Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CEDERA CEREBROVASKULAR (CVA)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016

1. Tinjauan Kasus
A.
Diagnosa Medis
a. Pengertian
Cerebrovaskular accident (CVA) merupakan penyakit sistem persyarafan yang paling
sering dijumpai, kira-kira 200.000 kematian dan 200.000 orang dengan gejala sisa akibat
stroke yang paling sering dijumpai pada usia 75-85 tahun (Muttaqin, 2008). Menurut
Ginsberg (2007), stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya fungsi
sistem saraf fokal atau global yang berkembang cepat (dalam detik aau menit). Sedangkan
menurut Henkey dalam Soebroto (2010), stroke adalah suatu sindrom klinis dengan
karakteristik kehilangan fungsi otak fokal akut yang mengarah ke kematian, dimungkinkan
karena perdarahan spontan pada substansi otak (perdarahan intracerebral primer atau
perdarahan subarachnoid yang secara berurutan menjadi stroke hemoragik) atau tidak
tercukupinya suplai darah yang menuju bagian dari otak sebagai akibat dari aliran darah
yang lambat, trombosis, atau emboli yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah..
Jadi dapat dikatakan, CVA adalah suatu enyakit sistem syaraf akibat perdarahan di otak
sehingga penderita mengalami kelumpuhan atau kematian.
b. Penyebab
Menurut Smeltzer dan Bare dalam Muttaqin (2008), stroke adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak. Beberapa keadaan di bawah ini
dapat menyebabkan stroke :
1) Trombosit serebri
Trombosit ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti di
sekitarnya. Nbeberapa keadaan di bawah ini yang dapat menyebabkan trombosit otak :
a) Aterosklerosis
Merupakan mengrasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembulu darah.
b) Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit meningkat, dapat
melambatkan aliran darah serebri.
c) Arteritis (radang pada arteri)
2) Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembulu darah otak oleh bekuan darah, lemak,
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebri.
3) Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang
subarakhnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahn ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi.
4) Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umu adalah :

a) Hipertensi parah
b) Henti jantung paru
c) Curah jantung turun akibat aritmia
5) Hipoksi lokal
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksi lokal adalah :
a) Spasme arteri yang disertai perdarahan subarakhnoid
b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren
Faktor resiko stroke antara lain :
1) Hipertensi
Merupakan faktor resiko utama. Pengendalian hipertensi adalah kunci untuk mencegah
2)

3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

stroke
Penyakit kardiovaskular-embolu serebri berasal dar jantung :
a) Penyakit arteri koronaria
b) Gagal jantung kongestif
c) Hipertrofi ventrikel kiri
d) Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium)
e) Penyakit jantung kongestif
Koleterol tinggi
Obesitas
Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebri
Diabetes
Dikaitkan dengan aterogenesis terakselerasi.
Merokok
Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
Konsumsi alkohol

c. Tanda dan gejala


Menurut Batticaca (2008), gejala klinis yang timbul pada penyakit stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1) Gejala klinis pada stroke hemoragik, berupa
a) Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat
istirahat atau bangun tidur.
b) Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
c) Terjadi terutama pada usia >50 tahun
d) Gejala nneurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pe,buluh
darah dan lokasinya.
2) Gejala klinis pada stroke akut berupa :
a) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparasis) yang timbul
mendadak
b) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik)
c) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, latergi, stupor, atau
koma)
d) Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)

e) Disartria (bicara pelo atau cadel)


f) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
g) Vertigo (mual muntah atau nyeri kepala)
d. Pemeriksaan Diagnostik
1.

CT Scan

Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
2.

MRI

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa besar/luas


terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark dari hemoragik.
3.

Angiografi Serebri

Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan


arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa atau
malformasi vaskuler.
4.

USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)


5.

EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
6.

Sinar X tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa
yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7.

Pungsi Lumbal

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8.

