Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :
MAYA YULIYA MAHDARIKA
P07120213063

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2016
KONSEP DASAR GANGGUAN KESEHATAN JIWA

RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)


A. Masalah Utama
Resiko perilaku kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Menurut Townsend (2000), amuk (aggresion) adalah tingkah laku
yang bertujuan untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain
juga diartikan sebagai perang atau menyerang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 1993)

2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural
yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses
impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter
juga
mempunyai
peranan
dalam
memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan.
Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari
sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan

menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam


menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas
secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai
neurotransmitter
(epinephrine,
norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c)

Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.

d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya
yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma
otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit
seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal,
terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2) Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.
Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau
jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan

hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan


setelah dewasa.
c) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial
yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara
untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh
pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi
secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya
keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

dan

5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat


dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap

3. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
a. Fisik

1) Muka merah dan tegang


2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f.

Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

g. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.


h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

C. Pohon Masalah

D. PERILAKU
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1.

Menyerang atau menghindar (fight of flight)


Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan
sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil
melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran
urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat
diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)


Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan
asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan
marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa

menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu


perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak (acting out)Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat
konflik perilaku acting out untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasanTindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

E. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen,
1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998)
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia

baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding


kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


RESIKO PERILAKU KEKERASAN
A. Data yang Perlu dikaji
1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
Data :
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Kadang memaksakan kehendak
Gejala yang muncul :
a. Stress
b. Mengungkapkan secara verbal
c. Menentang
d. Menuntut
2. Perilaku kekerasan
Data :
a. Agresif
b. Gaduh
c. Gelisah
d. Menyentuh orang lain secara menyakitkan

e. Mengancam, melukai
f. Marah tingkat ringan sampai serius
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan: Perubahan Proses Pikir: Waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham
2. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
4) Klien dapat berhubungan dengan realitas
5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar
6) Klien dapat dukungan dari keluarga
C. Rencana Tindakan Keperawatan Untuk Klien
No

DIAGNOSA

RENCANA KEPERAWATAN

KEPERAWATAN

TUK/SP

Tindakan

Resiko perilaku

TUM: Selama

Tindakan Psikoterapi

kekerasan

perawatan
diruangan, pasien
tidak
memperlihatkan
perilaku kekerasan,
dengan criteria
hasil (TUK):
Dapat membina
hubungan saling
percaya
Dapat
mengidentifikasi
penyebab,
tanda dan
gejala, bentuk
dan akibat PK
yang sering
dilakukan
Dapat
mendemonstrasi
kan cara
mengontrol PK
dengan cara :

a. Pasien
BHSP
Ajarakan SP I:
o Diskusikan penyebab, tanda
dan gejala, bentuk dan akibat
PK yang dilakukan pasien serta
akibat PK
o Latih pasien mencegah PK
dengan cara: fisik (tarik nafas
dalam & memeukul bantal)
o Masukkan dalam jadwal harian
Ajarkan SP II:
o Diskusikan jadwal harian
o Latih pasien mengntrol PK
dengan cara sosial
o Latih pasien cara menolak dan
meminta yang asertif
o Masukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Ajarkan SP III:
o Diskusikan jadwal harian
o Latih cara spiritual untuk
mencegah PK
o Masukkan dalam jadawal
kegiatan harian

o Fisik
o Social dan
verbal
o Spiritual
o Minum obat
teratur
Dapat
menyebutkan
dan
mendemonstrasi
kan cara
mencegah PK
yang sesuai
Dapat memelih
cara mengontrol
PK yang efektif
dan sesuai
Dapat melakukan
cara yang sudah
dipilih untuk
mengontrl PK
Memasukan cara
yang sudah
dipilih dalam
kegitan harian
Mendapat
dukungan dari
keluarga untuk
mengontrol PK
Dapat terlibat
dalam kegiatan
diruangan

Ajarkan SP IV
o Diskusikan jadwal harian
o Diskusikan tentang manfaat
obat dan kerugian jika tidak
minum obat secara teratur
o Masukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Bantu pasien mempraktekan cara
yang telah diajarkan
Anjurkan pasien untuk memilih
cara mengontrol PK yang sesuai
Masukkan cara mengontrol PK
yang telah dipilih dalam kegiatan
harian
Validasi pelaksanaan jadwal
kegiatan pasien dirumah sakit
b. Keluarga
Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien PK
Jelaskan pengertian tanda dan
gejala PK yang dialami pasien
serta proses terjadinya
Jelaskan dan latih cara-cara
merawat pasien PK
Latih keluarga melakukan cara
merawat pasien PK secara
langsung
Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat
Tindakan psikofarmako
Berikan obat-obatan sesuai program
pasien
Memantau kefektifan dan efek
samping obat yang diminum
Mengukur vital sign secara periodic
Tindakan manipulasi lingkungan
Singkirkan semua benda yang
berbahaya dari pasien
Temani pasien selama dalam kondisi
kegelisahan dan ketegangan mulai
meningkat
Lakaukan pemebtasan mekanik/fisik
dengan melakukan

pengikatan/restrain atau masukkan


ruang isolasi bila perlu
Libatkan pasien dalam TAK
konservasi energi, stimulasi
persepsi dan realita

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna dkk.2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : FIK,
Universitas Indonesia
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Fitria, Nita.2014.Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai