Anda di halaman 1dari 19

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Umum
Sebagian besar air tanah berasal dari air permukaan yang meresap masuk ke

dalam tanah, dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Kandungan air tanah di suatu
daerah dapat dipengaruhi oleh kondisi susunan lapisan geologi bawah permukaan di
daerah tersebut terutama berkaitan dengan porositas batuan. (Suharyadi, 1984 : 12
dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2011)
2.2.

Sifat Batuan Sebagai Media Aliran Air tanah.


Batuan yang bertindak sebagai media aliran air tanah mempunyai sifat kelulusan

air, kapasitas jenis, keterusan air, daya simpan air. (Suharyadi, 1984 : 41 dalam Laporan
Praktikum Mahasiswa Pengairan 2008)
1. Koefisien Kelulusan air.
Koefisien kelulusan air (Coeficient of Permeability/ Hydraulic Conductivity)
adalah kemampuan untuk meluluskan air di dalam rongga-rongga batuan tanpa
mengubah sifat-sifat airnya. Koefisien kelulusan air terdiri dari koefisien kelulusan air
di lapangan (Kf) dan koefisien kelulusan air di laboratorium atau standart (Ks). Menurut
Hukum Darcy, koefisien kelulusan air dinyatakan sebagai :

K=

Q
A x dh

dl

L3

T
L xL

L
m

T hari

Tabel 2.1. Koefisien kelulusan air dari berbagai batuan (K).


Macam Batuan
Kerikil
Kerikil Menengah
Kerikil Kasar
Pasir Kasar
Pasir Menengah
Pasir Halus
Sumber: Bisri, 1988 : 119

2. Kapasitas Jenis.

K (mm/hari)
450
270
150
45
12
3

Macam Batuan
Batu Pasir Menengah
Batu Pasir Halus
Silt
Lempung
Batu Gamping
Dolomit

K (mm/hari)
3.1000
0.2000
0.0800
0.0002
0.9400
0.0010

5
Kapasitas Jenis (Specific Capacity) adalah debit yang dapat diperoleh setiap
penurunan permukaan air tanah bebas ataupun air tanah tertekan, sepanjang satu satuan
panjang dalam satu sumur pompa pada akhir periode pemompaan. Secara sederhana
harga kapasitas jenis dapat digunakan untuk menetukan besarnya debit pemompaan.
Kapasitas jenis secara umum dinyatakan dalam:

Q L3
L2
m2

SQ =
S T
T
det
L
Keterangan : SQ

= Kapasitas Jenis ( m 2 /det)

= Debit tetap sumur yang dipompa ( m 3 /det)

= Penurunan psisometer dari sumur yang dipompa (m)

3. Koefisien Keterusan Air.


Koefisien

keterusan

air

atau

koefisien

transmisivitas

(Coeficient

of

Transmisivity) merupakan banyaknya air yang dapat mengalir melalui suatu bidang
vertikal setebal akuifer, selebar satu satuan panjang. Harga koefisien keterusan dapat
ditentukan dengan uji pompa (pumping test) atau melalui perhitungan secara teoritis.
Koefisien keterusan air dinyatakan dalam:

Q L3
L2 m 2

Transmisivity =
S T
T
det
L
Tabel 2.2. Nilai Porositas dan Permeabilitas Lapisan.
POROSITAS
(%)
45-50
35-45
30-35
25-30

POROSITAS
EFEKTIF
(%)
5,00-10,00
5,00-8,00
20,00-25,00
15,00-20,00

50-60
40-50
35-40
30-35
55-65
40-50
30-65

3,00-5,00
5,00-10,00
15,00-20,00
10,00-20,00
3,00-5,00
5,00-10,00
3,00-10,00

LAPISAN TANAH
Lempung (Alluvium)
Silt (Alluvium)
Pasir (Alluvium)
Pasir dan Kerikil (Alluvium)
Lempung (Dillivium)
Silt (Dillivium)
Pasir (Dillivium)
Pasir dan Kerikil (Dillivium)
Batu Lumpur (neo-tersier)

Batu Pasir (neo-tersier)


Tufa (neo-tersier)

KOEFISIEN
PERMEABILITAS
( m2/det )
10-4-10-5
10-4-10-5
10-1-10-6
10-1-10-6
10-5-10-6
10-5-10-6
10-2-10-3
10-2-10-3
10-5-10-6
10-3-10-4
10-3-10-6

Sumber: Sosrodarsono dan Takeda, 1976 : 96

4. Koefisien Daya Simpan Air.


Koefisien daya simpan air (Coeficient of Storage) adalah volume air yang
dilepaskan atau dapat disimpan oleh suatu akuifer setiap satu satuan luas akuifer pada

