nosopsyllus fasciatus, Xenopsylla cheopis dan
Leptopsylla segnis merupakan hospes perantara untuk cacing pita pada tikus.
Kedua cacing pita tersebut merupakan parasit insidental pada manusia.

J. Pencegahan, Pengobatan, dan Pengendalian

Pencegahan
Langkah-langkah di bawah ini dapat dilakukan untuk mencegah keberadaan

pinjal yaitu:

28
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

1. Menyedot menggunakan vaccum


Seringlah menyedot di daerah dimana saja hewan peliharaan kunjungi, khususnya di
mobil jika sering berpergian, daerah berkarpet, dan perabotan yang sering
dikunjungi oleh hewan peliharaan supaya semua kutu termasuk telur, dan pupa nya
dibersihkan sebanyak mungkin.
2. Pencucian
Cucilah tempat tidur hewan peliharaan, kasur, selimut dan barang lainnya dengan air
panas jika memungkinkan.
3. Penyemprotan Lingkungan
Ada beberapa macam spray/semprotan yang tersedia yang bertujuan membunuh
kutu loncat di lingkungan sekitarnya.

Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan obat anti kutu. Obat anti kutu hanya

membunuh pinjal dewasa, pemberian obat anti kutu perlu disesuaikan agar siklus
hidup pinjal bisa kita hentikan. Pemberian obat perlu diulang agar pinjal dewasa
yang berkembang dari telur dapat segera dibasmi sebelum menghasilkan telur lagi.

Pengendalian
Untuk mencegah penyebaran penyebaran penyakit yang disebabkan oleh

pinjal maka perlu dilakukan tindakan pengendalian terhadap arthopoda tersebut.


Upaya yang dapat dilakukan, antara lain melalui penggunaan insektisida, dalm hal
ini DDT, Diazinon 2% dan Malathion 5% penggunan repllent (misalnya, diethyl
toluamide dan benzyl benzoate) dan pengendalian terhadap hewan pengerat
(rodent).

29
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Selain itu, dapat juga dengan cara:


Mekanik atau Fisik
Pengendalian pinjal secara mekanik atau fisik dilakukan dengan cara
membersihkan karpet, alas kandang, daerah di dalam rumah yang biasa disinggahi
tikus atau hewan lain dengan menggunakan vaccum cleaner berkekuatan penuh,
yang bertujuan untuk membersihkan telur, larva dan pupa pinjal yang ada.
Sedangkan tindakan fisik dilakukan dengan menjaga sanitasi kandang dan
lingkungan sekitar hewan piaraan, member nutrisi yang bergizi tinggi untuk
meningkatkan daya tahan hewan juga perlindungan dari kontak hewan peliharaan
dengan hewan liar atau tidak terawat lain di sekitarnya.
Kimia
Pengendalian pinjal secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan
insektisida. Repelen seperti dietil toluamide (deet) atau benzilbenzoat bisa
melindungi orang dari gigitan pinjal. Sejauh ini resistensi terhadap insektisida dari
golongan organoklor, organofosfor, karbamat, piretrin, piretroid pada pinjal telah
dilaporkan di berbagai belahan dunia. Namun demikian insektisida masih tetap
menjadi alat utama dalam pengendalian pinjal, bahkan saat ini terdapat
kecenderungan meningkatnya penggunaan Insect Growth Reguator (IGR).
Secara umum untuk mengatasi pinjal, formulasi serbuk (dust) dapat
diaplikasikan pada lantai rumah dan tempat jalan lari tikus. Insektisida ini dapat juga
ditaburkan dalam lubang persembunyian tikus. Diberbagai tempat Xenopsylla
cheopis dan Pulex irritans telah resisten terhadap DDT, HCH dan dieldrin. Bila
demikian, insektisida organofosfor dan karbamat seperti diazinon 2 %, fention 2%,
malation 2%, fenitrotion 2%, iodofenfos 5%, atau karbaril 3-5% dapat digunakan.
Insektisida fogs atau aerosol yang mengandung malation 2% atau fenklorfos 2%
kadang-kadang juga digunakan untuk fumigasi rumah yang mengandung pinjal.
Insektisida smoke bombs yang mengandung permetrin atau tirimifos metal dapat
juga digunakan untuk desinfeksi rumah.

30
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Pengendalian pinjal di dalam ruangan terutama ditujukan terhadap pinjal


dewasa, baik pada inang maupun diluar inang. Keefektifan insektisida pada pinjal
dewasa ternyata bervariasi tergantung jenis permukaan tempat aplikasi. Pada
permukaan kain tenun dan karpet, insektisida organofosfat paling efektif, selanjutnya
berturut-turut karbamat > pirethrin sinergis > pirethtroid. Penurunan pinjal dewasa
dapat mencapai 98% selama 60 hari pada aplikasi semprot campuran 0,25%
propetamfos dan 0,5% diazinon microencapsulated.
Upaya pengendalian pinjal di daerah urban pada saat meluasnya kejadian
pes atau murinethyphus, diperlukan insektisida dan aplikasi yang terencana dengan
baik agar operasi berjalan dengan memuaskan. Pada saat yang sama ketika
insektisida diaplikasikan, rodentisida seperti antikoagulan, warfarin dan fumarin
dapat digunakan untuk membunuh populasi tikus. Namun demikian, bila digunakan
redentisida yang bekerja cepat dan dosis tunggal seperti zink fosfid, sodium
fluoroasetat, atau striknin atau insektisida modern seperti bromadiolon dan
klorofasinon, maka hal ini harus diaplikasikan beberapa hari setelah aplikasi
insektisida. Jika tidak dilakukan maka tikus akan mati tetapi pinjal tetap hidup dan
akan menggigit mamalia termasuk orang dan ini akan menongkatkan transmisi
penyakit.
Sementara itu, berbagai formulasi insektisida untuk mengendalikan pinjal
dewasa pada hewan piaraan telah banyak dipasarkan mulai dari shampoo, spray,
bahan dipping (berendam), sabun foam untuk mandi, serbuk bedak, hinggga yang
bekerja sistemik seperti spoton untuk aplikasi diteteskan/ tuang langsung ke tubuh
hewan inang, collar (kerah/kalung anti pinjal), dan oral berupa tablet oral. Akan
tetapi, pemilihan jenis dan formulasi insektisida harus memperhatikan jenis dan unur
hewan inang, tingkat investasi C. felis yang terjadi, potensi reinfeksi, perlakuan
pengendalian pinjal di lingkungan sekitar hewan juga tingkat resistensi populasi
pinjal di sekitar.
Dengan semakin tingginya kesadaran untuk meminimalkan penggunaan
insektisida kimia, perhatian pengendalian terutama ditujukan dengan memutus siklus
hidup pinjal. Penggunaan bahan pengatur perkembangan serangga (IGR)
memunculkan paradigm baru dalam pengendalian pinjal. Paradigm ini berfokus pada
pengendalian stadium pra dewasa pinjal dengan aplikasi IGR, baik pada inang
31
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

maupun lingkungan. Efek kerja IGR dapat berupa penghambatan pembentukan kitin
(benzoylphenyl

ureachitin

siynthesis

inhibitors),

seperti

alsistin,

siromazine,

diflubenzuron dan lufenuron, atau berupa peniru hormone juvenile (mimic insect
juvenile hormone), seperti piriproksifen, fenoksikrb dan metophrene. Kedua jenis
IGR tersebut diaplikasikan baik secara kontak maupun sebagai racun perut larva.
Kemampuan beberapa jenis IGR ternyata juga berbeda-beda tergantung pada tahap
pra dewasa maupun umur setiap stadium. Metophrene sangat efektif terhadap telur
pinjal berumur muda, sebaliknya tidak terhadap telur berumur 24-42 jam pada
konsentrasi yang sama. Piriproksipen dan metophrene memiliki efek ovisidal
terhadap pinjal dewasa yang kontak dengan hewan yang telah diaplikasikan kedua
bahan ini, karena kedua bahan tersebut membunuh tahapan embrio pinjal dalam
perut. Hewan yang dimandikan dengan 26 mg metophrene dapat mencegah
menetasnya telur pinjal hingga 34 hari. Saai ini telah banyak beredar produk IGR di
pasaran baik dalam bentuk shampo, spray maupun collar bahkan oral, yang berupa
tablet yang diminumkan pada hewan piara yang bekerja secara sistemik pada darah.
Tablet yang mengandung fenuron diberikan sekali sebulan dengan dosis 30 mg/kg
berat badan. Maka pinjal betina yang menghisap darah dari kucing akan
menghasilkan telur-telur steril selama 2 minggu.
Pengelolaan lingkungan
Mengendalikan populasi tikus di daerah pedesaan dan perkotaan melalui
sanitasi lingkungan, pengelolaan sampah yang baik, dan memperbaiki sanitasi
lingkungan yang rusak yang dapat dijadikan sebagai sarang tikus.

32
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

BAB III
DAFTAR PUSTAKA

https://evynurhidayah.wordpress.com/2012/03/28/pengendalian-pinjal-dalamhubungan-dengan-kesehatan-lingkungan/
http://budidarma.com/2011/05/pinjal-mata-kuliah-pengendalian-vektorepidemiologi.html
http://patriciapate.blogspot.co.id/2012/08/penjelasan-penyakit-pes-sampar.html

https://penyakitdalam.wordpress.com/category/manual-pemberantasan-penyakitmenular/demam-tifus-endemik-yang-ditularkan-kutu/

33
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

34
Vektor Penyakit Bakteri (Pinjal)

Anda mungkin juga menyukai