Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Acute coronary syndrome (ACS) menggambarkan suatu penyakit yang berat, dengan
mortalitas tinggi serta merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri dada yang disertai
dengan gejala lain akibat iskemia miokard (Dep. Kes. RI, 2007)
Acute coronary syndrome (ACS) adalah penyakit jantung yang timbul akibat
penyempitan pada arteri koronaria. Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara lain
aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme. Oleh karena
aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%) maka pembahasan tentang PJK
pada umumnya terbatas penyebab tersebut (Majid, 2007).
B. Etiologi
Menurut Wajan Udjianti (2011) penyebab Acute coronary syndrome (ACS) yaitu:
a. Coronary
arteri
disease
aterosklerosis,artritis,
trauma
pada
koroner,
penyempitan arteri koroner karena spasme atau desecting aorta dan arteri koroner
b. Coronary arteri emboli : infactive endokarditis, cardiac myxoma, cardiopulmonal,
bypass surgery, arteriography koroner
c. Kelainan kongenital : anomali arteri koronaria
d. Ketidakseibangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard : hipotensi kronis,
keracunan monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta
e. Gangguan hematologi : anemia, polisitemia vena, hypercoagulabity, trombosis
dan trombositosis
C. Manfestasi Klinik
Menurut Brunner&Suddarth (2001) tanda dan gejala pada klien dengan Acute
coronary syndrome (ACS) yaitu :
Nyeri iskemik timbul mendadak, + 15 menit, nyeri infark + 30 menit, rasa meremuk
dan parah. Nyeri menyebar ke bagian atas: leher, lengan kiri atau rahang, nyeri
disertai napas pendek, kulit pucat, berkertingat dingin, pusing dan sakit kepala berat,
mual dan muntah.
a. Lemas akibat penurunan aliran darah
b. Takikardi atau bradikardi
4
c.
d.
e.
f.
g.
Cemas, gelisah
Dispnea dan kelemahan
Sianosis atau pucat
Capillary refill kurang dari 3 detik
Produksi urine berkurang
2.
myocardial infarction)
Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
3.
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan
E.
Lipid
Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat dimodifikasi untuk
perkembangan dan perubahan secara progresif atas terjadinya PJK. Kolesterol
ditranspor dalam darah dalambentuk lipoprotein, 75 % merupakan lipoprotein
densitas rendah (low density liproprotein/LDL) dan 20 % merupakan lipoprotein
densitas tinggi (high density liproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL-lah yang
rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara
kadar HDL dan insiden PJK.
Tabel 1. Total Kolesterol dan LDL Kolesterol
2) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya penyakit jantung,
termasuk serangan jantung dan stroke, dan juga memiliki hubungan kuat untuk
terjadinya PJK sehingga dengan berhenti merokok akan mengurangi risiko
terjadinya serangan jantung. Merokok sigaret menaikkan risiko serangan jantung
sebanyak 2 sampai 3 kali. Sekitar 24 % kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11
% pada perempuan disebabkan kebiasaan merokok. Meskipun terdapat penurunan
yang progresif proporsi pada populasi yang merokok sejak tahun 1970-an, pada
tahun 1996 sebesar 29 % laki-laki dan 28 % perempuan masih merokok. Salah
satu hal yang menjadi perhatian adalah prevalensi kebiasaan merokok yang
meningkat pada remaja, terutama pada remaja perempuan. Orang yang tidak
merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan
risiko sebesar 20 30 % dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan
perokok. Risiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana
orang yang merokok 20 batang rokok atau lebihdalam sehari memiliki resiko
sebesar dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum untuk
mengalami kejadian PJK.
6
3) Obesitas
Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko peningkatan PJK,
hipertensi, angina, stroke, diabetes dan merupakan beban penting pada kesehatan
jantung dan pembuluh darah. Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabila
setiap individu mempunyai berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden
PJK sebanyak 25 % dan stroke/cerebro vascular accident (CVA) sebanyak 3,5 %.
Penurunan
berat
badan
diharapkan
dapat
menurunkan
tekanan
darah,
diseases
(CAD).
