Anda di halaman 1dari 44

BAB II

DASAR TEORI
2.1 Pembebanan Pada Gedung
Dalam mendesain suatu struktur sebelumnya harus ditetapkan komponenkomponen yang akan digunakan sebagai ukuran maupun yang dapat menentukan
apakah gedung tersebut sesuai atau layak dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
Dalam perencanaan yang akan dibahas pada laporan ini adalah
perencanaan dengan menggunakan struktur beton bertulang. Beton bertulang
adalah bahan bangunan yang digunakan seluruh dunia. Beton yang ditulangi
dengan luas dan jumlah tulangan tidak kurang dari nilai minimum yang
disyaratkan dengan atau tanpa prategang dan direncanakan berdasarkan asumsi
bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja.
Alasan digunakan beton bertulang sebagai bahan baku utama dalam
perencanaan struktur adalah karena lebih efisien (murah), mudah dibentuk,
mempunyai ketahanan terhadap api yang tinggi, mempunyai kekakuan yang
tinggi, mudah dalam perawatannya dan relatif murah, dan material dalam
pembuatannnya mudah didapatkan. Namun, ada kekurangan dari material beton
itu sendiri dibandingkan dengan material bangunan lainnya, antara lain
mempunyai daya kekuatan tarik yang rendah, membutuhkan bekisting dan
penumpu sementara selama proses konstruksi, rasio kekuatan terhadap berat
yang rendah dan stabilitas volumenya relatif rendah. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pencanaan desain suatu struktur diantaranya :
1. Kemampuan layan
Dalam perencanaan, struktur yang di desain tersebut harus dapat menahan
beban tanpa kelebihan tegangan pada material dan mempunyai deformasi
yang masih dalam batas-batas yang diijinkan. Pemilihan ukuran dan elemen
yang dipilih merupakan penentu utama dalam menahan kemampuan layan
tersebut
2. Efisiensi
Prinsip utama perencanaan desain struktur dalam bidang konstruksi adalah
bagaimana mendesain bangunan yang kuat dan aman namun dengan biaya
yang relatif ekonomis.

3. Konstruksi
Tinjauan konstruksi sering dipengaruhi pilihan struktural dimana
penggunaan elemen-elemen struktural akan efisien apabila material yang
digunakan mudah didapat dan dibuat. Desain struktural harus mencakup :
a. Keamanan
Struktur yang didesain harus aman dan kuat. Pada Struktur akan mencakup
beban beban yang bekerja padanya desain.Yaitu beban mati (berat
sendiri), beban hidup (manusia, angin, dll) dan beban gempa.
b. Kekakuan
Dalam perencanaan suatu gedung perlu diperhitungkan kekakuannya agar
didapat struktur yang kaku dan dapat memperkuat struktur saat terjadi
gempa.Kekakuan merupakan syarat mutlak yang harus sangat dipikirkan
oleh perencana dalam merencanakan suatu bangunan struktur.Karena suatu
struktur tidak akan dapat diterima jika bangunan tersebut tidak kaku
walaupun sangat kuat.
4. Stabilitas
Faktor stabilitas harus diperhatikan dalam mendesain struktur. Stabilitras
diperlukan untuk dapat menghitung momen momen yang bekerja pada
struktur.Stabilitas juga harus diperhatikan agar mencegah bangunan
mengalami guling. Momen momen yang bekerja pada struktur adalah
momen geser dan momen uplift.
5. Beban beban pada struktur
Dalam perencanaan desain struktur, perlu memperkirakan secara
mendalam mengenai beban-beban yang bekerja pada struktur serta besarnya
beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Perencanaan bangunan
konstruksi pada umumnya berdasarkan pada keadaan batas atau ultimit.
a. Beban mati
Beban mati merupakan berat struktur gedung itu sendiri, yang memiliki
besar yang kostan dan terdapat pada satu posisi tertentu. Berat sendiri
struktur bangunan beton bertulang adalah pelat, balok, kolom, dinding,
tangga, langit-langit, dan saliran air. Semua metode untuk menghitung
beban mati adalah untuk menghitung elemen didasarkan atas peninjauan
berat suatu material yang terlibat berdasarkan volume elemen tersebut.
Struktur luar dari desain menggunakan elemen kaca sebagai pembentuk
dari struktur bangunan. Pembebanan elemen kaca harus diperhatikan,
mengingat desain berbentuk oval yang mempunyai perhitungan lebih detail
akibat kelengkungan dari struktur.
Berikut tabel yang menyajikan nilai berat sendiri bahan bangunan dan
komponen gedung berdasarkan SNI 03-1726-2002 :

a. Bahan Bangunan
Tabel 2.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan

b. Komponen Gedung
Tabel 2.2 Berat Sendiri Komponen Gedung

b. Beban hidup
Beban hidup adalah beban yang letaknya dapat berubah atau berpindah,
beban tersebut dapat ada ataupun tidak ada. Beban hidup pada perencana
struktur adalah beban orang, barang-barang, beban angin, ataupun mesinmesin yang sedang bekerja pada struktur.Walaupun beban hidup ini dapat
ada atau tidak, beban hidup harus tetap menjadi perhatian dalam

perencanaan karena beban tersebut bekerja perlahan lahan dalam


struktur.
Berikut tabel nilai dari beban hidup pada lantai gedung berdasarkan SNI
SNI 03-1726-2002:
Tabel 2.3 Berat Beban Hidup

c. Beban gempa
Gempa merupakan fenomena alam yang tidak dapat dihindari. Didunia ini
banyak daerah yang menjadi daerah langganan gempa. Indonesia
merupakan salah satunya. Oleh karena itu daerah yang merupakan daerah
rawan gempa perlu memperhitungkan beban gempa dalam desain semua
jenis struktur. Menurut SNI-03-1726-2002 sub bab 4.1.1, peraturan ini
menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan struktur gedung. Gempa rencana merupakan beban gempa
yang ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, agar probabilitas
terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung 50 tahun.
2.2 Pelat
Pelat atau slab adalah elemen bidang tipis yang menahan beban-beban
transversal melalui aksi lentur ke masing-masing tumpuan.
Teori pertama tentang bangunan dengan lantai beton bertulang diturunan
berdasarkan asumsi yang identik dengan bangunan kayu. Gaya-gaya pada
struktur kayu ditransmisikan dari lantai kayu ke balok anak, balok induk dan ke
kolom. Sistem slab-balok-kolom beton bertulangpun dianggap serupa. Distribusi

bebannya sedemikian rupa, sehingga defleksi lajur pelat yang orthogonal adalah
sama.
Pada konstruksi beton bertulang, pelat digunakan sebagai lantai, atap dari
gedung, lantai jembatan, lapis perkerasan pada jalan raya dan landasan bagi
pesawat terbang di bandara. Hal ini terjadi karena pelat merupakan elemen
struktur penahan beban vertikal yang rata dan dapat dibuat dengan luasan yang
cukup besar.
2.2.1 Syarat syarat tumpuan
Untuk merencanakan pelat beton bertulang, yang perlu dipertimbangkan
bukan hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada
tepi.Ada tiga jenis perletakan pada pelat, yaitu:
1. Tertumpu bebas
2. Terjepit penuh / terjepit sempurna
3. Terjepit sebagian / terjepit elasits

Gambar 2.1 Jenis perletakan pada pelat


2.2.2 Tipe pelat
1. Sistem Flat Slab
Pelat beton bertulang yang langsung ditumpu oleh kolom-kolom tanpa
balokbalok disebut Sistem Flat Slab. Sistem ini digunakan bila bentang
tidak besar dan intensitas beban tidak terlalu berat, misalnya bangunan
apartemen atau hotel.
Kadang-kadang bagian kritis pelat disekitar kolom penumpu perlu
dipertebal untuk memperkuat pelat terhadap gaya geser, pons dan lentur.
Bagian penebalannya disebut Drop Panel, sedangkan penebalan yang
membentuk kepala kolom disebut Column Capital. Flat slab yang
memiliki ketebalan merata tanpa adanya Drop Panel dan Column Capital
disebut Flat Plate. Tebal lantai Flat Slab adalah 125 hingga 250 mm untuk
bentangan 4,5 hingga 7,5 m. Sistem ini banyak digunakan pada bangunan
rendah yang beresiko rendah terhadap beban angin dan gempa.

