Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan
ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, sumsum tulang atau air kemih.1
Sejak adanya kosensus dari American College of Chest Physicians/Society of Critical
Care Medicine (ACCP/SCCM) telah timbul berbagai istilah dan definisi di bidang infeksi yang
banyak pula dibahas pada kelompok bayi baru lahir dan penyakit anak. Istilah/definisi tersebut
antara lain:1
-

Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (Systemic inflammatory respons


syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur ataupun parasit.

Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskuler dan
gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain (seperti neurologi,
hematologi, urogenital, dan hepatologi)

Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotermi walaupun telah
mendapatkan cairan adekuat

Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi mempertahankan
homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau lebih organ tubuh.

B. Epidemiologi
Insiden sepsis neonatorum beragam menurut definisinya, dari 1-5/1000 kelahiran hidup
di Negara maju dan fluktuasi yang besar sepanjang waktu dan tempat geografis. Keragaman
insidens dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya dapat dihubungkan dengan angka prematuritas,
perawatan prenatal, pelaksanaan persalinan, dan kondisi lingkungan di ruang perawatan. Angka
sepsis neonatorum meningkat secara bermakna pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan
bila ada faktor resiko ibu (obstetrik) atau tanda-tanda korioamnionitis.3
C. Klasifikasi
Dari sisi waktu terjadinya, sepsis dibagi menjadi sepsis awitan dini, awitan lambat, dan
infeksi nosokomial. Sepsis awitan dini atau infeksi perinatal terjadi segera dalam periode
pascanatal dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. Sepsis awitan lambat
atau infeksi neonatal kemungkinan diperoleh pada saat lahir tetapi bermaninfestasi lambat
(setelah 3 hari), atau diperoleh pascanatal sebagai infeksi nosokomial.1,4,5
Selain perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda dalam macam
kuman

penyebab

infeksi.

Selanjutnya

baik

patogenesis,

gambaran

klinis

ataupun

penatalaksanaan penderita tidak banyak berbeda dan sesuai dengan perjalanan sepsisnya yang
dikenal dengan cascade sepsis.1
D. Etiologi
Etiologi sepsis neonatorum untuk setiap rumah sakit atau daerah tidak selalu sama.
Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis. Sepsis pada bayi hampir selalu
disebabkan oleh bakteri. Kuman penyebab sepsis awitan dini berturut-turut adalah A.
calcoaceticus, S. epidermidis, Klebsiella sp., Pseudomonas sp., dan E. coli. Sedangkan penyebab
sepsis awitan lambat berturut-turut adalah A. calcoaceticus, E. aerogenes, Staphylococcus sp.,
Klebsiella sp., S. marcescens, dan Pseudomonas sp.4,5

E. Patofisiologi dan Patogenesis


Selama dalam kandungan relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung
oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti
infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul
melalui berbagai jalan yaitu :1,5
1. infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran
darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada
infeksi TORCH, Trieponema Pallidum atau Listeria dll.
2. prosedur obstetri yang kurang memperlihatkan faktor aseptik/antiseptik misalnya saat
pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosintesis.paparan pada
cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya
terjadi kontaminasi kuman pada janin.
3. pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan
dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan
bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernapasan ataupun saluran cerna.
Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban
telah pecah lebih dari 18-24 jam.

Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena infeksi silang
ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapat prosedur neonatal invasif
seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan
a/antisepsis, rawat inap yang terlalu lama dan hunian terlalu padat, dll.1
Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh
dengan gambaran proses inflamasi, koagulopati, gangguan fibrinolisis
yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang
berakhir dengan gangguan fungsi organ. Berlainan dengan pasien dewasa,
pada bayi baru lahir terdapat berbagai tingkat defisiensi sistem pertahanan
tubuh, sehingga respons sistemik pada janin dan bayi baru lahir akan

