Kelainan jantung yang terjadi akibat demam rematik (DR), atau kelainan karditis
reumatik (Taranta A. dan Markowits, 1981).
Penyakit Jantung Rematik adalah kelainan jantung akut atau kronis yang terjadi karena
hasil dari demam rematik. Biasanya menyerang pada bagian katup dan dapat mengarah
kepada kelainan pada katup jantung yaitu penyempitan atau kerusakan pada katup secara
permanen. Khasnya, kerusakan terjadi pada katup mitral, katup aorta, atau keduanya.
Menurut WHO tahun 2001, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat jantung akibat
karditis rematik. Menurut Afif. A (2008), PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya
gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan terjadinya cacat katup
jantung.
Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari DR, yang merupakan suatu
kondisi yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A
pada saluran nafas bagian atas (Underwood J.C.E, 2000).
Dari sebuah jurnal mengatakan bahawa DR dan atau PJR eksaserbasi akut adalah suatu
sindroma klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada
tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor
yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum
(Meador R.J. et al, 2009).
1.2.
Etiologi
-
Faktor resiko
Faktor-faktor pada individu
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak lakilaki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis
kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya penyakit
jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 35 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.
Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak
usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus
adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi
yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang
menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk
perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
1.3.
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-Streptococcus
hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak
jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik
sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar
getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari
1
dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi
saluran napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang
biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung
reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali
korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik
demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan
dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor)
demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan
gejala. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung,
gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita
demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami
reaktivasi penyakitnya.
Menurut Jenis Penyakit
Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa anak-anak
dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup,
sehingga daun katup tidak dapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral yang
tidak sempurna menyebabkan terjadinya regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri
selama fase sistol. Pada kelainan ringan tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume
maupun kerja jantung kiri tidak bertambah secara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa
insufisiensi mitral merupakan klasifikasi ringan, karena tidak terdapat kardiomegali yang
merupakan salah satu gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama
tergantung pada keparahannya. Pada penyakit ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan
ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi
kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.
Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh PJR.
Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral (tidak dapat
menutup sempurna) juga dapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapat membuka
sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah, sehingga terjadi
hipertrofi ventrikel kanan yang dapat menyebabkan gagal jantung kanan. Dengan terjadinya
gagal jantung kanan, stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang berat
PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus ini
terdapat penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aorta dapat disebabkan oleh
dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan ini dapat terjadi sejak awal perjalanan
penyakit akibat perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses radang rematik pada katup
aorta. Insufisiensi aorta ringan bersifat asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga
bisa dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki
insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai
klasifikasi PJR yang sedang. Hal ini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan
insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadi klasifikasi berat, karena dapat
menyebabkan gagal jantung.
Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi
obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler. Gejala-gejala stenosis aorta
akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut termasuk gagal jantung dan
kematian mendadak. Pemeriksaan fisik pada stenosis aorta yang berat didapatkan tekanan
nadi menyempit dan lonjakan denyut arteri melambat.
1.4.
Demam rematik adalah akhir inflamasi, komplikasi non supuratif faringitis yang
disebabkan oleh kelompok A- beta hemolitik streptokokus. hasil Demam rematik dari respon
imun humoral dan seluler dimediasi terjadi 1-3 minggu setelah timbulnya faringitis
streptokokus. Protein streptokokus menampilkan mimikri molekuler diakui oleh sistem
kekebalan tubuh, terutama bakteri M-protein dan antigen jantung manusia seperti myosin dan
katup endothelium. Antibodi Antimyosin mengakui laminin, sebuah protein melingkar
ekstraseluler matriks alpha-helix, yang merupakan bagian dari struktur membran katup
basement.