Gambar 2.2 Sistem lantai flat plate dan flat slab


2. Sistem Lantai Grid
Sistem lantai grid 2 arah (Waffle-system) memiliki balok-balok yang saling
bersilangan dengan jarak yang relatif rapat yang menumpu pelat atas yang
tipis. Ini dimakudkan untuk mengurangi berat sendiri pelat dan dapat
didesain sebagai Flat Slab atau pelat dua arah, tergantung konfigurasinya.
Sistem ini efisien untuk bentang 9 hingga 12 m.

Gambar 2.3 Sistem lantai grid


3. Sistem Lajur Balok
Sistem ini hampir sama dengan system balok-pelat tetapi menggunakan
balokbalok dangkal yang lebih lebar. Sistem lajur balok banyak diterapkan
pada bangunan yang mementingkan tinggi antar lantai. Balok lajur tidak
perlu dihubungkan dengan kolom interior atau eksterior. Alternatif lain
adalah dengan menempatkan balok anak membentang di antara balokbalok lajur. Sistem ini menghemat pemakaian cetakan.

Gambar 2.4 Sistem lajur balok


4. Sistem Pelat dan Balok
Sistem ini terdiri dari slab menerus yang ditumpu balok-balok monolit
yang umumnya ditempatkan pada jarak sumbu 3 m hingga 6 m. Tebal pelat
ditempatkan berdasarkan pertimbangan struktur yang biasanya mencakup
aspek keamanan terhadap bahaya kebakaran. Sistem ini yang banyak
dipakai.

Gambar 2.5 Sistem lantai pelat dan balok

2.2.3 Klasifikasi pelat


Pelat diklasifikasikan berdasarkan cara pelat tersebut didukung. Dengan
sistem pendukung tersebut, pelat akan melendut dalam satu arah atau dua
arah.

2.2.3.1 Pelat satu arah

Pelat beton bertulang bisa dibagi menjadi beberapa kategori, salah satunya
adalah pelat beton satu arah. Disebut satu arah karena pelat ini lebih suka
menyalurkan berat beban hanya pada balok-balok yang searah saja, yaitu balokbalok yang letaknya saling berdekatan, dibandingkan menyalurkan beban-beban
pada balok yang letaknya berjauhan.

Gambar 2.6 Pelat satu arah

Desain pelat beton satu arah hampir sama dengan desain balok. Hanya saja, ada
beberapa hal yang berbeda seperti menentukan tebal pelat.
Untuk perhitungan sederhananya, tebal pelat bisa ditentukan berdasarkan SNI beton
03-2847-2002. Dengan menggunakan SNI ini, kita tidak perlu lagi memperhitungakan
lendutan yang terjadi pada pelat. Bisa saja kita tidak mengikuti aturan SNI dan
menghitung sendiri tebal optimum yang dibutuhkan pelat, namun lendutan akibat
beban pada pelat harus kita perhitungakan.
Tebal pelat bisa mengikuti aturan SNI seperti gambar di bawah ini.

Tabel 2.1 Tebal minimum pelat satu arah

Setelah menghitung tebal pelat minimum, kita bisa menghitung kebutuhan


tulangan perlu akibat tarik pada bagian bawah pelat. Penyederhanaan
perhitungan bisa dilakukan dengan menghitung kebutuhan tulangan bawah saja
(tidak memperhitungkan tulangan atas). Perhitungan tulangan perlu ini sama
dengan perhitungan tulangan pada balok.

2.2.3.2 Pelat dua arah


Konstruksi pelat 2 arah.Pelat dengan tulangan pokok 2 arah ini akan dijumpai jika pelat
beton menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang 2 arah. Contoh pelat
2 arah adalah pelat yang ditumpu oleh 4 sisi yang saling sejajar.
Karena momen lentur bekerja pada 2 arah, yaitu searah dengan bentang (lx) dan
bentang (ly), maka tulangan pokok juga dipasang pada 2 arah yang saling tegak
lurus(bersilangan), sehingga tidak perlu tulangan lagi. Tetapi pada pelat di daerah
tumpuan hanya bekerja momen lentur 1 arah saja, sehingga untuk daerah tumpuan ini
tetap dipasang tulangan pokok dan bagi, seperti terlihat pada gambar dibawah.
Bentang (ly) selalu dipilih > atau = (lx), tetapi momennya Mly selalu < atau = Mlx,
sehingga tulangan arah (lx) (momen yang besar ) dipasang di dekat tepi luar

Gambar 2.7 Pelat dua arah

2.2.3.3 Perencanaan Pelat Bangunan Gedung Dengan Metode


Marcus
Pelat yang ditinjau adalah pelat persegi panjang yang menumpu
bebas pada keempat sisinya. Beban yg bekerja beban merata
sebesar q Pelat dimodelkan sbg balok silang dalam arah x maupun
arah y, Masing2 arah akan mempunya beban merata dalam arah x
(qx) dan dalam arah y (qy) lihat pemodelan dimana q = qx + qy.
Lendutan yg terjadi di tengah bentang dalam arah x maupun y

adalah sama besar x = y.


Pelat tanpa balok (cendawan, dome, silo), SNI 03-2847-2002 (Ps
11.5.3.2)

hmin > 12 cm (tanpa penebalan)


Hmin > 10 cm (penebalan), atau
Lihat tabel 10
Pelat dengan balok (Ps 11.5.3.3)
m = rata2 rasio kekakuan lentur balok/ kekakuan lentur

pelat

= rasio bentang bersih dlm arah memanjang thd arah


memendek

Tabel 2.2 Momen pelat persegi akibat beban terbagi rata

Tabel 2.3 Momen pelat persegi akibat beban terbagi rata

2.2.3.4 Schedule penulangan


Bersama balok dan kolom, pelat melengkapi ketiga elemen dasar dari
bangunan pada umumnya. Pelat dapat terdiri atas unit pra cetak atau
sebagian beton yang dicor setempat sedapat mungkin monotolit (menjadi
satu) dengan balok pendukungnya. Disini akan dibahas tentang elemen
terakhir yaitu pelat.
Sifat pelat di bawah suatu pembebanan, dalam kaitannya dengan
keadaan dukungan ujung dan dukungan antara adalah mirip dengan
balok. Tergantung pada bentuk panel pelat yang ditinjau, yaitu
perbandingan antara panjang pada lebarnya, desain mungkin dilakukan
sebagai penegangan satu arah saja, atau dalam dua arah yang biasanya
tegak lurus satu dengan yang lain. Di dalam praktek, suatu pelat yang
yang direncanakan membentang satu arah saja akan mencoba, menurut
beberapa tingkat kemampuannya untuk menegang pada arah lain
mengikat sifat alamiah konstruksi sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu,
tulangan yang jumlahnya minimum dipasang pada arah tegak lurus
terhadap tulangan utama. Peletakan tulangan atas dan tulangan bawah
pelat adalah serupa dengan peletakannya pada balok.
Pelat dapat diberi tulangan yang berbentuk anyaman yang sudah dilas
dari pabrik (tulangan mes). Pada umumnya disediakan dalam bentuk
lembaran atau rol, atau dengan memakai batang tulangan. Beberapa
syarat yang harus diperhatikan untuk penulangan plat menurut PBI 1971 :
1.

Tebal pelat lantai tidak boleh diambil kurang dari 7 cm untuk pelat

atap dan 12 cm untuk pelat lantai.


2.

Luas tulangan pembagi harus diambil minimum 0.25% dari luas

beton.
3.

Pada pelat-pelat dimana tulangan pokoknya berjalan hanya satu

arah saja, maka tegak lurus pada tulangan pokok tersebut harus dipasang
tulangan pembagi, minimum 20% dari luas tulangan pokoknya.
4.

Pada pelat-pelat dicor setempat, diameter dari batang tulangan

pokok tersebut harus dipasang tulangan pembagi minimum 6 mm.


5.

Pelat-pelat yang memikul beban vertikal ke bawah, walaupun

menurut perhitungan teoritis oleh pengaruh pembebanan bentangbentang pelat yang berbatas hanya memikul momen negatif, tetapi juga
harus diberi tulangan bawah. Jumlah tulangan bewah ini harus diambil

minimum sama dengan tulangan yang diperlukan oleh pelat tersebut


untuk memikul momen negatif, tetapi juga harus diberi tulangan yang
diperlukan oleh pelat tersebut untuk memikul beban vertikal yang sama,
tetapi dengan tepi-tepinya terjepit penuh. Ketentuan ini tidak berlaku
untuk pelat kantilever.
6.

Pelat-pelat yang lebih tebal dari 25 cm senantiasa harus dipasang

tulangan atas dan tulangan bawah di setiap tempat, dengan


memperhatikan poin 2,3 dan 4. Ketentuan ini tidak berlaku untuk pondasi
telapak.

Cara perencanaan langsung (SNI 03 2847 2002)


Sistem pelat harus memenuhi batasan sebagai berikut :
1. Minimum harus ada tiga bentang menerus dalam masing-masing arah
2. Panel pelat harus berbentuk persegi dengan perbandingan antara
bentang panjang terhadap pendek diukur antara sumbu ke sumbu
tumpuan, tidak lebih dari dua
3. Panjang bentang yang bersebelahan, diukur antara sumbu ke sumbu
tumpuan, dalam masing-masing arah tidak boleh berbeda lebih dari
sepertiga bentang terpanjang.
4. Posisi kolom boleh menyimpang maksimum sejauh 10% panjang
bentang (dalam arah penyimpangan) dari garis-garis yang
menghubungkan sumbu-sumbu kolom yang berdekatan.
5. Beban yang diperhitungkan hanyalah bebang gravitasi dan terbagi
merata pada seluruh panel pelat. Beban hidup tidak boleh melebihi 2
kali beban mati.
6. Untuk satu panel pelat dengan balok di antara tumpuan pada semua
sisinya, kekakuan relative balok dalam dua arah yang tegak lurus,
a1 l
2
2

a1 l 21
tidak boleh kurang dari 0,2 dan tidak boleh lebih dari 5,0.
7. Redistribusi momen seperti yang diizinkan pada 10.4 tidak berlaku pada
sistem pelat yang direncanakan dengan cara perencanaan langsung.
8. Penyimpangan dari ketentuan pada 15.6(1) dapat diterima bila dapat
ditunjukkan dengan analisis bahwa persyaratan pada 15.5(1) dipenuhi
2.2.3.4 Pembebanan sesuai dengan Peraturan Pembangunan 1976
2.2.3.4.1 Beban hidup pada lantai gedung

Beban hidup pada lantai gedung harus diambil menurut Tabel 2.4. Ke
dalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai
dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding-dinding
pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m2. Beban-beban berat,
misalnya yang disebabkan oleh lemari-lemari arsip dan perpustakaan serta
oleh alat-alat, mesin-mesin, dan barang-barang lain tertentu yang sangat
berat, harus ditentukan tersendiri.
Beban hidup yang ditentukan dalam pasal ini tidak perlu dikalikan
dengan suatu koefisien kejut.
Lantau-lantai gedung yang dapat diharapkan akan dipakai berbagai
tujuan, harus direncankan terhadap beban hidup terberat yang mungkin dapat
terjadi.
2.2.3.4.2 Beban hidup pada atap gedung
Beban hidup pada atau dan/atau bagian atap serta pada struktur tudung
(canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum
sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Beban hidup pada atap dan/atau bagian atap yang tidak dapat dicapai
dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling menentukan diantara dua
macam beban berikut:
a. Beban terbagi rata per m2 bidang datar berasal dari beban air hujan
sebesar ( 40 0,8 ) kg/m2 dimana adalah sudut kemiringan atap dalam
derajat, dengan ketentuan bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih
besar dari 50o.
b. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam
kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.
Pada balok tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup ditunjang
oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau
kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg.
Beban hidup pada atap gedung tinggi yang dilengkapi dengan
landasan helicopter (Helipad) haruss diambil sebesar minimum 200 kg/m2
di luar daerah landasan, sedangkan pada daerah landasannya harus
diambil beban yang berasal dari helicopter sewaktu mendarat dan
mengangkasa.
Tabel 2.4 Beban hidup pada lantai gedung

2.3 Balok
Balok adalah bagian dari struktur bangunan yang berfungsi untuk
menopang lantai diatasnya. Balok dikenal sebagai elemen lentur yaitu elemen
struktur yang dominan memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga
geser. Balok dapat terdiri dari balok anak (joint) dan balok induk (beam).
Perencanaan balok beton bertulang bertujuan untuk menghitung tulangan dan
membuat detail-detail konstruksi untuk menahan momen-momen lentur ultimit,
gaya-gaya lintang, dan momen-momen puntir lengan cukup kuat. Kekuatan
suatu balok lebih banyak dipengaruhi oleh tinggi daripada lebarnya. Lebarnya
dapat sepertiga sampai setengah dari tinggi ruangan.
Ada bebrapa hal yang perlu diperhatikan dan perlu menjadi pertimbangan
dalam mendesain balok beton bertulang, yaitu :

1.Lokasi tulangan
2.Tinggi minimum balok
3.Selimut beton (concrete cover) dan jarak tulangan
a. Lokasi Tulangan
Tulangan dipasang dibagian struktur yang membutuhkan, yaitu pada lokasi
dimana beton tidak sanggup melakukan perlawanan akibat beban, yakni di
daerah tarik (karena beton lemah dalam menerima tarik). Sehingga dapat
dilihat pada gambar serat yang tertarik.

Gambar2.8 Balok diatas dua tumpuan


Sedangkan pada balok kantilever dibutuhkan tulangan pada bagian atas,
karena serat yang tertarik adalah pada bagian atas.

Gambar 2.9 Balok Kantilever


Untuk balok menerus diatas beberapa tumpuan, maka di daerah lapangan
dibutuhkan tulangan dibagian bawah, sedangkan di daerah tumpuan
dibutuhkan tulangan utama dibagian atas balok.

Gambar 2.10 Balok menerus


b. Tinggi Balok
Untuk menentukan ukuran penampang menurut SNI Beton pada pasal 9.5
terdapat tabel tinggi minimum (Hmin) balok terhadap panjang bentang :

1.

1
L
16

untuk balok sederhana (satu tumpuan)

1
L
18,5
2.

3.

4.

untuk balok menerus bentang ujung


1
L
21
1
L
8

untuk balok menerus bentang tengah

untuk balok kantilever


Namun, sacara umum dimensi balok diperkirakan dengan :
1
1
L
L
10
12
H=
sampai dengan
, dengan L = bentang pelat terpanjang.
Jika Hmin telah diketahui, dapat diperkirakan tinggi balok yang akan didesain.
1
2
L
L
2
3
B=
sampai dengan
, dengan H = tinggi balok
c. Selimut Beton dan Jarak Tulangan
Selimut beton adalah bagian terkecil yang melindungi tulangan. Fungsi
dari selimut beton itu sendiri untuk memberikan daya lekat tulangan ke beton,
melindungi tulangan dari korosi, serta melindungi tulangan dari panas tinggi

jika terjadi kebakaran (panas tinggi dapat menyebabkan menurun/hilangnya


kekuatan baja tulangan secara tiba-tiba).

Tebal minimum selimut beton adalah 40 mm ( SNI Beton pasal 9.7)


Sedangkan jarak antar tulangan adalah 25 mm atau db dan 25 mm.

Gambar 2.11 Jarak Antar Tulangan


Dalam SNI 03-2847-2002 disebutkan bahwa tebal selimut beton minimum
yang harus disediakan untuk tulangan harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
Tabel 2.4 Bahwa Tebal Selimut Beton Minimum
Tebal Selimut
No
Kondisi Beton
Minimum
.
(mm)
Beton dicor langsung diatas tanah dan
1.
75
selalu berhubungan langsung dengan tanah
Beton yang berhubungan dengan tanah
atau berhubungan dengan cuaca
Batang D-19 hingga D50
2.
56...
Batang D-16 jaringan kawat polos P16 atau
kawat ulir D-16 dan yang lebih
40
kecil
3. Beton yang tidak berhubungan langsung
dengan cuaca ateu beton tidak lansung
berhubungan dengan tanah :
Pelat,dinding, pelat berusuk :

40
Batang D-44 dan D56
Batang D-36 dan yang
lebihkecil
Balok, kolom :
Tulang utama, pengikat, sengkang, lilitan
spiral
Komponen struktur cangkang, pelat lipat :
Batang D-19 dan yang lebih
besar
Batang D-16 jaring kawat polos P-16
atau ulir D-16 dan yang lebih
kecil

20
40
20

15

5 Wu L4

384 EI

Untuk memeriksa kekakuan balok terhadap lendutan,


lendutan maksimum yang terjadi pada tengah bentang bila balok dianggap
sendi dan rol pada ujung-ujungnya (Timoshenko dkk, 1998) adalah :

Keterangan :
L = panjang bentang balok
E = modulus elastisitas balok
I
= momen inersia balok
B
H

Dalam merencanakan penulangan balok harus dapat memenuhi


persyaratan dibawah ini :
1.
> 0.3
2. bmin > 25 cm
3. min maks
Menentukan tulangan tekan

As

As'

Koefisien balok dengan pelat, m merupakan nilai rata-rata untuk semua


balok. Untuk mencari lebar efektif balok dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
beff bw 1 L1 1 L2
2
2

beff bw 8hf 8hf


beff

L
8

2.4 Kolom
Kolom adalah komponen struktur vertikal yang menerima dan menyalurkan
gaya tekan axial bersamaan atau tidak dengan gaya momen. Dikarenakan resiko
keruntuhan kolom lebih berbahaya dibanding struktur lantai, baik pelat atau
balok, karena kolom lebih banyak memikul bagian struktur dibanding balok
sehingga bila kolom runtuh akan lebih banyak bagian dari bangunan yang hancur
dibanding bila balok yang runtuh. Oleh karena itu dalam mendesain kolom harus
mengandung dasar filosofi perencanaan kolom yaitu strong column weak
beam.
Jenis Kolom
Kolom dari karakteristik/sifat-sifat property, pembebanan dan lainnya dapat
dikatagorikan sebagai berikut:
-

Kolom tekan pendek, seperti pedestal, umumnya beban aksial yang besar
dan momen yang kecil atau diabaikan, kolom tipe ini bisa didesain tanpa
tulangan walaupun penulangan hanya tulangan minimum.
Kolom pendek, struktur yang kokoh dengan flesibilitas yang kecil.
Kolom langsing/panjang, dengan bertambahnya rasio kelangsingan,
deformasi lentur bertambah. Apabila kolom langsing menerima momen, sumbu
kolom akan berdefleksi secara lateral, akibatnya akan ada beban tambahan
yaitu beban kolom dikalikan defleksi lateral, hal ini disebut momen sekunder,
atau momen P.
Kolom sengkang persegi, kolom dimana tulangan longitudinalnya diikat
oleh tulangan sengkang berbentuk persegi, tulangan sengkang mencegah
tulangan longitudinal bergerak saat konstruksi dan mencegah tulangan
longitudinal menekuk kearah luar pada saat menerima beban.
Kolom sengkang spiral, kolom dengan tulangan sengkang melingkar.

Kolom komposit, kolom yang diberi tulangan longitudinal dengan profil baja
struktur.

Gambar 2.12 Jenis-jenis Kolom

Perilaku Kolom Sengkang Persegi Dan Spiral


Tulangan sengkang pada kolom berfungsi mencegah tulangan longitudinal
menekuk keluar dan menahan ekpansi lateral beton inti akibat menerima beban
aksial. Pada kolom sengkang persegi, tulangan sengkang mempunyai jarak
tertentu yang berarti juga merupakan jarak sokongan tulangan longitudinal,
apabila kolom persegi diberi beban aksial sampai runtuh, mula-mula beton
pembungkus (beton diluar tulangan sengkang) akan pecah (gompal) dan setelah
itu tulangan longitudinal akan menekuk keluar karena beton pembungkus (yang
berfungsi sebagai sokongan lateral) sudah hancur, tulangan sengkang juga akan
bengkok keluar karena beton mengalami ekpansi keluar akibat beban aksial, yang
pada akhirnya akan menyebabkan kolom runtuh, kejadian ini seringkali terjadi
tiba-tiba pada struktur kolom persegi. Sedangkan apabila kolom spiral dibebani
aksial sampai runtuh, perilaku keruntuhan berbeda dengan kolom persegi dan
relatif lebih baik.
Ketika beton pembungkus mulai pecah (gompal), kolom tidak runtuh tiba-tiba,
karena kekuatan beton inti masih bisa memberikan kontribusi menahan beban

akibat sokongan tulangan spiral (seperti pada gambar 1.3), yang selanjutnya
kolom akan berdeformasi lebih lanjut sampai tulangan longitudinal leleh dan
kolom runtuh. Gompal pada pembungkus beton sebagai peringatan akan terjadi
keruntuhan kolom apabila beban terus bertambah beban lagi sampi akhirnya
runtuh. Hal ini menjadikan kolom spiral lebih daktail (runtuh bertahap) dibanding
kolom persegi.

Gambar 2.13 keruntuhan kolom persegi dan spiral

Gambar 2.14 Kontribusi tulangan spiral pada beton


Perilaku keruntuhan pada kolom persegi dan spiral diatas digambarkan pada
diagram beban-lendutan akibat aksial, pada mulannya, kedua kurva sama, ketika
beban terus meningkat sampai maksimum, kolom persegi akan runtuh tiba-tiba dan kolom
spiral akan mengalami keruntuhan bertahap.

Kekuatan selimut beton adalah

Ps 0.85 f c' ( Ag Ac )

(1.1)

dimana Ag Luas penampang beton, Ac Luas beton inti

Kekuatan tulangan spiral adalah


Ts 2 s Ac f y

(1.2)

dimana s persentasi tulangan spiral


Persentase tulangan spiral minimum adalah (ACI 10-6)
A f'
s 0.45 g 1 c
(1.3)
Ac f y
Tulangan sengkang spiral yang dibutuhkan adalah
4a D d
s s c 2 b
sDs

( 1.4 )

dimana Dc diameter dari inti diameter luar spiral, as luas penampang


tulangan spiral dan db diameter tulangan spiral

Gambar 2.15 Sengkang spiral


Faktor Keamanan Untuk Kolom
Nilai faktor keamanan untuk mendesain kolom jauh lebih kecil dibanding
nilai faktor keamanan untuk balok lentur dan geser, dimana untuk balok adalah
0.9 untuk lentur dan 0.85 untuk geser, sedangkan faktor keamanan untuk kolom
sengkang persegi adalah 0.70 dan kolom sengkang spiral adalah 0.75. Untuk
lebih lebih jelas kita bandingkan dengan reduksi faktor kekuatan dengan
komponen struktur lainnya, faktor reduksi kekuatan juga disajikan mengacu
kepada SNI 03-2847-2002 (11.3) sebagai berikut,

Tabel 2.5 Faktor Reduksi Kekuatan


SNI
ACI
Tipe Pembebanan
0.8
0.9
lentur tanpa beban aksial pada beton bertulang
0.8
0.9
arik aksial dengan atau tanpa lentur
0.7

0.75

0.65

0.75

0.75

0.85

Aksial tekan dengan atau tanpa lentur untuk tulangan


spiral
Aksial tekan dengan atau tanpa lentur untuk struktur
beton lainnya ( dalam hal ini termasuk kolom tulangan
persegi)
geser dan torsi

1. Kuat perlu untuk beban mati


U = 1.4 D
SNI (11.2)
2. Kuat perlu untuk beban mati, beban hidup L, beban atap A atau beban Hujan R
U = 1.2 D + 1.6 L + 0.5 ( A atau R) SNI (11.2)
U = 1.4 D + 1.7 L
(ACI-9.1)
3. Apabila beban angin W harus diperhitungkan
U = 1.2 D + 1.0 L 1.6 W + 0.5 ( A atau R) SNI (11.2)
U = 0.75 (1.4 D + 1.7 L + 1.7 W )
(ACI-9.2)
4. Apabila beban hidup L dikosongkan untuk mendapatkan kondisi yang
berbahaya,
U = 0.9 D 1.6 W
SNI (11.2)
U = 0.9 D + 1.6 W (ACI-9.2)
Nilai faktor W dapat dikurangi menjadi 1.3 apabila telah dimasukan faktor
angin.
Setiap pembebanan D, L dan W tidak boleh kurang dari No. 2
5. Ketahan struktur terhadap gempa E
U = 1.2 D + 1.0 L 1.0 E SNI (11.2)
U = 0.75 (1.4 D + 1.7 L + 1.7 E ) (ACI-9.2)
Kapasitas Maksimum Beban Aksial Pada Kolom
Apabila kolom di beri beban aksial konsentrik, regangan longitudinal akan
terjadi akibat beban aksial tersebut baik pada beton ataupun baja tulangan. Hal ini
terjadi karena beton dan baja sudah terikat jadi kesatuan, kondisi diatas dapat
diterangkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.16 Kurva Gaya-Regangan


Tegangan yang terjadi pada kolom terdiri dari tegangan beton dan baja. Dimana
total beban yang terjadi (Po) adalah penjumlahan dari gaya yang terjadi pada
beton dan baja. Pc = fc Ac dan Ps = fy As. Beton akan hancur apabila beban
aksial mencapai beban maksimum, kapasitas maksimum teoritis kolom dapat
menerima beban adalah

Po 0.85 f c' ( Ag Ast ) fy. Ast


Apabila momen yang terjadi sangat kecil atau diabaikan, sehingga kondisi batas
eksentrisitas e lebih kecil dari 0.1 h untuk kolom persegi dan 0.05 h untuk kolom
spiral maka , kuat tekan rencana kolom tidak boleh melebihi dari (SNI.12.3-5),
Untuk kolom sengkang spiral

Pn (max) 0.85 0.85 fc' Ag Ast f y Ast

Untuk kolom sengkang persegi

Pn (max) 0.80 0.85 f c' Ag Ast f y Ast

Apabila faktor reduksi kekuatan beton tekan (SNI 11.3-2) dimasukan kedalam
persamaan kuat tekan rencana diatas, maka persamaan menjadi,
SNI 12.3-5
Untuk kolom sengkang spiral ( =0.7)

Pn (max) 0.85 0.85 f c' Ag Ast f y Ast

Pn (max) 0.85 x0.7 0.85 f c' Ag Ast f y Ast

Pn (max) 0.56 0.85 f c' Ag Ast f y Ast


Untuk kolom sengkang persegi ( =0.65)

Pn (max) 0.80 0.85 f c' Ag Ast f y Ast

Pn (max) 0.80 x0.65 0.85 f c' Ag Ast f y Ast

Pn (max) 0.52 0.85 f c' Ag Ast f y Ast


ACI 10.3.5
Untuk kolom sengkang spiral ( =0.75)

Pn (max) 0.85 0.85 f c' Ag Ast f y Ast

Pn (max) 0.85 x 0.75 0.85 f c' Ag Ast f y Ast

Pn (max) 0.6375 0.85 f c' Ag Ast f y Ast


Untuk kolom sengkang persegi ( =0.7)

Pn (max) 0.8 0.85 fc' Ag Ast f y Ast

Pn (max) 0.8 x0.7 0.85 f c' Ag Ast f y Ast


Pn (max) 0.56 0.85 f c' Ag Ast f y Ast
Persyaratan Peraturan Untuk Kolom.

Persentase tulangan minimum longitudinal tidak boleh kurang dari 1%


dari luas bruto penampang kolom.
Persentase tulangan maksimum longitudinal tidak boleh melebihi 8% dari
luas bruto penampang kolom.
Jumlah minimum tulangan longitudinal yang diizinkan untuk batang
tekan adalah 4 untuk kolom sengkang persegi, 3 untuk sengkang segi tiga dan
6 untuk tulangan sengkang spiral.
Kolom sengkang persegi, diameter sengkang tidak boleh lebih kecil dari
#3 (0.375 in) untuk tulangan longitudinal #10 (1.27 in) atau lebih kecil dan
minimum sengkang #4 (0.5 in) untuk tul longitudinal lebih besar #10. Untuk
satuan SI, tidak boleh kurang dari D10 untuk tul longitudinal D32 atau lebih
kecil dan minimum D13 untuk tul longitudinal lebih besar dari D32. Jarak
sengkang /spasi, tidak boleh melebihi 16 kali diameter longitudinal, 48 kali
diameter sengkang atau dimensi lateral terkecil dari kolom. Jarak tulangan
longitudinal, tidak boleh melebihi dari 6 inch.
Jarak sengkang sprial kolom tidak boleh kurang dari 1 in dan tidak boleh
melebihi dari 3 in. Apabila sambungan diperlukan pada sengkang spiral,
sambungan harus di las, atau dengn lapping tulangan dengan kawat sepanjang
48 kali diameter sengkang atau 12 in.

