penyuluh, dinas dalam membawa misi program hanya bertumpu pada tenaga KCD yang
terbatas.
Di kabupaten tertentu di Jatim, sistem II ini ada variasinya, yaitu walaupun penyuluh
berSATMINKAL di KIPP/BIPP, tetapi bupati telah menempatkan tenaga penyuluh
tersebut sehari-hari pada Dinas sub sektor masing-masing (SK Bupati) (contoh:
Kabupaten Madiun), sehingga sistem II ini mempunyai kekuatan, yaitu: (1) Dinas
Peternakan, Perkebunan, Perikanan dan Tanaman Pangan masing-masing mempunyai
tenaga penyuluh yang cukup; (2) Program yang disosialisasikan ke petani meliputi
program pemberdayaan SDM petani dan program pembangunan sub sektor (karena
penyuluhnya bernaung di bawah KIPP dan Dinas); (3) Kegiatan pengkajian dan
penyuluhan yang bersifat diversifikasi horizontal mudah dikoordinasikan, karena
masing-masing Dinas ada penyuluh dan penyuluh membawa 2 (dua) misi sekaligus,
yaitu program pembangunan dan program pemberdayaan petani. Tetapi sistem ini juga
masih punya kelemahan, yaitu penyuluh relatif lebih loyal hanya pada KIPP/BIPP,
karena SATMINKAL ada pada KIPP/BIPP, penyuluh hanya berorientasi pada program
Dinas dan KIPP/BIPP, sehingga teknologi kebutuhan petani murni harus diakomodasi
oleh penyuluh swadaya/swasta.
(III) Sitem Penyuluhan Dalam Satu Dinas
Pada sistem ini hanya dikenal satu Dinas, yaitu Dinas Pertanian, Peternakan,
Perkebunan, dan Kehutanan (misal Kabupaten Banyuwangi dan Trenggalek) dan semua
penyuluh pertanian berSATMINKAL pada Dinas tersebut. Pada sistem ini telah
diidentifikasi banyak manfaatnya. Kekuatan sistemnya terletak pada; (1) Subsektor
Peternakan, Perkebunan, Perikanan dan Tanaman Pangan/Pertanian mempunyai tenaga
penyuluh yang cukup da terpadu; (2) Program yang disosialisasikan ke petani meliputi
program pemberdayaan SDM petani sekaligus program pembangunan subsektor; (3)
Penyuluh loyal hanya pada satu dinas yang melibatkan semua subsektor; (4) Kegiatan
pengkajian dan penyuluhan yang bersifat diversifikasi Horizontal mudah
dikoordinasikan; (5) Tidak akan terjadi pergesekan kepentingan antar subsektor di
lapangan, karena komandonya hanya satu.
Kelemahan sistem ini adalah penyuluh hanya berorientasi pada program Dinas,
sehingga teknologi kebutuhan petani murni harus diakomodasi oleh penyuluh
swadaya/swasta.
Implikasi dari berbagai macam sistem penyuluhan yang ada di Kabupaten tersebut
menyebabkan, komunikasi, koordinasi yang akan dilakukan oleh institusi vertikal (misal
Badan PSDM, Balai Penelitian dan BPTP) menjadi tidak mudah. Setiap Kabupaten
harus dipelajari dahulu organisasi dan sistem penyuluhannya serta mekanisme kerja dari
institusi dalam sistem tersebut. Pengetahuan tersebut sangat penting untuk menentukan
pola distribusi media informasi yang dihasilkan BPTP, pelibatan jenis institusi yang
akan diundang dalam pertemuan atau kegiatan pengkajian di lapangan serta penjaringan
Informasi umpan balik yang digunakan dalam perencanaan penelitian.
Dengan masih terdapatnya kelemahan dari masing-masing sistem yang ada, yaitu
penyuluh kurang respon terhadap aspirasi petani murni, maka peluang adanya penyuluh
swadaya dan agen swasta cukup besar. Para agen swasta inilah yang umumnya bergerak
mengakomodir
program (paket
pesanan petani.
sistem (sistem
pesanan).