Katup yang paling terpengaruh oleh demam rematik, dalam rangka, adalah mitral,
aorta, trikuspid, dan katup paru. Dalam kebanyakan kasus, katup mitral terlibat dengan 1 atau
lebih dari yang lain 3. Pada penyakit akut, bentuk trombus kecil sepanjang garis penutupan
katup. Pada penyakit kronis, ada penebalan dan fibrosis katup mengakibatkan stenosis, atau
kurang umum, regurgitasi.
T-sel yang responsif terhadap streptokokus M-protein menyusup katup melalui
endotelium katup, diaktifkan oleh mengikat karbohidrat antistreptococcal dengan rilis atau
tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin. Keterlibatan akut jantung di rematik demam
menimbulkan pancarditis, dengan peradangan miokardium, perikardium, dan endocardium.
Karditis terjadi pada sekitar 40-50% dari pasien serangan pertama; . Namun, tingkat
keparahan karditis akut telah dipertanyakan. Perikarditis terjadi pada 5-10% pasien dengan
demam rematik; miokarditis terisolasi jarang.
1.5.
DR/PJR yang kita kenal merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan kemudian menjadi
suatu penyakit DR/PJR. Adapun gejala-gejala itu adalah:
Artritis
Artritis adalah gejala major yang sering ditemukan pada demam rematik akut. Sendi yang
dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendi besar seperti lutut,
pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku, dan bahu. Munculnya tiba-tiba dengan rasa
nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan
menghilang secara perlahan-lahan.
Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat sembuh
sempurna. Proses migrasi arthritis ini membutuhkan 3-6 minggu. Sendi-sendi kecil jari
tangan dan kaki juga dapat dikenai. Pengobatan dengan aspirin dapat merupakan diagnosis
terpetik. Bila artritis tidak membaik dalam 24-72 jam maka diagnosis akan diragukan.
Karditis
Insiden karditis 40-50% atau berlanjut ke gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung.
Kadang-kadang karditis asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Endokarditis
terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitrallah yang terbanyak dikenai dan dapat
bersamaan dengan katup aorta. Katop aorta sendiri jarang dikenai. Adanya regrugitasi mitral
ditemukan dengan bising sistolik yang menjalar ke axilla, dan kadang-kang juga disertai
bising diastolic. Dengan EKG dua dimensi dapat mengevaluasi kelainan anatomi jantung
sedangkan dengan Dopper dapat menentukan fungsi jantung. Miokarditis dapat bersamaan
dengan endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal jantung. Perikarditis tidak
berdiri sendiri, biasanya pankarditis.
Chorea
Didapatkan 10% dari kasus demam rematik. Dapat berupa manifestasi klinis sendiri atau
bersama dengan kardits. Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan
atau lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan umur 8-12 tahun. Dan gejala ini muncul
selama 3-4 bulan. Dapat juga ditemukan pada anak ini suatu emosi yang labil dimana anak ini
suka menyendiri dan kurang perhatian terhadap lingkunganya sendiri. Gerakan-gerakan tanpa
disadari akan ditemukan pada kasus ini dan anggota gerak tubuh ini biasanya unilateral dan
menghilang saat tidur.
Eritema marginatum
Nodul subkutanius
Besarnya kira-kira 0,5-2 cm, bundar, terbatas, dan tidak nyeri tekan. Demam pada demam
rematik tidak khas, dan jarang menjadi keluhan utama pada pasien.
1.6.
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut nadi,berat
badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui
kondisi umum dari pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang
parah seperti insufisiensi mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispneadan
mungkin juga terjadi denyut nadi yang cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah
yang masuk ke aorta. Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada
penyakit jantung rematik dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga
merupakan suatu pertanda penting untuk membedakan suatu penyakit jantung bawaan
maupun didapat. Sebagian besar penyakit jantung bawaan akan menunjukkan keterlambatan
tumbuh kembang dari anak terserbut.
2. inspeksi
- Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dindingdada
Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas,pernapasan cuping
hidung,sianosis,pembengkakan pada sendi,melihat apakah denyut jantung terlihat di
permukaan kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung,sianosis merupakan pertanada
adanya gejala dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi
merupakan salah satu kriteria major jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk
mendiagnosis penyakit jantung rematik. Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi
karena beberapa sebab, mungkin terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau
anak tersebut sangat kurus.
3. Palpasi
-Meraba denyut jantung
Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh
demam rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan,
nodul subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan
palpasi yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan
membesar apabila terjadi gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut
dari penyakit jantung rematik.
4. Perkusi
- Mengetahui batas-batas jantung
Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada
penderita kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.
5. auskultasi
-Mendengarkan bunyi-bunyi jantung
Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung.
Pada penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan
akibat dari insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan
8
oleh insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan
suara jantung ketiga yang disebabkan keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan
dari katup-katup jantung. Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta
yang disebabkan oleh insufisiensi dari katup mitral
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Kultur tenggorokan
Temuan kultur tenggorokan untuk Streptococcus hemolitic grup A biasanya
negatif dengan gejala saat demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul.
Upaya harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi
antibiotik untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dari faringitis streptokokus.
b. Rapid antigen detection test
Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen Streptococcus hemolitic grup A dan
memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi antibiotik.
Karena tes deteksi antigen cepat memiliki spesifisitas lebih dari 95 % tetapi
sensitivitas hanya 60-90 %, kultur tenggorokan harus diperoleh dalam
hubungannya dengan tes ini.
c. Antibodi Antistreptococcal
Gambaran klinis demam rematik dimulai pada saat kadar antibodi
antistreptococcal berada di puncak demam. Dengan demikian, tes antibodi
antistreptococcal berguna untuk mengkonfirmasikan Streptococcus hemolitic
grup A. Tingkat tinggi dari antibodi antistreptococcal berguna, terutama pada
pasien yang hadir dengan chorea sebagai satu-satunya kriteria diagnostik.
Sensitivitas untuk infeksi baru-baru ini dapat ditingkatkan dengan menguji
beberapa antibodi. Titer antibodi harus diperiksa pada interval 2 minggu untuk
mendeteksi titer meningkat.
Antibodi antistreptococcal ekstraseluler yang paling umum diuji meliputi
antistreptolysin titer O (ASTO), antideoxyribonuclease (DNAse) B,
antihyaluronidase, antistreptokinase, esterase antistreptococcal, dan anti-DNA.
Tes antibodi untuk komponen seluler Streptococcus hemolitic grup A termasuk
polisakarida antistreptococcal, antibodi asam antiteichoic, dan protein antibodi
anti-M.
Ketika puncak titer antistreptolysin O (2-3 minggu setelah timbulnya demam
rematik), sensitivitas tes ini adalah 80-85 %. Anti-DNAse B memiliki sensitivitas
yang sedikit lebih tinggi (90 %) untuk mendeteksi demam rematik atau
glomerulonefritis akut. Hasil Antihyaluronidase sering abnormal pada pasien
demam rematik dengan tingkat titer O antistreptolysin normal dan akan naik lebih
awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer O antistreptolysin selama
demam rematik.
d. Fase akut reaktan
Protein dan laju endap C-reaktif meningkat pada demam rematik karena sifat
inflamasi dari penyakit. Kedua tes memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi
spesifisitas rendah untuk demam rematik. Mereka dapat digunakan untuk
memantau resolusi peradangan, mendeteksi kekambuhan saat mengonsumsi
aspirin, atau mengidentifikasi kekambuhan penyakit.
e. Antibodi reaktif jantung
Tropomyosin meningkat pada demam rematik akut.
f. Uji deteksi cepat untuk D8/17
9
b. Dopplerechocardiogram
Dalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-echokardiografi mengidentifikasi
dan menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Dengan karditis ringan,
regurgitasi mitral dapat hadir selama penyakit fase akut tetapi sembuh dalam
beberapa minggu atau bulan. Sebaliknya, pasien dengan karditis sedang hingga
parah memiliki mitral persisten dan/atau regurgitasi aorta.