2.5 Perencanaan Pondasi Telapak Beton


Perencanaan Beban Bekerja
Sebelum analisa mengenai desain pondasi telapak beton, maka perlu
direncanakan beban yang bekerja pada struktur pondasi. Tipe beban yang umum
bekerja pada struktur pondasi telapak (mungkin ada jenis beban lainnya yang
tidak tercantum) adalah sebagai berikut,
1 Beban Mati, yaitu beban vertikal yang berasal dari berat sendiri struktur
permanen dan berat lain non structural dari komponen bangunan yang tidak
berubah posisinya seperti tanki, peralatan dan lain-lain.
2

Beban Hidup, beban yang berasal dari pemakai gedung atau isinya yang
letaknya dapat berubah seperti, beban orang, alat-alat, peralatan tambahan,
bahan yang disimpan dan lain-lain.
Beban Operasi, beban mati dari peralatan ditambah beban cairan dan material
lain (air atau zat kimia lainnya) yangterdapat pada tanki, peralatan-peralatan,
pipa dan lainnya pada saat beroperasi.
Beban Test, beban seperti pada beban operasi tetapi hanya berlangsung pada
saat pengetesan fungsi dari tanki/perlatan.

6
7

Beban Angin, beban yang disebabkan hembusan angin terhadap struktur,


untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran (mengacu ke peraturan UBC,
uniform building code).
Beban Gempa, untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran (mengacu ke
peraturan UBC, uniform building code).
Beban tumbukan/kejut (impact load), beban struktur yang menerima beban
hidup yang menghasilkan beban tumbuk dan kejut, beban jembatan berasal
dari kendaraan.
Beban lainnya, seperti beban hujan, salju, beban jembatan kendaraan, beban
tanah dan lainnya.

Kombinasi Pembebanan Untuk Struktur Beton Dan Pondasi


Kondisi Pembebanan

Kombinasi

Kosong/erection

1.4D
1.2D+1.0L+1.6W

Operasi

1.2(D+O+Th)+1.6(L+I)

Operasi + Angin

1.2(D+O)+1.0L+1.6 W

Operasi + Gempa

1.2(D+O)+1.0L+1.0E

Testing

1.2(D+T)+1.6L

Keterangan Notasi
Beban

Simbol

Beban Mati

Beban Operasi

Beban Testing

Beban Hidup

Beban Angin

Beban Gempa

Beban Impact

Beban Thermal

Th

Tekanan Tanah

Kombinasi Pembebanan Untuk Stabilitas Pondasi


Kondisi Pembebanan
Kosong/erection

Kombinasi
D
D+(W or V)

Operasi

D+O+Th+L+I

Operasi + Angin

D+O+L+W

Operasi + Gempa

D+O+L+V

Testing

D+T+L+0.25W
D+T+L

Stabilitas
Kondisi Stabilitas

Faktor Keamanan

Sliding

1.5 (faktor gesekan antara beton dan tanah diambil


0.5)

Overturning

1.5 untuk pembebanan sementara


2.0 untuk pembebanan permanen

Daya Dukung Tanah Yang Diizinkan


Daya dukung / Tegangan izin yang diperkenankan pada dasar pondasi adalah,
q
qa ult
SF
Q ult adalah tegangan ulitimit yang terjadi
SF adalah safety faktor umumnya berkisar antara 2.5 3.
Tekanan Tanah Dibawah Pondasi
Bila pondasi menerima beban aksial dan juga beban lateral yang mengakibatkan
terjadi momen terhadap dasar pondasi, distribusi tekanan tanah pada dasar

pondasi seperti dijelaskan pada gambar., tekanan tanah dibawah pondasi seperti
pada gambar dapat ditulis pada persamaan dibawah ini,
q

P My

A
I

Dimana :
P adalah beban vertikal, positif pada kondisi tekan
A adalah luas kontak permukaan antara tanah dan pondasi telapak
M adalah momen pada sumbu tengah
I adalah momen inersia dari luas kontak tanah dan pondasi
Y adalah jarak dari sumbu tengah ke titik dimana tegangan dihitung.
Tekanan Tanah (Gross Dan Net)
Tekanan gross tanah adalah tekanan pada tanah dibawah pondasi yang
mempertimbangkan semua beban diatas pondasi termasuk beban vertical struktur
atas yang bekerja pada pondasi ditambah beban timbunan dan pondasi itu sendiri.
Tekanan gross tanah ini tidak boleh melebihi dari tegangan izin qa tanah. Dari
hubungan tekanan gross tanah dan daya dukung izin tanah qa dapat dipilih luas
pondasi dengan persamaan dibawah ini, (beban tidak terfaktor)
D( struktur atas, pondasi, timb & lapsn) L
A
qa
Apabila beban angin diperhitungkan, dan menambah faktor qa 33% (kebanyakan
peraturan menambah 33% qa), maka persamaan menjadi,
A

D ( struktur atas, pondasi , timb & lapsn ) L W


1.33qa

Gambar 2.17 Tekanan Net Tanah


Untuk keperluan perencanaan pondasi telapak (beton dan tulangan), beban yang
bekerja adalah beban terfaktor dari beban mati struktur atas, beban hidup ataupun
gempa tidak termasuk beban timbunan dan berat pondasi. Tekanan ini disebut
tekanan net tanah. Tekanan net tanah diambil yang terbesar dari persamaan
dibawah ini,
1.2 D ( structure) 1.6 L
qnu
A
Atau
qnu

1.2 D ( structure) 1.0 L 1.6W atau 1.0 E


A

Lentur Pada Pondasi


Tekanan net tanah yang bekerja pada dasar pondasi seperti dijelaskan pada gambar
dibawah,

Gambar 2.18 Lebar area tekan f pada pondasi telapak akibat momen Momen
yang bekerja pada pondasi telapak adalah,
f
M u qnu bf
2
Tulangan lentur pada pondasi telapak tidak boleh kurang dari 0.0018 b h, dan
jarak tulangan pondasi telapak tidak boleh melebihi dari nilai terkecil diantara 3 x
tebal pondasi telapak atau 50 cm.
Geser
Geser Satu Arah (One Way Shear)
Pondasi telapak dapat mengalami kegagalan akibat dari geser satu arah atau dua
arah (punching shear), geser pada pondasi telapak seperti desain pada balok yang
sangat lebar, desain geser harus memenuhi,

Vu Vc Vs

Nilai diambil adalah 0.75, dimana Vu adalah gaya geser terfaktor yang bekerja
dan Vc adalah kemampunan nominal beton dalam menahan gaya geser dan Vs
adalah kuat geser yang disumbangan oleh tulangan.
Vc

1
6

f c' bw d

Tulangan sengkang wap pada pondasi telapak adalah sangat jarang terjadi,
sehingga Vs = 0, penentuan tinggi telapak pondasi dapat dihitung dari persamaan
diatas yaitu,

6Vu

f c' b

Vu1 adalah geser total pada daerah arsiran geser satu arah. Dan Vu adalah qnu
dikalikan dengan luas arsiran pada telapak pondasi untuk geser satu arah.
Jalur retak pada telapak pondasi seperti dijelaskan pada gambar dibawah, jalur
retak akan bertemu dasar pondasi sejauh d dari muka kolom, oleh sebab itu,
daerah kritis untuk geser satu arah akan berada sejauh d dari muka kolom seperti
diterangkan pada gambar dibawah.