6
satu satuan perubahan kedudukan muka air tanah baik air tanah bebas maupun air tanah
tertekan. Koefisien daya simpan air dapat digunakan untuk menentukan jenis akuifer,
disamping itu juga dapat digunakan untuk menghitung jumlah kandungan airtanah di
suatu daerah.
Berdasarkan sifat fisik lapisan batuan dan perlakuannya sebagai media aliran air,
maka lapisan batuan tersebut dapat dibedakan menjadi 4 (Suharyadi, 1984 : 12 dalam
Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2011) yaitu:
A. Akuifer
Akuifer (aquifer) merupkan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan yang
sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan dan melepaskan air dalam jumlah yang
cukup berarti. Misalnya kerikil, pasir, batu kapur, batuan gunung berapi.
B. Akuitar.
Akuitar (Aquitards) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan
sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan air tetapi hanya dapat mengalirkan air
dalam jumlah yang terbatas. Misalnya tampak adanya kebocoran-kebocoran atau
rembesan yang terletak antara akuifer dan akuiklud.
C. Akuiklud.
Akuiklud (Aquiclude) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan
batuan sedemikian rupa, sehingga dapat menampung air tetapi tidak dapat melepaskan
air dalam jumlah yang cukup berarti. Hal ini terjadi dikarenakan nilai konduktivitasnya
kecil sekali, misalnya lapisan lempung dan lapisan Lumpur (silt).
D. Akuifug.
Akuifug (Aquifuge) merupakan suatu lapisan yang mempunyai susunan batuan
sedemikian rupa, sehingga tidak dapat menampung maupun melepaskan air (sama
sekali kedap terhadap air), misalnya granit yang keras, kuarsit, lapisan batuan yang
kompak (rock) atau batuan sedimen yang tersemen penuh.
2.3.

Penyebaran Vertikal Air tanah.


Distribusi air tanah secara vertikal dibawah permukaan tanah dibagi dalam

beberapa zone yaitu zone jenuh dan zone tidak jenuh. Zone tidak jenuh sendiri terdiri
atas: zone air dangkal (soil water zone), zone antara (intermediate vadoze water zone)
dan zone kapiler (capillary water zone). Penjelasan selengkapnya mengenai susunan
vertikal air tanah adalah sebagai berikut:

7
A. Zone Jenuh.
Pada zone jenuh (Zone of Saturation) semua rongga-rongga atau pori-pori berisi
air. Bagian bawah dari zone jenuh merupakan lapisan kedap air, zone jenuh dapat
berupa tanah liat atau batuan dasar (bedrock). Air yang berada dalam zone jenuh
dinamakan air tanah. Air yang ditampung dalam zone ini adalah air yang ditahan oleh
lapisan setempat terhadap gaya gravitasi. (Bisri, 1988 : 4 dalam Laporan Praktikum
Mahasiswa Pengairan 2011)

Gambar 2.1. Penyebaran Vertikal Airtanah.


Sumber, Bisri, 1988 : 4

B. Zone tidak jenuh.


Zone tidak jenuh (zone of aeration) terletak di atas zone jenuh sampai ke
permukaan tanah, sedangkan air yang berada di dalam zone tidak jenuh dinamakan air
mengambang atau air dangkal.
Zone tidak jenuh terdiri dari zone dangkal, zone antara dan zone kapiler.
Besarnya masing-masing zone tersebut serta distribusi air dalam masinag-masing zone
itu diuraikan sebagai berikut:
1. Zone Kapiler.
Zone kapiler (Capilary Zone) berada diantara permukaan air tanah sampai ke
batas kenaikan kapiler air. Beberapa penelitian telah mempelajari kenaikan dan
distribusi air dalam zone kapiler dari sudut media berpori. Jika ruang porinya dapat
diandaikan sebagai pipa kapiler dengan kenaikan kapiler, makin tinggi kenaikannya di
atas permukaan airtanah maka besar kadar kejenuhannya makin menurun. (Soemarto,
1995 : 165 dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2011)