Kondisi
ini
dapat
mengakibatkan
terjadinya
Other
non
ischemic
Gambar 6.
Riwayat keluarga PJK pada keluarga yang langsung berhubungan darah yang
berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor risiko independent untuk
terjadinya PJK, dengan rasio odd dua hingga empat kali lebih besar dari pada
populasi control. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetik
pada keadaan ini. Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang positif
dapat mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga dekat.
G.
Komplikasi
Menurut Gray. H (2005) ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
H.
Aritmia
Kematian mendadak
Syok kardiogenik
Gagal Jantung ( Heart Failure)
Oedem Paru
Ruptur septum ventikuler
Ruptur muskulus papilaris
Aneurisma Ventrikel
Pemeriksaan penunjang
Menurut Doengos (2002 h.85) yaitu :
a. EKG menunjukan adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dari infark,
gelombang T inversi atau hilang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q
yang mencerminkan adanya infark akut.
b. Enzym dan isoenzym pada jantung, CK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan
mencapai puncak pada 24 jam. Peniongkatan SGOT dalam 6-12 jam dan
mencapai puncak pada 36 jam meningkat yang menunjukan kerusakan miokard.
c. Pemeriksaan laboratorium seperti :
1. Elektrolit : ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan
konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia
2. Whole blood cell : leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah
serangan
3. Analisa gas darah : menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru
yang kronis atau akut
4. Kolesterol : mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya
arteriosklerosis
5. BUN/kreatinin memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal
6. Glukosa hiperglikemia (Diabetes melitus pencetus hipertensi)
10
I.
Penatalaksanaan medis
Menurut wadjan udjianti (2011) penatalaksanaan medis sindrom koroner akut
yaitu :
a. Famakologi
1. Antikoagulan untuk mencegah pembekuan darah
2. Nitrat (untuk mempertahankan vasodilatasi mengurangi afterload dan preload)
3. Morfin (mengurangi nyeri dada sebagai analgesik)
b. Non farmakologi
Diet rendah garam dan rendah lemak
c. Tindakan lain
1. Intervensi non bedah
Primary PTCA (angioplasty koroner transluminal percutaneus) dengan
menempatkan ujung dari balon kateter pada daerah sumbatan pembuluh darah
arteri r
2. Intervensi bedah
Untuk sakit menetap, kronis dan nyeri dada yang berat diperlukan tindakan
bypass arteri koroner
J.
14
c.
d.
e.
f.
g.
3. Nyeri akut berhubungan denga agen cedera biologis : iskemia dan injuri
miokard)
Tujuan :
Nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Klien mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi dan Rasional :
1. Monitor nyeri dada, tanda sesak napas, diaforesis dan kelelahan
Rasional : data tersebut bermanfaat untuk menentukan penyebab dan efek dari
nyeri dada, serta menjadi dasar perbandingan dengan gejala dan tanda pasca
teraoi. Nyeri dada disertai tanda dan gelaja tersebut mengindikasikan iskemik dan
injury miokard
2. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
Rasional : lingkungan yang tidak nyaman dapat membuat nyeri semakin
bertamabah
3. Ajarkan tenik manajemen nyeri non farmakologi
Rasional : dapat mengurangi nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : analgeti dapat mengurangi nyeri
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Tujuan :
Mempertahankan energi dan meningkatkan aktivitas
Kriteria hasil :
17
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan
RR, mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, tanda tanda vital normal
(TD: 120/80 mmHg, Hr : 60-100x/m, HR : 16-20x/m, S: 36-37,5 oC), status
kardiopulmonari adekuat, sirkulasi baik, pertukaran gas dan ventilasi adekuat.
Intervensi dan Rasional :
1. Menilai tanda-tanda vital saat istirahat dan setelah aktivitas
Rasional : aktivitas disertai tanda dan gejala tersebut sperti kelelahan
mengindikasikan tidak adekuatnya sirkulasi koroner yang mengakibatkan iskemik
2.
3.
4.
5.
19