Gambar 2.19 Daerah geser untuk geser satu dan dua arah
Geser Dua Arah (Two Way Shear)
Penelitian menunjukan bahwa bagian kritis akibat geser adalah terletak pada
muka kolom, untuk penyederhanaan dalam mendesain, keliling kritis geser pada

geser dua arah ditentukan terletak pada d/2 dari muka kolom seperti dijelaskan
gambar 2.19.

bo 2 c1 d 2 c2 d
Beban geser maksimum Vu tidak boleh melebihi Vc seperti persamaan dibawah
ini,
Vu Vc
Nilai Vc diambil yang terkecil dari persamaan Vc berikut,
Vc (1

2
)
c

f c' bo d
6

adalah ratio sisi panjang dan pendek dari kolom c1/c2


sd
2
o

Vc

f c' bo d
12

adalah 40 untuk kolom dipusat pondasi, 30 untuk kolom dipinggir pondasi dan
20 untuk kolom di ujung pondasi.
1
Vc
f c' bo d
3
Dari persamaan Vc diatas, maka nilai d pada pondasi telapak untuk geser dua
arah dapat ditentukan dengan nilai terbesar dari,
12Vu
d
d
s 2 f c' bo
bo

6Vu

2
1
c

f c' bo

3Vu

f c' bo

Penyaluran Beban Kolom Ke Pondasi


Maksimum kuat tumpu pada beton pondasi adalah :

0.85 f c' A1

A2
A1

Tetapi tidak boleh melebihi dari (1.7fcA1), dimana A1 adalah luas kontak
permukaan dan A2 adalah luas dari dasar yang lebih bawah dari piramida tegak
lurus atau konus yang terbentuk dengan menarik garis dari daerah tumpu dengan
sudut kemiringan 1 vertikal berbanding 2 horizontal sampai pertemuan pinggir
atau ujung pondasi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.20.

Gambar 2.20 Luas A1 dan A2

2.6 Perencanaan Tulangan Lentur


Jika balok dibebani secara bertahap mulai dari beban yang ringan sampai
qu sebagai beban batas, penampang balok mengalami keadaan lentur. Proses
peningkatan beban berakibat terjadinya korosi tegangan dan regangan yang
berbeda pada tahapan pembebanan.

Gambar 2.21 Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Beton


Desain tulangan lentur ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan besar
tulangan yang optimal dalam menahan gaya lentur. Sifat tulangan terlebih dahulu
mencapai titik leleh sebelum kehancuran beton inilah yang dikehendaki dalam
desain dan disebut perencanaan tulangan lemah penampang. Sebaliknya
perencanaan tulang kuat didefinisikan bila terlebih dahulu beton mencapai
tegangan batas sebelum terjadinya kelelehan baja tulangan. Desain dengan
tulangan yang kuat sedapat mungkin dihindari dalam perencanaan, karena akan
terjadi keruntuhan secara mendadak yang sifatnya destruktif dan berakibat fatal
bagi pengguna.
Analisis penulangan lentur balok ini dimaksudkan untuk menyediakan
sejumlah tulangan baja agar mampu menahan dua hal utama yang dialami oleh
balok yaitu kondisi tekan dan tarik. Penyebab kondisi tersebut antara lain dikarenakan adanya pengaruh lentur ataupun gaya lateral. Mengingat gaya tarik
beton kira-kira 10% dari kuat tekannya, bahkan dalam problema lentur sering
kuat tarik ini tidak diperhitungkan, sehingga timbul usaha untuk memasang baja
tulangan pada bagian tarik guna mengatasi kelemahan beton tersebut (Wahyudi
dan Rahim, 1997) .
0,85.f c
1) Balok persegi dengan tulangan tunggal.
a. Analisis
c = 0,003
h

cc

d-.a

sumbu netral

ds

.a

bd

Ts

s = y =fy/Es

sumbu balok

penampang melintang

Tegangan
Regangan

Gambar 2.22 Penampang diagram regangan tegangan tulangan tunggal


Dalam keadaan seimbang gaya tekan beton (Cc) = gaya tarik tulangan
baja (Cs) serta dengan anggapan tulangan baja telah mengalami keluluhan
(fs = fy), maka berlaku kondisi sebagai berikut :
Cc = Ts
Cc = 0,85 . fc . a . b
Ts = As . f s = As . f y
a = 1 . c ; 1 = 0,85 f c 30 MPa
Mn = Ts (d a) = Cc (d a)
Mr = . Mn Mu

b. Perancangan
Dari data di lapangan dimensi balok (b, h), mutu baja (fy) dan mutu
beton (f c) sudah diketahui, maka yang dicari adalah dimensi dan jumlah
tulangan yang diperlukan, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Menentukan kuat lentur balok (Mu,b) yang diambil dari nilai terbesar dari
kombinasi pembebanan dan faktor keamanan berikut ini:
Mu,b = 1,2 MD,b + 1,6 ML,b
Mu,b = 1,05 (MD,b + MLr,b ME,b)
Mu,b = 0,9 (MD,b ME,b)

2)Penentuan rasio tulangan () terdapat tiga cara menurut Wang dan Salmon
(1993) : menggunakan grafik hubungan koefisien perlawanan (Rn) dan rasio
tulangan (), perbandingan pendekatan Rn, serta dengan rumus empiris
(hampir eksak). Dengan rumus empiris adalah sebagai berikut :
Rn = Mn (b . d2) = Mu ( . b . d2)
m = fy (0,85 . f c)

2 . m . Rn
1
1 1

m
fy

3)Pengecekan nilai rasio tulangan () dengan batasan yang ada :


1,4
0,85 . f ' c . 1
600
0,75 . b 0,75

fy
fy
600 fy
min maks

4)Menghitung dan pemilihan luas tulangan baja yang diperlukan (As) :


As = . b . d

Syarat dari luas tulangan yang dipakai :


a) 1,4. bw . d fy
b) As 0,5 . As

As 7 . bw . d fy

5)Kontrol tulangan baja leleh atau belum :


Cc = Ts 0,85 . f c . a . b = As . f y

As . fy
0,85 . f ' c .b

a = c 1 c = a . 1 c = a 0,85
dc
fs
s
0,003
tulangan baja leleh ( fs fy )
c
Es

dc
fs
0,003
tulangan baja belum leleh ( fs s . Es )
c
Es

6)Kontrol kekuatan penampang yang ada :


Mn = Ts (d .a) = Cc (d .a)
Mr = . Mn Mu atau Mn Mu
Mkap, b = O . Mnak, b

; O = 1,25 untuk fy 400 MPa

Pada sisi muka join Mkap+ 0,5 . Mkap


Di sembarang penampang dari komponen struktur Mkap+ 0,25 . Mkap, maks
2) Balok
persegi dengan tulangan rangkap
b
s
c

As
cc

As1
s = y =fy/Es

T1

d d

d - a

d h

As2

T2

kopel momen baja-baja kopel momen beton-baja

regangan

ds

cs

sb. balok

a. Analisis

0,85.f c

sb netral

c = 0,003

penampang melintang

dan gaya-gaya dalam pada tulangan rangkap

Gambar 2.23 Penampang balok, diagram regangan, tegangan

Dalam keadaan setimbang dan menganggap tulangan mengalami luluh


berlaku ketentuan sebagai berikut :
T1 = Cc As1 . fy = 0,85 . f c . a . b
As1 = As As2 = As As
Mn1 = As1 . fy (d -.a) = (As As) . fy (d - .a)
As = As2 = As As1
T2 = Cs = As2 . f y
Mn2 = As2 . f y (d d)
Mn = Mn1 + Mn2 = (As As) . f y (d .a) + As . f y (d d)

As 1 . fy
( As As' ) . fy

0,85 . f ' c . b 0,85 . f ' c . b


; tulangan tarik/tekan luluh (SY)