8
2. Zone Antara.
Zone antara (Intermediate Vadose Zone) terletak di antara batas bawah zone air
dangkal sampai dengan batas atas zone kapiler. Tebal dari zone antara sangat beragam,
zone antara berguna untuk mengalirnya air kebawah, sampai ke muka airtanah.
(Soemarto, 1995 : 165 dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2011)
3. Zone Air Dangkal.
Zone air dangkal (Soil Water Zone) dimulai dari permukaan tanah sampai ke
zone perakaran utama (major root zone). Tanah di zone air dangkal dalam keadaan tidak
jenuh, kecuali bila terdapat banyak air di permukaan tanah seperti berasal dari curah
hujan, irigasi.
Air yang berada di zone dangkal dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori
berdasarkan konsentrasinya di dalam zone tersebut. (Soemarto, 1995 : 164 dalam
Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2011)
a) Air higroskopis.
Air higroskopis merupakan air yang diisap dari udara membentuk lapisan air
yang sangat tipis dipermukaan partikel-partikel tanah. Air higroskopis memiliki gaya
adhesi yang sangat besar, sehingga tidak dapat diserap oleh akar-akar tanaman.
b) Air kapiler.
Air kapiler merupakan air yang berada dalam lapisan tipis di seputar partikelpartikel tanah. Air kapiler ditahan oleh tegangan permukaan (surface tension) yang
digerakan oleh aksi kapiler sehingga dapat diserap oleh tanaman.
c) Air gravitasi.
Air gravitasi merupakan kelebihan air dangkal yang mengalir melewati sela-sela
butiran tanah di bawah pengaruh gaya gravitasi.
2.4.

Akuifer.
Akuifer sendiri berasal dari kata aqua yang berarti air dan fere yang berarti

mengandung. Jadi akuifer dapat juga diartikan sebagai lapisan pembawa air atau lapisan
`permeabel. (Suharyadi 1984 : 12 dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan
2011)

daerah
hujan

permukaan piezometer

muka
air

muka air
sumur

sumur artesian

muka air
lapisan
kedap air

akuifer bebas
lapisan
kedap air
akuifer terkekang

Gambar 2.2. Lapisan Akuifer.


2.4.1. Jenis Akuifer.
Berdasarkan susunan lapisan geologi dan besarnya koefisien kelulusan air (K),
akuifer dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu Akuifer Bebas (Unconfined
Aquifer),

Akuifer

Tertekan

(Confined

Aquifer),

Akuifer

Setengah

Tertekan

(Semiconfined Aguifer), Akuifer Menggantung (Perched Aquifer).


(Suharyadi 1984 : 19 dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2011)
A. Akuifer Bebas.
Akuifer bebas (Unconfined Aquifer) merupakan akuifer dengan hanya memiliki
satu lapisan pembatas kedap air yang terletak dibagian bawahnya. Dengan kata lain
muka air tanah merupakan bidang batas sebelah atas daripada daerah jenuh air. Akuifer
ini disebut juga sebagai phreatic aquifer. Sedangkan nilai (K`) = (K).

Gambar 2.3. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer)


Sumber :
B. Akuifer Tertekan.
Akuifer tertekan (Confined Aquifer) merupakan suatu akuifer jenuh air yang
pada lapisan atas dan lapisan bawahnya merupakan lapisan kedap air sebagai
pembatasnya. Pada lapisan pembatasnya dipastikan tidak terdapat air yang mengalir (no
flux). Pada akuifer ini tekanan airnya lebih besar daripada tekanan atmosfer. Oleh

10
karena itu akuifer ini disebut juga dengan pressure aquifer. Sedangkan nilai (K`) = 0,
(K) > (K`)

Gambar 2.4. Akuifer Tertekan (Confined akuifer)


Sumber :
C. Akuifer Setengah Tertekan.
Akuifer setengah tertekan (Semiconfined Aquifer) ialah suatu akuifer jenuh air,
dengan bagian atas dibatasi oleh lapisan setengah kedap air (nilai kelulusannya terletak
antara akuifer dan akuitar) dan pada bagian bawah dibatasi oleh lapisan kedap air. Pada
lapisan pembatas dibagian atasnya dimungkinkan masih ada air yang mangalir ke
akuifer tersebut. Akuifer ini disebut juga dengan leaky-artesian aquifer.

Gambar 2.5. Akuifer Setengah Tertekan (Semiconfined Aquifer)


Sumber:
D. Akuifer Menggantung
Akuifer menggantung (Perched Aquifer) merupakan akuifer yang massa
airtanahnya terpisah dari air tanah induk. Dipisahkan oleh suatu lapisan yang relatif
kedap air yang begitu luas dan terletak diatas daerah jenuh air. Biasanya akuifer ini
terletak di atas suatu lapisan formasi geologi yang kedap air. Kadang-kadang lapisan
bawahnya tidak murni kedap air namun berupa aquitards yang juga bisa memberikan
distribusi air pada akuifer dibawahnya.