Fitur echocardiographic yang paling penting dari regurgitasi mitral dari valvulitis
rematik akut adalah dilatasi annulus, pemanjangan korda ke anterior leaflet, dan
regurgitasi mitral mengarah ke posterolateral.
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering melebar. Dengan demikian,
beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis),
disfungsi miokard (dari miokarditis), adalah penyebab dominan gagal jantung
pada demam rematik akut.
Pada penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk
melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu
untuk intervensi bedah. Cuspis dari katup yang terkena menjadi difus menebal,
dengan fusi komisura dan korda tendinea. Peningkatan echodensity katup mitral
dapat menandakan kalsifikasi.
10
Gambar
3.
Sistolik
Insufisiensi
http://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720
Mitral
Gambar
4.
Diastolik
Aortahttp://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720
Insufisiensi
Pada penyakit jantung rematik akut, prosedur ini tidak diindikasikan. Pada
penyakit kronis, kateterisasi jantung telah dilakukan untuk mengevaluasi penyakit
katup mitral dan aorta.
Gejala postkaterisasi termasuk perdarahan, nyeri, mual dan muntah, dan obstruksi
arteri atau vena dari trombosis atau spasme. Komplikasi mungkin termasuk
insufisiensi mitral setelah dilatasi balon katup mitral, takiaritmia, bradiaritmia, dan
oklusi pembuluh darah.
d. EKG
Pada EKG, takikardia sinus paling sering menyertai penyakit jantung rematik
akut. Tidak ada korelasi antara bradikardi dan tingkat keparahan karditis.
Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR) diamati
pada beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin
terkait dengan peradangan miokard lokal yang melibatkan AV node atau vaskulitis
yang melibatkan arteri nodal AV. Blok AV tingkat pertama adalah penemuan yang
spesifik dan tidak boleh digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis penyakit
jantung rematik. Keberadaannya tidak berkorelasi dengan perkembangan penyakit
jantung rematik kronis.
Tingkat dua (intermittent) dan tingkat tiga (lengkap) AV blok dengan
perkembangan ventrikel berhenti telah dijelaskan. Blok jantung dalam pengaturan
demam rematik, bagaimanapun, biasanya sembuh dengan sisa proses penyakit.
Ketika demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST
dapat hadir dan kebanyakan pada lead II, III, aVF, dan V4-V6.
3. Pemeriksaan histology
Badan Aschoff (titik perivaskular kolagen eosinophilic dikelilingi oleh
limfosit, sel plasma, dan makrofag) ditemukan dalam perikardium, daerah
perivaskular miokardium, dan endokardium. Badan Aschoff memiliki gambaran
granulomatous dengan titik fibrinoid dan akhirnya digantikan oleh nodul jaringan
parut. Sel-sel makrofag Anitschkow yang padan dalam badan Aschoff.
Dalam perikardium, eksudat fibrin dan serofibrinous dapat menghasilkan penampilan
"roti dan mentega" perikarditis.
12
1.7.
Appendisitis
Usus buntu adalah akhir dari struktur tubular dari sekum. Apendisitis
merupakan hasil dari peradangan akut usus buntu dengan gejala sakit perut yang hebat
seperti yang dialami pada penyakit jantung koroner. Pada penyakit jantung rematik
terjadi peradangan mikrovaskuler mesenterika akut sedangkan pada appendicitis
peradangan pada appendix.
Dilatasi kardiomiopati
Penyakit progresif otot jantung yang ditandai dengan pembesaran ruang
ventrikel dan disfungsi kontraktil dengan penebalan dinding ventrikel kiri (LV).
Ventrikel kanan juga dapat melebar dan disfungsional. Dilatasi Cardiomyopathy
adalah penyebab paling umum ketiga gagal jantung dan alasan yang paling sering
untuk transplantasi jantung. Gejala yang sering timbul yaitu kelelahan, Dyspnea saat
aktivitas, sesak napas, Ortopnea hampir sama dengan penyakit jantung rematik.