Pemeriksaan Laboratorium

1)

Darah rutin

2)

Gula darah

3)

Urine rutin

4)

Cairan serebrospinal

5)

Analisa gas darah (AGD)

6)

Biokimia darah

7)

Elektrolit

B. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2008), infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area
tertentu di otak, luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembulu darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembulu
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau makin cepat)
pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis seringkali
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi otak, trombus dapat berasal dari plak
aterosklerosis, atau darah dapat membeku pada area stenosis, aliran darah akan melambat
atau terjadi turbelensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembulu darah dan terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus dapat mengakibatkan :
1) Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembulu darah yang
bersangkutan
2) Edema dan kongesti di sekitar are
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oklusi pada pembulu
darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombus. Jika terjadi
infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembulu darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembulu darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma
pecah atau ruptur. Peradarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arterioklerotik dan
hipertensi pembulu darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibanding dari keseluruhan penyakit serebrovaskular, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi masa ota, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat
disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder

atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjad pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan spons.
Jika sirkulasi serebri tehambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversible untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversible bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak,
akibat volume perdarahan yang relatif banyak alan mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial dan menyebabkan penurunan tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase
otak. Elemen-elemn vasoaktif darah yang keluar akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Menurut Batticaca (2008), setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi
darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama
dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang
dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen.
Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen
dan mengakibatkan infark pada otak. Setiap defisit fokal permanen akan begantung pada
daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh
darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah
arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui
jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi. Jiak aliran darah
ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan
suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan
gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen
dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Are yang
mengalami nekrosis disebut infark. Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan
gangguan pada metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu
menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen
yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak. Perdarahan intrakranial termasuk
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi
mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembulu darah yang dapat
menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan
menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembulu darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh
tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan
risiko serius yang terjadi 7 10 hari setelah perdarahan pertama.

Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu,


menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimbulkan
gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan cairan serebrospinal (CSS), dan
menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel
atau hematoma yang merusak jaringan otak. Perubahan srkulasi CSS, obstruksi vena,
adanya edema dapat meningkatkan tekanan intakranial yang membahayakan jiwa dengan
cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati menyebabkan herniasi unkus
atau serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardi, hipertensi sitemik, dan gangguan
pernafasan. Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisadarah dapat
mengiritasi pembulu darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas
mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau
vasopasme biasa terjadi pada hari ke 4 sampai ke 10 setelah terjadinya perdarahan dan
menyebabkan konstriksi aretri otak. Vasopasme merupakan komplikasi yang mengakibtkan
terjadinya penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark.
C.

Penatalaksanaan
Menurut Batticaca (2008), penetalaksanaan medis pasien stroke yaitu :
1) Terapi stroke hemoragik ada serangan akut
a) Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
b) Masukkan klien ke unit perawatan syaraf untuk dirawat di bagian bedah syaraf
c) Penatalaksanaan umum dibagian syaraf
d) Penatalaksanaan khusus pada kkasus :
(1) Subarachnoid hemorrhage dan intraventrikular hemorrhage dan intraventricular
hemorhage
(2) Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid hemmorage
(3) Parenchymatous hemorrhage
e) Neurologis
(1) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
(2) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
f) Terapi perdarahan dan pembulu darah
(1) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
(a) Aminocaproic acid 100-150 ml % dalam cairan isotonik 2 kal selama 3-5
hari, kemudian 1 kali selama 1 3 hari
(b) Antagonis untuk pencegahan permanen : gordox dosis pertama 300.000 IU
kemudian 100.000 IU 4 x per hari IV ; Contrical dosis pertama 30.000 ATU,
kemudian 10.000 ATU x 2 per hari selama 5 10 hari.
(2) Natri etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari.
(3) Kalsium mengandung obat; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum.
(4) Provilaksis Vasopasme
(a) Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml [10 mg per hari IV diberikan
2 mg per jam selama 10-14 hari]).
(b) Awasi peningkkatan tekanan darah sistolik klien 5 20 mg, koreksi
gangguan irama jantung, terapi jantung komorbid.