11

Gambar 2.6. Akuifer Menggantung (Perched aguifer)


Sumber :
2.4.2. Lapisan Geologi Sebagai Akuifer.
Menurut Todd (1980), batuan yang dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa air
terbaik adalah pasir, kerakal, dan kerikil. Sedangkan 90% dari akuifer terdiri dari batuan
tidak terkonsolidasi, terutama kerikil dan pasir.
Jika ditinjau dari permeabilitas batuannya, lapisan pembawa air dapat dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu:
a) Lapisan permeabel (serap air) seperti kerikil, kerakal, dan pasir.
b) Lapisan semi permiabel (semi menyerap air) seperti pasir argullasis, tanah los.
c) Lapisan kedap air, seperti batuan kristalin, tanah liat.
Beberapa karakteristik batuan :
1. Batuan Pasir dan Kerikil.
Batu pasir merupakan batuan sedimen. Willman (1942) mengklasifikasikan
batuan campuran antara pasir (sand) dan krikil (gravel) berdasarkan perbandingan
volume dari setiap unsur yang dikandungnya. Apabila batuan itu mengandung 75% atau
lebih kerikil maka termasuk kerikil (gravel), kerikil pasiran (sandy gravel) apabila
mengandung (50% - 75%) kerikil dan (25% - 50%) pasir. Disebut pasir kerikilan
(pebbly sand), bila terdiri (50% - 25%) kerikil dan (50% - 75%) pasir.
2. Batuan Lempung.
Batuan lempung biasanya plastis dan warna dari batuan ini banyak sekali seperti
hitam, kelabu, hijau ataupun merah. Jika memperlihatkan belahan-belahan yang rapat
disebut serpih, dan bila batuan ini sangat keras tanpa memperlihatkan belahan (kompak)
disebut argilit, apabila batuan ini mengandung (34% - 40%) CaCO3, disebut nopal.
3. Tufa.
Tufa (tuff) sendiri merupakan hasil kegiatan gunung api (vulkanik) yang
memiliki ukuran lebih halus. Jenis batuan ini memiliki kelulusan air yang lebih besar

12
dibandingkan dengan batuan lempung. Sedangkan tufa pasiran dapat juga berfungsi
sebagai akuifer yang baik. Tufa merupakan bagian dari batuan pasir yang berukuran
lebih halus, dan apabila lebih kasar dinamakan vulkaniklastik dan pasir.
2. Daerah Alluvial (daerah aliran sungai).
Volume airtanah dalam didaerah alluvial ditentukan oleh tebal, penyebaran dan
permeabilitas akuifer. Bila muka air disekitar daerah alluvial lebih tinggi dari muka air
tanah, maka potensi airtanahnya cukup besar. Airtanah pada daerah alluvial dapat dibagi
menjadi tiga macam. (Takeda dan Sosrodarsono, 1976 : 98 : dalam Laporan Praktikum
Mahasiswa Pengairan 2011)
a. Air tanah Susupan.
Airtanah susupan merupakan air tanah yang mengendap di dataran banjir
ditambah langsung dari peresapan sungai. Titik permulaan peresapan air sungai dapat
diperkirakan dari garis kontur permukaan airtanah. Makin panjang jaraknya dari titik
permukaan, biasanya makin kecil tahanan listriknya, karena makin panjang penyusupan
itu, makin banyak bahan-bahan lisrik yang larut dalam airtanah.
b. Air tanah yang Dalam.
Airtanah yang dalam, berupa lapisan alluvium dan diluvium yang diendapkan
setebal seratus sampai beberapa ratus meter di dataran alluvium yang berganti-ganti dari
lapisan pasir dan krikil, lapisan loam dan lapisan lempung.
c. Air tanah Sepanjang Pantai.
Airtanah di daerah pantai dipengaruhi oleh pasang surut air laut, bila muka air
laut pasang maka airtanah yang tersedia akan banyak.
3. Daerah Lembah Mati.
Daerah lembah mati merupakan suatu lembah yang tidak dilewati sungai.
Potensi airtanahnya cukup besar akan tetapi suplai air yang diterima tidak sebesar
daerah aliran air.
4. Daerah Lembah antar Gunung.
Daerah lembah antar gunung merupakan daerah lembah yang dikelilingi oleh
pegunungan biasanya terdiri dari material lepas dalam jumlah yang sangat besar.
Materialnya berupa pasir dan kerikil yang akan menerima air dari pengisian.
B. Material Kompak.
Sedangkan beberapa material kompak yang mempunyai potensi airtanah cukup
besar antara lain : (Suharyadi, 1984 : 24 : dalam Laporan Praktikum Mahasiswa
Pengairan 2011)