berlainan dengan pasien dewasa. Sebagai contoh, pada infeksi awitan dini
respon sistemik pada bayi baru lahir mungkin terjadi saat bayi masih
dalam kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal inflammatory
response syndrome (FIRS), yaitu infeksi janin atau bayi baru lahir terjadi
karena perjalanan infeksi kuman vagina (ascanding infaction) atau infeksi
yang menjalar secara hematogen dari ibu yang menderita infeksi. Dengan
demikian konsep infeksi pada bayi baru lahir, khususnya pada infeksi
awitan dini, perjalanan penyakit bermula dengan FIRS kemudian sepsis,
sepsis berat, syok septik/renjatan septik, disfungsi multi organ dan
akhirnya kematian.1,4
Pada infeksi awitan lambat perjalanan penyakit infeksi tidak berbeda dengan definisi
pada anak. Dengan demikian, definisi sepsis neonatal ditegakkan apabila terdapat keadaan
SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik berbentuk tersangka (suspected) infeksi ataupun terbukti
(proven) infeksi. Selanjutnya dikemukakan, sepsis bayi baru lahir ditegakkan bila ditemukan satu
atau lebih kriteria FIRS/SIRS yang disertai gambaran klinis sepsis.1
Gambaran klinis sepsis bayi baru lahir tersebut bervariasi, karena itu kriteria diagnostik
harus pula mencakup pemeriksaan penunjuang baik pemeriksaan laboratorium ataupun
pemeriksaan khusus lainnya. Kriteria tersebut terkait dengan perubahan yang terjadi dalam
perjalanan penyakit infeksi. Perubahan tersebut dapat dikelompokkan dalam berbagai variabel,
antara lain variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variabel
inflamasi. Berbagai variable inflamasi tersebut di atas merupakan respons sistemik yang
ditemukan pada keadaan FIRS/SIRS. 1,3
Dalam system imun, salah satu respon sistemik yang penting pada pasien FIRS/SIRS
adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk dalam proses infeksi berfungsi sebagai
regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi atau trauma. Jumlah sitokin yang terkait
dengan SIRS terus bertambah dan mencakup faktor nekrosis tumor (TNF), interleukin (IL)-1,-6,
dan -8, factor pengaktif trombosit (platelet activating factor [PAF]) dan interferon. Sebagian
sitokin (pro-inflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-) dapat memperburuk keadaan
penyakit tetapi sebagian lainnya (anti-inflammatory cytokine seperti IL-4 dan IL-10) bertindak
meredam infeksi dan mempertahankan homeostasis organ vital tubuh.1,6

Baik sendirian ataupun kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin proradang memicu
respons fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. Respons ini adalah: (1)
aktivasi system komplemen; (2) aktivasi faktor Hagenam (faktor XII), yang kemudian
mencetuskan tingkatan-tingkatan koagulasi; (3) pelepasan hormon adrenokortikotropin dan betaendorfin; (4) rangsangan neutrofil polimorfonuklear; dan (5) rangsangan sistem kalikreinkinin.TNF dan mediator radang lain meningkatkan permeabilitas vascular, menimbulkan
kebocoran kapiler difus, mengurangi tonus vaskuler, dan terjadi ketidakseimbangan antara
perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.6
Perubahan sistem imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada sistem
koagulasi. Pada sistem koagulasi tersebut terjadi peningkatan pembentukan Tissue Factor (TF)
yang bersamaan dengan faktor VII darah akan berperan pada proses koagulasi. Kedua faktor
tersebut menimbulkan aktivasi faktor IX dan X sehingga terjadi proses hiperkoagulasi yang
menyebabkan pembentukan trombin yang berlebihan dan selanjutnya meningkatkan produksi
fibrin dari fibrinogen. Pada pasien sepsis, respon fibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi normal
juga terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena pembentukan plasminogen-activator inhibitor1 (PAI-1) yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNF-). Demikian pula pembentukan
trombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor
(TAFI) yaitu faktor yang menimbulkan sepresi fibrinolisis. Kedua faktor yang berperan dalam
supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan mikrotrombin pada
pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan tersebut mangakibatkan
hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi berbagai organ tubuh. Manifestasi
disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat memperlihatkan gejala-gejala sindrom distres
pernapasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak teratasi akan diakhiri dengan kematian
pasien.1,6