(c) Terapi infus, pemantauan (monitoring) AGD, tromboembolisme arteri


pumonal,

keseimbangan

asam

basa,

osmolaritas

darah

dan

urine,

pemeriksaan biokimia darah.


(d) Berikan dexasone 8=4=4=4 mg IV (pada kasus tanpa DM, perdarahan
internal, hipertensi maligna) atau osmotik diuretik (dua hari sekali
Rheugloman 15% 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari
kemudian)
(5) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
(6) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
2) Perawatan umum klien dengam serangan stroke akut
a) Pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-20C
b) Pemantauan keadaan umum klien (EKG, nadi, saturasi O2, PO2, PCO2)
c) Pengukuran suhu tubuh tiap 2 jam.
Program Rehabilitasi Klien dengan Stroke
Tahap I
Penatalaksanaan klien stroke di Intensive Unit

1. Pengobatan multiple

Stroke, kemudian bagian saraf

2. Terai olahraga (1 dan 2)


3. Masase
4. Pengobatan berbagai posisi
5. Psikoterapi lingkungan

Penatalaksanaan

Tahap II
klien stroke

di

bagian

rehabilitasi

1. Terai olahraga (3 dan 4)


2. Terapi fisik
3. Elektrostimulasi
4. Magnitoterapi
5. Terapi kerja : latihan aktivitas sehari-hari
(ADL) fungsi dan kemampuan kerja
6. Metode khusus : kombinasi spiritual dan
blok novocain
7. Terapi wicara dan bahasa

3) Penanganan dan perawatan stroke di rumah


a) Berobat secara teratur ke dokter
b) Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk
dokter
c) Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untu memuihkan kondisi tubuh
yang lemah atau lumpuh
d) Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah

e) Bantu kebutuhan klien


f) Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik

Oklusi pem

g) Periksa tekanan darah secara teratur

Faktor reiko stroke


h) Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.

Edema

Infeksi sepsi
WOC CVA
Aterosklerosis, hiperkoagulasi,
artesis
Trombus di jantung terlepas

Aneurisma, malfo

Penyumbatan
Trombosis pembuluh
serebral darah otak oleh bekuan darah, lemak, da

Perdarahan
Pembulu darah oklusi

Pembesaran darah ke
Iskemik jaringan otak
Emboli serebri

Penekanan

Stroke
(cerebro vascular accident)

Keru

Infark otak, edema, dan


hemiasi otak
Infark serebral
Kehilangan kontrol
volunter
Resiko
Kerusakan
terjadipenigkatan
pada lobusTIK
frontal, kapasistas,Dis
me
Infark serebri

Penurunan perfusi jaringan


serebral
Kompresi batang otak
Hemiplagi
dan hemiparasis
Defisit neurologi

Disa

Depresi syaraf kardiovaskular


Kerusakan
dan pernafassan
fungsi kognitif dan
Kerusakan mobilitas fisik
Ker

Reflek menelan
Lapang perhatian terbatas, kesuitan dalam pemahaman, lupa, kurang motivasi, frustasi, labilitas e
Koma Kegagalan kardiovaskular dan pernfasan

Intake nutrisi tidak


Kelemahan
adekuat fisik umum
Kematian

Perubahan pemenuhan nutrisi

Koping individu tidak


Gangguan
efektif citraDisfungsi
tubuh
seksual

Harga diri
rendah
Penurunan tingkat
Perubahan
kesadaran
peran keluarga

Resiko
Ketidakmampuan
cidera
koping keluarga

Bederest total
Kerusakan integritas
Resiko
kulit
aspirasi
Defisit perawatan diri
Penenkanan jaringan setempat

2. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
a) Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, dan pekerjaan.
b) Pengkajian primer
Airway: pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi pada jalan

2)

napas karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.


Breathing: kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur,
kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan dada.
Circulation: meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta
perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, nadi, dan
adanya perdarahan.
Disability: yang dinilai adalah tingkat kesadran serta ukutan dan reaksi pupil.
Exposure/ kontrol lingkungan: penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.