13
1. Batu Gamping.
Batu gamping apabila dalam keadaan kompak tidak dapat bertindak sebagai
akuifer, tetapi apabila memiliki banyak retakan, lubang diantara retakan tersebut dapat
juga memungkinkan untuk bertindak sebagai akuifer. Dalam hal ini jenis batu gamping
sangat menentukan disamping topografinya.
2. Batuan Beku Dalam.
Batuan beku dalam tidak termasuk sebagai akuifer yang baik, akan tetapi bisa
mengandung airtanah jika memiliki banyak rekahan-rekahan didalamnya.
3. Batuan Vulkanik.
Batuan vulkanik primer misalnya lava basalt dapat sangat lulus air apabila
banyak lubang-lubang bekas gas maupun retakan. Batuan endapan vulkanik dapat
bertindak sebagai akuifer yang baik, terutama batuan yang berumur muda.
2.6.

Metode-metode Geofisika.
Ada beberapa metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi

lapisan geologi bawah permukaan (Verhoef, 1992 : 199 : dalam Laporan Praktikum
Mahasiswa Pengairan 2011) diantaranya:
A. Metode Seismik.
Dalam metode seismik penyelidikan didasarkan pada kecepatan rambat dari
getaran suara, yang tergantung dari kerapatan material dan massa. Metode seismik
sendiri terdiri dari metode refraksi seismik dan metode refleksi sismik.
B. Metode Geolistrik.
Pada metode geolistrik penyelidikan didasarkan pada variasi vertikal dan
horizontal yang menyangkut perubahan dalam hantaran elektrik suatu arus listrik.
Metode ini banyak digunakan dalam penentuan struktur geologi, ketebalan lapisan
penutup, kadar kelembaban tanah dan permukaan airtanah.
C. Metode Magnetik.
Metode magnetik merupakan salah satu bentuk pengukuran terhadap variasi
dalam medan magnetik bumi. Metode ini banyak digunakan dalam pencarian material
magnetik dalam lingkungan yang tidak magnetis atau sebaliknya.
2.7.

Geolistrik Tahanan Jenis.


Pada metode geolistrik tahanan jenis (Resistivitas), arus listrik diinjeksikan

kedalam bumi melalui dua elektroda arus. Beda potensial yang terjadi diukur melalui

14
dua elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap
jarak elektrode tertentu, dapat ditentukan variasi harga tahanan jenis masing-masing
lapisan di bawah titik ukur. Metode geolistrik tahanan jenis ini banyak digunakan dalam
penentuan kedalaman batuan dasar dan pencarian reservoir air.
Teknik pengambilan data dalam metode geolistrik tahanan jenis terdiri dari:
vertikal sounding dan lateral mapping. (Waluyo, 1984 ; 149 : dalam Laporan Praktikum
Mahasiswa Pengairan 2011)
a) Vertikal sounding.
Vertikal sounding merupakan penyelidikan perubahan tahanan jenis bawah permukaan
kearah vertikal. Caranya pada titik ukur yang tetap, jarak elektroda arus dan tegangan
diubah atau divariasi. Konfigurasi elektroda yang biasanya dipakai adalah konfigurasi
Schlumberger.
b) Lateral Mapping.
Lateral Mapping adalah penyelidikan perubahan tahanan jenis bawah permukaan
kearah lateral (horizontal). Caranya dengan jarak elektroda arus dan tegangan tetap, titik
ukur dipindah atau digeser secara horizontal. Konfigurasi elektroda yang biasa dipakai
adalah konfigurasi Wenner atau Dipole-dipole.
2.7.1. Tahanan Jenis Batuan.
Tahanan jenis atau resistivitas, dapat ditentukan menggunakkan hukum Ohm:

Gambar 2.7. Arus listrik merata dan sejajar dalam sebuah silinder dengan beda potensial
antara kedua ujungnya. (Sumber Waluyo, 1984 : 149: dalam Laporan Praktikum
Mahasiswa Pengairan 2008)

A x V
I xL

Dimana:

= Tahanan Jenis (Ohm-m)

V = Tegangan (Volt)
I

= Arus listrik yang melewati bahan berbentuk silinder (Ampere)

A = Luas Penampang (m2)


L = Panjang (m)
Menurut (Telford et all, 1990 : dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan
2008) aliran arus listrik di dalam batuan dapat digolongkan menjadi tiga macam