Coccidioidomycosis
Disebabkan oleh Coccidioides immitis, jamur asli tanah di San Joaquin Valley
of California, dan dengan C.posadasii. Gejala yang timbul seperti demam, batuk,
nyeri dada, sesak napas, eritema.
Kawasaki disease
Penyakit Kawasaki (KD) adalah sindrom vaskulitis demam akut anak usia
dini, meskipun memiliki prognosis yang baik dengan pengobatan, dapat menyebabkan
kematian karena adanya aneurisma arteri koroner (CAA) dalam persentase pasien
yang sangat kecil. Gejalanya berupa miokarditis dan perikarditis, sama dengan
penyakit jantung rematik. Namun penyakit jantung rematik tidak diderita anak usia
dini seperti kawasaki disease.
Arthritis Rheumatoid
13
Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada artritis
reumatoid, biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris,tidak
bermigrasi, kurang berespon terhadap preparat salisil dibandingkan dengan artritis
pada DR. Apabila sakit bertahan lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi salisil +
reumatoid faktor (+) diagnosis ke arah artritis reumatoid.
Sickel cell Anemia/ leukemia
Terjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang signifikan (<
7 g/dL). Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Peradangan pada metatarsal
dan metakarpal. Splenomegali. Pada perjalanan yang kronis - kardiomegali.
Diperlukan pemeriksaan pada sumsum tulang.
Artritis et causa infeksi
Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.
Karditis et causa virus
Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapatmenyebabkan
miokarditis dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung.
Kardiomegali - bising sistolik (MI). Tidak terdapat murmur.Perikarditis akibat virus
harus dibedakan dengan DR karena pada virusdisertai dengan valvulitis.
Keadaan mirip chorea :
o Multiple tics: merupakan kebiasaan, berupa gerakan-gerakan repetitif.
o Cerbral
palsy:
gerakannya
lebih
pelan
dan
lebih
ritmik.
Anamnesa:kelumpuhan motorik yang sudah dapat terlihat semenjak awal
bulan.Keterlambatan perkembangan.
o Post ensefalitis: perlu pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yangbermacammacam. Gejala klinis berupa: kaku kuduk, letargi, sakit kepala,muntahmuntah, photofobia, gangguan bicara, kejang, dll.
Kelainan kongenital
Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikelseptum
defect) dan ASD (atrium septum defect).
Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bisingpansistolik
murmur dengan punctum maksimum disela iga III-IVparasternal kiri.
1.8.
Antibiotik
a. Penicillin VK
Farmakodinamik : menghambat biosintesis dinding sel mucopeptida.
Bactericidal melawan organisme sensitif apabila konsentrasinya terpenuhi
dan sangat efektif selama fase multiplikasi aktif. Konsentrasi inadekuat
hanya mengakibatkan efek bakteriostatik.
Farmakokinetik : dikonsumsi pada saat perut kosong. Mengalami
metabolime hepatic. Dieksresi di urin.
Kontraindikasi : Alergi penisilin, cephalosporin atau imipenem.
Efek samping : diare, nausea, oral candidiasis, muntah, anemia.
b. Penicillin G benzathine/pencilline G procaine
Farmakodinamik : mengganggu sintesis dinding sel mucopeptide pada
fase multiplikasi aktif, bersifat bactericidal.
Farmakokinetik : Metabolisme 30% di hati.
Efek Samping : Urtikaria, serum sickness like, skin rashes.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
c. Erythromysin
Farmakodinamik : menghambat pertumbuhan bakteri dengan memblok
disosiasi peptidyl tRNA dari ribosom.
Farmakokinetik : ekskresi di feses, urin. Melewati plasenta dan air susu.
Efek Samping : Pusing, nausea, diare, rash, muntah, pruritus.
Kontraindikasi : Hepatitis, hipersensitivitas, gangguan hati.
Agen Anti-inflamasi
a. Aspirin
15
PJR merupakan kerusakan permanen pada jantung akibat dari inflamasi pada demam.