Pengkajian sekunder

Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe) termasuk
reevaluasi pemeriksaan TTV.
c) Anamnesis

Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat


perlukaan. Riwayat AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal,
event/environment) perlu diingat.
d) Status kesehatan, meliputi :
(1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan klien, seperti tidak bisa menggerakkan bagian
tubuh atau lumpuh.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengajian mengenai kapan dan seberapa kama gejala berlangsung.
(3) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian mengenai penyakit yang pernah diderita klien. Klien stroke biasanya
diawalai dengan penyakit hipertensi
(4) Riwayat penyakit keluarga

Kaji riwayat penyakit yang pernah diderita oleh keluarga. Biasanya penyakit
yang berhubungan dengan stroke, seperti hipertensi.
e) Pola - pola fungsi kesehatan
(1) Pola persepsi terhadap kesehatan
Menggambarkan persepsi dan pemeliharaan serta cara penanganan kesehatan.
Persepsi terhdapa sakit dan penata laksanaan kesehatan.
(2) Pola nutrisi-metabolisme
Menggambarkan intake makanan, keseimbangan cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir.
(3) Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi eliminasi, berapa kali miksi, karakteristik urin,
adakah masalah dalam proses miksi, adakah pengggunaan alat bantu saat miksi,
gambaran pola BAB, karakteristik, penggunaan alat bantu.
(4) Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan meliputi gambaran level aktivitas,
kegiatan sehari-hari,
(5) Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur istirahat, meliputi berapa lama tidur, jam berapa
tidur dan bangun, adakah kebiasaan sebelum tidur, dan apakah mengalami
kesulitan sebelum tidur.
(6) Pola kognitif dan persepsi diri
Menggambarkan persepsi klien terhadap dirinya dan penyakit yang dideritanya.
(7) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan keefektifanhubungan dan peran dengan keluarga lainnya,
bagaimana gambaran pengaturan kehidupan, apakah mempunyai orang
dekat,apakah ada perbedaan peran dalam keluarga.
(8) Pola reproduksi dan seksual
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi.
(9) Pola koping dan toleransi stres
Menggambarkan kemampuan untu menangani stres, apakah ada perubahan
besar dalam kehidupan selama beberapa tahun terakhir, apa yang dilakukan saat
tmenghadapi kesulitan, dan bagaimana cara menangani stres.
(10)

Pola keyakinan dan nilai

Menggambarkan spiritual, nilai, sistem, kepercayaan dan tujuan dalam hidup.


f) Pemeriksaan fisik

(1) Keadaan umum


Menggambarkan keadaan umum yang diperlihatkan oleh pasien
(2) Kesadaran
Menggambarkan kesadaran klien saat ini, meliputi
(a) Compos mentis (kesadaran normal)
(b) Apatis (segan berhubungan dengan sekitar)
(c) Delirium (gelisah, disorientasi waktu, tempat, dan orang, memberontak,
berteriak, dan berhalusinasi),
(d) Somnolen (kesadaran menurun, repon psikomotor lambat, mudah tidur,
kesadaran dapat pulih jika dirangsang, namun dapat dengan mudah tidur
kembali)
(e) Stupor (yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyer)
(f) Coma (yaitu tidak bisa dibangunkan)
(3) Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan RR.
(4) Berat badan
Pengkajian terhadap BB klien, apakah ada penurunan berat badan selama 6
bulan terakhir
(5) Kepala
Apakah ada nyeri tekana, lesi, masa, dana bagaimana dengan warna kulit serta
distribusi rambut.
(6) Wajah
Apakah ada nyeri tekan pada daerah wajah, bengkak, lesi, dan bagaimana
dengan warna kulit wajah.
(7) Mata
Bagaimana keadaan mata, nyeri tekan, warna conjugtiva, pergerakan bola
mata.
(8) Hidung dan sinus
Apakah terdapat nyeri tekan, simetris atau tidak, kebersihan, dan warna kulit
sekitar hidung.
(9) Leher
Apakah ada nyeri tekan, peningkatan vena jugularis, benjolan atau masa.
(10) Thorax