15
besarnya dipengaruhi oleh porositas batuan dan juga dipengaruhi oleh jumlah air yang
terperangkap dalam pori-pori batuan, yaitu :
1. Konduksi elektronik jika batuan mempunyai elektron bebas sehingga arus listrik
dialirkan oleh elekron-elektron bebas.
2. Kondisi elektrolit terjadi jika batuan bersifat poros dan pori-pori terisi oleh cairan
elektrolit. Pada konduksi ini arus listrik dibawa oleh lektrolit.
3. Konduksi dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik
yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri arus listrik.
Tabel 2.3. Resistivitas Batuan dan Sedimen
Jenis Batuan
Granit
Granit Porphyry
Feldspar Porphyry
Syenite
Diorite Porphyry
Porphyrite
Carbonatized Porphyry
Quartz Diorite
Porphyry (various)
Diacite
Andesite
Diabase (various)
Lavas
Gabbro
Basalt
Olivine Norite
Peridotite
Hornfels
Schists (calcareous dan mika)
Tuffs
Graphite Schists
Slates (various)
Gneiss (various)
Marmer
Skarn
Quartzites
Consolidated Shales (serpihan
gabungan)
Argillites
Konglomerat
Batupasir
Batugamping

Resistivitas (m)
3 x 102 - 106
4 x 103 (basah) 1,3 x 106
4 x 103
102 x 106
1,9 x 103 (basah) 2,8 x 104 (kering)
10 5 x 104
2,5 x 103 (basah) 6 x x 104 (kering)
2 x 106 2 x 106 (basah) 1,8 x 105 (kering)
60 104
2 x 104 (basah)
4,5 x 104 (basah) 1,7 x 102 (kering)
20 5 x 107
102 - 5 x 104
103 - 106
10 1,3 x 107
103 - 6 x 106 (basah)
3 x 103 (basah) 6,5 x 103 (kering)
8 x 103 (basah) - 6 x 107 (kering)
20 104
2 x 103 (basah) 105
10 - 102
6 x 102 4 x 107
6,8 x 104 (basah) - 3 x 106 (kering)
102 2,5 x 108 (kering)
2,5 x 102 (basah) 2,5 x 108 (kering)
10 - 2 x 108
20 2 x 106
10 8 x 102
2 x 103 104
1 6,4 x 108
50 107

16
Dolomite
3,5 x 102 - 5 x 103
Unconsolidated Wet Clay
20
(lempung basah tidak gabungan)
Marls
3-70
Lempung
1-100
Alluvium and Sands
10 - 800
Oil Sands
4 - 800
Sumber : Telford et all, 1990 , dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2008
Secara teknis hubungan antara besarnya nilai tahanan jenis dengan macam
batuan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai tahanan jenis batuan yang lepas lebih rendah dari batuan yang kompak.
2. Nilai tahanan jenis batuan akan lebih rendah, jika airtanah berkadar garam tinggi.
3. Tidak terdapat batas yang jelas antara nilai tahanan jenis dari tiap-tiap batuan.
4. Tahanan jenis batuan dapat berbeda secara menyolok, tidak saja dari lapisan yang
satu terhadap lapisan yang lain, tetapi juga didalam satu lapisan batuan.
5. Batuan yang pori-porinya mengandung air, hambatan jenisnya lebih rendah dari
yang kering. Kandungan air didalam batuan akan menunjukan harga resistivitas.
Ketentuan umum dari sifat kelistrikan batuan adalah besarnya tahanan
dinyatakan dengan perantaraan nilai tahanan jenisnya. Tahanan jenis berbanding
terbalik dengan daya hantar listrik, sehingga:

Dimana:

= Tahanan Jenis (Ohm-meter).


= Daya hantar listrik.

2.7.2. Konfigurasi Elektroda


Ada beberapa macam model konfigurasi dalam metode geolistrik resistivitas,
sesuai dengan susunan elektrodanya antara lain:

G
Gambar 2.8. Beberapa macam model konfigurasi elektroda.
(Sumber; Loke, 1992 :2 : dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2008 )

17
Pada penelitian ini akan digunakan model konfigurasi schlumberger. Pada saat
melakukan pengukuran, elektroda disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu
susunan konfigurasi. Faktor geometri (K) disebut sebagai suatu besaran yang berfungsi
sebagai faktor koreksi dari berbagai perubahan konfigurasi elektroda. Besarnya faktor
geometri untuk tiap-tiap konfigurasi elektroda tidak sama.
C1

r1
P1

C2

r2

M
r3

P2

B
r4

Gambar 2.9. Rangkaian Elektroda.


(Sumber: Santoso, 2002 : 111 : dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2008)

Dari gambar 2.9. ditunjukkan:


a. Elektroda A dan B disebut elektroda arus atau current electrode yang disimbolkan
dengan C1 dan C2.
b. Elektroda M dan N disebut elektroda tegangan atau potential elektrode yang
disimbolkan dengan P1 dan P2.
c. Besarnya r1 = jarak antara A dan M. dan besarnya r2 = jarak antara M dan B.
d. Besarnya r3 = jarak antara A dan N dan besarnya r4 = jarak antara N dan B.