Gambar 1. Patofisiologi sepsis


Dikutip dari :
http://www6.ufrgs.br/favet/imunovet/molecular_immunology/pathohomotissuemof.html

F. Diagnosis
Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan prognosis
pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi dan
memperburuk prognosis pasien. Diagnosis sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien
tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada
bayi baru lahir. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non
infeksi berat lain pada bayi baru lahir. Selain itu tidak ada satu pun pemeriksaan penunjang yang
dapat dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis. Dalam menentukan
diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain: 1,3,4
1. Faktor resiko
2. Gambaran klinik
3. Pemeriksaan penunjang

ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat mengahadapi pasien, karena salah satu faktor
saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosa pasien.2
Faktor resiko
Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada
awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan ataupun kelahiran dapat
dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal. Berlainan
dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang
terdapat dalam lingkungan pasien.1
1. Faktor resiko ibu1,4,8

Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih
dari 24 jam maka kejadian sepsis meningkat sekitar 1%, dan bila disertai
korioamnionitis maka kejadian sepsis meningkat menjadi 4 kali

Infeksi dan demam (lebih dari 38C) pada masa peripartum akibat
korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B,
kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya

Cairan ketuban hijau keruh dan berbau

2. Faktor resiko neonatus1,4,8

Prematuritas dan berat lahir rendah

Resusitasi pada saat kelahiran misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress,
dan trauma pada proses persalinan

Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, kateter, infus, dan pembedahan

Bayi dengan galaktosemia (prediposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun,
atau asplenia

Asfiksia neonatorum

Cacat bawaan

Tanpa rawat gabung

Pemberian nutrisi parenteral

Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama

Faktor resiko awitan dini maupun lambat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan
infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gejala klinis. Hal ini
akan meningkatkan identifikasi dini dan tatalaksana yang lebih efisien pada sepsis neonatal
sehingga dapat memperbaiki mortilitas dan morbiditas pasien.1
Manifestasi klinik
Pada bayi baru lahir, infeksi harus dipertimbangkan pada diagnosis banding tanda-tanda
fisik. Bila banyak system terlibat atau bila tanda-tanda kardiorespirasi menunjukkan sakit berat,
maka sepsis harus dipikirkan. Pada sepsis awitan dini janin yang terkena infeksi mungkin
menderita takikardi, lahir dengan asfiksia dan mememerlukan resusitasi karena Apgar yang
rendah. Setelah lahir, bayi terlihat lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti
hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat
berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh.1,3

Tabel 1. Manifestasi klinis sepsis neonatorum.3,4,8


Keadaan umum

Demam, hipotermia, tidak merasa

Sistem Gastointestinal

baik,tidak mau makan, sklerema


Perut kembung, muntah, diare,

Sistem Pernapasan

hepatomegali
Apnea, dispnea, takipnea, retraksi,

Sistem Saraf Pusat

grunting, sianosis
Iritabilitas, lesu,

tremor,

kejang,

hiporefleksia, hipotonia, refleks Moro

abnormal, pernapasan tidak teratur,


fontanela menonjol, tangisan nada
Sistem Kardiovaskuler

tinggi
Pucat, mottling, dingin,kulit lembab,

Sistem Hematologi

takikardi, hipotensi, bradikardi


Ikterus, splenomegali, pucat, petekie,

Sistem Ginjal

purpura, perdarahan
oliguria

Manfestasi akhir sepsis meliputi tanda-tanda edema serebral dan/atau trombosis, gagal
napas sebagai akibat sindrom distres respirasi didapat (ARSD), hipertensi pulmonal, gagal ginjal,
hepatoseluler