Paling sering menyerang pada katup mitral jantung, namun katup lain juga dapat terkena.
Kerusakan pada jantung dapat menyebabkan:
Stenosis Katup. Menyempitkan rongga jantung, menyebabkan berkurangnya aliran darah.
Regurgitasi Jantung. Kondisi ini terjadi kebocoran pada katup, yang menyebabkan aliran
darah yang abnormal tidak sesuai dengan yang semestinya.
Kerusakan pada otot jantung (miokardium) Inflamasi yang berhubungan dengan demam
rematik dapat memperlemah otot jantung, menyebabkan fungsi pompa menjadi berkurang.
Kerusakan pada katup atau jaringan jantung lainnya dapat menyebabkan keadaan seperti :
Atrial fibrillation, denyut irregular dan kacau pada atrium
Gagal Jantung, ketidak mampuan jantung untuk memompakan darah yang cukup ke seluruh
tubuh
Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang dari penggantian katup termasuk :
- Struktural valve kerusakan (ini hanya menjadi perhatian bagi biologis
dan katup bioprosthetic dan kerusakan adalah waktu tergantung);
- Trombosis katup (0,01-0,5% per tahun);
- Tromboemboli (2-5% per tahun);
- Endokarditis prostetik (0,2-1,2% per tahun);
17
Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus diatasi. Prognosis sangat baik
bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun
perjalanan penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organic katup tidak menghilang.
Prognosis akan memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata DR akut dan payah
jantung akan sembuh 30% pada tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Penyembuhan akan
bertambah bila pencegahan sekunder dilakuka secara baik. Stenosis mitral tergantung pada
beratnya karditis, sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama mempengaruhi
angka kematian.
18
1.11.
Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik masih merupakan masalah penting bagi
negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, India, negara-negara Afrika,
bahkan di beberapa bagian benua Amerika. Hanya di beberapa negeri saja demam reumatik
sudah sangat sedikit ditemukan, seperti di negara-negara Skandinavia.
Di negara
Artritis
Karditis
Korea
Eritma
Marginatum
0%
Nodul
Subkutan
0%
Moralitas
0%
0%
NI
0,45%
0,36%
0,98%
11,5%
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Burke,
Allen
Patrick
Pathology
of
Rheumatic
Heart
Disease.
http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#a1
2. Palupi, SEE, Khairani R. 2007. Kumpulan Kuliah Kardiologi. Jakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
4. Sudoyo A.W, Setyohadi, Bambang, Alwi, Idrus, Dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 1. Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka FKUI
5. http://repository.uii.ac.id/710/SK/I/0/00/000/000103/uii-skripsi-tingkat
%20pengetahuan%20-01711153-GESIT%20PURNAMA%20GIANA%20D8984262128-cover.pdf
6. http://repository.uii.ac.id/710/SK/I/0/00/000/000103/uii-skripsi-tingkat
%20pengetahuan%20-01711153-GESIT%20PURNAMA%20GIANA%20D8984262128-cover.pdf
7. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22332/4/Chapter%20II.pdf
8. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/750/1/08E00203.pdf
9. http://www.heartandstroke.com/site/c.ikIQLcMWJtE/b.3484081/k.5BE1/Heart_diseas
e__What_is_rheumatic_heart_disease.htm
10. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/rheumaticfever/basics/complications/con-20031399
11. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/rheumaticfever/basics/symptoms/con-20031399
12. http://www.mayoclinicorg/diseases-conditions/rheumatic-fever/basics/definition/con20031399
13. http://www.medicinenet.com/rheumatic_fever/article.htm
14. http://www.nhs.uk/Conditions/rheumatic-fever/Pages/symptoms.aspx
15. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003940.htm
16. http://www.seattlechildrens.org/medical-conditions/heart-blood-conditions/rheumaticheart-disease/
17.
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/en/cvd_trs923.pdf
18. http://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720
19. http://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720
20. http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#aw2aab6b6
21. http://emedicine.medscape.com/article/1962779-overview#aw2aab6b6
20