Gambar 2.10.Pola arus listrik yang dipancarkan oleh elektroda arus tunggal
dipermukaan medium setengan tak berhingga.
(Sumber: Santoso, 2002 :111: dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2008)

Arus listrik sebesar (I) diinjeksikan kedalam tanah dengan asumsi bahwa kondisi tanah
tersebut homogen isotropis dan tahanan jenis sebesar () yang melalui elektroda arus
(C). Sehingga potensial (V) disebut titik sejauh (r) dari pusat arus adalah:
I .
V
2. .r

18
Karena potensial listrik adalah besaran skalar, maka besarnya potensial
disembarang titik yang diakibatkan oleh elektroda arus ganda merupakan jumlah
potensial dari dua elektroda arus tunggal.
Maka potensial di titik M oleh arus yang melewati elektroda A dan B seperti
gambar diatas adalah:
VM

1
1

r1 r2

I .
2.

Sedangkan tanda negatif pada tanda di atas disebapkan oleh arus yang arahnya harus
berlawanan pada elektroda arus ganda.
Potensial di titik N oleh arus yang melewati elektroda A dan B seperti pada
gambar di atas adalah:
VN

I .
2.

1
1

r3 r4

Dengan demikian beda potensial antara titik M dan N yang diakibatkan oleh dua
elektroda yang dialiri listrik adalah:
V VM V N

I .
2.

1
1

r1 r2

1
1

r3 r4

Persamaan tersebut dapat menghasilkan nilai V yang berbeda-beda sesuai dengan


model konfigurasi masing-masing elektroda.
A. Konfigurasi Schlumberger

Gambar 2.11. Konfigurasi Schlumberger.

19
Konfigurasi schlumberger dipergunakan untuk profiling dan sounding. Untuk
dapat melakukan sounding, elektroda arus dipisahkan oleh AB secara simetris dengan
elektroda potensial MN, kemudian elektroda arus diperbesar sehingga k menjadi :
V

I . 1
1
1
1
x


2. AM
BM
AN BN

Dengan tahanan jenis semu yang terukur :


AB 2 MN 2
4 MN

Kemudian K menjadi :
AB 2 MN 2
4MN

Pada konfigurasi schlumberger terdapat kelebihan dan kekurangan, sebagai


kelebihannya, pada konfigurasi schlumberger dapat secara signifikan mengurangi waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan sounding karena pada elektroda arusnya harus
dipindahkan untuk kebanyakan pembacaan dan juga efek dari variasi lateral dalam
resistivitasnya di dekat permukaan dapat dikurangi karena elektroda potensial yang
tersisa berada pada posisi yang tetap/tidak berubah.
Sedangkan

untuk

kekurangan

dari

konfigurasi

schlumberger

adalah

membutuhkan voltmeter yang sangat sensitive untuk spasi elektroda arus yang besar,
karena spasi pada elektroda potensialnya kecil bila dibandingkan spasi elektroda arus.
Dan juga secara umum interpretasi yang didasarkan pada DC sounding akan terbatas
untuk disederhanakan, yaitu pada struktur lapisan horizontal.
2.7.3. Tahanan Jenis Semu.
Menurut Robinson (1998) terdapat beberapa asumsi dasar yang digunakan
dalam metode resistivitas (tahanan jenis semu) antara lain:
1.

Bawah permukaan tanah terdiri dari beberapa lapisan yang dibatasi oleh bidang
batas horizontal serta terdapat perbedaan resistivitas antara bidang batas pelapisan
batuan.

2.

Lapisan batuan bersifat homogen isotropik dan mempunyai ketebalan tertentu,


kecuali untuk lapisan terbawah mempunyai ketebalan yang tidak terhingga.

3.

Batas antara dua lapisan merupakan bidang batas antara dua hambatan jenis yang
berbeda.

20
4.