dengan

hiperbilirubinemia

dan

peningkatan

enzim,

waktu

protrombin

(prothrombin time [PT]) dan waktu tromboplasitin parsial ( partial thromboplastin time [PTT])
yang memanjang, syok septik, perdarahan adrenal disertai insufisiensi adrenal, kegagalan
sumsum tulang (trombositopenia, netropenia, anemia) dan koagulasi intravaskular diseminata
(diseminated intravascular coagulation [DIC]).4
Pemeriksaan penunjang
Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan
kesulitan dalam menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering dipergunakan dalam
membantu menegakkan diagnosis. Upaya inipun tampaknya masih belum dapat diandalkan.
Sampai saat ini pemeriksaan laboratorium tunggal yang mempunyai sensitifitas dan spesifisitas
tinggi sebagai indikator sepsis, belum ditemukan.2,5
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang optimal,
nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih dari 85%, Positive
Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable Value (NPV) mendekati 100%, dan
dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari pertanda diagnostik yang ideal
adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus, petunjuk untuk penggunaan
antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk menentukan prognosis.4
Teknik direk1, 7

Metode paling definitif dalam mendiagnosa sepsis neonatal terdiri atas isolasi
mikroorganisme dari darah neonatus bergejala. Biasanya dengan menggunakan teknik yang
steril, punksi vena perifer digunakan untuk mendapatkan 0,5 1,0 ml darah. Selain itu isolasi
mikroorganisme dari cairan tubuh steril juga akan menguatkan diagnosis. Cairan tubuh ini
termasuk cairan serebrospinal (LCS), urin, dan cairan sendi,pleura dan cairan peritoneal.
Teknik indirek
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung
neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T), mikro Erytrocyte
Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang dikerjakan adalah CRP,
prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk deteksi antigen, dan panel skrining
sepsis.1,4,5,7,8
Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang hitung
trombosit. Enam puluh persen pasien sepsis biasanya disertai perubahan hitung perubahan hitung
neutrofil. Rasio antara neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T)sering dipakai sebagai
penunjang diagnosa sepsis neonatal. Sensitifitas rasio I/T ini 60-90 %, karenanya untuk
diagnosis, perlu disertai kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang lain.1,5
C-reactive protein (CRP), yaitu protein yang timbul pada fase akut kerusakan jaringan.
Peninggian kadar CRP ini terjadi 24 jam setelah terjadi sepsis, meningkat pada hari ke 2-3 sakit
dan menetap tinggi sampai infeksi teratasi. Nilai CRP akan lebih bermanfaat bila dilakukan
secara serial karena dapat memberikan informasi respons pemberian antibiotik serta dapat pula
dipergunakan untuk mentukan lamanya pemberian pengobatan dan kejadian kekambuhan pada
pasien dengan sepsis neonatal.1,5,8
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut:
IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF,
CRP, dan hematological indices) pada hari ke-0; CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological
indices) pada hari ke-1; dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons terhadap
terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari berbagai uji laboratorium.4
Tabel 2. Komponen untuk Skrining Sepsis yang Dihubungkan dengan Sensitivitas dan
spesifisitas.5
Uji
C Reactive Protein (CRP)

Nilai Abnormal
>10 mg/L

Sensitivitas
47-100%

Spesifisitas
83-94%

Hitung Leukosit Total (TLC)