Bagaimana pergerakan dada dan bentuk dada. Apakah terdapat kelainan pada
dada.
(11) Genetalian dan anus
Bagaimana keadaan genetalia atau anus, apakah terdapat kelainan.
(12) Abdomen
Menggambarkan keadaan abdomen, apakah ada nyeri tekan, bentuk abdomen,
warna sekitar abdomen.
(13) Ekstremitas
Menggambarkan keadaan ekstremitas, gerakan koordinasi antar ekstremitas,
kelainan bentuk pada ektremitas.
2) Masalah Keperawatan
a) Penurunan perfusi jaringan cerebral
b) Kerusakan komunikasi verbal
c) Kerussakan mobilitas fisik
d) Kerusakan integritas kulit
e) Resiko cidera
f) Resiko aspirasi
g) Defisit perawatan diri
h) Disfungsi seksual
i) Gangguan citra tubuh
j) Harga diri rendah
k) Koping individu tidak efektif

Intervensi Keperawatan
NO
1

DIAGNOSA
Hambatan

TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL

INTERVENSI

a. Joint movement : Exercise therapy : a. Memantau

mobilitas

fisik

active

ambulation

berhubungan

b. Mobility level

dengan

c. Self care : ADLs

hemiplagia

Kriteria hasil :

ditandai dengan

sign sebelum dan


sesudah latihan

a. Aktifitas

fisik b. Kaji kemampuan

klien meningkat

pasien

dapat

(menggerakkan

ambulasi

menggerakkan

lengan,

tangan

anggota

gerak bagian kiri


dan
:

keluarga

pasien
mengatakan
tangan
kiri

sebelah

tidak

gerak sus

bisa

dalam

kaki, c. Ajarkan

pasien

melawan

tentang

teknik

tahanan)

ambullasi

b. Rentang

gerak d. Latih

pasien

lebih luas (sendi-

dalam

sendi

dapat

pemenuhian ADL

bergerak

lebih

secara

luas

dari

sebelumnya)

beraktifitas
b. Mengetahui

sejauh

kemampuan

pasien

beraktifitas
c. Melatih kemandirian
pasien

untuk

bermobilisasi
d. Memandirikan pasien
dalam ADL
e. Melatih kekuatan otot
pasien

mandiri

sesui kemampuan
e. Latih

c. Dapat

batas

toleransi pasien saat

a. Monitoring vital

Do : pasien tidak

Ds

RASIONAL

pasien

dengan ROM

memperagakan
penggunaan alat
bantu

dalam

bermobilisasi
d. ADL meningkat
minimal

dapat

melakukan ADL
dengan

alat

bantu
e. Kekuatan

otot

meningkat
2.

Kerusakan
komunikasi

minimal 5/5 3/5


Sensory function : Communication
enhancement

a. Melatih
:

pasien

mennyampaikan

verbal

hearing and vision

berhubungan
dengan

apraksia

ditandai

dengan

Kriteria hasil :
a. Komunikasi :
penerimaan,

Do : pasien

interpretasi
dan ekspresi
pesan
meningkat
b. Komunikasi
expresif
(klien
menunjukkan
pemahaman
saat
berkomunika
si

dengan

orang lain)
c. Gerakan
terkoordiinas
i
d. Mampu
mengkomuni
kasikan
kebutuhan

speech deficit

pesan
b. Menghindari

a. Dorong

misskomunikasi

pasien
berkomunika
si

perlahan

dan
mengulangi
ucapan
b. Dengarkan
dengan

dengan klien
c. Membantu pasien
berkomunikasi
dengan cara lain
d. Melatih
lebih

pasien
ekspresif

dalam
berkomunikasi

penuh
perhatian
c. Latih
komunikasi
nonverbal
pasien
d. Anjurkan
ekspresi diri
dengan cara
lain

dalam

menyampaik
an informasi
(bahasa
isyarat)

dengan
lingkungan
3.