Dalam bumi tidak ada sumber arus selain arus listrik searah yang diinjeksikan
diatas permukaan bumi.
Pada kenyataannya, bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan yang berbeda-

beda, sehingga potensial yang terukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk
satu lapisan saja (terutama untuk spasi yang lebar). Resistivitas semu ini dirumuskan
dengan: (Sumber: Bisri, 1988 : 10: dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan
2011)
a K

V
I

dimana:
a

: resistivitas semu (Ohm-m)

: faktor geometri

: beda potensial pada MN (Volt)

: kuat arus (Ampere)

Oleh karena itu resistivitas yang diperoleh dari persamaan (2-11) dan persamaan
(2-14) bukan merupakan resistivitas yang sebenarnya, melainkan resistivitas semu atau
apparent resistivity (a). Untuk jarak antar elektroda arus kecil, akan memberikan nilai
a yang harganya mendekati batuan di dekat permukaan.
Resistivitas semu yang dihasilkan oleh setiap konfigurasi yang berbeda akan
berbeda nilainya walaupun jarak antar elektrodanya sama. Untuk medium yang berlapis,
harga resistivitas semu merupakan fungsi jarak antara elektroda arus.
2.7.4. Interpretasi Geolistrik.
Dasar interpretasi geolistrik resistivitas yang digunakan hingga saat ini
umumnya berdasarkan atas nilai tahanan jenis yang kemudian menafsirkan kedalaman
batuan-batuan tertentu sesuai dengan sifat dan kondisi geologinya. Tujuan dari
interpretasi geolistrik resistivitas adalah untuk mendapatkan harga tahanan jenis
sebenarnya dan ketebalan masing-masing lapisan batuan.
2.8.

Transmisivitas Akuifer.
Salah satu faktor yang menentukan potensi akuifer adalah nilai dari koefisien

keterusan atau transmisivitas akuifer. Untuk memperoleh besarnya nilai transmisivitas


lapisan batuan, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (Bisri, 1988 : 117)
T=KxD

21
dimana:
T
=

Koefisien keterusan atau transmisivitas akuifer (m2/det)

Koefisien kelulusan air (m/hari)

Tebal dari akuifer (m)


Makin tinggi nilai T dapat diartikan bahwa litologi batuan merupakan akuifer

dengan potensi air tanah yang tinggi.


Adapun bentuk persamaan koefisien keterusan dari Thiem bila piezometernya
diabaikan adalaah sebagai berikut:
T

2,3 x Q
r
x Log e
2 x x SW
rw

Menurut logan (1946), harga Log

re
3,333
rw

Sehingga persamaan sebelumnya menjadi T

1,22 xQ
SW

dimana :
SW

Permukaan muka air sumur yang dipompa (m)

re

Jari-jari pengaruh sumur (m)

rw

Jari-jari sumur yang dipompa (m)

Debit sumur yang dipompa (m3/hari)

2.9. Perhitungan Pendugaan Debit Dalam Suatu Lapisan


Sebagai material yang terdiri dari butiran-butiran, maka tanah memiliki ruang pori
di dalamnya. Pori-pori di dalam agregat tanah ini memungkinkan dilewati oleh aliran
air. Kecepatan aliran air melewati pori-pori tanah ini bergantung pada beberapa faktor
seperti angka porositas agregat dan gradien hidrolisnya. Dalam hal ini Cedergren (1989)
mengemukakan bahwa koefisien permeabilitas adalah koefisien Darcy yang
didefinisikan sebagai kecepatan debit melalui luasan dan gradien hidrolik tertentu. Pada
hukum Darcy, untuk aliran laminar pada media porous dinyatakan dalam persamaan :
Q = k.i.A.t
dimana Q = jumlah rembesan melalui penampang tanah;
k = koefisien permeabilitas tanah;
i = gradien hidrolik atau beda tinggi aliran air;
A = luas penampang tanah;
t = durasi /rentang waktu.

22
Jika Q/t dinyatakan sebagai debit (specific discharge) dan diberi notasi q, maka
dalam Permeability: Soil Mechanics Laboratory dinyatakan bahwa koefisien
permeabilitas tanah dapat ditulis menjadi:
q = k.i.A, atau
k=
Selanjutnya

q
iA

dinyatakan

ada

beberapa

hal

yang

menyebabkan

permeabilitas tanah menjadi bervariasi, di antaranya disebabkan oleh :


Ukuran dan bentuk butiran tanah.
Angka pori.
Suhu.
Derajat kejenuhan
Tabel 2.4. Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah
No. Jenis Tanah
Koef.Permeabilitas (m/dt)
1
Lempung
< 10-9
2
Lempung Berpasir
10-9 - 10-8
3
Lempung Berlanau
10-8 - 10-7
4
Lanau
10-8 - 10-7
5
Pasir Sangat Halus
10-6 - 10-5
6
Pasir Halus
10-5 - 10-4
7
Pasir Kasar
10-4 - 10-3
8
Pasir Berkerikil
10-3 - 10-2
9
Kerikil
> 10-2
Sumber : Verruijt 1970: dalam Laporan Praktikum Mahasiswa Pengairan 2011

koefisien

Anda mungkin juga menyukai