<5000, >15000
Hitung Neutrofil Absolut <1800/mm3

17-89%
38-96%

81-98%
61-92%

(ANC)
Rasio Neutrofil Imatur : Total >20%

90-100%

50-78%

(ITR)
Tabel 3. Kriteria Diagnosis Sepsis pada Neonatus8,9
Variabel klinis
Suhu tidak stabil
Denyut Jantung >180 kali/menit, <100 kali/menit
Frekuensi napas >60 kali/menit ditambah merintih/retraksi atau desatusari
Letargis atau penurunan kesadaran
Intoleransi glukosa (glukosa plasma >10 mmol/L)
Intoleransi minum
Variabel hemodinamik
Tekanan darah <2 SD di bawah nilai normal untuk usia
Tekanan darah sistolik <50 mmHg (neonatus usia 1 hari)
Tekanan darah sistolik <65 mmHg (bayi < 1 bulan)
Variabel perfusi jaringan
Waktu pengisian kembali kapiler >3 detik
Laktat plasma >3 mmol/L
Variabel inflamasi
Leukositosis (hitung leukosit >34.000/mL)
Leukopenia (hitung leukosit <5.000/mL)
Neutrofil imatur >10%
Immature : total neutrophil (IT) ratio >0,2
Trombositopenia <100.000/mL
CRP >10 mg/dL atau >2 SD di atas nilai normal
Prokalsitonin >8,1 mg/dL atau >2 SD di atas nilai normal

IL-6 atau IL-8 > 70 pg/mL


16 s PCR positif
SD: standar deviasi; CRP: C- reactive protein; PCR: polymerase chain reaction
G. Tatalaksana sepsis neonatorum
Pengobatan sepsis neonatorum dapat dibagi menjadi terapi antimikrobia pada patogen
yang dicurigai atau yang telah diketahui, dan perawatan pendukung. Cairan, elektrokit, dan
glukosa harus dipantau dengan teliti, disertai dengan perbaikan hipovolemia, hiponatremia,
hipokalsemia, dan hipoglikemia serta pembatasan cairan jika sekresi hormon antidiuretik tidak
memadai. Syok, hipoksia, dan asidosis metabolik harus dideteksi dan dikelola dengan pemberian
inotropik, resusitasi cairan, dan ventilasi mekanik.3
Eleminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal. Pada
kenyataannya menentukan kuman spesifik pasti tidak mudah Dengan dan membutuhkan waktu.
Untuk memperoleh hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat dilaksanakan. Sehubungan
dengan hal tersebut pemberian antibiotika secara empiris terpaksa cepat diberikan untuk
menghindarkan berlanjutnya perjalanan penyakit. Pemberian pengobatan pasien biasanya dengan
memberikan antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme
patogen yang mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiotik tersebut mempunyai
sensitifitas yang baik terhadap kuman gram positif ataupun gram negatif. Selain pola kuman
hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman. Namun lama pemberian antibiotik begantung
pada hasil kultur darah, dan segera setelah didapatkan hasil kultur darah, jenis antibiotika yang
dipakai disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola reistensinya.1,3,4,8
Tabel 3. Waktu/durasi pemberian antibiotik pada sepsis neonatal.8
Diagnosis
Meningitis
Kultur darah (+), tanda-tanda sepsis (+)
Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (+)
Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (-)

Durasi
21 hari
10 14 hari
7 10 hari
5 7 hari

Mempertimbangkan pola kuman yang tersering ditemukan, Divisi Perinatologi RSCM


menggunakan obat golongan Ceftasidim sebagai antibiotik pilihan pertama dengan dosis yang

dianjurkan 50-100 mg/kgBB/hari, 2 kali sehari. Beberapa kuman Gram negatif saat ini hanya
sensitif terhadap imipenem atau meropenem dengan dosis 25 mg/kgBB/dosis, 2 kali sehari.2,6
Dalam kepustakaan dikemukakan bahwa kuman Streptokokus Grup B dan kuman Gram
positif lainnya masih sensitif terhadap penisilin (dosis 100.000-200.000 U/kgBB/hari) atau
ampisilin (dosis 100-200 mg/kgBB/hari). Sedangkan kuman Listeria masih sensitif terhadap
kombinasi antibiotik ampisilin dan aminoglikosid, serta golongan Pseudomonas umumnya
sensitif terhadap sefalosporin. Lamanya pengobatan sangat bergantung kepada jenis kuman
penyebab. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman Streptococcus dan Listeria, pemberian
antibiotik dianjurkan selama 10-14 hari, sedangkan penderita yang disebabkan oleh kuman Gram
negatif pengobatan kadang-kadang diteruskan sampai 2-3 minggu.4,8
Berdasarkan Standar Penatalaksanaan Bagian Ilmu Kesehatan anak RSMH :9