Resiko

sosial
cidera Risk control

berhubungan
dengan

a. Klien

penurunan

terbebas dari

kesadaran
ditandai

Kriteria hasil :

dengan

Do : pasien selalu

cidera
b. Keluarga

Environment

a. Meminimalkan

management

lingkungan yang

(manajemen

dapat

lingkungan)

klien cidera

a. Sediakan
lingkungan
yang

aman

membuat

b. Memenuhi
kebutuhan
keamanan klien

memberontak dan

mampu

mengamuk

memodifikasi
gaya

untuk pasien
hidup

b. Identifikasi
kebutuhan

c. Meminimalkan
tingkat

kejadian

cidera

untuk

keamanan

mencegah

pasien, sesuai

klien terjatuh dari

injury

dengan

tempat tidur

kondisi fisik
dan

fungsi

kognitif
pasien

d. Menghindari

e. Menjaga
keamanan pasien
f. Memandirkan

dari

riwayat

keluarga

dalam

perawatan klien

penyakit
terdahulu
c. Menghindark
an

pasien

dari
lingkungan
yang
berbahaya
d. Memasang
side rail pada
tempat tidur
klien
e. Menganjurka
n

keluarga

menemani
klien
f. Mengajarkan
pada
keluarga
memodifikasi
4.

Defisit perawatan
diri berhubungan
dengan gangguan

a. Self care :
dressing
b. Self

care

lingkungan
a. Bantu pasien

a. Memudahan

memilih

pasien

pakaian yang

pakaian

memakai

mobilitas

fisik

ditandai

dengan

Do : pasien tidak

deficit

mudah

b. Membantu pasien

toileting

dipakai

dalam berpakaian

c. Self

care

b. Bantu pasien

c. Menghindari

bisa bergerak dan

deficit

untuk

resiko terjatuhnya

semua

aktifias

hygiene

menaikkan

pasien di kamar

makan

minum Kriteria hasil :

resleting dan

mandi

dan

mandi

dibantu keluarga,
Ds

keluarga

pasien

untuk
mengenakan
pakaian dan

mengatakan
bahwa

mengkancing

a. Mampu

pasien

mandi baru 1 kali


selama 2 hari

brhias sendiri
secara

d. Melatih

pasien

kan pakaian

pergi ke kamar

jika

mandi

diperlukan

e. Memudahkan

c. Bantu pasien
pergi

klien makan

ke

toilet

mandiri

d. Membuat

b. Mampu
duduk

dan

turun

dar

kloset

jadwal
toileting
e. Tempatkan
pasien

c. Mampu
makan secara
mandiri

dengan posisi
yang nyaman
saat

akan

makan
f. Bantu
5.

Resiko

aspirasi Aspration control

berhubungan

Swallowing status

dengan
kesadaran

dan

hemiplagia
ditandai
Do

dengan
pasien

nampak kesulitan
saat minum dan
dibantu

oleh

makan
Aspiration
precaution
a. Monitor

Kriteria hasil :

penurunan

klien

tingkat

a. Klien mampu
menelan,
mengunyah

kesadaran
klien
b. Potong

tanpa terjadi

makanan

aspirasi

menjadi

b. Jalan

nafas

paten, mudah

kecil-kecil
c. Haluskan

a. Memantau
kondisi klien
b. Memudahkan
klien

menelan

makanan
c. Memudahkan
klien

meminum

obat
d. Menghindari
terjadinya aspirasi
e. Memantau

keluarga.

bernafas,dan

obat sebelum

kondisi

tidak

ada

diminum

nafas

suara

nafas

d. Tegakkan

tambahan

jalan

posisi pasien
saat

makan

atau

minum

sekitar

90

derajat
e. Monitor jalan
nafas

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Bulechek, Gloria M, et. al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) 6 th edition.
Philadelphia: Mosby, Inc
Ginsberg, L. 2007. Lecture Notes Neurologi Edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Herdman, T. H, et. al. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and Classification 10 th edition
2015-2017. Oxford: Willey Blackwell
Moorhead, Sue, et.al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition.
Philadelphia: Mosby, Inc
Muttaqin, A. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai