1. Tinjauan Kasus
A.
Diagnosa Medis
a. Pengertian
Cerebrovaskular accident (CVA) merupakan penyakit sistem persyarafan yang paling
sering dijumpai, kira-kira 200.000 kematian dan 200.000 orang dengan gejala sisa akibat
stroke yang paling sering dijumpai pada usia 75-85 tahun (Muttaqin, 2008). Menurut
Ginsberg (2007), stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya fungsi
sistem saraf fokal atau global yang berkembang cepat (dalam detik aau menit). Sedangkan
menurut Henkey dalam Soebroto (2010), stroke adalah suatu sindrom klinis dengan
karakteristik kehilangan fungsi otak fokal akut yang mengarah ke kematian, dimungkinkan
karena perdarahan spontan pada substansi otak (perdarahan intracerebral primer atau
perdarahan subarachnoid yang secara berurutan menjadi stroke hemoragik) atau tidak
tercukupinya suplai darah yang menuju bagian dari otak sebagai akibat dari aliran darah
yang lambat, trombosis, atau emboli yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah..
Jadi dapat dikatakan, CVA adalah suatu enyakit sistem syaraf akibat perdarahan di otak
sehingga penderita mengalami kelumpuhan atau kematian.
b. Penyebab
Menurut Smeltzer dan Bare dalam Muttaqin (2008), stroke adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak. Beberapa keadaan di bawah ini
dapat menyebabkan stroke :
1) Trombosit serebri
Trombosit ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti di
sekitarnya. Nbeberapa keadaan di bawah ini yang dapat menyebabkan trombosit otak :
a) Aterosklerosis
Merupakan mengrasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembulu darah.
b) Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit meningkat, dapat
melambatkan aliran darah serebri.
c) Arteritis (radang pada arteri)
2) Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembulu darah otak oleh bekuan darah, lemak,
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebri.
3) Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang
subarakhnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahn ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi.
4) Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umu adalah :
a) Hipertensi parah
b) Henti jantung paru
c) Curah jantung turun akibat aritmia
5) Hipoksi lokal
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksi lokal adalah :
a) Spasme arteri yang disertai perdarahan subarakhnoid
b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren
Faktor resiko stroke antara lain :
1) Hipertensi
Merupakan faktor resiko utama. Pengendalian hipertensi adalah kunci untuk mencegah
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
stroke
Penyakit kardiovaskular-embolu serebri berasal dar jantung :
a) Penyakit arteri koronaria
b) Gagal jantung kongestif
c) Hipertrofi ventrikel kiri
d) Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium)
e) Penyakit jantung kongestif
Koleterol tinggi
Obesitas
Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebri
Diabetes
Dikaitkan dengan aterogenesis terakselerasi.
Merokok
Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
Konsumsi alkohol
CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
2.
MRI
Angiografi Serebri
USG Doppler
EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
6.
Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa
yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7.
Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8.
Pemeriksaan Laboratorium
1)
Darah rutin
2)
Gula darah
3)
Urine rutin
4)
Cairan serebrospinal
5)
6)
Biokimia darah
7)
Elektrolit
B. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2008), infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area
tertentu di otak, luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembulu darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembulu
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau makin cepat)
pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis seringkali
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi otak, trombus dapat berasal dari plak
aterosklerosis, atau darah dapat membeku pada area stenosis, aliran darah akan melambat
atau terjadi turbelensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembulu darah dan terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus dapat mengakibatkan :
1) Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembulu darah yang
bersangkutan
2) Edema dan kongesti di sekitar are
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oklusi pada pembulu
darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombus. Jika terjadi
infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembulu darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembulu darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma
pecah atau ruptur. Peradarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arterioklerotik dan
hipertensi pembulu darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibanding dari keseluruhan penyakit serebrovaskular, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi masa ota, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat
disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder
atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjad pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan spons.
Jika sirkulasi serebri tehambat, dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebri dapat reversible untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversible bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak,
akibat volume perdarahan yang relatif banyak alan mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial dan menyebabkan penurunan tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase
otak. Elemen-elemn vasoaktif darah yang keluar akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Menurut Batticaca (2008), setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi
darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama
dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang
dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen.
Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen
dan mengakibatkan infark pada otak. Setiap defisit fokal permanen akan begantung pada
daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh
darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah
arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui
jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi. Jiak aliran darah
ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan
suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan
gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen
dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Are yang
mengalami nekrosis disebut infark. Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan
gangguan pada metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu
menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen
yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak. Perdarahan intrakranial termasuk
perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi
mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembulu darah yang dapat
menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan
menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembulu darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh
tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan
risiko serius yang terjadi 7 10 hari setelah perdarahan pertama.
Penatalaksanaan
Menurut Batticaca (2008), penetalaksanaan medis pasien stroke yaitu :
1) Terapi stroke hemoragik ada serangan akut
a) Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
b) Masukkan klien ke unit perawatan syaraf untuk dirawat di bagian bedah syaraf
c) Penatalaksanaan umum dibagian syaraf
d) Penatalaksanaan khusus pada kkasus :
(1) Subarachnoid hemorrhage dan intraventrikular hemorrhage dan intraventricular
hemorhage
(2) Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid hemmorage
(3) Parenchymatous hemorrhage
e) Neurologis
(1) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
(2) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
f) Terapi perdarahan dan pembulu darah
(1) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
(a) Aminocaproic acid 100-150 ml % dalam cairan isotonik 2 kal selama 3-5
hari, kemudian 1 kali selama 1 3 hari
(b) Antagonis untuk pencegahan permanen : gordox dosis pertama 300.000 IU
kemudian 100.000 IU 4 x per hari IV ; Contrical dosis pertama 30.000 ATU,
kemudian 10.000 ATU x 2 per hari selama 5 10 hari.
(2) Natri etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari.
(3) Kalsium mengandung obat; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum.
(4) Provilaksis Vasopasme
(a) Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml [10 mg per hari IV diberikan
2 mg per jam selama 10-14 hari]).
(b) Awasi peningkkatan tekanan darah sistolik klien 5 20 mg, koreksi
gangguan irama jantung, terapi jantung komorbid.
keseimbangan
asam
basa,
osmolaritas
darah
dan
urine,
1. Pengobatan multiple
Penatalaksanaan
Tahap II
klien stroke
di
bagian
rehabilitasi
Oklusi pem
Edema
Infeksi sepsi
WOC CVA
Aterosklerosis, hiperkoagulasi,
artesis
Trombus di jantung terlepas
Aneurisma, malfo
Penyumbatan
Trombosis pembuluh
serebral darah otak oleh bekuan darah, lemak, da
Perdarahan
Pembulu darah oklusi
Pembesaran darah ke
Iskemik jaringan otak
Emboli serebri
Penekanan
Stroke
(cerebro vascular accident)
Keru
Disa
Reflek menelan
Lapang perhatian terbatas, kesuitan dalam pemahaman, lupa, kurang motivasi, frustasi, labilitas e
Koma Kegagalan kardiovaskular dan pernfasan
Harga diri
rendah
Penurunan tingkat
Perubahan
kesadaran
peran keluarga
Resiko
Ketidakmampuan
cidera
koping keluarga
Bederest total
Kerusakan integritas
Resiko
kulit
aspirasi
Defisit perawatan diri
Penenkanan jaringan setempat
2)
Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe) termasuk
reevaluasi pemeriksaan TTV.
c) Anamnesis
Kaji riwayat penyakit yang pernah diderita oleh keluarga. Biasanya penyakit
yang berhubungan dengan stroke, seperti hipertensi.
e) Pola - pola fungsi kesehatan
(1) Pola persepsi terhadap kesehatan
Menggambarkan persepsi dan pemeliharaan serta cara penanganan kesehatan.
Persepsi terhdapa sakit dan penata laksanaan kesehatan.
(2) Pola nutrisi-metabolisme
Menggambarkan intake makanan, keseimbangan cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir.
(3) Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi eliminasi, berapa kali miksi, karakteristik urin,
adakah masalah dalam proses miksi, adakah pengggunaan alat bantu saat miksi,
gambaran pola BAB, karakteristik, penggunaan alat bantu.
(4) Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan meliputi gambaran level aktivitas,
kegiatan sehari-hari,
(5) Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur istirahat, meliputi berapa lama tidur, jam berapa
tidur dan bangun, adakah kebiasaan sebelum tidur, dan apakah mengalami
kesulitan sebelum tidur.
(6) Pola kognitif dan persepsi diri
Menggambarkan persepsi klien terhadap dirinya dan penyakit yang dideritanya.
(7) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan keefektifanhubungan dan peran dengan keluarga lainnya,
bagaimana gambaran pengaturan kehidupan, apakah mempunyai orang
dekat,apakah ada perbedaan peran dalam keluarga.
(8) Pola reproduksi dan seksual
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi.
(9) Pola koping dan toleransi stres
Menggambarkan kemampuan untu menangani stres, apakah ada perubahan
besar dalam kehidupan selama beberapa tahun terakhir, apa yang dilakukan saat
tmenghadapi kesulitan, dan bagaimana cara menangani stres.
(10)
Bagaimana pergerakan dada dan bentuk dada. Apakah terdapat kelainan pada
dada.
(11) Genetalian dan anus
Bagaimana keadaan genetalia atau anus, apakah terdapat kelainan.
(12) Abdomen
Menggambarkan keadaan abdomen, apakah ada nyeri tekan, bentuk abdomen,
warna sekitar abdomen.
(13) Ekstremitas
Menggambarkan keadaan ekstremitas, gerakan koordinasi antar ekstremitas,
kelainan bentuk pada ektremitas.
2) Masalah Keperawatan
a) Penurunan perfusi jaringan cerebral
b) Kerusakan komunikasi verbal
c) Kerussakan mobilitas fisik
d) Kerusakan integritas kulit
e) Resiko cidera
f) Resiko aspirasi
g) Defisit perawatan diri
h) Disfungsi seksual
i) Gangguan citra tubuh
j) Harga diri rendah
k) Koping individu tidak efektif
Intervensi Keperawatan
NO
1
DIAGNOSA
Hambatan
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
mobilitas
fisik
active
ambulation
berhubungan
b. Mobility level
dengan
hemiplagia
Kriteria hasil :
ditandai dengan
a. Aktifitas
klien meningkat
pasien
dapat
(menggerakkan
ambulasi
menggerakkan
lengan,
tangan
anggota
keluarga
pasien
mengatakan
tangan
kiri
sebelah
tidak
gerak sus
bisa
dalam
kaki, c. Ajarkan
pasien
melawan
tentang
teknik
tahanan)
ambullasi
b. Rentang
gerak d. Latih
pasien
dalam
sendi
dapat
pemenuhian ADL
bergerak
lebih
secara
luas
dari
sebelumnya)
beraktifitas
b. Mengetahui
sejauh
kemampuan
pasien
beraktifitas
c. Melatih kemandirian
pasien
untuk
bermobilisasi
d. Memandirikan pasien
dalam ADL
e. Melatih kekuatan otot
pasien
mandiri
sesui kemampuan
e. Latih
c. Dapat
batas
a. Monitoring vital
Do : pasien tidak
Ds
RASIONAL
pasien
dengan ROM
memperagakan
penggunaan alat
bantu
dalam
bermobilisasi
d. ADL meningkat
minimal
dapat
melakukan ADL
dengan
alat
bantu
e. Kekuatan
otot
meningkat
2.
Kerusakan
komunikasi
a. Melatih
:
pasien
mennyampaikan
verbal
berhubungan
dengan
apraksia
ditandai
dengan
Kriteria hasil :
a. Komunikasi :
penerimaan,
Do : pasien
interpretasi
dan ekspresi
pesan
meningkat
b. Komunikasi
expresif
(klien
menunjukkan
pemahaman
saat
berkomunika
si
dengan
orang lain)
c. Gerakan
terkoordiinas
i
d. Mampu
mengkomuni
kasikan
kebutuhan
speech deficit
pesan
b. Menghindari
a. Dorong
misskomunikasi
pasien
berkomunika
si
perlahan
dan
mengulangi
ucapan
b. Dengarkan
dengan
dengan klien
c. Membantu pasien
berkomunikasi
dengan cara lain
d. Melatih
lebih
pasien
ekspresif
dalam
berkomunikasi
penuh
perhatian
c. Latih
komunikasi
nonverbal
pasien
d. Anjurkan
ekspresi diri
dengan cara
lain
dalam
menyampaik
an informasi
(bahasa
isyarat)
dengan
lingkungan
3.