Ceftazidime 50mg/KgBB/Hari dibagi dalam 2 dosis

Bila dicurigai infeksi karena stafilokokus maka diberikan sefalosporin generasi


ke-2, 50mg/KgBB/Hari dalam 2 kali pemberian, bila tidak ada perbaikan klinis
dalam 48 jam atau keadaan umum semakin memburuk, pertimbangkan pindah ke
antibiotik yang lebih poten misalnya meropenem 20mg/KgBB IV tiap 8 jam atau
sesuai dengan tes resistensi. Antibiotika diberikan 7-10 hari (antibiotik dihentikan
setelah klinis membaik 5 hari.

Pemberian cairan :
o IVFD Dextrose 7,5% ATAU 10% 500CC + Ca glukonas dengan jumlah
sesuai kebutuhan bayi
o Mulai hari ketia baru ditambahkan NaCl 15% 6cc/kolf
o Bila ada tanda dehidrasi atasi rehidrasi
o Jika ada asidosis berikan dekstrose dan Bicnat (4 : 1) sampai secara klinis
tidak ada tanda asidosis. Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis

dapat dikoreksi langsung dengan pemberian Bicnat 4,2% secara perlahanlahan.


o Bila belum bisa makan peroral beri larutan asam amino 2-3 g/KgBB/hari.
Bila sudah makan peroral beri asi atau susu formula.

Pengobatan suportif
o Oksigen intranasal 1-2 liter/menit bila sianosis.
o Bila ada apneu disertai bradikardi dan sianosis lebih dari 2 episode sehari
cari etiologinya, hipoglikemi, hiponatremi, dll. Dapat dipertimbangkan
permberian nafas mekanik.

Edukasi
o Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan serta
komplikasi.

H. Pencegahan
Penatalaksanaan

yang

agresif

diberikan

pada

ibu

yang

dicurigai

menderita

korioamnionitis dengan antibiotika sebelum persalinan, persalinan yang cepat bagi bayi baru
lahir, kemoprofilaksis intrapartum selektif nampak dapat menurunkan tingkat morbiditas dan
mortilitas pada sepsis neonatal.3
Kondisi lingkungan dan prosedur invasif yang diberikan pada neonatus merupakan
predisposisi sepsis yang sangat penting. Tindakan-tindakan yang mengkatkan koloni bakteri nonpatogen sambil mencegah bakteri patogen pada bayi baru lahir merupakan kepentingan utama.3,4
Pemberian antibiotik profilaktik dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi
neonatus. Pembersihan dan dekontaminasi peralatan ruang bayi secara teratur, penekanan
masalah dasar pencucian tangan, pengawasan teratur adanya infeksi dalam ruangan bayi dan unit
perawatan intensif bayi neonatus dan pengenalan sumber-sumber ledakan infeksi umum
mempunyai arti penting menurunkan resiko infeksi.4
I.

Prognosis

Angka kematian bayi dengan sepsis neonatal 2-4 kali lebih tinggi pada bayi dengan berat
lahir rendah. Dengan angka kematian 15-40 % pada sepsis neonatal awitan cepat (sekitar 2-30%
disebabkan oleh Streptokokus grup B [SGB]) dan 10-20 % pada sepsis neonatal awitan lambat (2
% disebabkan oleh SGB). Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari waktu timbulnya
penyakit, penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit dan tempat perawatannya. Gejala
sisa neurologik yang jelas tampak adalah hidrosefalus, retardasi mental, buta, tuli dan cara bicara
yang tidak normal.4,5,7

