Bundu 123
Bundu 123
score,
kau
mendapatkan
high
score.
tambahku
sambil
menyunggingkan senyum.
Ah, ya! Aku hebat, kan? ia menimpali dengan pertanyaan yang tidak
memerlukan jawaban. Kini ia kembali beradu dengan gadgetku.
Kian, ia begitu asik memainkan permainan barunya. Begitu juga aku yang
asik menatapnya. Matanya berkaca-kaca, seperti ingin menangis, tapi ia bahagia.
Matanya memang indah.
Bundu, terima kasih sudah menjaga Kian hari ini. Maafkan aku terlalu
merepotkanmu, kau pasti sibuk sekali. Kian, ayo pulang. kau tidak boleh tidur larut
malam. Suara dari sampingku membuyarkanku dari lamunan.
Aku hanya bisa tersenyum saat Reina, ibu Kian, datang menjemput Kian. Aku
selalu bersimpati pada mereka. Reina ditinggalkan oleh lelaki yang menanamkan
benih Kian di rahimnya. Sejak itu, aku dan Reina menjadi dekat. Ia bahkan pernah
mengungkapkan perasaannya padaku. Tapi aku tak bisa. Ada hal lain yang
menjadikanku cukup menjadi kawannya.
Reina
mengambil
gadget
yang
tengah
dimainkan
Kian
dan
tidak ada lagi di hidupnya. Reina menjelaskan dengan terbata-bata diselingi tangis,
lalu ia pergi. Aku tahu itu adalah kata-kata terakhir yang akan aku dengar darinya.
***
Sekarang aku berada pada dua sentimeter sebelum kematian. Aku tahu ada
cara lain untuk menyelamatkan Kian. Tapi dengan cara inilah tidak akan ada Kian
berikutnya.
Aku harus bunuh diri.