Anda di halaman 1dari 53

Original translated by http://heytiva.blogspot.

com
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Pandangan Pertama

Ini adalah waktu dalam sehari dimana aku berharap bisa tidur.
Sekolah.
Atau “neraka” tepatnya? Jika ada cara bagiku untuk menebus
dosa-dosaku, ini seharusnya setimpal. Kebosanan bagiku adalah hal
yang biasa; setiap hari terasa lebih monoton dari hari sebelumnya.
Aku rasa ini adalah caraku tidur – kalau tidur diibaratkan sebagai
keadaan diam di tengah kegiatan aktif.
Aku memandangi retakan sepanjang plester di ujung kafetaria
yang jauh, membayangkan bentuk-bentuk yang tak ada disana. Itu
adalah satu-satunya cara untuk mengacuhkan suara-suara yang
terdengar seperti arus sungai di kepalaku.
Beratus suara-suara yang tak kuhiraukan diluar kebosanan.
Ketika aku mendengarkan pikiran manusia, terkadang ada yang
sudah kudengar dan belum. Hari ini, semua pikiran orang-orang
mengenai seorang anak baru disini. Mudah menggabungkan pikiran
masing-masing orang. Aku melihat wajah anak baru itu di pikiran demi
pikiran dari tiap sudut. Hanya anak perempuan biasa. Kehebohan
karena anak baru itu adalah hal yang sangat bisa ditebak – seperti
menyodorkan benda berkilau kepada anak kecil. Setengah dari para
domba – yaitu anak laki-laki sudah membayangkan diri mereka jatuh
cinta pada gadis baru itu, hanya karena ia sesuatu yang baru untuk
dilihat. Aku berusaha lebih keras tak menghiraukan pikiran-pikiran
mereka.
Hanya 4 suara yang kuacuhkan karena alasan sopan santun,
bukan karena aku benar-benar tak ingin mendengarnya: keluargaku, 2
saudara laki-lakiku dan dua saudara perempuanku, yang sudah
terbiasa dengan sedikitnya privasi karena kehadiranku, sehingga
mereka jarang memikirkan sesuatu. Aku memberikan privasi kepada
mereka sebisaku. Aku berusaha tidak mendengar jika saja aku bisa.
Walaupun aku berusaha, tetap saja.... aku tahu.
Rosalie sedang berpikir, seperti biasa, mengenai dirinya sendiri.
Dia memikirkan bayangan dirinya sendiri terpantul di cermin, dan dia
sedang memuji kesempurnaan dirinya sendiri. Pikiran Rosalie seperti
kolam dangkal dengan kejutan-kejutan.

1
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Emmet sedang kesal karena ia kalah dalam pertandingan adu


panco melawan Jasper semalam. Akan butuh seluruh kesabarannya
untuk menahan hingga pulang sekolah untuk meminta tanding ulang.
Aku tak terlalu merasa bersalah membaca pikiran Emmet, karena ia tak
pernah memikirkan satu halpun yang tak akan ia katakan atau ia
lakukan. Mungkin aku merasa bersalah membaca pikiran yang lain
karena aku tau ada hal-hal yang mereka tak ingin aku tau. Jika pikiran
Rosalie adalah kolam dangkal, maka pikiran Emmet bagaikan danau
tanpa bayangan, begitu jelas.
Dan Jasper sedang.... menahan diri. Aku menghela napas.
“Edward” Alice memanggil namaku dalam kepalanya.
Terdengar sama seperti kalau namaku dipanggil keras-keras. Aku
senang namaku sekarang sudah jarang dipakai – karena sangat
mengganggu ketika orang-orang memikirkan Edward yang lain dan
aku menoleh.
Kepalaku tak menoleh sekarang. Aku dan Alice sudah mahir
dalam percakapan privat seperti ini. Jarang sekali ada yang memergoki
kita. Mataku tetap tertuju pada garis-garis di plester.
“Bagaimana ia menahannya?” Tanyanya.
Aku mengernyitkan kening, hanya sedikit gerakan pada mulutku.
Tak ada gerak-gerik lain yang akan membuat yang lain sadar. Aku bisa
dengan mudah mengernyit diluar kebosanan.
Nada di pikiran Alice terdengar seperti alarm akan adanya
bahaya sekarang, dan aku melihat di pikirannya ia sedang melihat
Jasper dengan penglihatan masa depannya. Apakah akan ada bahaya?
Alice mencari terus ke masa depan, melacak mengenai apa yang akan
terjadi sehingga membuatku mengernyit.
Aku menoleh ke kiri perlahan, melihat batu bata di tembok,
menghela napas, lalu kembali menoleh ke kanan, kembali melihat
retakan-retakan di langit-langit. Hanya Alice yang tau kalau aku
sedang menggelengkan kepala.
Alice menjadi tenang Beritahu aku jika keadaan bertambah
parah.
Aku hanya menggerakkan mataku, ke atas menatap langit-langit,
lalu kembali menatap bawah.
Terimakasih sudah melakukannya.
Aku senang aku tak perlu menjawab keras-keras. Apa yang akan
kukatakan? Kehormatan bagiku menolongmu? Tak mungkin itu. Aku

2
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

tak terlalu menikmati mendengar pikiran Jasper. Apakah benar-benar


penting untuk bereksperimen seperti ini? Bukankah akan lebih aman
mengakui kalau ia takkan pernah bisa menahan kehausan seperti kami,
dan tak perlu memaksakan diri? Mengapa memancing bencana?
Sudah 2 minggu sejak perburuan terakhir kami. Jangka waktu itu
tak terlalu menyulitkan. Hanya saja, membuat kami merasa kurang
nyaman jika manusia berjalan terlalu dekat atau jika angin bertiup ke
arah yang salah. Tapi manusia jarang berjalan terlalu dekat. Insting
mereka memperingatkan mereka sesuatu yang alam sadar mereka tak
sadari : Kami Berbahaya.
Jasper sangat berbahaya sekarang.
Saat ini, seorang gadis kecil berhenti di ujung meja terdekat
dengan kami, berhenti mengobrol dengan temannya. Dia
menyibakkan rambut cokelatnya, dan memelintirkan rambutnya
dengan jari. Penghangat ruangan meniup baunya ke arah kami. Aku
sudah terbiasa dengan perasaan-perasaan yang diakibatkan oleh bau
itu – perasaan terbakar di tenggorokan, perut keroncongan, otot-otot
yang tertarik tiba-tiba, aliran bisa yang begitu cepat di mulut...
Itu semua normal, justru biasanya mudah untuk tak dihiraukan.
Tapi kini lebih sulit, perasaan-perasaan itu bertambah kuat, 2 kali lipat,
karena aku membaca reaksi Jasper. Kehausan ganda, dibanding
kehausanku.
Jasper sedang berusaha menghilangkan imajinasinya. Dia sedang
membayangkan – dirinya sendiri bangkit dari tempat duduknya di
sebelah Alice dan berdiri di samping gadis kecil itu. Ia memikirkan
dirinya mencondongkan tubuhnya ke atas dan ke bawah, seolah akan
membisikkan sesuatu di telinga gadis itu, dan membiarkan bibirnya
menyentuh kerongkongannya. Membayangkan bagaimana rasa aliran
nadi yang hangat di balik kulit gadis itu terasa di mulutnya.
Aku menendang kursinya.
Ia menatapku sejenak, lalu melihat kebawah. Aku dapat
mendengar rasa malu dan rasa ingin memberontak berperang di
kepalanya.
“Maaf” Gumam Jasper.
Aku mengangkat pundak.
“Kau tak akan melakukan apapun” Ujar Alice kepadanya,
menenangkan rasa malu dan bersalahnya, “Aku bisa melihatnya”.

3
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Aku menyembunyikan seringai yang akan membuat kebohongan


Alice terbongkar. Kami harus bekerja sama, Alice dan aku. Tak mudah,
membaca pikiran dan melihat masa depan. Kami berdua adalah orang
aneh di antara sekumpulan orang yang sudah aneh. Kami melindungi
rahasia masing-masing.
“Akan sedikit membantu kalau kau membayangkan mereka
seperti orang-orang” Usul Alice dengan suara tinggi seperti
nyanyiannya yang terlalu cepat untuk dimengerti telinga manusia, jika
mereka cukup dekat, “Namanya Whitney, dia punya adik bayi
perempuan yang ia kagumi. Ibunya waktu itu mengundang Esme ke
pesta kebun, ingat?”
“Aku tau siapa dia.” Ucap Jasper kasar. Ia berbalik memandangi
keluar jendela-jendela kecil yang terletak di bawah batas-batas atap
sepanjang ruangan. Nadanya mengakhiri percakapan.
Dia harus berburu malam ini juga. Konyol mengambil risiko
seperti ini, berusaha menguji kekuatannya, membangun daya
tahannya. Jasper sebaiknya cukup menerima dan menjalankan sesuai
batasannya. Kebiasaannya dulu tak kondusif dengan gaya hidup yang
kami pilih; dia sebaiknya tak terlalu memaksakan diri seperti ini.
Alice menghela napas tanpa suara dan berdiri, membawa baki
makanannya dan meninggalkan Jasper sendirian. Alice tau apabila
Jasper sudah terlalu sering mendengar dukungan dan semangat
darinya. Walaupun Rosalie dan Emmet lebih terang-terangan dan
mencolok mengenai hubungan mereka; Alice dan Jasperlah yang
mengetahui mood masing-masing seperti sebaik mengetahui moodnya
sendiri. Seolah-olah mereka dapat membaca pikiran masing-masing
Edward Cullen.
Reaksi reflek. Aku menoleh ke arah namaku dipanggil, walaupun
tidak benar-benar dipanggil, hanya pikiran.
Mataku terkunci selama sepersekian detik pada sepasang mata
cokelat dan lebar pada wajah berbentuk hati yang pucat. Aku tau
wajah itu, walaupun aku belum pernah benar-benar melihatnya
sendiri sebelumnya. Ia ada di hampir semua pikiran orang-orang hari
ini. Si anak baru, Isabella Swan. Anak dari kepala polisi di kota, tinggal
disini dengan situasi baru. Bella. Dia membetulkan semua yang
menyebutnya dengan nama panjangnya...
Aku mengalihkan pandangan, bosan. Aku sadar dalam satu detik
kalau bukan dia yang baru saja memikirkan namaku.

4
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Tentu saja dia pasti naksir sama Edward Cullen, Aku mendengar
suara tadi melanjutkan.
Kini aku menyadari suara siapa itu. Jessica Stanley – sudah agak
lama sejak ia menggangguku dengan obrolan-obrolan dalam
pikirannya. Aku benar-benar lega ketika Jessica sudah tidak naksir
padaku – dimana itu adalah kesalahan besar. Aku berharap dapat
benar-benar menjelaskan kepadanya, apa yang akan terjadi jika bibir
dan gigiku berada di dekat kulitnya. Dengan begitu pasti fantasi-fantasi
mengganggu di kepalanya hilang. Memikirkan bagaimana reaksinya
hampir membuatku tersenyum.
Dia bahkan tak cantik. Aku tak mengerti mengapa Eric terus saja
memandanginya..... atau Mike.
Dia mengernyit dalam hati ketika menyebutkan nama terakhir.
Gebetan barunya, Mike Newton yang cukup populer, benar-benar tak
peduli pada Jessica. Dan sepertinya, dia tidak se-tidak-peduli itu pada
si anak baru. Seperti anak yang disodori benda berkilau lagi. Hal ini
membuat ujung yang kejam pada pikiran Jessica, walaupun kini ia
terlihat ramah dan sopan kepada si pendatang baru karena ia sedang
menjelaskan kepadanya informasi keluarga kami secara umum. Anak
baru itu pasti bertanya mengenai kami.
Semua orang juga memperhatikanku hari ini. Pikir Jessica
bangga, Bukankah suatu keberuntungan Bella memiliki 2 kelas
bersamaku... Aku bertaruh Mike pasti ingin menanyaiku apa yang
gadis itu—
Aku berusaha menghalau pikiran-pikiran bodoh itu dari kepalaku
sebelum hal-hal sepele dan tak penting itu membuatku emosi.
“Jessica Stanley sedang memberikan gadis baru itu semua cucian
kotor (cerita-cerita tak penting atau semacamnya) mengenai keluarga
Cullen.” Ucapku pada Emmet untuk mengalihkan perhatian.
Dia terkikik di balik napasnya. Aku harap dia melakukannya
dengan baik, pikirnya.
“Lebih ke tidak imajinatif sebenarnya. Hanya inti-inti paling
dasar dari skandal-skandal kita. Tak ada horornya sama sekali. Aku
agak kecewa.”
Dan anak barunya? Apakah ia kecewa dengan gosipnya juga?
Aku berusaha mendengarkan apa yang dipikirkan anak baru itu,
Bella, mengenai cerita Jessica. Apa yang kiranya dipikirkan gadis itu

5
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

ketika melihat keluarga berkulit putih kapur aneh yang dihindari oleh
orang-orang?
Sudah tanggung jawabku untuk melihat apa reaksinya. Aku
berperan sebagai pengintai untuk keluargaku. Untuk melindungi kami.
Jika seseorang mulai merasa curiga, aku bisa memperingati keluargaku
dan kami akan pindah. Itu sudah cukup sering terjadi – beberapa
manusia yang imajinatif melihat kami seperti karakter pada buku atau
film. Terkadang mereka menebak salah, tapi lebih baik kami pindah ke
tempat baru daripada mengambil risiko. Sangat, sangat jarang,
seseorang menebak benar. Kami tidak memberikan mereka
kesempatan untuk menguji hipotesis mereka. Kami langsung
menghilang, dan tinggal menjadi kenangan menakutkan mereka.
Aku tak mendengar apapun, walaupun aku dapat mendengar di
sampingnya dengan jelas pikiran-pikiran bodoh Jessica yang masih
berlanjut. Seolah-olah tak ada seorangpun yang duduk di sebelah
Jessica. Bagaimana gadis itu bisa pindah tempat dengan cepat? Ia tak
mungkin berpindah, karena Jessica masih berceloteh kepadanya. Aku
mencoba mengecek dengan pendengara extra-ku – sesuatu yang
biasanya tak perlu kulakukan.
Lagi-lagi, pandanganku terkunci pada mata besar cokelat yang
sama. Dia duduk tepat di tempat terakhir aku melihatnya, dan ia
sedang memperhatikan kami, hal yang tak mengejutkan, kuakui,
karena Jessica masih berceloteh padanya mengenai gosip lokal Cullen.
Berpikir mengenai kami juga, merupakan hal yang tak
mengejutkan.
Tapi aku tak mendengar sebuah bisikanpun.
Pipinya bersemu merah hangat yang mengundang begitu ia
melihat ke bawah, merasa malu karena dipergoki sedang memandangi
orang yang bahkan tak dikenalnya. Untung saja Jasper masih sedang
memandangi jendela. Aku tak bisa membayangkan bagaimana darah
yang bersemu itu akan mempengaruhi ketahanannya.
Perasaannya terlihat jelas di wajahnya seolah ia
mengucapkannya lantang-lantang: kaget karena melihat perbedaan-
perbedaan antara jenisnya dan jenis kami, penasaran karena
mendengarkan cerita Jessica, dan juga sedikit ... terpesona? Ini bukan
pertama kalinya ada yang merasa seperti itu. Kami begitu indah bagi
mereka, calon korban kami. Lalu akhirnya, perasaan malu karena
tertangkap basah sedang memperhatikanku.

6
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Walaupun pikirannya terlihat jelas di matanya yang aneh –


aneh, karena matanya begitu dalam; mata cokelat sering terlihat datar
di kegelapan – aku tak dapat mendengar apapun, hanya keheningan,
di tempatnya duduk. Tak ada suara sama sekali.
Aku merasa cemas sejenak.
Aku tak pernah menghadapi hal seperti ini sebelumnya; Apa ada
sesuatu yang salah denganku? Aku merasa seperti biasanya. Karena
cemas, aku mencoba mendengar lebih keras.
Suara-suara yang tadinya kuhalau terdengar seperti teriakan-
teriakan seketika.
...aku penasaran musik seperti apa yang dia suka ... mungkin aku
bisa membahas cd baru itu... Pikir Mike Newton yang berjarak tepat 2
meja dari Bella Swan.
Lihat bagaimana ia memandanginya. Tidakkah sudah cukup
setengah dari cewek di sekolah menyukainnya... Pikir Eric Yorkie
dengan berapi-api, sambil memikirkan sekumpulan cewek dengan
seksama.
... menjijikan. Dia pikir dia populer atau apalah... Bahkan
Edward Cullen juga memandanginya ... Lauren Mallory sangat
cemburu, Dan Jessica sedang memamerkan sahabat barunya. Sungguh
menggelikan.
... Aku bertaruh semua orang pasti telah menanyakannya itu.
Tapi aku ingin bicara dengannya. Aku akan memikirkan pertanyaan
yang lebih sederhana. Ashley Dowling berpikir.
... mungkin dia akan sekelas spanyol denganku ... June
Richardson berharap.
... ada banyak hal yang harus kulakukan malam ini!
Trigonometri dan tes bahasa Inggris. Aku harap ibuku ... Angela
Weber, gadis pendiam, yang pikirannya selalu baik – tak seperti orang
pada umumnya –, adalah satu-satunya orang di meja yang tak
terobsesi dengan Bella.
Aku dapat mendengar semuanya, bahkan hal-hal tak penting
yang terlintas begitu saja di kepala mereka. Tapi aku tak mendengar
apapun dari pikiran si anak baru dengan mata yang seolah-olah bisa
bicara itu.
Dan, tentu saja, aku bisa mendengar apa yang diucapkan Bella
kepada temannya, Jessica. Aku tak perlu membaca pikiran untuk
dapat mendengar suara pelan dan jernih Bella di ujung ruangan.

7
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

“Siapa cowok dengan rambut berwarna merah?” Aku


mendengarnya bertanya, sambil melirik ke arahku, hanya untuk
melihat sejenak kalau aku masih memperhatikannya.
Jika aku berharap kalau mendengarkan suaranya akan
membantuku mencari petunjuk dari nada pikirannya, maka aku pasti
akan kecewa. Pada umumnya, suara pikiran orang-orang terdengar
sama seperti suara mereka bicara. Tapi suara pelan dan malu Bella
terdengar tak familiar, tak satupun dari ratusan suara pikiran di
ruangan ini. Benar-benar baru.
Oh, semoga beruntung, idiot! Pikir Jessica sebelum menjawab
Bella, “Itu Edward. Dia tampan, memang, tapi jangan buang-buang
waktumu. Dia tidak pacaran. Dan juga tak ada seorang gadispun disini
yang cukup cantik untuknya.” Dia mendengus.
Aku membalikkan kepala untuk menyembunyikan senyumku.
Jessica dan teman-temannya tak tau seberapa beruntungnya mereka
karena tak cukup pantas untukku.
Dibalik humor singkat itu, aku merasakan dorongan yang aneh
yang tak kumengerti. Dorongan ini ada hubungannya dengan akal
busuk Jessica yang tak di ketahui gadis baru itu ... Aku merasakan
dorongan yang sangat kuat untuk kesana dan berdiri di antara cewek-
cewek itu, untuk melindungi Bella Swan dari pikiran kotor Jessica.
Sungguh perasaan yang aneh. Berusaha untuk mencari tau alasan dari
dorongan aneh itu, aku mengamati si anak baru itu sekali lagi.
Mungkin hanya insting melindungiku yang terpendam – yang
kuat melindungi yang lemah. Gadis itu terlihat rapuh jika
dibandingkan teman-teman barunya. Kulitnya sangat bening dan
terang, sulit dipercaya kulit seperti itu bisa melindunginya dari dunia
luar. Aku dapat mendengar ritme aliran darah di nadi di balik
membran pucatnya. Tapi aku sebaiknya tak berkonsentrasi akan hal
itu. Aku senang dengan hidup yang kupilih sekarang, tapi aku kini
sehaus Jasper dan tak ada gunanya mengundang cobaan.
Ada kerutan kecil di antara kedua alisnya yang tak gadis itu
sadari.
Sulit dipercaya, ini benar-benar membuat frustasi! Aku dapat
melihat dengan jelas kalau ia terpaksa dan merasa tersiksa duduk
disana, bercakap-cakap dengan orang yang asing baginya, menjadi
pusat perhatian. Aku bisa merasakan rasa malunya, dari cara ia
memegangi pundak lemahnya lalu menaikkannya ke atas, seolah ia

8
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

berharap dapat menolak. Dan ya, aku hanya dapat merasakan,


melihat, dan membayangkan. Aku tak dapat mendengar apapun dari
gadis itu. Mengapa?
“Ayo” Ujar Rosalie, membuyarkan pikiranku.
Aku mengalihkan pandangan dari gadis itu dengan lega. Aku tak
ingin terus-terusan berusaha mendengarnya – itu menggangguku. Dan
aku juga tak mau mengembangkan ketertarikanku dengan pikirannya
hanya karena aku tak bisa membacanya. Dan tak diragukan lagi, kalau
aku sudah dapat membaca pikirannya – aku akan menemukan
bagaimana caranya – pasti pikirannya tak berbeda dari pikiran orang-
orang lain, sepele dan tak penting. Takkan setimpal dengan usahaku
untuk mencapainya.
“Jadi apa si anak baru itu takut pada kita?” Tanya Emmet, masih
menunggu jawaban atas pertanyaannya sebelumnya.
Aku menggeleng. Emmet tak begitu tertarik untuk menanyakan
lebih lanjut. Begitu pula aku.
Kami bangkit dari meja dan keluar dari kafetaria.
Di sekolah ini, Emmet, Rosalie dan Jasper mendaftar sebagai
senior; mereka pergi ke kelas mereka masing-masing. Sementara aku,
memiliki peran yang lebih muda dari mereka. Aku menuju kelas
biologiku yang levelnya lebih rendah, mempersiapkan otakku untuk
kebosanan. Sangat meragukan bila mr.Banner, pria dengan kecerdasan
di bawah rata-rata, bisa mengajarkan materinya sampai-sampai
membuat orang yang telah lulus dua tingkatan pada kuliah bidang
keobatan.
Di kelas, aku duduk di kursi dan membiarkan bukuku – hanya
pajangan lagi-lagi, tak ada yang tak kuketahui dari buku itu – terececer
di meja. Aku satu-satunya murid yang duduk sendirian. Manusia tak
cukup pintar untuk menyadari kalau mereka takut padaku, tapi insting
bertahan mereka membuat cukup untuk membuat mereka
menjauhiku.
Kelas lama-lama terisi. Anak-anak satu persatu masuk setelah
menghabiskan makan siang mereka. Aku menyandarkan tubuh
kembali di kursi dan menunggu sampai waktu berlalu. Lagi-lagi aku
berharap bisa tidur.
Aku sedang memikirkan gadis itu, ketika Angela Weber
mengantarkan murid baru itu, pikirannya terbaca olehku secara tak
sengaja.

9
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Bella sepertinya malu sepertiku. Berani bertaruh pasti hari ini


sangat berat baginya. Coba kalau aku bisa bicara sesuatu... tapi itu
pasti malah terdengar bodoh.
Yes! Pikir Mike Newton sambil memutar posisi duduknya untuk
melihat gadis itu masuk ruangan.
Tetap saja, dari tempat Bella berdiri, aku tak mendengar
apapun. Keheningan yang membuatku merasa terganggu dan
melemahkan semangatku.
Ia berjalan mendekat, melewati deretan kursi di sebelahku untuk
mencapai meja guru. Gadis yang malang; satu-satunya tempat duduk
yang tersisa hanyalah di sebelahku. Aku langsung menyingkirkan
barang-barangku yang terletak di bagian meja miliknya, mendorong
buku-bukuku menjadi tumpukan. Aku ragu kalau ia akan merasa
nyaman disini. Dia disini untuk satu semester panjang – di kelas ini,
setidaknya. Mungkin dengan duduk di sebelahnya, aku bisa
mengungkap semua rahasianya.
Bella Swan berjalan melalui hembusan angin dari penghangat
udara yang meniup ke arahku dari ventilasi.
Baunya menghantamku persis seperti dilempar keras-keras
dengan bola, seperti dihajar keras-keras dengan ram (semacam alat
pemukul). Tak ada gambaran kekerasan yang cukup untuk
menggambarkan hantaman yang baru saja kurasakan.
Dengan kata singkat, aku sama sekali tidak dekat dengan
manusia (dimana merupakan wujudku dulu); tak ada jejak sekecil
apapun dari kemanusiaan aku berusaha melupakannya.
Aku adalah predator. Gadis itu adalah mangsaku. Tak ada yang
lain di dunia selain kenyataan itu.
Misteri mengenai pikiran gadis itu terlupakan. Pikirannya tak
berarti apa-apa lagi, secara ia tak akan bisa berpikir lagi setelah ini.
Aku vampir, dan gadis itu memiliki darah termanis yang pernah
kucium selama 80 tahun.
Aku tak pernah membayangkan kalau bau seperti miliknya ada.
Jika saja aku tahu, aku pasti sudah merantau ke seluruh dunia untuk
mencarinya. Aku bahkan akan menyisiri seluruh pelosok bumi untuk
mencarinya. Aku bisa membayangkan rasanya...
Rasa haus membakar tenggorokanku seperti api. Mulutku serasa
terpanggang dan kering. Bahkan aliran bisa yang begitu deras di

10
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

mulutku tak bisa mengusir sensasi yang kurasakan. Perutku melilit


karena rasa lapar akibat rasa hausku. Ototku menggulung menjadi per.
Belum sedetikpun berlalu. Dia masih melangkahkan kaki yang
sama, angin masih mengembuskan baunya ke arahku.
Begitu kakinya menyentuh lantai, matanya melirik padaku, jelas
kalau ia bermaksud melirik diam-diam. Pandangannya bertemu
mataku, aku bisa melihat jelas-jelas pantulan diriku di matanya yang
lebar.
Kekagetan pada muka yang kulihat pada pantulanku telah
menyelamatkan nyawa gadis itu dari saat-saat mengancam.
Gadis itu tak membuat hal ini lebih mudah. Ketika ia berusaha
menangkap reaksiku barusan, darah mengalir ke pipinya lagi,
membuat kulitnya terlihat seperti warna terlezat yang pernah aku
lihat. Baunya seperti kabut tebal di kepalaku. Aku hampir tak bisa
melihat melewatinya. Emosiku meluak, meronta-ronta, tanpa
kuketahui sebabnya.
Dia berjalan lebih cepat sekarang, seolah ia mengerti kalau ia
harus menghindar secepatnya. Ketergesa-gesaannya membuatnya
gugup – ia berjalan oleng dan tersandung, nyaris jatuh menimpa gadis
yang duduk di depanku. Mudah rusak, lemah. Bahkan terlalu lemah
untuk ukuran manusia.
Aku berusaha fokus pada wajah yang kulihat dari matanya,
wajah yang aku sadari secara mendadak. Wajah monster dalam diriku
– Wajah yang dulu berusaha aku hilangkan dengan puluhan tahun
usaha dan disiplin tanpa kompromi. Betapa mudahnya wajah monster
itu keluar lagi sekarang!
Baunya berpilin memutariku lagi, mencerai-beraikan pikiranku
dan nyaris membuatku berdiri dari kursiku.
Tidak.
Tanganku mencengram bawah meja selama aku berusaha
menahan diriku tetap di kursi. Kayunya tak cukup kuat untuk
cengkramanku. Tanganku meremukkan penopang meja dan
menghasilkan bentuk jariku terukir berbekas di kayu,
Merusak barang sekolah. Itu salah satu pelanggaran dasar. Aku
dengan cepat melumatkan bekas jariku di kayu, meninggalkan sebuah
lubang kasar dan tumpukan serpihan kayu yang kemudian
kusingkirkan dengan kakiku.
Perusakan barang sekolah. Penyokong perusakan...

11
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Aku tahu apa yang akan terjadi sekarang. Gadis itu akan duduk
di sampingku dan aku mungkin saja akan membunuhnya.
Orang-orang tak bersalah lain di kelas ini, 18 murid lain dan 1
pria, tak mungkin kubiarkan keluar hidup-hidup setelah melihat apa
yang kelak akan mereka lihat.
Aku kembali memikirkan apa yang harus aku lakukan. Seburuk-
buruknya hal yang pernah kulakukan, aku tak pernah berhadapan
dengan keputusan terhadap kekejaman dan kejahatan. Aku tak pernah
membunuh orang yang tak bersalah, tidak dalam 8 dekade. Dan
sekarang aku berencana membunuh 20 orang tak bersalah sekaligus.
Wajah monster yang kulihat mencemoohku.
Walau sebagian dari diriku berusaha menjauhi sosok monster itu,
sebagian dari diriku yang lain justru merencanakannya.
Jika aku mmebunuh gadis itu duluan, aku hanya punya waktu 15
sampai 20 detik dengan gadis itu sebelum orang-orang bereaksi.
Mungkin sedikit lebih lama jika dari awal mereka tak sadar apa yang
aku lakukan. Gadis itu takkan sempat berteriak ataupun merasa sakit;
aku takkan membunuhnya secara kejam. Setidaknya hanya itu yang
bisa kulakukan untuk gadis dengan darah yang benar-benar
mengundang selera.
Tapi lalu aku harus mencegah orang lain untuk kabur. Aku tak
perlu mencemaskan jendelanya, terlalu kecil dan tinggi untuk dipakai
kabur. Hanya pintunya – halangi saja dan mereka semua terjebak.
Pasti akan lebih sulit dan memakan waktu untuk membuat
mereka semua diam kalau mereka panik dan berlaria-larian dalam
kekacauan. Memang tak mustahil untuk melakukannya tetap saja, tapi
pasti nanti akan ada banyak suara. Mereka pasti punya waktu unutk
berteriak. Lalu seseoarang mendengar ... dan aku terpaksa harus
membunuh lebih banyak orang tak bersalah.
Dan nanti darahnya pasti sudah dingin begitu aku baru selesai
membunuh orang-orang lain.
Baunya mendorongku, membuat tenggorokanku kering dan
perih.
Jadi para saksi mata duluan, kalau begitu.
Cukup memakan waktu hingga Bella bisa melihat dengan jelas
apa yang akan menimpanya. Cukup lama, kalau ia tidak shock terpaku
di tempat, baginya untuk berteriak. Sebuah teriakan lembut yang tak
akan membuat seoranpun berlari kemari.

12
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Aku menarik napas panjang, dan baunya serasa seperti api yang
menjalar melalui pembuluh darahku, membakar dari dadaku dan
berusaha untuk merasakan dorongan yang lebih kuat dari
kesanggupanku.
Gadis itu sedang berbalik sekarang. Dalam beberapa detik, ia
akan duduk berjarak hanya beberapa inchi dariku.
Monster dalam kepalaku tersenyum penuh antipasi.
Seseorang membanting file miliknya di sebelah kiriku. Aku tak
perlu menoleh untuk melihat siapa manusia yang bodoh itu. Tapi
gerakan bantingan itu meniup udara bersih melewati mukaku.
Untuk beberapa waktu singkat, aku dapat berpikir jernih. Pada
saat-saat berharga itu, aku dapat melihat dua muka di kepalaku dari
sisi yang berbeda.
Yang satunya adalah mukaku, atau mukaku dulu setidaknya ;
muka dengan mata merah yang dulu telah membunuh begitu banyak
orang-orang sampai-sampai aku tak bisa menghitungnya lagi.
Pembunuhan yang wajar dan masuk akal. Pembunuh para pembunuh
lainnya, yaitu monster lain yang lebih lemah. Ini adalah kompleks,
kerumitan oleh Tuhan, aku akui – untuk memutuskan siapa yang
pantas mati dan mana yang belum. Aku juga harus tetap
berkompromi dalam hal ini. Aku memang telah memakan darah
manusia, dalam arti yang lebih ringan. Korban-korbanku adalah
mereka yang memiliki masa lalu yang gelap, yang lebih tidak
manusiawi daripadaku.
Muka kedua adalah muka Carlisle.
Tak ada kemiripan dengan dua wajah itu. Satunya adalah siang
yang cerah, sementara satunya adalah malam yang sangat kelam.
Lagipula memang tak ada alasan kalau 2 wajah itu bisa mirip.
Carlisle bukan ayah kandungku. Kami tidak memiliki ciri fisik yang
sama. Kesamaan dalam warna kulit kami adalah hal yang memang
dari sananya bagi jenis kami ; vampir memiliki kulit berwarna putih
pucat. Kesamaan pada warna mata kami itu lain hal lagi – itu karena
pilihan kami untuk tak meminum daram manusia.
Lalu, walaupun tak ada alasan apapun bagi kami untuk mirip,
aku membayangkan wajahku berubah menjadi seperti dia,
sebagaimana aku telah mengikuti pilihannya selama 70 tahun. Masa
depanku belum berubah, tapi sepertinya kebijaksaan Carlisle telah
menandai ekspresiku, kalau sedikit dari rasa belas kasihannya telah

13
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

menjiplak bentuk mulutku, dan petunjuk dari kesabarannya telah


membentuk alisku.
Perubahan-perubahan kecil itu hilang dalam wajah monster.
Hanya dengan beberapa detik, tak ada lagi dalam wajahku yang
tersisa yang dapat mencerminkan bertahun-tahun lamanya aku
habiskan dengan penciptaku, guruku, dan juga ayahku sekaligus.
Mataku akan menyala merah seperti iblis ; semua kemiripan akan
hilang.
Dalam kepalaku, mata Carlisle yang ramah tidak menghakimi.
Aku tahu kalau ia pasti akan memaafkanku atas perbuatan burukku.
Karena ia menyayangiku. Karena ia pikir aku yang sekarang lebih baik
daripada aku yang dulu. Dan ia akan tetap menyayangiku kalaupun
aku sekarang membuktikan kepadanya bahwa apa yang ia pikirkan
tentangku salah.
Bella Swan duduk di kursi di sebelahku, gerakannya kaku dan
canggung – ketakutan mungkin? – dan baunya membentuk awan tak
terkalahkan di sekitarku.
Aku akan membuktikan bahwa apa yang ayahku pikirkan
tentangku salah. Kesedihan dari fakta bahwa aku akan melakukannya,
sama sakitnya dengan tenggorokanku.
Aku mencondongkan tubuhku menjauhinya – yang kemudian
monster dalam diriku memberontak.
Kenapa gadis itu harus datang kesini? Kenapa ia harus ada?
Kenapa dia harus merusak sedikit kebahagiaan yang kumiliki dalam
kehidupanku? Kenapa gadis menjengkelkan ini harus dilahirkan? Dia
akan menghancurkanku.
Aku membuang muka, karena kemarahanku, rasa benci tak
beralasan mencuci pikiranku.
Siapa makhluk ini? Kenapa aku, kenapa sekarang? Kenapa aku
harus kehilangan segalanya hanya karena gadis itu memilih untuk
muncul di kota ini?
Kenapa ia pindah kesini?
Aku tak ingin menjadi monster! Aku tak ingin membunuh semua
anak-anak tak berdaya di ruangan ini. Aku tak ingin kehilangan
segalanya yang aku peroleh dalam hidupku dengan pengorbanan!
Aku tak akan. Ia tak akan membuatku seperti itu.

14
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Yang menjadi masalah adalah baunya, bau darahnya yang


begitu menyengat. Kalaupun ada cara untuk bertahan ... kalau saja
tiupan udara bersih membersihkan pikiranku.
Bella Swan mengibaskan rambut tebal, panjang, mahoninya ke
arahku.
Apa dia sudah gila? Itu kan sama saja dia menyemangati sang
monster. Mencemoohnya.
Tidak, tak ada angin berhembus yang membantu. Tubuhku tak
membutuhkan oksigen, tapi ia melakukan hal yang sebaliknya dari
instingku. Aku bergantung pada penciumanku lebih daripada inderaku
yang lain di kala aku sedang stress. Penciumanku sangat membantuku
dalam berburu dan juga sebagai tanda yang memberi tahu kalau-kalau
ada bahaya. Aku tidak sering menghadapi bahaya seperti apa yang
kuhadapi sekarang, tapi bagaimanapun juga jenisku jauh lebih handal
dalam hal membela diri daripada manusia biasa.
Tak nyaman, tapi bisa dikendalikan. lebih bisa kutahan daripada
mencium gadis itu tapi tak menancapkan gigiku di kulitnya yang tipis
dan bening, dimana didalamnya mengalir darah yang panas.
Satu jam! Hanya satu jam lagi! Aku tak boleh memikirkan
baunya ataupun rasanya.
Gadis pendiam itu menggunakan rambutnya sebagai pembatas
antara tempat dudukku dan tempat duduknya. Badannya
mencondong ke depan sehingga rambutnya tercecer di tumpukan map
nya. Aku tak bisa melihat wajahnya sehingga aku tak bisa membaca
emosinya dari matanya yang bening dan dalam. Apa karena itu ia
sengaja menggunakan rambutnya yang keriting di antara aku dan dia?
Agar aku tak bisa melihat matanya? Karena ia takut? Karena ia malu?
Atau agar aku tak bisa mengetahui rahasianya?
Rasa kesalku tadi karena pikirannya yang tak terbaca olehku itu
sebenarnya sangat lemah dan tipis kalau dibandingkan dengan
keinginanku dan rasa kebencianku saat ini. Aku benci anak perempuan
yang begitu rapuh di sebelahku ini, aku membencinya dengan seluruh
gairah yang aku sembunyikan di sosokku yang dulu, pada rasa cintaku
pada keluargaku, pada keinginanku untuk menjadi sosok yang lebih
baik... Aku benci gadis itu, begitu membencinya karena ia membuatku
– ini lumayan membantu. Ya, rasa kesal yang tadi aku rasa cukup
lemah, tapi juga, membantu. Aku berusaha menghilangkan perasaan
apapun yang membuatku membayangkan bagaimana rasa gadis itu.

15
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Rasa benci dan kesal. Juga tak sabar. Apakah satu jam akan
berlalu?
Dan setelah jam pelajaran selesai... Dia pasti berjalan keluar dari
ruangan kelas. Dan apa yang akan aku lakukan?
Aku bisa memperkenalkan diri. Halo, namaku Edward Cullen.
Bolehkah aku menemanimu sampai kelasmu yang selanjutnya?
Dia mungkin akan menjawab ya. Itu kaan menjadi hal yang
cukup sopan untuk kulakukan. Walaupun ia pasti sudah merasa sangat
takut padaku, dimana itu hal yang kuharapkan juga, dia pasti tetap
akan menyetujui tawaranku untuk menemaninya ke kelas berikutnya.
Pasti mudah menuntunnya ke arah yang salah. Tebing curam di hutan
sangat mudah untuk dijangkau, aku cukup membawa gadis itu ke
belakang tempat parkir. Aku bisa bilang padanya kalau bukuku
tertinggal di mobil.
Apakah akan ada orang yang memperhatikan kalau aku orang
terakhir yang bersama gadis itu? Saat ini sedang hujan, seperti biasa; 2
orang berjas hujan gelap pergi ke arah yang salah tak akan terlalu
menarik perhatian.
Mungkin akan lebih mudah kalau aku satu-satunya murid yang
senantiasa sadar akan gadis itu – well walau tak ada yang lebih
memperhatikan gadis itu daripada aku. Mike Newton, khususnya, ia
selalu sadar akan tiap perpindahan berat tubuh Bella, ketika gadis itu
tak bisa duduk diam dengan tenang di kursinya – ia gelisah duduk di
sampingku, sesuatu yang memang sepantasnya dirasakan orang-orang,
sesuatu yang sudah aku duga akan ia rasakan sebelum bau tubuhnya
menghancurkan seluruh rasa belas kasihanku padanya. Mike Newton
pasti akan memperhatikan kalau gadis itu keluar kelas bersamaku.
Kalau aku bisa bertahan satu jam, bisakah aku bertahan untuk 2
jam?
Aku meringis karena rasa sakit dari terbakar.
Dia akan pulang ke rumahnya yang kosong. Kepala Polisi Swan
bekerja satu hari penuh. Aku tahu rumahnya, sebagaimana aku tahu
seluruh rumah di kota ini. Rumahnya terletak di balik hutan yang
lebat, tanpa ada tetangga yang dekat. Kalaupun gadis itu sempat
berteriak, dimana hal itu takkan terjadi, tak ada orang yang akan
mendengar.
Pasti ada cara yang bertanggung jawab untuk mengatasinya. Aku
telah bertahan 7 abad tanpa darah manusia. Kalau aku menahan

16
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

napas, aku bisa bertahan setidaknya 2 jam. Lalu setelah aku mendapati
dia sendirian, tak ada kemungkinan kalau orang lain akan terluka. Dan
tak ada alasan untuk menerjang apa yang telah kulakukan nanti,
monster dalam kepalaku setuju.
Pikiran yang tak masuk akal kalau dengan menyelamatkan 19
orang lain yang ada dalam kelas ini dengan kesabaran dan usahaku,
akan membuatku tidak se-monster-itu setelah membunuh gadis tak
bersalah itu.
Walaupun aku membencinya, aku tahu rasa benciku padanya
tak beralasan. Aku tahu kalau yang sebenarnya benar-benar kubenci
adalah diriku sendiri. Dan aku akan lebih membenci kami berdua
kalau gadis itu sudah mati.
Aku kembali membayangkan bagaimana cara terbaik untuk
membunuhnya, sembari menunggu jam pelajaran habis. Aku berusaha
menghindari membayangkan kegiatan-kegiatan biasanya karena akan
sangat sulit bagiku; aku bisa saja kalah dalam pertarunganku sekarang
dan berakhir menghabisi semua orang dalam satu pandangan. Jadi aku
merencanakan strategi dan hanya strategi, tak ada yang lain. Hanya
itu yang kulakukan sampai jam pelajaran habis.
Sekali, sebelum pelajaran habis, Bella mengintip ke arahku
melalui tembok yang terbuat dari rambutnya. Aku bisa merasakan rasa
benci tak beralasan membakarku ketika mataku bertemu tatapannya –
melihat pantulan kebencianku di matanya yang ketakutan. Darah
merona di pipinya sebelum ia sempat bersembunyi di balik rambutnya
lagi, aku hampir tak dapat menahan diri.
Tapi bel berbunyi. Diselamatkan oleh bel, sungguh klise. Kami
berdua selamat. Dia, selamat dari kematian. Aku, selamat dari waktu
singkat dimana aku akan berubah menjadi makhluk mengerikan yang
aku takutkan dan tak kuinginkan.
Aku tak bisa berjalan selambat yang seharusnya, ketika aku
berjalan tergesa-gesa keluar dari ruangan. Kalau ada orang yang
melihatku, mereka pasti berpikir ada yang tak beres dari caraku
bergerak. Tak ada yang memperhatikanku. Semua manusia masih
berpusar pada gadis baru yang akan mati dalam hitungan jam.
Aku bersembunyi di mobilku.
Aku tak suka berpikir kalau aku harus sembunyi. Itu terkesan
sangat pengecut. Tapi saat ini, bersembunyi adalah hal yang tak perlu
ditanyakan untuk kulakukan.

17
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Aku sudah tak punya kesabaran yang cukup untuk berada di


sekitar manusia sekarang. Keharusanku untuk fokus pada usaha untuk
tidak membunuh salah satu dari mereka, membuatku tak punya alasan
untuk menentang mereka. Sebenarnya hal yang sangat disayangkan.
Kalau aku akan menyerahkan diri pada monster dalam diriku, aku
harusnya membuatnya lebih berharga dengan lebih banyak
pengorbanan.
Aku memutar CD lagu yang biasanya menenangkanku, tapi kini
ia hampir tak memberi efek bagiku. Yang sangat membantuku untuk
tenang saat ini adalah udara yang lembab, dingin dan bersih yang
berhembus dengan cahaya hujan melalui kaca jendela mobilku yang
terbuka. Walaupun aku bisa membayangkan bau tubuh Bella Swan
dengan sempurna, menghirup udara bersih terasa seperti mencuci
tubuhku dari infeksinya.
Aku kembali sadar. Aku dapat berpikir jernih lagi. Dan aku bisa
bertarung lagi. Aku bisa bertarung melawan sesuatu yang tak
kuinginkan.
Aku tak perlu pergi ke rumahnya. Aku tak perlu membunuhnya.
Jelas, aku adalah makhluk rasional yang dapat berpikir jernih dan
memiliki pilihan. Pasti selalu ada pilihan.
Semua perasaan yang tadi kurasakan di kelas sudah sirna.... tapi
kini aku berada jauh dari gadis itu. Mungkin kalau aku
menghindarinya dengan benar-benar hati-hati, tak perlu ada
perubahan dalam hidupku. Ada hal-hal yang kusukai dalam hidupku
sekarang. Kenapa aku harus membiarkan seseorang yang begitu lezat
dan semakin memperburuk keadaan harus menghancurkan hidupku?
Aku tak harus mengecewakan ayahku. Aku tak perlu membuat
ibuku stres, khawatir.... sakit. Ya, tentu hal ini dapat membuat ibu
angkatku sakit juga. Dan Esme begitu lemah lembut dan peka.
Membuat seseorang seperti Esme terluka benar-benar tak bisa
dimaafkan.
Ironis sekali tadi aku ingin menyelamatkan Isabella Swan dari
omong kosong pikiran Jessica yang tak berharga. Aku mungkin
sekarang adalah orang terakhir di bumi yang mau melindungi Isabella
Swan. Gadis itu tak akan membutuhkan perlindungan dari apapun
seperti ia butuh perlindungan dariku.
Aku baru saja sadar, dimana Alice? Bukankah ia harusnya sudah
melihatku di visinya sedang membunuh Isabella Swan dengan berbagai

18
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

cara? Mengapa ia tak datang untuk membantu – untuk


menghentikanku atau setidaknya membantuku menghilangkan semua
bukti yang ada nanti? Apa ia tengah memfokuskan visinya pada Jasper
sehingga ia bahkan melewatkan kemungkinan besar yang jauh lebih
mengerikan? Atau apakah aku lebih kuat dari yang kukira? Apa aku
memang tak akan berbuat apa-apa pada gadis itu?
Tidak, aku tahu itu tak mungkin. Pasti Alice kini terlalu
berkonsentrasi pada Jasper.
Aku mencari ke arah dimana Alice mungkin berada, di bangunan
kecil tempat kelas bahasa inggris. Tak butuh waktu lama bagiku untuk
mencari suaranya yang familiar. Dan aku benar. Pikirannya hanya
mengenai Jasper, menyaksikan pilihan-pilihan yang diambil Jasper
dengan teliti setiap menitnya.
Aku harap aku bisa menanyakan pendapatnya, tapi di saat yang
bersamaan, aku senang ia tak tahu apa yang bisa saja kulakukan.
Senang karena ia tak sadar kalau satu jam lalu aku nyaris saja
melakukan pembunuhan sadis besar-besaran.
Aku merasakan sensasi terbakar baru di tubuhku – terbakar
karena malu. Aku tak ingin satupun dari mereka tahu.
Jika aku bisa menghindari Bella Swan, aku bisa mengontrol
diriku untuk tidak membunuhnya – walau aku bisa membayangkan
monster dalam diriku menggeliat dan menggertakkan gigi saking
frustasinya – sehingga tak seorangpun harus tau. Kalau aku bisa
menghindar dari baunya...
Tak ada alasan bagiku untuk tidak mencoba, setidaknya. Buat
pilihan yang tepat. Berusaha menjadi apa yang Carlisle pikirkan
tentangku.
Jam terakhir sekolah nyaris selesai. Aku memutuskan
menjalankan rencana baruku saat itu juga. Lebih baik pergi daripada
duduk disini di tempat parkir dimana mungkin saja Bella akan lewan
dan menguji temperamenku. Lagi-lagi, aku merasa benci yang tak
beralasan pada gadis itu. Aku benci ia memiliki kekuatan yang bisa
membuatku tak sadarkan diri. Dimana ia bisa membuatku berubah
menjadi sosok yang kubenci.
Aku berjalan dengan cepat – mungkin agak terlalu cepat, tapi
toh tak ada orang yang melihat – menyebrangi kampus kecil ke bagian
kantor. Tak ada alasan aku akan berpapasan dengan Bella Swan selagi
perjalanan kesana.

19
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Ruangan kantor kosong, hanya ada seorang sekretaris, orang


yang memang ingin kutemui.
Dia tak menyadari kehadiranku yang hening.
“Mrs.Cope?”
Wanita dengan rambut merah yang aneh menoleh dan matanya
langsung melebar. Memang begitulah manusia, mereka selalu terjaga
begitu dekat dengan kami, tanda bawah sadar yang bahkan mereka
sendiri tak sadari walaupun sudah kesekian kalinya mereka melihat
kami.
“Oh” ucapnya tergagap, sedikit kebingungan. Dia merapikan
bajunya yang kusut. Bodoh, pikirnya pada dirinya sendiri, Dia bahkan
cukup muda untuk menjadi anakku. Ia bahkan terlalu muda untuk
berpikir kalau.... “Halo, Edward. Apa yang bisa kubantu?” Bulu
matanya mengepak-ngepak di balik kacamatanya.
Tidak nyaman. Tapi aku tahu bagaimana cara menjadi
mempesona ketika aku ingin. Itu mudah, secara aku tahu persis
bagaimana nada ataupun bahasa tubuhku mereka respon di pikiran
mereka.
Aku mencondongkan badanku ke depan, bertemu dengan
tatapannya seolah aku sedang memandangi dalam-dalam mata kecil
coklatnya yang tak dalam. Pikirannya saat ini sudah bingung. Ini
seharusnya akan mudah.
“Aku penasaran apakah kau bisa membantuku dengan
jadwalku.” Aku berkata dengan suara lembutku yang kumaksudkan
agar tak menakuti manusia.
Aku bisa mendengar suara detak jantungnya bertambah cepat.
“Tentu, Edward. Bagaimana aku bisa membantu?” Terlalu
muda, terlalu muda, dia berujar kepada dirinya sendiri. Salah, tentu
saja. Aku bahkan lebih tua daripada kakeknya. Tapi kalau dilihat dari
kartu SIMku, tentu saja aku lebih muda.
“Aku penasaran kalau aku bisa pindah dari kelas biologiku ke
kelas IPA lain yang lebih tinggi, fisika, mungkin?”
“Apa ada masalah dengan Mr.Banner, Edward?”
“Tidak sama sekali. Hanya saja, aku sudah menguasai
pelajarannya.”
“Di sekolah akselerasi yang kalian masuki saat di Alaska, benar?”
Ia mengerutkan bibirnya yang tipis saat mengucapkannya. Mereka
seharusnya sudah kuliah sekarang. Aku dengar guru-guru mengeluh.

20
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Empat poin sempurna, tak pernah ragu saat menjawab, tak pernah
salah menjawab dalam tes – seolah mereka menguasai cara
mencontek di setiap pelajaran. Mr.Varner lebih suka berpikir kalau
muridnya mencontek daripada berpikir muridnya lebih pintar
daripada dirinya. Tapi aku yakin pasti ibu mereka yang mengajari
mereka... “Sebenarnya, Edward, kelas fisika saat ini sudah penuh.
Mr.Banner tak suka kalau kelasnya terdiri dari lebih dari 25 murid – “
“Aku tak akan menjadi masalah di kelas.”
Tentu saja kau tak akan. Tak mungkin Cullen yang sempurna
menjadi masalah. “Aku tahu, Edward. Hanya saja memang benar-
benar tak ada kursi kosong...”
“Kalau begitu bolehkah aku keluar dari kelas biologiku? Aku bisa
menggunakan waktuku untuk belajar sendiri.”
“Keluar Biologi?” Mulutnya menganga. Itu gila. Memang sesusah
apa sih duduk di kelas yang pelajarannya telah dikuasai? Pasti dia ada
masalah dengan Mr.Banner. Aku penasaran apa aku harus
membicarakan hal ini dengan Bob? “Kau tak akan memiliki cukup
absensi untuk lulus nanti.”
“Aku akan menyusul tahun depan.”
“Mungkin kau harus membicarakannya dengan orang tuamu
dulu tentang itu.”
Pintu di belakangku terbuka, tapi siapapun itu ia tak
memikirkanku, jadi aku hiraukan kedatangannya dan kembali
konsentrasi pada Mrs.Cope. Aku mencondongkan tubuhku lebih
dekat, dan menatapnya lebih lebar. Cara ini akan lebih ampuh kalau
mataku saat ini sedang emas, bukannya hitam. Warna hitam menakuti
para manusia, memang sudah seharusnya.
“Kumohon, Mrs.Cope?” Aku membuat suaraku selembut dan
sememaksa yang aku bisa – dan itu memang terdengar sangat
memaksa. “Apa tak ada kelas lain yang aku bisa tukar? Aku yakin
seharusnya ada kursi kosong yang bisa kumasuki di satu kelas. 6 jam
kelas biologi tak mungkin jadi satu-satunya pilihan...”
Aku tersenyum kepadanya, hati-hati agar tak terlalu
memperlihatkan gigiku lebar-lebar padanya agar ia tak takut, lalu
melembutkan ekspresiku padanya.
Jantungnya berdegup lebih cepat. Terlalu muda, dia
mengingatkan dirinya dengan gelisah. “Ya mungkin aku bisa bicara
dengan Bob – maksudku Mr.Banner. Kalau nanti aku bisa lihat...”

21
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Hanya butuh satu detik untuk mengubah semuanya: atmosfer di


udara, misiku di ruangan ini, alasan aku mencondongkan tubuhku
dekat-dekat dengan wanita berambut merah... satu tujuan awalku.
Hanya butuh satu detik bagi Samantha Wells untuk membuka
pintu dan meletakkan kertas tanda tangan kalau ia terlambat di
keranjang di pintu, lalu keluar lagi dengan buru-buru karena ingin
pulang. Hanya butuh satu detik bagi embusan angin yang tiba-tiba
bertiup dari pintu yang terbuka menerpaku. Hanya butuh satu detik
bagiku untuk sadar kenapa orang yang berada di pintu tidak
menggangguku dengan pikirannya.
Aku berbalik, walau sebenarnyaa itu tak butuh bagiku untuk
mengetahui siapa yang ada di belakangku. Aku berbalik perlahan,
melawan ototku yang memberontak melawanku.
Bella Swan sedang berdiri dengan sambil bersandar di tembok di
samping pintu, tangannya memegangi selembar kertas. Matanya
bahkan lebih lebar daripada biasanya saat ia melihat pandangan ganas
tak manusiawiku.
Bau darahnya membuat jenuh setiap partikel udaha di ruangan
yang kecil dan panas ini. Tenggorokanku terasa meledak dan terbakar.
Monster dalam diriku membelalak marah padaku dari pantulan
di mata gadis itu, seperti topeng iblis.
Tanganku bergerak dengan enggan di udara diatas konter. Aku
tak harus membalikkan badanku lagi untuk menggapai dan
membanting kepala Mrs.Cope ke mejanya dengan kekuatan yang
cukup untuk membunuhnya. 2 nyawa, lebih baik daripada 20. Lebih
baik dari yang tadi.
Monster dalam diriku menunggu dengan tak sabaran, dengan
kelaparan, menungguku melakukannya.
Tapi selalu ada pilihan – pasti.
Aku memperbaiki gerakan paru-paruku dan memperbaiki muka
Carlisle yang terlihat di depan mataku. Aku berbalik untuk menghadap
Mrs.Cope, dan mendengar kekagetan dalam pikirannya karena
melihat perubahan ekspresiku. Dia takut dan agak menjauhiku, tapi
ketakutannya tak ia tunjukkan lewat kata-kata.
Dengan semua pengendalian diri yang kupelajari selama dekade-
dekade aku hidup, aku membuat suaraku terdengar lembut dan
tenang. Tersisa cukup udara di paru-paruku bagiku untuk bicara sekali
lagi.

22
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

“Tak apa kalau begitu. Aku bisa mengerti kalau itu memang
mustahil. Terima kasih banyak atas bantuannya.”
Aku berputar dan keluar dari ruangan, berusaha tak merasakan
hangatnya darah dalam tubuh gadis itu ketika aku hanya berjarak
beberapa inci darinya saat melewatinya.
Aku tak berhenti sampai aku tiba di mobilku, berjalan begitu
cepat sampai aku tiba disana. Sebagian manusia sudah pulang dari
sekolah, jadi aku yakin tak ada yang melihat kecepatanku berjalan.
Aku mendengar siswa kelas dua, DJ Garret, memperhatikan, dan tidak
menghiraukan...
Darimana si Cullen datang -- ia terlihat seperti keluar dari kabut
tebal begitu saja... Sial lagi-lagi aku begitu, berimajinasi lagi. Ibu kan
sudah sering bilang kalau...
Ketika aku meluncur ke dalam Volvoku, yang lainnya sudah
berada disana. Aku berusaha mengendalikan napasku, tapi aku justru
terengah-engah menghirup udara segar seolah aku baru saja sesak
napas.
“Edward?” Tanya Alice, suaranya memberi isyarat bahaya.
Aku hanya menganggukkan kepalaku padanya.
“Apa yang terjadi padamu?” tanya Emmet dengan nada
menuntut, saat itu pikirannya teralih dari kenyataan kalau Jasper
sedang tidak mood untuk melakukan tanding ulang dengannya.
Bukannya menjawab, aku justru memundurkan mobil. Aku harus
segera mengeluarkan mobil ini dari tempat parkir sebelum Bella Swan
mengikutiku kesini. Seolah seorang iblis mengejarku dan ingin
memburuku... Aku memutarkan mobilku dan mengebut.
Kecepatannya sudah 40 bahkan sebelum mobil sampai ke jalan raya.
Di jalan raya, kecepatannya 70 bahkan sebelum aku sempat
menikung.
Tanpa aku harus melihat, aku bisa tahu kalau Emmet, Rosalie,
dan Jasper sedang memperhatikan Alice. Alice hanya mengangkat
bahu. Ia tak bisa melihat apa yang sudah terjadi, hanya yang akan
terjadi saja.
Dia melihat ke arahku sekarang. Kami berdua sama-sama melihat
ke dalam apa yang sedang dilihat oleh Alice di kepalanya dan sama-
sama terkejut.
“Kau akan pergi?” bisiknya.
Yang lainnya menatapku sekarang.

23
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

“Apa aku akan pergi?” Desisku di balik gigiku.


Dia melihatnya, bagaimana keputusanku sekarang bimbang dan
membawaku ke masa depan yang gelap.
“Oh.”
Bella Swan, mati. Mataku merah menyala berwarna darah segar.
Orang-orang akan menyelidiki. Dan kami harus menunggu hati-hati
untuk sementara waktu hingga sudah cukup aman bagi kami untuk
keluar dan memulai dari awal...
“Oh.” Ucapnya lagi. Gambar-gambar dalam pikirannya menjadi
lebih spesifik. Aku bisa melihat dalam rumah kepala polisi Swan untuk
pertama kalinya, melihat Bella di sebuah dapur kecil dengan lemari
kuning, ia memunggungiku ketika aku diam-diam mengintai dalam
bayangan... membiarkan baunya menuntunku padanya...
“Hentikan!” Rintihku, sudah tak tahan melihatnya.
“Maaf.” Bisiknya, matanya melebar.
Monster dalam diriku gembira.
Dan visi di kepalanya berubah lagi. Jalan besar yang kosong di
malam hari, pohon-pohon di pinggiran yang tertutup salju, terlihat
dengan kecepatan nyaris 200 mil per jam.
“Aku akan merindukanmu.” Ucapnya, “Tak peduli sesebentar
apapun kau akan pergi.”
Emmet dan Rosalie bertukar pandangan penuh kekuatiran.
Kami hampir tiba di jalan lurus yang menuju rumah kami.
“Turunkan kami disini.” Suruh Alice, “Kau harus bilang sendiri
pada Carlisle.”
Aku mengangguk dan mobilku memekik begitu kurem
mendadak.
Emmet, Rosalie, dan Jasper keluar dengan diam; mereka akan
meminta penjelasan dari Alice begitu aku sudah pergi. Alice
memegang pundakku.
“Kau akan melakukan hal dengan benar.” Gumam Alice. Bukan
dari visinya, tapi perintahnya sendiri, “Dia satu-satunya keluarga
Charlie Swan yang tersisa. Membunuh Bella berarti akan membunuh
dia juga.”
“Ya.” Ucapku menyetujui hanya mengenai bagian akhirnya.
Alice meluncur menyusul yang lain, alisnya menngerut menjadi
satu karena kekhawatirannya. Mereka menghilang dalam hutan,
sebelum aku sempat memutar mobilku.

24
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Aku mengemudi dengan cepat menuju kota, dan aku yakin


kalau saat ini pasti visi Alice langsung berubah dari gelap menjadi
terang seperti lampu. Sambil mengebut dengan kecepatan 90 menuju
Forks, aku berpikir akan kemana aku pergi. Pamit dengan ayahku?
Atau mendapatkan apa yang diinginkan oleh monster dalam diriku?
Jalanan terlampaui oleh roda mobilku.

25
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Buku yang Terbuka

Aku bersandar di atas timbunan salju yang empuk. Kulitku sudah


mendingin, menyesuaikan dengan suhu udara di sekitar. Kepingan
salju yang kecil yang jatuh di tanganku terasa seperti beludru bagi
kulitku.
Langit di atasku saat ini begitu cerah, terhias indah dengan
bintang-bintang, beberapa bintang berpijar biru, beberapa berpijar
berwarna kuning. Bintang-bintang itu menimbulkan nuansa megah,
bercampur aduk membentuk gugusan di angkasa yang gelap – benar-
benar pemandangan yang menakjubkan. Begitu elok dan cantik. Kalau
saja aku bisa melihatnya.
Keadaan tidak bertambah baik juga. Sudah enam hari berlalu,
enam hari aku bersembunyi disini, di Denali yang kosong dan liar, tapi
aku juga tidak sedikitpun merasa lebih bebas dari sejak pertama aku
mencium bau gadis itu.
Ketika aku menatap ke langit indah diatasku, yang menghalangi
pandanganku adalah sesosok wajah manusia yang tak menarik
perhatian, tapi entah mengapa aku tak bisa menghapuskannya dari
pikiranku.
Aku mendengarkan suara pikiran seseorang mendekat, sebelum
akhirnya aku mendengar suara langkah kaki mendekat. Langkahnya
sangat tenang, seperti bisikan lemah terhadap tumpukan salju di tanah.
Aku tak terkejut kalau Tanya mengikutiku kemari. Aku tahu
kalau ia telah memikirkan mengenai percakapan ini untuk beberapa
hari terakhir, menunda percakapan ini sampai ia benar-benar yakin
mengenai apa yang akan ia katakan.
Ia melompat sekejap sekitar 6 yard jauhnya ke ujung sebuah
batu hitam besar, menyeimbangkan diri dengan bertumpu pada tumit
kakinya yang tak beralaskan sepatu.
Kulit Tanya berwarna silver di bawah cahaya bintang, rambut
panjangnya yang pirang dan keriting berkilau pucat, hampir berwarna
pink karena diwarnai stroberi. Mata amber-nya berkilat begitu ia
mengamatiku, tubuhnya setengah tertutupi salju, dan mulutnya
bergerak perlahan membentuk senyuman.

26
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Sangat elok. Kalau saja aku bisa melihatnya. Aku menghela


napas.
Ia merunduk di balik batu, ujung jarinya menyentuh batu,
tubuhnya bergelung.
Seperti bola meriam, pikirnya.
Dia melonjakkan tubuhnya ke udara; tubuhnya terlihat seperti
siluet hitam, membentuk bayangan yang berpilinketika ia berputar
dengan lemah gemulai di antara aku dan bintang. Ia melingkarkan
tubuhnya ketika ia hendak menimpa timbunan salju di sampingku.
Tiupan salju yang terciprat bertiup ke arahku dan menimbunku.
Bintang-bintang menjadi tak terlihat dan aku terkubur di kristal-kristal
es yang begitu lembut dan ringan.
Aku mengela napas, tapi tidak bergerak untuk menyingkirkan
salju dari tubuhku. Kegelapan di balik salju ini tak memperburuk
maupun memperbagus pemandangan yang kulihat sebelumnya. Aku
tetap saja melihat wajah yang sama.
“Edward?”
Salju-salju berterbangan lagi ketika Tanya menggali salju dari
tubuhku dengan cepat. Ia menyingkirkan salju dari wajahku, tetapi
matanya tak benar-benar menatapku.
“Maaf,” gumamnya, “Aku tadi hanya bercanda.”
“Aku tahu. Tadi itu lucu.”
Mulutnya mengusut kebawah.
“Irina dan Kate bilang kalau aku sebaiknya membiarkanmu
sendiri. Mereka pikir aku hanya mengganggumu saja.”
“Kau tak menggangguku sama sekali.” Aku meyakinkannya,
“kenyataannya, justru akulah yang bersikap kasar dan tak
menyenangkan. Aku sungguh menyesal.”
Kamu akan pulang, kan? Pikirnya.
“Aku belum... benar-benar... memutuskannya.”
Tapi kamu tak akan menetap disini. Pikirannya begitu sayu
sekarang, sedih.
“Tidak. Karena tinggal disini tak akan ... membantu.”
Ia menyeringai, “ini salahku kan?”
“Tentu saja bukan.” Aku berbohong dengan mulus.
Tak usah menjadi sok-sok pria sejati.
Aku tersenyum.
Aku membuatmu merasa tak nyaman, tuduhnya.

27
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

“Tidak.”
Ia menaikkan satu alisnya. Ekspresinya benar-benar tidak percaya
membuatku ingin tertawa. Tertawa singkat, begitu singkat yang
kemudian dilanjutkan helaan napas.
“Iya, iya.” Aku mengakui, “tapi hanya sedikit.”
Dia mengela napas juga, lalu menyandarkan dagunya di atas
kedua tangannya. Pikirannya sedih.
“Kau seribu kali lebih manis daripada bintang-bintang diatas,
Tanya. Tentu saja kau pasti sudah tahu. Jangan sampai kekeras
kepalaanku menghancurkan rasa peracaya dirimu.” Aku terkikik
karena kata-kata yang kuucapkan.
“Aku tak biasa ditolak.” Gerutunya, bagian bawah bibirnya
didorong kedepan, membentuk cibiran yang menarik.
“Tentu saja kau tak biasa ditolak.” Aku setuju, berusaha
menghalau pikirannya agar tak terbaca olehku, karena ia tengah
memikirkan ribuan yang telah ia kalahkan. Biasana, Tanya lebih
memilih manusia laki-laki – biasa mereka lebih banyak, belum lagi
keuntungan tambahan mereka biasanya akan hangat dan lembut. Dan
selalu berhasrat, tentu saja.
“Succubus,” godaku, berharap dapat mengalihkan gambar-
gambar di kepalanya.
Ia menyeringai, menunjukkan deretan giginya yang berkilau,
“Orisinil.”
Tidak seperti Carlisle, Tanya dan saudarinya menyadari hati
nuranin mereka perlahan-lahan. Dan akhirnya, kesukaan mereka pada
manusia laki-laki lah yang membuat mereka tidak membunuh lagi.
Sekarang, pria yang mereka cintai.... hidup.
“ketika kau datang kemari,” Ucap Tanya perlahan, “aku pikir....”
Aku tahu apa yang dipikirannya. Dan bisa kutebak kalau dia
pasti merasa begitu. Tapi saat itu aku sedang tidak dalam kondisi
bagus untuk mengalanisa pikiran orang.
“Kau pikir aku berubah pikiran.”
“Ya,” Ia mengerutkan dahi.
“Aku merasa sangat bersahal karena bermain-main dengan
harapanmu, Tanya. Aku tak bermaksud – Aku kemari tanpa pikir
panjang. Aku pergi dari rumah... dengan buru-buru.”
“Boleh aku tau kenapa?”

28
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Aku duduk, melipat kedua lenganku di antara kakiku,


menggulung secara defensif, “Aku tak ingin membicarakannya.”
Tanya, Irina dan Kate benar-benar telah menjalani cara hidup
yang mereka pilih dengan baik. Dalam beberapa hal, lebih baik dari
Carlisle. Di samping ke-sangat-dekatan mereka terhadap manusia-
manusia yang seharusnya menjadi korban mereka, mereka tidak
berbuat kesalahan. Aku terlalu malu untuk mengakui kelemahanku
pada Tanya.
“Masalah wanita?” Tebak Tanya, menghiraukan kesegananku.
Aku tertawa muram, “Iya, tapi tidak seperti itu juga
masalahnya.”
Dia diam. Aku mendengarkan pikirannya, ia berpikir macam-
macam tebakan, mencoba menerjemahkan maksud kata-kataku.
“Kau bahkan tak dekat dengan jawabannya.” Aku
memberitahukannya.
“Satu petunjuk?” Pintanya.
“Tak usah dipikirkan, Tanya.”
Dia diam lagi, masih berusaha menafsirkan. Aku
mengacuhkannya dan berusaha untuk melihat keindahan bintang-
bintang di langit.
Tanya menyerah setelah berpikir cukup lama.
Kemana kau akan pergi Edward? Kembali ke tempat Carlisle?
“Kurasa tidak.” Bisikku.
Kemana aku akan pergi? Aku tak bisa memikirkan sebuah tempat
pun di seluruh dunia yang menarik perhatianku. Tak ada hal yang
ingin kulihat ataupun ingin kulakukan. Karena, kemanapun aku pergi,
tetap saja aku jadinya tak akan pergi ke suatu tempat, lebih tepatnya
aku melarikan diri dari seseorang.
Aku benci situasi ini. Kenapa aku harus begitu pengecut?
Tanya melempar lengannya yang ramping dan kecil melingkari
pundakku. Tubuhku sekejap menjadi kaku, tapi aku tak melepaskan
diri dari rangkulannya. Tanya tak bermaksud apa-apa selain
membuatku nyaman sebagai seorang teman baik.
“Aku pikir kau pasti akan kembali.” Ucap Tanya dengan aksen
Russia nya, “Tidak peduli apapun itu... atau siapapun itu.... ia
menghantuimu. Kau pasti akan menghadapinya. Karena kamu orang
yang seperti itu.”

29
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Pikiran Tanya persis seperti apa yang ia katakan. Aku berusaha


membayangkan gambaran diriku seperti apa yang dikatakan Tanya.
Aku yang menghadapi semua masalah di hadapanku. Menyenangkan
memikirkan diriku seperti itu. Selama ini aku tak pernah meragukan
keberanianku, kemampuanku dalam menghadapi kesulitan, sebelum
jam-jam menegangkan pada kelas Biologi beberapa waktu lalu.
Aku mencium pipinya, lalu menarik kembali wajahku dengan
cepat begitu Tanya memutar wajahnya menghadapku, bibirnya sudah
mengkerut. Ia tersenyum menyesal karena aku begitu cepat menarik
wajahku.
“Terima kasih Tanya atas kata-katamu, aku benar-benar
membutuhkannya.”
Pikirannya menjadi marah dalam sekejap, “Sama-sama, aku rasa.
Lain kali, kau harus memiliki alasan yang benar-benar jelas dalam
melakukan sesuatu, Edward.”
“Maaf, Tanya. Kau sendiri tahu kan kau terlalu baik untukku.
Aku hanya.... belum menemukan apa yang kucari saja.”
“Well, kalau kau pergi sebelum kita sempat bertemu lagi....
selamat tinggal Edward.”
“Selamat tinggal, Tanya.” Selagi aku mengucapkannya, aku
dapat melihatnya. Aku bisa melihat diriku pergi. Telah menjadi cukup
kuat untuk kembali ke suatu tempat dimana aku ingin berada, “Terima
kasih Tanya.”
Dia melangkahkan kakinya dengan begitu cepat dan cekatan,
lalu ia berlari pergi, begitu cepat hingga kakinya tak sempat ia
benamkan ke tumpukan salju di tanah, ia tak meninggalkan satu jejak
pun. Ia tak melihat balik ke belakang. Penolakanku begitu
mengganggunya lebih daripada sebelumnya, begitu di pikirannya. Dia
tak ingin melihatku lagi sebelum aku pergi.
Aku memutar mulutku dengan perasaan sedih, kesal dan
kecewa. Aku tak suka menyakiti Tanya, walaupun perasaannya tak
benar-benar dalam, tak benar-benar tulus dan bukan perasaan yang
dapat kubalas. Tetap saja itu membuatku mati rasa sebagai seorang
pria.
Aku menyandarkan daguku di lututku dan memandangi bintang-
bintang lagi, walaupun kini aku benar-benar gelisah karena
keputusanku untuk pulang. Aku tahu Alice pasti sudah melihatku akan
pulang, dan memberitahu yang lain. Hal ini akan membuat mereka

30
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

senang – terutama Carlisle dan Esme. Tapi aku kembali mengamati


bintang-bintang sejenak, kembali melihat sesosok wajah yang tadi
kulihat. Di antara gambaranku dan jutaan bintang di langit, sepasang
mata cokelat yang dalam menatapku tajam, seolah menanyakan
apakah keputusanku untuknya. Tentu saja aku tak yakin kalau apakah
matanya seperti itu saat ia sedang menanyakan sesuatu. Walau dalam
imajinasiku, aku tak tetap tak bisa mendengarkan pikirannya. Mata
Bella Swan kembali menatapku, menanyakan hal yang sama,
sementara gugusan bitang di langit membuat pikiranku buyar. Dengan
helaan napas berat, aku menyerah, aku kembali berdiri. Dengan
berlari, aku dapat mencapai mobil Carlisle kurang dari 1 jam.
Karena tak sabar bertemu dengan keluargaku – juga tak sabar
untuk menjadi sosok Edward yang berani menghadapi masalah di
hadapannya –, aku berlari melintasi lapangan di bawah jutaan bintang
di langit, tidak meninggalkan jejak satupun.

“Segalanya akan baik-baik saja.” Alice menarik napas lega.


Matanya tidak fokus, dan satu tangan Jasper memegangi sikunya
dengan ringan, menuntun Alice berjalan, ketika kami sama-sama
berjalan bersama menuju kafetaria. Rosalie dan Emmet berjalan paling
depan, Emmet terlihat seperti bodyguard di suatu daerah penuh
dengan musuh. Rose terlihat berhati-hati juga, tapi lebih terkesan
seperti menyebalkan daripada melindungi.
“Tentu saja akan baik-baik saja,” Gerutuku. Tingkah mereka
semua berlebihan. Kalau aku tak yakin aku bisa menghadapinya, aku
pasti sekarang tinggal di rumah daripada ke sekolah.
Perubahan mendadak pada pagi hari kami, bahkan di pagi yang
ceria seperti ini – turun hujan salju pada malam hari, Emmet dan
Jasper tak melepas kesempatan untuk menimpuki aku dengan bola
salju di saat aku lengah; dan ketika mereka mulai bosan menimpukiku
karena aku tak membalas, mereka justru menimpuki satu sama lain –
karena mereka semua menjadi begitu waspada sebenarnya justru lucu
dan menyenangkan, hanya saja kewaspadaan mereka begitu
menggangguku.
“Gadis itu memang belum disini, tapi kalau ia datang, angin
takkan meniupkan baunya ke arah kita kalau kita duduk di tempat
duduk kita yang biasanya.”

31
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

“Tentu saja kita akan duduk di tempat duduk kita yang


biasanya. Hentikan Alice. Kau tak tahu bagaimana kesiapanku. Aku
pasti akan baik-baik saja.”
Alice mengejapkan matanya sekali, ketika Jasper menuntunnya
ke tempat duduknya, lalu ia memfokuskan kedua matanya pada
wajahku.
“Hmm,” ucap Alice, terdengar agak terkejut, “Kupikir kau
benar.”
“Tentu saja.” Gumamku.
Aku benci menjadi sumber kekhawatiran mereka. Tiba-tiba aku
merasa simpatik kepada Jasper,mengingat selama ini kami selalu
bersikap protektif kepadanya terus menerus. Jasper bertemu pandang
denganku sebentar dan meringis...
Tidak enak, bukan?
Aku menyeringai kepadanya.
Bagaimana caranya minggu lalu aku bisa berpikiran kalau
ruangan panjang membosankan ini begitu menjemuhkan bagiku?
Hingga rasanya seperti tidur, atau bahkan koma hanya berada di
ruangan ini.
Hari ini keberanianku seolah terikat dengan kencang – ibarat
senar piano yang distem dengan tekanan tertinggi. Inderaku
kugunakan dengan maksimum; aku menyimak setiap suara, setiap
pandangan, setiap gerakan udara yang menyentuh kulitku, dan setiap
pikiran. Terutama pikiran. Hanya satu indera yang tak kugunakan,
tepatnya aku menolak untuk menggunakannya. Tentu saja,
penciuman. Aku tak bernapas.
Aku berharap bisa mendengar lebih mengenai Cullen si pikiran-
pikiran yang berlalu-lalang. Seharian aku menunggu, mencari siapa
kiranya yang menjadi tempat cerita Bella Swan, sehingga ia tahu apa
saja yang Bella pikirkan tentang kami. Tapi tak ada. Tak ada yang
memperhatikan 5 vampir di kafetaria, sama seperti ketika sebelum
gadis baru itu datang. Beberapa manusia masih memikirkan gadis baru
itu, pikiran yang sama seperti minggu lalu. Bukannya aku merasa kalau
hal ini membosankan, aku justru merasa gembira.
Apa dia tak mengatakan apa-apa kepada siapapun tentangku?
Tak mungkin ia tak melihat tatapan mata gelap dan
membunuhku tempo hari. Aku melihatnya bereaksi saat melihat
mataku. Aku yakin, aku pasti benar-benar menakutinya saat itu. Aku

32
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

telah yakin kalau ia pasti telah mengatakan apa yang ia lihat kepada
seseorang, atau bahkan melebih-melebihkan ceritanya sedikit agar
terdengar lebih menarik, dimana akan memberikan ancaman bagiku.
Dan lagi, dia juga mendengarku meminta keluar dari kelas
Biologi kita. Dia pasti berpikiran, setelah melihat ekspresiku juga, kalau
ialah penyebabnya. Anak perempuan pada umumnya pasti bertanya-
tanya pada orang-orang, membandingkan pengalamannya dengan
yang lain, dan berusaha mencari-cari informasi mengenai bagaimana
dan mengapa aku berperilaku demikian sehingga ia tak merasa
terpencil. Manusia umumnya merasa depresi untuk bersikap normal
dalam lingkungan baru, untuk menyesuaikan diri. Untuk menyatu
dengan yang lain, seperti sekelompok domba tanpa masa depan.
Kebutuhan mereka dalam berbaur biasanya begitu kuat di masa-masa
remaja seperti ini. Gadis itu pasti tak jadi pengecualian untuk aturan
itu.
Tapi tak satupun dari murid-murid di kafetaria yang
memperhatikan kepada kami yang duduk di meja kami biasanya. Bella
pasti orang yang sangat pemalu, bila ia tak menceritakannya kepada
siapapun. Mungkin ia bercerita kepada ayahnya, orang dengan
hubungan paling dekat dengannya... walaupun itu hanya
kemungkinan kecil, secara ia menghabiskan waktu dengan ayahnya
begitu sebentar dalam hidupnya. Dia pasti lebih dekat dengan ibunya.
Tapi tetap saja, aku harus menemui kepala polisi Swan kapan-kapan
dan mendengarkan apa yang ia pikirkan.
“Ada yang baru?” Tanya Jasper.
“Tak ada... iya pasti tak mengatakan apapun.”
Keempat orang di hadapanku mengangkat sebelah alis begitu
mendengarnya.
“Mungkin kau tak semenyeramkan yang kau kira.” Kata Emmet
geli, “Aku pasti bisa menakutinya lebih baik dari kau.”
Aku memutar kedua bola mataku padanya.
“Aku penasaran kenapa...?” Ia mengingat kembali penyingkapan
mengenai keheningan pikiran gadis itu yang unik.
“Kita sudah membicarakannya. Aku tak tahu.”
“Ia datang.” Alice bergumam. Aku merasa badanku menjadi
kaku, “Bersikaplah seperti manusia normal.”
“Manusia, katamu?” Tanya Emmet.

33
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Emmet mengangkat lengan kanannya, memutar kedua jarinya


untuk menyingkapkan bola salju yang daritadi ia simpan di telapak
tangannya. Tentu saja salju itu tak meleleh di tangannya yang dingin.
Ia menekannya hingga berbentuk seperti es batu... Ia menatap kepada
Jasper, tapi aku dapat melihat arah yang ada di pikirannya. Dan
begitu pula Alice, tentu saja. Ketika Emmet dengan tiba-tiba melempar
batu es itu ke arah Alice, Alice menyentilnya dengan kibasan jarinya
dengan santai. Es itu terpental sepanjang kafetaria, terlalu cepat untuk
terlihat oleh mata manusia, dan pecah begitu menabrak dinding. Tak
hanya esnya, dinding kafetaria juga menjadi retak.
Seluruh kepala di kafetaria menoleh memandang retakan es di
lantai, dan berputar untuk mencari siapa yang menyebabkannya.
Mereka tak melihat lebih jauh dari beberapa meja terdekat. Tak
satupun memandang kami.
“Sangat manusiawi, emmet.” Ucap Rosalie kasar, “Kenapa kau
tak memukul tembok saja?”
“Akan lebih mengesankan kalau kau yang melakukannya,
sayang.”
Aku berusaha menaruh perhatian kepada mereka yang tengah
menyeringai memandangi mukaku, seolah aku bahan olokan mereka.
Aku tak boleh membiarkan diriku melihat di balik kerumunan orang
disana, dimana aku yakin gadis itu berdiri. Itu yang kudengar.
Aku dapat mendengar ketidaksabaran Jessica dengan si gadis
baru, dimana gadis baru itu juga sepertinya merasa terganggu, berdiri
diam dalam antrian. Aku melihat lewat pikiran Jessica, kalau pipi gadis
itu lebih merona pink karena darah pada pagi ini.
Aku menarik napas pendek dan dangkal, siap-siap berhenti
bernapas kalau-kalau bau gadis itu tercium sedikit saja olehku.
Mike Newton juga disana bersama mereka. Aku dengar
keduanya, suara maupun pikiran dari Mike Newton, ketika ia
menanyakan kepada Jessica ada apa dengan si gadis baru itu. Aku tak
suka bagaimana ia berpikir mengenai gadis itu, harapan akan
fantasinya yang tak dapat dipungkiri lagi menghantui pikirannya,
ketika ia melihat Bella yang tersenggak dan tersadar dari lamunannya,
lupa kalau Mike ada di sampingnya.
“Tak ada apa-apa kok.” Aku mendengar suara Bella yang jelas
dan pelan. Suaranya terdengar seperti bel yang bergemerincing di balik

34
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

suara-suara obrolan lain di kafetaria, tapi aku tahu itu karena aku
mendengarkannya terlalu sungguh-sungguh.
“Aku minum soda saja hari ini.” Lanjutnya sambil bergerak
masuk ke dalam antrian.
Aku tak bisa menahan diri untuk melihat ke arahnya dalam satu
kedipan. Gadis itu sedang menatap lantai, darah di wajahnya pudar
perlahan. Aku mengalihkan pandangan dengan cepat ke Emmet, yang
sedang tertawa karena senyuman pahit di wajahku.
Kau terlihat sakit, Ed.
Aku berusaha mengubah ekspresi wajahku sehingga terlihat
seperti biasanya.
Jessica bertanya-tanya dengan suara keras mengenai nafsu
makan Bella yang sedikit, “Apa kau tak lapar?”
“Sebenarnya, aku merasa kurang enak badan.” Jawabnya
dengan suara lebih pelan, tapi tetap jelas.
Kenapa aku merasa terganggu dengan sikap protektif Mike
Newton terhadap Bella dalam pikirannya? Apa urusannya denganku
kalau mereka ternyata memiliki perasaan saling memiliki? Bukan
urusanku kalau Mike Newton merasa cemas yang berlebihan kepada
Bella. Mungkin semua orang juga merasa seperti itu kepada gadis baru
itu. Bukankah aku tadinya juga ingin melindunginya? Sebelum aku
ingin membunuhnya tentunya...
Tapi, benarkah gadis itu sedang sakit?
Ia terlihat begitu rapuh dengan kulitnya yang bening... Lalu aku
tersadar kalau aku juga mencemaskannya, seperti pria-pria bodoh
yang lain, dan aku memaksakan diriku untuk tak memikirkan
kesehatan Bella.
Aku tak suka memantau Bella lewat pikiran Mike Newton. Maka
aku pindah ke Jessica, melihat dengan hati-hati ketika mereka bertiga
memilih meja untuk duduk. Dan beruntungnya, mereka duduk dengan
teman-teman Jessica yang biasanya, di meja pertama kafetaria. Angin
takkan membawa baunya ke arah sini, seperti yang dijanjikan Alice.
Alice menyikutku, Ia akan melihat kearah sini, bersikaplah
seperti manusia.
Aku menggertakkan gigiku di balik senyumanku.
“Tenang, Edward.” Kata Emmet, “Jujur sana, okay kau
membunuh satu orang manusia, tapi itu tak berarti akhir dari dunia.”
“Kau akan tahu.” Gumamku.

35
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Emmet tertawa, “Kau harus belajar melupakan hal yang kau


perbuat, seperti yang kulakukan. Hidup abadi itu waktu yang cukup
lama untuk menghilangkan rasa bersalah.”
Baru saja, Alice melemparkan potongan es kecil yang selama ini
ia simpan di tangannya ke wajah Emmet.
Ia mengedip kaget, lalu tersenyum antusias.
“kau yang memintanya” emmet merundukkan tubuhnya
sepanjang meja dan menngguncangkan rambutnya yang ditutupi
serpihan salju di depan Alice. Salju-salju yang berjatuhan itu meleleh di
ruangan yang hangat, jatuh dari rambutnya bagai hujan setengah air
setengah salju yang deras.
“Ew!” Rose mengeluh, ia dan Alice tersentak ke belakang
menghindari Emmet.
Alice tertawa, dan kami semua bergabung. Aku bisa melihat di
kepala Alice bagaimana ia merencanakan keadaan sempurna seperti
ini, dan aku tahu kalau gadis itu – Aku harus berhenti memikirkannya
seperti ini seharusnya, seolah ia hanya satu-satunya gadis di dunia –
kalau Bella saat ini pasti sedang memperhatikan kami bermain dan
tertawa, terlihat bahagia dan seperti manusia dan secara tidak realistis,
terlihat seperti lukisan Norman Rockwell.
Alice tetap tertawa dan mengangkat nampan abu-abu
makanannya sebagai pelindung. Gadis itu – Bella, pasti masih
memperhatikan kami.
...lagi-lagi memandangi Cullen, seseorang berpikir, menangkap
perhatianku.
Aku reflek langsung melihat ke arah panggilan yang tak
disengaja itu, menyadari mataku bertemu dengan pemilik pikiran –
aku mendengarkan pikiran orang itu seharian.
Tapi pandanganku meluncur melewati Jessica, dan fokus pada
pandangan gadis yang menyusup itu.
Ia melihat ke bawah dengan cepat, bersembunyi di balik rambut
tebalnya lagi.
Apa yang sedang ia pikirkan? Rasa frustasi yang menyerangku
terasa semakin menjadi-jadi dengan bertambahnya waktu. Aku
mencoba – aku tak yakin apa yang sedang kulakukan karena aku tak
pernah melakukannya sebelumnya – menyelidiki isi kepalaku dengan
keheningan di sekitar gadis itu. Pendengaran spesialku biasanya datang
begitu saja tanpa harus kuminta; aku tak pernah berusaha fokus untuk

36
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

mendengar sesuatu. Tapi aku berkonsentrasi penuh sekarang, berusaha


menembus sekat apapun yang melindungi gadis itu.
Tak ada suara apapun, hanya keheningan.
Kenapa dengan gadis itu? Pikiran Jessica, persis mengulang rasa
frustasiku.
“Edward Cullen sedang memperhatikanmu,” Bisiknya di telinga
gadis Swan, yang diikuti tawa kecil. Tak ada tanda-tanda kecemburuan
di nada bicaranya. Sepertinya Jessica sudah berpengalaman dalam hal
berpura-pura berteman.
Aku mendengar, tertarik untuk mendengar respon gadis itu.
“Ia tidak terlihat marah, kan?” Bisiknya balik.
Ia menyadari reaksi liarku minggu lalu. Tentu saja.
Pertanyaan itu membingungkan Jessica. Aku melihat wajahku
sendiri di pikirannya saat ia mengecek ekspresiku, tapi aku tak bertemu
pandang dengannya. Aku masih berkonsentrasi dengan gadis itu,
berusaha mendengar sesuatu. Sepertinya konsentrasi sungguh-sungguh
ku tak membantu sama sekali.
“Tidak,” Jess memberitahukannya, dan aku tahu ia berharap ia
bisa menjawab ya – bagaimana Jessica terluka perasaannya karena
tatapan tak berkedipku pada gadis itu – tapi tak ada tanda-tanda sakit
hati di nada bicaranya, “Kenapa ia harus marah?”
“Aku tak berpikir ia menyukaiku.” Gadis itu berbisik balik,
menyandarkan kepalanya di balik lengannya seolah ia tiba-tiba
kelelahan. Aku berusaha mengerti arti gerakannya, tapi aku hanya bisa
menebak. Mungkin ia sedang lelah.
“Keluarga Cullen tak menyukai siapapun”, Jessica
meyakinkannya, “Well, mereka tak menganggap orang lain pantas
bagi mereka.” Tak pernah sekalipun, pikirannya mengeluh. “Tapi ia
tetap sedang memperhatikanmu.”
“Berhenti melihat ke arahnya!” Gadis itu berkata dengan kuatir,
mengangkat kepalanya dari lengannya untuk memastikan Jessica
menuruti perintahnya.
Jessica terkikik, tapi melakukan apa yang diminta.
Gadis itu tak melihat ke arah lain selain mejanya selama jam
makan siang. Aku pikir – pikir, tentu saja aku tak bisa memastikan – ia
sengaja melakukannya. Seolah-olah ia ingin melihat ku. Seperti ia ingin
memutar tubuhnya ke arahku, menolehkan kepalanya, tapi kemudian
ia berusaha menghentikan dirinya sendiri, menarik napas panjang, dan

37
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

menatap terus pada siapapun yang sedang berbicara kepadanya saat


itu.
Aku mengabaikan semua pikiran orang-orang di sekitar gadis itu
sebagian besar, seolah-olah pikiran mereka tidak setiap saat tentang
gadis itu. Mike Newton merencanakan perang salju di lapangan parkir
sepulang sekolah, tanpa menyadari kalau saljunya pasti telah tersapu
oleh hujan. Suara kibasan kepingan salju yang membentur genting
merupakan tanda-tanda akan datangnya derai hujan. Apa ia tak bisa
mendengarnya? Suaranya terdengar sangat keras di telingaku.
Ketika waktu makan siang habis, aku tetap tinggal di kursiku.
Manusia-manusia itu berjalan keluar kafetaria. Aku tak bisa menahan
diriku untuk tak memfokuskan diri pada suara langkah kaki gadis itu di
antara suara langkah kaki orang-orang lain, seolah-olah ada sesuatu
yang penting atau berbeda dengan langkah kakinya saja. Sungguh
konyol.
Keluargaku yang lain juga tak ada yang bergerak keluar. Mereka
menunggu untuk melihat apa yang akan aku perbuat.
Apakah aku akan kembali ke kelas, dan duduk di samping gadis
itu dimana aku bisa mencium bau darahnya dan merasakan aliran
darah yang hangat di udara dengan kulitku? Apakah aku cukup kuat
untuk itu? Atau aku harus menunggu lain hari?
“Aku... pikir tidak apa-apa.” Ucap Alice, ragu-ragu, “Pikiranmu
sudah siap. Aku pikir kau akan bisa melewati satu jam pelajaran.”
Tapi Alice tau bagaimana cepatnya pikiran seseorang dapat
berubah.
“Kenapa memaksakan diri, Edward?” Tanya Jasper. Walaupun ia
tak ingin merasa bangga karena akulah yang sekarang dianggap lemah,
tapi aku bisa mendengar kalau ia merasa seperti itu, walau hanya
sedikit, “Pulanglah, kau bisa melakukannya perlahan-lahan.”
“Apa susahnya sekarang?” Emmet tak setuju, “Akhir-akhirnya
juga adalah apakah ia akan membunuh gadis itu atau tidak. Lebih baik
diselesaikan dari sekarang saja.”
“Aku belum mau pindah ke tempat baru.” Keluh Rosalie, “Aku
tak mau memulai dari awal lagi, kita sebentar lagi lulus SMA, Emmet.
Akhirnya.”
Aku benar-benar risau dengan keputusan ini. Aku benar-benar
telah menunggu untuk menghadapi hal ini daripada melarikan diri
lagi. Tapi aku juga tak ingin memaksakan diriku terlalu jauh. Benar-

38
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

benar kesalahan membiarkan Jasper pergi ke sekolah tanpa berburu


terlebih dahulu minggu lalu, apakah ini juga akan menjadi kesalahan?
Aku tak ingin menyebabkan keluargaku harus pindah. Tak
satupun dari mereka akan berterimakasih padaku.
Tapi aku ingin masuk ke kelas biologiku. Aku ingin melihat
wajahnya lagi.
Itulah yang mendorongku untuk menghadapinya. Rasa
penasaran. Aku kesal pada diriku sendiri karena merasakannya.
Bukannya aku sudah berjanji pada diriku sendiri kalau tak akan
membiarkan pikiran tak terbaca gadis itu membuatku terlalu tertarik
padanya? Dan kini aku disini, begitu tertarik pada gadis itu.
Aku ingin tahu apa yang ia pikirkan. Pikirannya tertutup, tapi
matanya begitu terbuka. Mungkin aku bisa membaca pikirannya lewat
matanya.
“Tidak, Rose. Aku pikir ia pasti akan benar-benar baik-baik saja.”
Kata Alice, “Semakin... kuat. Aku yakin 93% kalau takkan terjadi hal
buruk kalaupun ia pergi ke kelas.” Ia melihat ke arahku ingin tahu,
penasaran apa yang mengubah pikiranku hingga membuat masa
depan yang ia lihat begitu meyakinkan.
Apakah rasa penasaranku cukup untuk membuat Bella Swan
tetap hidup?
Emmet benar – mengapa tak menghadapinya dari sekarang saja?
Toh aku juga akan menghadapinya nanti.
“Pergilah ke kelas.” Perintahku, lalu bangkit dari meja. Aku
berbalik dan mengambil langkah panjang menjauhi mereka tanpa
menoleh ke belakang. Aku bisa mendengar kecemasan Alice, ketidak
setujuan Jasper, dorongan Emmet, dan rasa kesal Rosalie mengikutiku.
Aku mengambil satu napas panjang terakhir di pintu kelas, lalu
menahannya di paru-paruku begitu aku memasuki ruang kelas yang
kecil dan hangat.
Aku tak telat. Mr.Banner masih mempersiapkan laboratorium
untuk hari ini. Gadis itu duduk di mejaku – meja kami maksudku –
kepalanya tertunduk lagi, memperhatikan kertas yang sedang ia
gambar. Aku berusaha memperhatikan gambarnya selama aku
mendekat, tertarik dengan kreasi sepele yang berasal dari pikirannya,
tapi itu sia-sia. Hanya coretan tak tentu lingkaran dalam lingkaran.
Mungkin ia sedang tak fokus pada apa yang ia gambar, melainkan
sedang memikirkan hal lain?

39
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Aku menarik bangkuku dengan kasar dan membiarkannya


bergeser di lantai; manusia biasanya merasa nyaman kalau mendengar
suara yang menandakan seseorang datang.
Aku tahu ia mendengar suaranya; ia tak melihat ke atas, tapi ia
salah menggambar lingkaran pada desain yang sedang ia gambar,
sehingga menjadi tak seimbang.
Kenapa ia tak menoleh ke atas? Mungkin ia takut. Aku harus
yakin kalau akan meninggalkan kesan yang berbeda sekarang.
Sehingga ia pikir ia hanya berimajinasi tentangku sebelumnya.
“Halo.” Ucapku dengan suara pelan yang biasa kupakai untuk
membuat manusia merasa nyaman, membentuk senyuman sopan di
bibirku yang tak akan menunjukkan gigiku.
Ia melihat ke atas, mata cokelat lebarnya terkejut – atau
tepatnya melebar – dan penuh dengan pertanyaan-pertanyaan dalam
diam. Ekspresinya sama dengan wajah yang tengah menghantui
pikiranku minggu lalu.
Sembari aku menatap mata cokelatnya yang begitu dalam dan
aneh, aku menyadari kalau rasa benciku – rasa benciku pada gadis ini
karena ia tercipta di dunia – menguap begitu saja. Aku tak bernapas
sekarang, tak mencium baunya, sulit dipercaya kalau seseorang yang
begitu rapuh dan mudah disakiti dapat membebaskan rasa benci
begitu saja.
Pipinya mulai memerah, dan ia tak berkata apa-apa.
Aku mengunci pandanganku padanya, fokus pada dalamnya
matanya yang bertanya-tanya, dan berusaha mengabaikan warna
matanya yang membangkitkan nafsu makan. Aku punya cukup napas
untuk berbicara dengannya cukup lama tanpa bernapas sekalipun.
“Namaku Edward Cullen.” Ucapku, walaupun aku yakin ia
sudah tahu. Itu cara yang sopan untuk memulai, “Aku tak punya
kesempatan untuk memperkenalkan diri minggu lalu. Kau pasti Bella
Swan.”
Ia terlihat bingung – ada kerutan kecil diantara matanya lagi.
Butuh setengah detik lebih lama dari seharusnya baginya untuk
merespon.
“Bagaimana kau tahu namaku?” tanyanya, dan suarany sedikit
bergetar.
Aku pasti telah benar-benar menakutinya. Ini membuatku
merasa bersalah; ia begitu rapuh. Aku tertawa lembut – aku tau ini

40
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

suara tawa yang dapat membuat manusia merasa lebih santai. Dan
tentu saja, aku hati-hati untuk tidak menunjukkan gigiku.
“Oh, aku pikir semua orang pasti tahu namamu.” Tentu saja ia
pasti telah sadar kalau dirinya menjadi pusat perhatian di tempat yang
monoton ini, “Seluruh kota telah menantikan kedatanganmu.”
Ia mengerutkan dahi seolah apa yang baru kukatakan tidak
sopan. Aku tebak, ia malu seperti biasa yang ia rasakan, sehingga
menjadi pusat perhatian begitu buruk baginya. Sebagian besar manusia
merasakan yang sebaliknya. Walaupun mereka tak ingin lepas dari
kelompok pergaulan mereka, tapi di saat yang bersamaan mereka
mengharapkan perhatian atas keseragaman dan kesamaan mereka.
“Tidak.” Ucapnya, “Maksudku, bagaimana kau tahu namaku
Bella?”
“Apa kau memakar lensa kontak?” Tanyanya dengan tiba-tiba.
Benar-benar pertanyaan yang aneh. “Tidak.” Aku hampir
tersenyum karena ide untuk meningkatkan kemampuan melihatku
dengan lensa kontak.
“Oh.” Gumamnya, “Aku pikir ada yang berbeda dengan
matamu.”
Aku merasa tiba-tiba membeku begitu aku sadar kalau aku
bukanlah satu-satunya yang berusaha mencari tahu rahasia hari ini.
Aku mengangkat bahuku yang tiba-tiba kaku, dan menatap ke
depan dimana pak guru sedang berputar.
Tentu saja ad yang berbeda dengan mataku sejak terakhir ia
melihatnya. Untuk mempersiapkan diriku menghadapi cobaan berat
hari ini, hambatan hari ini, aku menghabiskan seluruh akhir minggu
dengan berburu, memuaskan dahagaku sebanyak yang aku bisa, walau
agak berlebihan. Aku mengenyangkan diriku dengan darah hewan,
walaupun itu tak mengubah rautku karena rasa tak tertahankan
terhadap aroma darahnya di udara. Ketika aku menatapnya terakhir
kali, mataku seluruhnya hitam karena rasa haus. Saat ini, tubuhku
berenang dengan darah, mataku berwarna emas yang hangat. Dan
bila aku sedang dalam kondisi sangat dapat menahan haus, warnanya
berubah menjadi amber muda.
Kesalahan lagi. Kalau aku tadi sadar maksud dari pertanyaannya,
aku harusnya menjawab ya.
Aku duduk di samping manusia sudah 2 tahun lamanya di
sekolah ini, dan dia satu-satunya yang cukup memperhatikan

41
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

perubahan warna mataku. Yang lainnya, ketika menatap keindahan


keluarga kami, langsung membuang pandangan kebawah saat
pandangan kami bertemu. Mereka mengelak, membuat mereka tak
memperhatikan detil dari penampilan kami, usaha keras dari insting
mereka agar mereka tak mengetahui wujud kami. Pengabaian
merupakan berkah bagi kaum manusia.
Kenapa harus gadis ini yang melihat begitu banyak?
Mr.Banner mendekati meja kami. Aku dengan senang hati
bernapas dengan hembusan udara bersih darinya yang belum
tercampur oleh bau Bella.
“Jadi, Edward.” Ucapnya, melihat kepada jawaban kami,
“Tidakkah kau membiarkan Isabella untuk menggunakan
mikroskopnya juga?”
“Bella,” Aku membetulkannya tanpa sadar, “Sebenarnya, ia yang
menyelidiki 3 dari 5 preparat.”
Pikiran Mr.Banner benar-benar tak percaya begitu ia menoleh ke
gadis itu, “Apa kau pernah melakukan praktikum ini sebelumnya?”
Aku melihat, dengan senang, ketika ia tersenyum dan merasa
sedikit malu.
“Tidak dengan akar bawang.”
“Ikan putih blastula?” Mr.Banner memeriksa melalui mikroskop.
“Ya.”
Mr.Banner terkejut. Praktikum hari ini adalah hal yang perlu ia
pelajari lebih dari sekedar kursus tingkat tinggi. Ia mengangguk kuat
pada gadis itu, “Apa kau mengambil program kelas yang lebih maju di
Pheonix?”
“Ya.”
Jadi dia dari program tingkat tinggi, pintar untuk ukuran
manusia. Hal ini tak mengejutkanku.
“Baiklah.” Ucap Mr.Banner, mengerutkan bibirnya, “Aku rasa
bagus kalian berdua menjadi partner lab.” Ia berbalik dan berjalan
sambil menggerutu di balik napasnya, “Jadi anak-anak yang lain dapat
punya kesempatan untuk belajar sesuatu untuk mereka sendiri.” Aku
ragu Bella dapat mendengarnya. Ia mulai menggores lingkaran-
lingkaran di kertasnya lagi.
Dua kesalahan dalam satu setengah jam. Pemberian kesan
pertama yang kurang bagus dariku. Walau aku tak ada ide sama sekali
mengenai apa yang gadis itu pikirkan mengenaiku – seberapa ia takut,

42
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

dan seberapa jauh ia menebak? – aku tahu aku harus lebih berusaha
dalam meninggalkan gadis itu kesan baru terhadapku. Sesuatu yang
lebih baik untuk membuatnya melupakan pertemuan kami
sebelumnya.
“Buruk ya, cuaca bersalju hari ini?” Ucapku, mengulang salah
satu obrolan yang kudengar dari lusinan murid yang berdiskusi. Topik
obrolan yang standar dan membosankan. Cuaca – selalu aman untuk
didiskusikan.
Ia menatapku dengan keraguan yang terlihat jelas – reaksi yang
abnormal untuk kata-kata normalku barusan. “Tidak juga.” Ucapnya,
mengejutkanku lagi.
Aku berusaha mengendalikan obrolan kami ke percakapan
normal dan membosankan. Dia berasal dari tempat yang jauh lebih
terang, hangat – kulitnya seperti memperlihatkan hal itu – pasti rasa
dingin membuatnya merasa tak nyaman. Seperti sentuhan dingin
kulitku terhadapnya..
“Kau tak suka dingin.” Tebakku.
“Atau basah.” Tambahnya.
“Forks pasti tempat yang sulit bagimu untuk tinggal.” Mungkin
kau tak seharusnya pindah kemari, aku ingin menambahkan. Mungkin
kau harus kembali ke tempatmu berasal.
Aku tak yakin kalau aku benar-benar menginginkannya kembali.
Aku akan terus mengingat bau darahnya – apakah ada jaminan kalau
aku takkan mengikutinya begitu ia pindah dari sini? Lagipula, kalau ia
pindah, pikiran tak terbacanya akan terus menjadi misteri. Tertinggal
selamanya menjadi teka-teki yang mengganggu.
“Kau takkan tahu.” Ucapnya pelan, sejenak ia terlihat marah.
Jawabannya benar-benar tak bisa ditebak. Membuatku ingin
terus bertanya.
“Lalu kenapa kau pindah kemari?” Tanyaku, sambil menyadari
kalau nada bicaraku terlalu menuntut, tidak cukup normal untuk
obrolan ringan kami. Pertanyaanku terdengar kasar dan mencampuri
urusannya.
“Itu... rumit.”
Ia mengedipkan matanya yang lebar. Aku nyaris meledak karena
rasa penasaran – rasa penasaran yang membakar sepanas rasa haus di
tenggorokanku. Sebenarnya, aku merasa kalau semakin lama,

43
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

perlahan-lahan semakin mudah bernapas. Godaan yang mendalam


menjadi lebih dapat ditanggung karena terasa lebih familiar.
“Aku pikir aku bisa mengerti.” Aku meyakinkan. Aku rasa ia
akan terus menjawab selama aku bertanya dengan cukup kasar,
namun masih dalam batas kesopanan.
Ia menatap ke bawah ke tangannya dalam diam. Ini membuatku
tak sabar; Aku ingin meletakkan tanganku di dagunya dan menaikkan
kepalanya sehingga aku dapat memabaca matanya. Tapi itu akan
sangat bodoh bagiku – terlalu bahaya – kalau aku menyentuhnya lagi.
Ia melihat keatas tiba-tiba. Aku merasa lega begitu melihat emosi
di matanya lagi. Ia berkata dengan buru-buru pada setiap katanya.
“Ibuku menikah lagi.”
Ah, ini cukup dimengerti untuk tindakan manusia. Kesedihan
sejenak melanda matanya yang bening lalu kerutan di matanya
kembali terlihat lagi.
“Itu tidak terdengar begitu rumit.” Ucapku. Suaraku terdengar
lembut walaupun aku tidak berusaha membuatnya terdengar seperti
itu. Kesedihannya telah membuatku tak berdaya begitu saja, berharap
dapat melakukan sesuatu untuk membuatnya merasa lebih baik.
Dorongan yang aneh, “kapan hal itu terjadi?”
“September lalu.” Ia bernapas berat, walau bukan helaan napas
panjang. Aku menahan napasku begitu hembusan napasnya menyapu
wajahku.
“Dan kau tak menyukai ayah tirimu?” Aku menebak, memancing
informasi lagi.
“Tidak, Phil baik.” Ucapnya, membetulkan asumsiku. Ada sedikit
senyuman di ujung bibirnya. “Terlalu muda mungkin, tapi tetap saja
baik.”
Ini tak sesuai dengan skenario yang kubuat di kepalaku.
“Kenapa kau tak tinggal dengan mereka saja?” Aku bertanya,
suaraku agak terdengar terlalu penasaran. Seolah-olah aku terengar
seperti cerewet. Walau aku memang biasanya seperti itu, aku akui.
“Phil sering sekali berpindah tempat. Ia bermain bola untuk
tetap hidup.” Senyuman kecilnya terlihat melebar; pilihan karir pria itu
pasti mengagumkan baginya.
Aku tersenyum juga, tanpa sadar. Aku tak bermaksud untuk
berusaha membuatnya merasa santai. Senyumnya membuatku ingin

44
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

tersenyum kembali sebagai respon – karena telah menjadi bagian dari


rahasianya.
“Apa aku pernah mendengarnya?” Aku membayangkan barisan
pemain bola profesional di kepalaku, membayangkan yang mana Phil.
“Mungkin tidak. Ia tak bermain cukup bagus.” Ia tersenyum lagi,
“Pemain liga minor. Ia sering sekali pindah.”
Barisan pemain profesional di kepalaku hilang langsung, dan aku
mentabulasi daftar kemungkinan di kepalaku kurang dari sedetik. Dan
di waktu yang sama, aku merancang skenario baru.
“Dan ibumu mengirimmu kesini jadi ia dapat berpindah-pindah
bersama Phil.” Ucapku. Membuat asumsi lebih efektif daripada
bertanya untuk mendapatkan informasi darinya. Dan itu berhasil lagi.
Dagunya menonjol keluar dan ekspresinya mendadak keras kepala.
“Tidak, ia tak mengirimku kemari.” Ucapnya, suaranya memiliki
ujung keras yang baru. Asumsiku telah mengecewakannya, walau aku
tak yakin bagaimana. “Aku yang menginginkan kemari.”
Aku tak bisa menebak maksudnya, atau alasan di balik
kemarahannya. Aku benar-benar tersesat.
Jadi aku menyerah. Itu benar-benar tak masuk akal bagi gadis
itu. Dia tak seperti manusia pada umumnya. Mungkin keheningan
pikirannya dan bau darahnya bukanlah satu-satunya alasan yang
membedakannya dengan manusia lain.
“Aku tak mengerti.” Ucapku, benci untuk mengakuinya.
Ia menghela napas, menatap mataku lebih lama daripada
manusia pada umumnya bisa tahan menatapku.
“Dia awalnya tinggal bersamaku, tapi ia merindukan Phil.” Ia
menjelaskan perlahan, nada bicaranya semakin lama semakin
terdengar merana. “Itu membuatnya tidak bahagia... jadi aku
putuskan ini saat yang tepat untuk menghabiskan waktu dengan
Charlie.”
Kerutan kecil di antara matanya bertambah dalam.
“Tapi kini kau tak bahagia.” Gumamku. Aku sepertinya tak bisa
menahan diriku untuk tak mengungkapkan hipotesisku kepadanya,
berharap dapat belajar dari reaksinya. Kali ini, reaksinya tak terlihat
diluar batas yang sanggup kumengerti.
“Lalu?” katanya, seolah kebahagiaannya bukanlah sesuatu yang
perlu dipertimbangkan.

45
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Aku meneruskan menatap matanya, merasa kalau untuk pertama


kalinya aku berhasil melihat sekilas ke dalam jiwanya. Aku dapat
melihat hanya dari satu kata yang ia ucapkan, dimana ia
menempatkan kepentingannya dibalik kepentingan orang lain. Tidak
seperti manusia pada umumnya, keinginannya jauh di bawah daftar
keinginan.
Ia tak mementingkan diri sendiri.
Begitu aku mengerti hal ini, misteri dari orang yang bersembunyi
di balik pikirannya yang diam mulai menipis sedikit.
“Itu tak terlihat adil.” Ucapku. Aku mengangkat bahu, berusaha
terlihat normal, berusaha menyembunyikan tingkat keingintahuanku.
Ia tertawa, tapi tak ada rasa senang dalam suaranya. “Apa tak
pernah seorangpun memberitahumu? Hidup itu tak adil.”
Aku ingin tertawa di kata-katanya, walau aku juga merasa tak
ada rasa senang sungguhan. Aku tahu sedikit mengenai ketidakadilan
hidup. “Aku yakin aku pernah mendengarnya di suatu tempat
sebelumnya.”
Ia menatap kembali kepadaku, terlihat bingung lagi. Matanya
memandang lepas dengan cepat sejenak, lalu kembali menatapku lagi.
“Jadi, semua sudah kuceritakan.” Ia memberitahuku.
Tapi aku tak siap untuk membiarkan percakapan ini selesai. V
kecil diantara kedua matanya, sisa dari kesedihannya, menggangguku.
Aku ingin menghilangkan kerutan itu dengan ujung jariku. Tapi tentu
saja, aku tak dapat menyentuhnya. Benar-benar tak aman.
“Kamu hebat dalam menghadapi hidupmu.” Ucapku pelan,
masih menimbang hipotesisku berikutnya. “Tapi aku berani bertaruh
kalau kau bertahan keras menghadapi hidupmu lebih banyak daripada
yang kau perlihatkan ke orang.”
Ia membentuk ekspresinya, matanya menyempit dan bibirnya
berputar mencibir, dan ia melihat kembali ke arah depan kelas. Ia
tidak suka ketika aku menebak dengan benar. Dia bukan orang yang
teraniaya pada umumnya – dia tak ingin mengumumkan rasa sakitnya.
“Apa aku salah?”
Ia menjauhkan tubuhnya, tapi selain itu berpura-pura tak
mendengarku.
Itu membuatku tersenyum. “aku pikir tidak.”
“Kenapa kau harus peduli pada hal itu?” Tanyanya menuntut,
tatapannya masih memandang jauh.

46
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

“Itu pertanyaan yang sangat bagus.” Aku mengakui, lebih


kepada diriku sendiri daripada menjawab pertanyaannya.
Kecerdikannya lebih baik daripada milikku – ia dapat melihat
inti dari permasalahan sementara aku bergelut tanpa kemajuan di inti
permasalahan, berputar tanpa arah karena petunjuk. Detil kehidupan
manusianya harusnya tak membuatku peduli. Sungguh salah bagiku
untuk peduli pada apa yang ia pikirkan. Selain harus melindungi
keluargaku dari kecurigaaan manusia, pikiran manusia adalah hal yang
signifikan.
Aku tak terbiasa menjadi orang yang paling mengandalkan
intuisi. Aku kebanyakan bergantung pada pendengaran ekstraku – aku
jelas-jelas bukan orang yang pandai dan cepat mengetahui maksud
seseorang sebagaimana aku membanggakan diriku seperti itu.
Gadis itu menghela napas dan menatap marah ke depan kelas.
Sesuatu mengenai ekspresi frustasinya terlihat humoris. Seluruh situasi,
seluruh obrolan ini begitu humoris. Tak seorangpun pernah begitu
dekat dengan bahaya terhadapku selain gadis ini – setiap saat bisa saja
perhatianku teralihkan karena perhatianku yang berlebihan terhadap
percakapan kami, sehingga aku menarik napas melalui hidungku dan
menyerangnya sebelum aku dapat menghentikan diriku sendiri – dan
kini ia sedang merasa terganggu karena aku belum juga menjawab
pertanyaannya.
“Apa aku mengganggumu?” Aku bertanya, tersenyum pada
ketidak masukakalan semua ini.
Ia melihat ke arahku cepat, dan matanya seolah terperangkap
pada pandanganku.
“Tidak juga.” Ucapnya. “Aku lebih merasa terganggu karena
diriku sendiri. Wajahku begitu mudah terbaca sampai-sampai ibuku
memanggilku buku yang terbuka.”
Ia mengerutkan dahi, merasa tidak puas.
Aku menatapnya dengan penuh kekaguman. Alasan
kekecewaannya adalah karena ia pikir aku dapat membacanya dengan
sangat mudah. Sungguh lucu. Aku tak pernah berusaha sekeras ini
untuk membaca seseorang seumur hidupku – atau tepatnya sepanjang
keberadaanku di dunia, karena aku rasa kara hidup tidak tepat untuk
kugunakan. Aku tak benar-benar memiliki kehidupan.
“Justru sebaliknya,” Aku tak setuju, anehnya aku merasa....
waspada, seolah ada bahaya tersembunyi disini yang gagal aku lihat.

47
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Aku tiba-tiba merasa di ujung sesuatu, firasat ini membuatku gelisah.


“Aku menganggapmu sangat sulit untuk dibaca.”
“Kalau begitu kau pasti pandai dalam membaca seseoarang.”
Tebaknya, membuat asumsi yang sekali lagi benar dan tepat sasaran.
“Biasanya.” Aku menyetujui.
Aku tersenyum padanya lebar. Membiarkan bibirku tertarik ke
belakang, memperlihatkan deretan gigi tajam dan berkilau di
belakangnya.
Itu hal bodoh untuk dilakukan, tapi aku secara tiba-tiba dan tak
diduga merasa begitu depresi untuk mendapat peringatan terhadap
gadis itu. Tubuhnya kini lebih dekat denganku daripada sebelumnya,
bergeser tanpa sadar di tengah percakapan kami. Semua tanda-tanda
kecil yang cukup untuk menakuti manusia pada umunya sepertinya tak
bekerja untuk gadis itu. Mengapa ia tak kunjung membuang muka
dengan penuh rasa takut? Tentu saja ia pasti telah melihat cukup dari
sisi gelapku untuk menyadari bahaya dengan instingnya, seperti
bagaimana ia dengan mudahnya menebakku sepanjang percakapan.
Aku belum sempat melihat apakah peringatanku telah benar-
benar tak memberikan efek pada gadis itu. Mr.Banner meminta
perhatian kelas, sehingga gadis itu berbalik dariku langsung. Dia
terlihat sedikit lega karena interupsi dari panggilan tersebut, jadi aku
rasa ia secara tak sadar mengerti akan bahaya di dekatnya.
Aku harap.
Aku menyadari kalau ketertarikanku kepadanya semakin
tumbuh, walau aku berusaha untuk menghilangkannya. Aku tak bisa
menahan diri untuk tak menganggap Bella Swan menarik. Atau
tepatnya, ia yang tak bisa menahan diri untuk tak terlihat begitu
menarik bagiku. Dan saat ini juga, aku benar-benar menanti
kesempatan berikutnya untuk dapat berbincang dengannya lagi.. Aku
ingin lebih banyak tahu mengenai ibunya, hidupnya sebelum ia pindah
kemari, hubungannya dengan ayahnya. Semua detil tak berarti yang
bisa membuatku mengetahui karakteristiknya lebih dalam. Tapi setiap
detik yang kuhabiskan dengannya adalah kesalahan, risiko yang tak
seharusnya gadis itu dapatkan.
Secara linglung, ia mengibaskan rambut tebalnya tepat disaat
aku sedang menghirup napas. Tiupan baunya tepat memukul
tenggorokanku.

48
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Rasanya seperti ketika hari pertama – seperti bola penghancur.


Rasa sakit karena terbakar membuatku pusing. Aku harus berpegangan
erat pada mejaku lagi agar aku tetap di tempat dudukku. Tapi kali ini
aku sedikit lebih dapat mengontrol diri. Aku tak merusak apapun,
setidaknya. Sang monster memberontak dalam tubuhku, tapi usahanya
tak berhasil. Ia terikat begitu erat. Untuk saat ini.
Aku berhenti bernapas, dan mencondongkan tubuh sejauh yang
kubisa dari gadis itu.
Tidak, aku tak dapat menganggap gadis itu menarik. Semakin
aku tertarik kepadanya, semakin dekat aku bisa membunuhnya. Aku
sudah membuat kesalahan kecil dua kali hari ini. Apa aku mau
membuat yang ketiga, dimana tak bisa disebut kesalahan kecil?
Begitu bel berbunyi, aku beranjak dari kelas – mungkin
menghancurkan segala kesan sopan yang telah aku bentuk sepanjang
kelas. Aku bernapas di udara bersih, udara lembap diluar terasa seperti
parfum yang menyembuhkan. Aku harus segera menjaga jarak antara
aku dan gadis itu.
Emmet menungguku di depan kelas Spanyol kami. Ia membaca
ekspresi liarku sejenak.
Bagaimana tadi? Ia bertanya dengan hati-hati.
“Tak ada yang mati.” Gumamku.
Aku kira ada sesuatu. Ketika aku melihat Alice meninggalkanku
tadi, aku pikir..
Selama kami berjalan masuk kelas, aku melihat ingatan Emmet
mengenai beberapa saat lalu, melihat melalui pintu terbuka dari
kelasnya yang sebelumnya: Alice berjalan kasar dengan tatapan
kosong menyebrangi lapangan menuju gedung IPA. Aku merasa
dorongan diri Emmet untuk pergi dan mengikuti Alice, dan
keputusannya untuk tetap tinggal di kelas. Kalau Alice butuh
bantuannya, pasti ia akan minta.
Aku memejamkan mata dalam kengerian dan jijik sembari
duduk di bangkuku. “Aku tak sadar kalau tadi itu begitu nyaris. Aku
tidak berpikir kalau tadi aku hampir saja... Aku tak melihat kalau tadi
itu seburuh itu,” bisikku.
Memang tidak, ia meyakinkanku, tak ada yang mati, kan?
“Benar,” ucapku dibalik gigiku, “Tidak saat ini.”
Mungkin semakin lama akan semakin mudah.
“Tentu.”

49
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Atau mungkin kau nanti akan membunuhnya, ia mengangkat


kedua bahunya, Kau takkan jadi orang pertama yang disalahkan.
Takkan ada yang menyalahkanmu terburu-buru begitu saja. Terkadang
seseorang tercium terlalu enak. Aku kagum kau dapat bertahan sejauh
ini.
“Tak membantu, Emmet.”
Aku merasa tak setuju dengan ide Emmet kalau aku akan
membunuh gadis itu, tapi entah bagaimana rasanya memang hal ini
tak dapat dihindarkan. Apa ini salahnya ia tercium begitu enak?
Aku tahu ketika hal seperti itu terjadi padaku.. ungkitnya,
membawaku dengannya kembali ke setengah abad lalu, ke sebuah
jalanan kecil di pingiran kota pada senja hari, ketika seorang wanita
paruh baya tengah dengan lembaran kertas kering dari ikatannya di
antara pepohonan apel. Bau apel yang bergantung di udara begitu
tercium – musim panen telah usai dan buah yang dipetik tergeletak di
tanah begitu saja. Kulit apel yang rusak dan terbuka menyebabkan
baunya keluar dan membentuk awan tebal. Lahan rerumputan kering
yang telah terpotong rapi dan segar menjadi latar belakang dari bau
tersebut, sungguh harmonis. Ia berjalan sepanjang jalan, terus berjalan
mengabaikan keberadaan gadis itu, dengan tujuan mengantarkan
barang milik Rosalie. Langit di atas berwarna ungu, oranye di balik
pepohonan di arah barat. Ia bisa saja berbelok sebelumnya, terus
berjalan dan tak punya alasan untuk mengingat senja hari itu, sampai
tiba-tiba angin malam meniupkan kertas-kertas putih milik gadis itu
seperti layar dan meniupkan bau gadis itu melewati muka Emmet.
“Ah.” Aku mengeluh cepat. Seolah rasa hausku dalam ingatanku
saja belum cukup.
Aku tahu. Aku bahkan tak tahan setengah detik. Aku bahkan tak
sempat berpikir untuk menahan diri.
Ingatannya membuatku jauh lebih jelas bagiku untuk bertahan.
Aku melompat dengan kakiku, gigiku terkunci rapat hingga kuat
untuk merusak besi sekalipun.
“Esta bien, Edward?” Tanya Senora Goft, terkejut dengan gerak-
gerikku tiba-tiba. Aku dapat melihat wajahku dipikirannya, dan aku
tahu kalau aku terlihat jauh dari baik-baik saja.
“Me perdona.” Gumamku sambil berjalan cepat ke arah pintu.

50
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

“Emmet, por favor, puedas tu ayuda a tu hermano?” Tanyanya,


melihat ke arahku tak berdaya begitu aku keluar kelas dengan terburu-
buru.
“Tentu.” Aku mendengarnya menjawab dan menyusulku.
Ia mengikutiku ke bagian jauh gedung, dimana ia berhasil
menyusulku dan meletakkan tangannya di pundakku.
Aku menyingkirkan tangannya dengan kasar yang sebenarnya
tak perlu. Kalau itu tangan manusia, pasti tangannya sudah retak.
“Maaf Edward.”
“Aku tahu.” Aku menggambar di udara yang tebal, berusaha
menjernihkan paru-paru dan pikiranku.
“Apakah seburuk itu?” ia bertanya, berusaha tak memikirkan bau
dan rasa dari ingatannya seolah-olah diminta, tapi tak begitu sukses.
“Lebih buruk, Emmet. Lebih buruk.”
Ia diam untuk beberapa saat.
Mungkin...
“Tidak. Tidak akan menjadi lebih baik jika aku
menyelesaikannya seperti itu. Kembalilah ke kelas, Emmet. Aku ingin
sendirian.”
Ia berbalik tanpa sepatah kata ataupun pikiran dan berjalan
cepat. Ia akan memberitahu guru Spanyol kalau aku sakit atau
membolos, atau mungkin menjadi vampir berbahaya yang tak
terkontrol. Apa alasan izinnya benar-benar penting? Mungkin saja aku
takkan kembali lagi. Mungkin saja aku harus pergi.
Aku kembali lagi ke mobilku dan menunggu hingga sekolah usai.
Bersembunyi di mobil. Lagi.
Aku seharusnya menghabiskan beberapa waktu untuk membuat
keputusan atau berusaha menyokong pikiranku dulu, tapi seperti
kecanduan, aku berakhir mencari dari obrolan-obrolan pikiran orang
yang bersumber dari gedung sekolah. Suara yang begitu familiar
terdengar keras, tapi aku sedang tak tertarik untuk mendengar pikiran
Alice mengenai Rosalie yang mengeluh. Aku menemukan Jessica
dengan mudah, tapi gadis itu sedang tidak bersamanya, jadi aku terus
mencari. Pikiran Mike Newton menangkap perhatianku, dan aku
akhirnya berhasil menemukan gadis itu di gym bersama Mike. Mike
tidak senang karena aku tadi berbicara dengan Bella di kelas biologi. Ia
sedang mengingat kembali respon Bella ketika ia membahas hal itu
dengannya.

51
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

Aku tak pernah melihatnya bicara dengan orang lain lebih dari
sepatah kata disini atau disana. Tentu saja ia pasti menganggap Bella
menarik juga. Aku tak suka caranya memandang Bella. Tapi Bella tak
terlihat begitu senang terhadapnya juga. Apa yang Bella katakan tadi?
‘penasaran ada apa dengannya senin lalu’, pasti semacam itu. Tidak
terdengar seperti Bella peduli. Pasti percakapannya tak panjang..
Ia berkata pada dirinya sendiri dan menyingkirkan pesimistis
dalam dirinya sendiri, terhibur dengan ide kalau Bella sendiri tak
tertarik dengan bertukar pikiran denganku. Ini cukup menggangguku
sedikit lebih banyak dari seharusnya, jadi aku berhenti mendengarkan
pikirannya.
Aku memasukkan CD lagu yang keras di stereo, dan
membesarkan volumenya sehingga menyingkirkan suara lain. Aku
harus berkonsentrasi keras dengan musiknya sehingga aku takkan
kembali mendengarkan pikiran Mike Newton, mengintai apa yang
dilakukan gadis yang tak tertebak itu.
Aku curang beberapa kali, selama jam-jam terakhir. Bukan
mengintai, aku berusaha meyakinkan diriku sendiri. Aku hanya
mempersiapkan. Aku ingin tahu kapan tepatnya ia meninggalkan gym,
kapan ia akan ke lapangan parkir. Aku tak ingin ia melihatku disini dan
terkejut.
Begitu murid-murid mulai keluar dari pintu gym, aku keluar dari
mobil, tak yakin mengapa aku melakukannya. Hujan rintik-rintik
turun, aku mengabaikannya dan membiarkan rambutku sedikit basah.
Apa aku ingin ia melihatku disini? Apakah aku berharap ia akan
datang dan berbicara kepadaku? Apa yang sedang kulakukan?
Aku tak bergerak, walaupun aku berusaha untuk meyakinkan
diriku agar kembali ke mobil, mengetahui kalau tindakanku patut
dicela. Aku meletakkan lenganku menyilang di dada dan bernapas
dalam-dalam begitu melihatnya berjalan ke arahku. Ujung mulutnya
terlipat ke bawah. Ia tak melihat ke arahku. Beberapa kali ia melihat
sekilas ke awan dan menyeringai, seolah-olah awan itu akan
menyerangnya.
Aku kecewa karena ia mencapai mobilnya sebelum ia harus
melewatiku. Kalaupun ia melewatiku, apakah ia akan berbicara
padaku? Atau aku akan berbicara kepadanya?
Ia masuk ke dalam truk Chevy merah pudarnya, rongsokan
besar yang lebih tua daripada ayahnya. Aku melihatnya menyalakan

52
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com

mesin truk – mesin tua mobil itu bergaung paling keras di banding
semua kendaraan lain di lapangan parkir – lalu memegangi tangannya
mendekati ventilasi pemanas di mobilnya. Rasa dingin membuatnya
tak nyaman – ia tak menyukainya. Ia menyisiri rambut tebalnya
dengan jarinya, menariknya di depan ventilasi pemanas, berusaha
mengeringkannya. Aku membayangkan bagaimana bau truk itu, dan
lalu buru-buru menyingkirkan pikiran itu.
Ia melihat sekeliling begitu ingin memundurkan mobilnya, dan
akhirnya melihat ke arahku. Ia menatap balik ke arahku untuk
setengah detik, dan yang dapat kubaca di matanya hanyalah rasa
terkejut sebelum ia mengalihkan matanya dan menyetir mundur
truknya. Kemudian ia mengerem berhenti, ujung belakang truknya
hanya kurang beberapa inchi untuk bertabrakan dengan mobil kecil
dan murah milik Erin Teague.
Ia melihat melalu kaca spionnya, mulutnya menganga dengan
rasa penyesalan dan kaget. Ketika mobil-mobil lain melaju
melewatinya, ia mengecek setiap titik buta yang terlewat olehnya dua
kali dan mengukur-ukur ukuran lapangan parkir dengan waspada
sehingga membuatku tersenyum lebar. Sepertinya ia berpikir kalau ia
dan truk bobroknya berbahaya.
Pikiran kalau Bella Swan berbahaya bagi orang lain, tak peduli
benda apa yang ia kemudikan, membuatku tertawa ketika gadis itu
lewat di hadapanku, menatap lurus ke depan.

53

Anda mungkin juga menyukai