BAB III
ANALISIS KASUS
Berdasarkan Bayi perempuan lahir Partus Spontan dari ibu G1P0A0, Aterm, ditolong oleh
seorang bidan dirumah, saat lahir langsung menangis, gerak aktif, minum ASI (+).
APGAR Score tidak diketahui, ketuban hijau (-), bau busuk (-), kental (-), mekonium (-),
anus (+), BBL 2900 gram, PB - cm, LK - cm, LD - cm.
Pada pemeriksaan umum didapatkan tampak sakit berat, PAT: A: Tonus (+) Consibility (-)
Look (-) Speech (-), B: NCH (-) Retraksi (-) Nasal kanul O2 , C: Sianosis (-) CRT <2,
HR 146 x/menit, pernapasan 48 x/menit, suhu badan 36,8 oC. dilakukan pemeriksaan
darah rutin, didapatkan hasil: hb 16,9 g/dl, ht 46,6 %, lekosit 11.000/mm3 trombosit
207.000/mm3, CRP (Non Reaktif), IT Rasio 0,08, MCV 100,4, MCH 36,3, MCHC 36,3.
pasien dari Poliklinik Anak RSUD Kota Bekasi lalu dirawat di ruang Perinatologi RSUD
Kota Bekasi untuk dilakukan perawatan.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang didapatkan hasil,


dari anamnesa pada saat proses kelahiran bayi spontan ditolong oleh seorang bidan dirumah,
nilai APGAR SCORE tidak diketahui. Pada pasien ini juga diperoleh data bahwa keluhan tidak
menangis, tidak mau minum ASI dan belekan didapatkan keluhan pada hari ke 4, lingkungan
tempat tinggal pasien yang hanya terdiri dari satu kamar tidur satu kamar mandi, ventilasi kurang
baik dan cahaya matahari tidak masuk kerumah hal ini menunjukkan adanya indikasi tersangka
infeksi sepsis awitan lambat atau infeksi neonatal kemungkinan diperoleh pada saat lahir tetapi
bermaninfestasi lambat (setelah 3 hari). Dari pemeriksaan fisik pada kepala didapatkan cefal
hematom dikarenakan lahir pervaginam terkena tulang panggul Ibu, Ballard Score didapatkan
score 36 dan Kurva Lubchenco didapatkan hasil sesuai dengan masa kehamilan. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hb 16,9 g/dl, ht 46,6 %, lekosit 11.000/mm3 trombosit
207.000/mm3, CRP (Non Reaktif), IT Rasio 0,08, MCV 100,4, MCH 36,3, MCHC 36,3
menandakan adanya infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Aminullah A. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Dalam: M. Sholeh Kosim, Ari Yunanto. dkk
(editor). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.hal171
185
2. The Merck Manuals Online Medical Library. Neonatal Sepsis (Sepsis Neonatorum).
Accessed Maret 2009. Available from URL:
http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279m.html
3. Gotoff SP. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Dalam: Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin
(editor). Ilmu Kesehatan Anak. Vol 1.ed 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2000. Hal 653 655
4. Rohsiswatmo R dr, SpA(K). Tatalaksana Sepsis Neonatorum. Media Aesculapius
no.6/Jan-Feb 2007. Accessed Maret 2009. Available from URL

http://www.freewebs.com/mediaaesculapius/arsip%20skma%202007/SKMA_revisi_janfeb07sudah%20terisi_edit4.pdf
5. Harianto A. Sepsis Neonatorum. SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
UNAIR Surabaya. Accessed Maret 2009. Available from URL
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-tsyz266.htm

6. Powell KR. Sepsis dan Syok. Dalam: Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin (editor). Ilmu
Kesehatan Anak. Vol 2.ed 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. Hal 869
870
7. Sankar MJ, Ramesh A, dkk. Sepsis In The Newborn. Division of Neonatologi
Department of Pediatrics. . Accessed Maret 2009. Available from URL
http://www.newbornwhocc.org/pdf/sepsis_innewborn.pdf
8. Family Practice Notebook. Neonatal Sepsis. Accessed Maret 2009. Available from URL
http://www.fpnotebook.com/Nicu/ID/NntlSps.htm
9. Bermawi, Herman. 2012. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi Pada
Neonatus. Palembang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH

Anda mungkin juga menyukai