Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau
kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga
salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya
ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada
dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang
telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya
emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
(Wijono,1993, p.4)
Konflik adalah suatu hubungan antara dua pihak atau lebih (baik individu maupun
kelompok) yang memiliki, atau mereka mengira memiliki, tujuan-tujuan yang
incompatible. (Chris Mitchell, 1981: chapter 1). Konflik akan muncul manakala
para pihak itu mengejar tujuan-tujuan mereka yang incompatible tersebut.
Ringkasnya, konflik yaitu pengejaran terhadap tujuan-tujuan sesungguhnya atau
yang dipersepsikan yang incompatible dari individu-individu atau kelompokkelompok yang berbeda.
Konflik adalah fenomena yang tak dapat dihindarkan (invitable phenomenon)
dalam kehidupan manusia karena ia memang merupakan bagian yang inheren dari
eksistensi manusia sendiri. Mulai dari tingkat mikro, interpersonal sampai pada
tingkat kelompok, organisasi, komunitas dan negara, semua hubungan manusia
hubungan sosial, hubungan ekonomi, hubungan kekuasaan, dll- mengalami
perkembangan, perubahan dan konflik. Konflik muncul dari ketidakseimbangan
dalam hubungan-hubungan tersebut misalnya ketidakseimbangan dalam status
sosial, kekayaan dan akses terhadap sumber-sumber serta ketidakseimbangan
dalam kekuasaan yang mengakibatkan munculnya berbagai problematika seperti
diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan dan kriminalitas. Setiap
tingkat atau level berkaitan dengan tingkat-tingkat lainnya membentuk rantai
kekuatan yang potensial baik untuk perubahan yang konstruktif maupun
kekerasan yang destruktif. (Simon Fisher dkk., 2000: 4)
Konflik berasal dari kata configere (latin) yang berarti memukul. Secara
sosiologis, pengertian konflik adalah suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih yang saling berusaha untuk menyingkirkan satu sama lain.
Soerjono Soekanto memberikan pengertian konflik berdasarkan tujuan.
Menurutnya pengertian konflik adalah pertentangan untuk berusaha memenuhi
tujuan dengan cara menentang pihak lawan. Senada dengan Soekanto, Lewis
A.Coser dalam buku The function of Social conflict, pengertian konflik adalah
perjuangan nilai atau tuntutan atas status. Ditambahkan bahwa konflik adalah
bagian dari masyarakat yang akan selalu ada, sehingga apabila ada masyarakat
akan muncul. Littlejohn dan Domenici (2007) membagi 3 pengertian konflik
yaitu: konflik sebagai pertentangan dalam perebutan tujuan (conflict in the
struggle for goals), konflik sebagai sebuah antagonism dan konflik sebagai
oposisi sosial (conflict as social opposition). apabila kita hanya melihat dari sudut
pandang politik, konflik didefinisikan sebagai sesuatu yang penuh antagonisme.
Menurut Maurice Duverger, konflik dan integrasi saling melengkapi satu sama
lain.
JENIS JENIS KONFLIK
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan
untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada
pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
a. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua
macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional
(Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung
pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan
konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi
suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula,
konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu
yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan
pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok,
walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan
fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu
saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman
(1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika
seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan
tugas yang melebihi batas kemampuannya.
2) Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan
kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu
yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups).
Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok
tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the
same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok
memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika
tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi
organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals
in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku
dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi
yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan
atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
1)
2)
3)
4)
Identitas para pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam konflik
2.
3.
4.
5.
lapangan dapat diikuti dengan mudah oleh pihak ketiga yang menangani konflik.
Dengan demikian kondisi terkini (up to date) dari konflik selalu berada dalam
pengamatannnya.
Ketiga, yaitu untuk mengklarifikasi dimana kekuatan (utama) itu terletak.
Maksudnya, dengan terpetakannya para pihak dan hubungan antara mereka dalam
peta konflik, maka secara mudah pula diketahui kekuatan masing-masing pihak di
dalam mempengaruhi (baik positif maupun negatif) terhadap keadaan dan
perkembangan konflik.
Keempat, yaitu untuk mengecek sendiri keseimbangan aktifitas atau kontak
seseorang. Melalui peta konflik yang menghadirkan juga bagaimana hubungan
antara para pihak yang terlibat dalam konflik, maka frekuensi dan intensitas
komunikasi dan aktivitas antar para pihak (termasuk pihak ketiga yang menangani
konflik) dapat dipantau. Hal ini akan membantu juga bagi pihak ketiga untuk
menemukan celah dan jalur yang dapat dilalui dan digunakan secara tepat untuk
memaksimalkan usaha pengambilan tindakan dalam penangan konflik dari sudut
lalu lintas hubungan antar para pihak yang berkonflik tersebut.
Kelima, yaitu untuk melihat dimana sekutu atau aliansi atau sekutu potensial
berada. Tergambarkannya bagaimana sifat dan keadaan hubungan antar para pihak
yang terlibat dalam konflik, secara otomatis akan mempermudah pemetakan para
pihak dalam kelompok-kelompok atau kategori-kategori tertentu, misalnya mana
sekutu dan mana lawan dari para pihak yang terlibat dalam konflik. Penemuan
mana sekutu dan mana lawan dalam konteks ini, akan memudahkan kerja
praktisi yang yang menangani konflik untuk memanfaatkan mereka dalam
penanganan konflik sesuai dengan kedudukan dan potensinya masing-masing
dalam hubungan antar mereka.
Keenam, yaitu untuk mengidentifikasi pembukaan untuk intervensi atau
pengambilan tindakan. Kapan waktu untuk melakukan intervensi dan darimana
intervensi itu dilakukan juga akan dapat diketahui dengan lebih simple melaui
peta konflik ini. Sebagaimana yang dipraktekkan dalam dunia militer, penentuan
strategi dan serangan terhadap posisi musuh berikut dengan segala antisipasi akan
respon musuh dapat dirancang dengan mudah melalui visualisasi dalam gambar
peta.
Terakhir, yaitu untuk mengevaluasi apa yang telah dilakukan. Segala hal yang
telah dilakukan oleh pihak yang menangani konflik menyangkut konflik yang
ditanganinya juga akan terpantau lewat simbol yang diberikan dalam peta konflik.
Dengan demikian evaluasinya juga dapat dilakukan dengan tepat.
f. Dibuatnya sekolah khusus dalam lingkungan penuh disiplin dan ketertiban bagi
mereka yang terlibat tawuran.
g. Perbanyak kegiatan ekstrakulikuler atau organisasi yang terdapat di sekolah.
h. Diadakannya pengembangan bakat dan minat pelajar.
i. Diberikannya pendidikan agama sejak usia dini,
j. Boarding school (sekolah berasrama).