S = (c-d)/c . 0,003, dan Y = fy/Es

Bila tulangan tekan belum luluh (S Y) fs= (c-d)/c . Es . 0,003,


maka nilai a dapat dicari dengan persamaan kuadrat nilai c
Cc + Cs Ts = 0
{0,85.f c.b. 1.c + 0,003.(c-d)/c.Es.As As.fy = 0} . c
(0,85.f c.b. 1).c2 + (0,003.Es.As- As.fy)c d.(0,003).Es.As = 0
a = 1 . c
Mn = 0,85.f c.a.b.(d - a) + As . f s.(d d)
Mr = . Mn Mu

b. Perancangan
Langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan dimensi dan jumlah
tulangan adalah :
1). Menetapkan kekuatan maksimum untuk penampang bertulangan tunggal :

cb

c
d
c y

cb maks = 0,75 . cb ab maks = 1 . cb maks = 0,85 . cb maks


Ts maks = Cc maks = 0,85 . f c . ab maks . b
Mn1 = Cc maks . (d ab maks/2)
Jika Mu Mn1/ balok berupa tulangan tunggal, dan
Jika Mu Mn1/ balok beupa tulangan rangkap
2). Menetapkan tulangan tekan dan menjaga agar cb maks = 0,75 . cb :
Mu
Mn2
Mn1

Cs

S '

Mn2
d d '

c d'
0,003
c

Jika S y tulangan tekan luluh dan fs = fy


Jika S y tulangan tekan luluh dan fs = S . Es
3). Menetapkan luas tulangan perlu :
As

As '

Cc maks Cs
fy
Cs
fs'

4). Kontrol luas tulangan yang disyaratkan :


a) 1,4 . bw . d fy As 7 . bw . d fy
b)As 0,5 . As
5). Kontrol kekuatan penampang :
Mkap, b = o . Mnak, b;

O = 1,25 untuk fy 400 MPa

Pada sisi muka join Mkap+ 0,5 . Mkap


Di sembarang penampang dari komponen struktur Mkap+ 0,25 . Mkap, maks

2.7 Perencanaan Tulangan Geser


a. Analisis
bentang geser
(bagian bentang yang terjadi geser tinggi)

retak geser

50mm

Gambar 2.24 Kerusakan tipikal akibat tarik diagonal


Analisis penulangan geser balok ini dimaksudkan untuk menyediakan
sejumlah tulangan baja agar mampu menahan gaya tarik arah tegak lurus terhadap retak tarik diagonal yang akhirnya dapat mencegah terjadinya bukaan
retak lebih lanjut (Dipohusodo, 1994), menambah integritas beton pada
daerah tekan dan menambah daktilitas balok dengan cara mencegah
menjalarnya retak-retak miring sehingga memberikan peringatan awal dalam
hal terjadinya keruntuhan (Winter dan Nilson, 1993) serta mengikat tulangan
50mm
memanjang agar tetap ditempatnya sehingga dapat meningkatkan kapasitas
pasaknya. Dasar perhitungan tulangan geser balok sebagai berikut:
> 2.h
L

Vn = Vs + Vc

2.h

Vu . Vn ; = 0,6
2.h

ln

Vu 0,6 (Vs + Vc)

Vc = 1/6 . f c . bw . d
Vs = (Vu - . Vc) = Vu - Vc
Vs = Av . fy . d s

(tulangan geser sumbu aksial struktur)

s perlu = Av . fy . d Vs ; nilai Av dapat ditentukan dahulu (= D10)


Gambar 2.15 Penampang susunan tulangan geser pada balok
b. Perancangan

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan dimensi dan jarak


tulangan geser (Kusuma, 1993) adalah :

1). Menentukan gaya geser perlu balok (Vu, b) :


Mkap, b = o . Mnak, b

Vu , b 0,7 .

o = 1,25 untuk fy 400 Mpa.

M kap M'kap
1,05 . Vg
ln

4 ,0

Vu , b 1,05 . VD , b VL , b
. VE , b
K

2). Menentukan gaya geser beton (Vc) :


Vc = 1/6 . f c . bw . d

; = 0,6

Vu . .Vc
. .Vc

; tidak perlu tulangan geser

Vu .Vc

; tulangan geser minimum

.Vc Vu ( .Vc+2/3.f c.bw.d)

tulangan

geser sebesar Vs
Vu

( .Vc+2/3.f c.b .d)


w

; dimensi balok diperbesar

3). Menentukan jarak tulangan geser pada daerah sendi plastis ( 2 hb dari
join balok - kolom) :
Vc = 0
Vs = Vu - Vc
Vs 2/3 . f c . bw . d
s = Av . fy . d Vs
Dengan spasi maksimum sebagai berikut :
s d 4

; d = jarak tulangan ke serat tekan balok

s 8 . db

; db = diameter tulangan balok terkecil

s 24 . ds ; ds = diameter tulangan geser

1600 . fy l . As l
As a As b . fy
; Asl : luas satu kaki tulangan geser

s 200 mm

; Asa,b : luas tulangan longitudinal atas, bawah

Setelah didapat jarak tulangan geser kemudian dikontrol dengan :


a) Kontrol luas tulangan :

Av Av min

b.s
3 . fy

b) Kontrol kekuatan gaya geser :

Vs

n . Av . fy . d
Vu r Vs Vc . Vu
s

4). Menentukan jarak tulangan geser pada daerah diluar sendi plastis ( 2 hb
dari join balok - kolom) :
Vc = 1/6 . f c . bw . d
Vs = Vu - Vc
s = Av . fy . d Vs
Dengan spasi maksimum sebagai berikut :
s d 2

; d = jarak tulangan ke serat tekan balok

s 600 mm
Bila Vs 1/3 . f c . bw . d maka jarak spasi maksimum adalah :
s d 4

; d = jarak tulangan ke serat tekan balok

s 300 mm
Hasil tulangan yang dipilih dikontrol sebagaimana tulangan di daerah sendi
plastis.
Catatan :
Bila balok mempunyai momen torsi terfaktor Tu = .1/24.f c.(X2.Y), maka nilai Vc
memakai persamaan berikut :

Vc

( f ' c / 6) . bw . d

1 2,5 . Ct . Tu

Vu

;Ct

bw . d
X 2 .Y
(3.E.75)

2.8 Perencanaan Panjang Penyaluran


SNI Pasal 23.3.2.1
Sedikitnya harus ada 2 layer baja tulangan yang dibuat kontinu, di bagian atas
dan bagian bawah penampang.
Dalam kasus desain ini sudah terpenuhi karena tulangan longitunal
terpasang yaitu 5D14, yang dipasang baik disisi atas maupun sisi bawah
penampang.
Momen di tengah bentang dapat berupa momen positif (tekan) atau momen
negatif (tarik) yang relatif kecil. Karena tulangan yang disediakan di tengah
bentang pada dasarnya ditentukan oleh syarat detailing, maka SNI Pasal
14.15.2 mengizinkan Class A Lapslipce, untuk penyambungannya dengan
panjang penyaluran Id, dimana Id = 48d b (berdasarkan Tabel 11 Pasal 14.2.2
untuk kasus tulangan atas.
Berdasarkan SNI Pasal 23.5.4.2 nilai panjang penyaluran ini tidak boleh
kurang dari panjang penyaluran tulangan berkait yang dihitung berdasarkan
Persamaan 126 (Pasal 23.5.4.1), yaitu = 47,5 db OK!!
Dalam perhitungan ini baja tulangan yang harus disalurkan adalah baja
tulangan D14.
Id = 48 db = 48 (14) = 672 mm
SNI Pasal 23.3.2.3
Baja tulangan yang disalurkan harus diikat dengan hoops yang dipasang dengan
spasi maksimum yaitu yang terkecil antara d/4 dan 100 mm.
d/4
= (500 mm 57 mm)/4 = 110,75 mm
Jadi, spasi hoops di daerah penyambungan tulangan = 100 mm.

Anda mungkin juga menyukai