Resiko
sosial
cidera Risk control
berhubungan
dengan
a. Klien
penurunan
terbebas dari
kesadaran
ditandai
Kriteria hasil :
dengan
Do : pasien selalu
cidera
b. Keluarga
Environment
a. Meminimalkan
management
lingkungan yang
(manajemen
dapat
lingkungan)
klien cidera
a. Sediakan
lingkungan
yang
aman
membuat
b. Memenuhi
kebutuhan
keamanan klien
memberontak dan
mampu
mengamuk
memodifikasi
gaya
untuk pasien
hidup
b. Identifikasi
kebutuhan
c. Meminimalkan
tingkat
kejadian
cidera
untuk
keamanan
mencegah
pasien, sesuai
injury
dengan
tempat tidur
kondisi fisik
dan
fungsi
kognitif
pasien
d. Menghindari
e. Menjaga
keamanan pasien
f. Memandirkan
dari
riwayat
keluarga
dalam
perawatan klien
penyakit
terdahulu
c. Menghindark
an
pasien
dari
lingkungan
yang
berbahaya
d. Memasang
side rail pada
tempat tidur
klien
e. Menganjurka
n
keluarga
menemani
klien
f. Mengajarkan
pada
keluarga
memodifikasi
4.
Defisit perawatan
diri berhubungan
dengan gangguan
a. Self care :
dressing
b. Self
care
lingkungan
a. Bantu pasien
a. Memudahan
memilih
pasien
pakaian yang
pakaian
memakai
mobilitas
fisik
ditandai
dengan
Do : pasien tidak
deficit
mudah
b. Membantu pasien
toileting
dipakai
dalam berpakaian
c. Self
care
b. Bantu pasien
c. Menghindari
deficit
untuk
resiko terjatuhnya
semua
aktifias
hygiene
menaikkan
pasien di kamar
makan
resleting dan
mandi
dan
mandi
dibantu keluarga,
Ds
keluarga
pasien
untuk
mengenakan
pakaian dan
mengatakan
bahwa
mengkancing
a. Mampu
pasien
brhias sendiri
secara
d. Melatih
pasien
kan pakaian
pergi ke kamar
jika
mandi
diperlukan
e. Memudahkan
c. Bantu pasien
pergi
klien makan
ke
toilet
mandiri
d. Membuat
b. Mampu
duduk
dan
turun
dar
kloset
jadwal
toileting
e. Tempatkan
pasien
c. Mampu
makan secara
mandiri
dengan posisi
yang nyaman
saat
akan
makan
f. Bantu
5.
Resiko
berhubungan
Swallowing status
dengan
kesadaran
dan
hemiplagia
ditandai
Do
dengan
pasien
nampak kesulitan
saat minum dan
dibantu
oleh
makan
Aspiration
precaution
a. Monitor
Kriteria hasil :
penurunan
klien
tingkat
a. Klien mampu
menelan,
mengunyah
kesadaran
klien
b. Potong
tanpa terjadi
makanan
aspirasi
menjadi
b. Jalan
nafas
paten, mudah
kecil-kecil
c. Haluskan
a. Memantau
kondisi klien
b. Memudahkan
klien
menelan
makanan
c. Memudahkan
klien
meminum
obat
d. Menghindari
terjadinya aspirasi
e. Memantau
keluarga.
bernafas,dan
obat sebelum
kondisi
tidak
ada
diminum
nafas
suara
nafas
d. Tegakkan
tambahan
jalan
posisi pasien
saat
makan
atau
minum
sekitar
90
derajat
e. Monitor jalan
nafas
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M, et. al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) 6 th edition.
Philadelphia: Mosby, Inc
Ginsberg, L. 2007. Lecture Notes Neurologi Edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Herdman, T. H, et. al. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and Classification 10 th edition
2015-2017. Oxford: Willey Blackwell
Moorhead, Sue, et.al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition.
Philadelphia: Mosby, Inc
Muttaqin, A. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.