Anda di halaman 1dari 41

Originally translated by http://heytiva.blogspot.

com open it for keep updating for the


next/previous chapter

Fenomena

Jujur, aku tidak haus, tapi aku memutuskan untuk berburu lagi
malam ini. Sebagai bentuk pencegahan, walau aku tahu takkan
terlalu membantu.
Carlisle ikut denganku; kami tak pernah berdua saja sejak saat
aku kembali dari Denali. Selama kami berlari menerobos hutam
hitam, aku mendengarnya memikirkan perpisahan singkat kami
minggu lalu.
Dalam ingatannya, aku melihat diriku terkoyak dalam rasa
pasrah dan marah. Aku merasakan rasa terkejut dan khawatirnya.
“Edward?”
“Aku harus pergi, Carlisle. Aku harus pergi sekarang.”
“Apa yang terjadi?”
“Tidak ada. Atau tepatnya belum. Tapi akan terjadi, jika aku
tinggal.”
Ia menggapai lenganku. Aku menarik lenganku darinya, aku
dapat merasakan kalau apa yang telah kulakukan benar-benar
membuatnya sakit.
“Aku tidak mengerti.”
“Apa kau pernah... Apa kau pernah mengalami waktu saat...”
Aku melihat diriku sendiri menarik napas dalam-dalam, melihat
sinar mataku yang liar di balik rasa perhatian Carlisle.
“Apa pernah salah satu dari mereka tercium lebih lezat
daripada yang lainnya? Jauh lebih lezat?”
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

“Oh.”
Ketika aku tahu ia paham, wajahku langsung penuh rasa malu.
Ia berusaha menggapai untuk menyentuhku, menghiraukan saat
aku berusaha menepis, dan menyentuh pundakku dengan tangan
kirinya.
“Lakukan apa yang kau anggap benar, nak. Aku akan
merindukanmu. Ini, pakai mobilku, jauh lebih cepat.”
Dia kini sedang berpikir apakah ia telah melakukan hal yang
benar, membiarkanku pergi. Bertanya-tanya apakah ia telah
melukaiku karena tidak mempercayaiku untuk bisa bertahan bila
tinggal.
“No.” Aku berbisik selagi kami berlari, “Itu yang aku butuhkan.
Aku mungkin telah dengan mudah mengkhianati rasa percayamu
padaku kalau kau menyuruhku tinggal.”
“Aku minta maaf karena kau harus menderita seperti ini,
Edward. Tapi kau harus melakukan sebisamu agar gadis Swan itu
tetap hidup. Walau itu berarti kau harus pergi meninggalkan kami
lagi.”
“Aku tahu, aku tahu.”
“Lalu kenapa kau kembali kemari? Kau tahu betapa bahagianya
aku karena kau ada disini bersama kami, tapi kalau memang terlalu
sulit menahannya....”
“Aku tak suka menjadi pengecut.” Aku mengakui.
Kami memperlambat kecepatan kami – kami hanya berjogging
menerobos hutan kini.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

“Lebih baik begitu daripada membahayakan gadis itu. Dia akan


pindah satu atau dua tahun lagi.”
“Kau benar, aku tahu itu.” Ia jelas benar, walau kata-katanya
justru membuatku bertambah ingin untuk tinggal. Toh ia akan
pindah satu atau dua tahun lagi...
Carlisle berhenti berlari dan aku ikut berhenti; ia menoleh
untuk memperhatikan ekspresiku.
Tapi kau takkan lari, benar kan?
Aku menggantungkan kepalaku.
Apa ini masalah harga diri, Edward? Kau tak perlu malu –
“Tidak, bukan harga diri yang membuatku tetap disini. Tidak
saat ini.”
Karena kau tak punya tempat tujuan?
Aku tertawa singkat, “Tidak, itu takkan menghentikanku kalau-
kalau aku pergi.”
“Kami akan ikut pergi dengamu, tentu saja, kalau itu yang kau
perlukan. Kau hanya perlu bilang pada kami. Kau selama ini telah
berpindah-pindah tanpa mengeluh karena mereka. Jadi, mereka
pasti akan mendukungmu.”
Aku menaikkan sebelah alisku.
Ia tertawa, “Ya, mungkin Rosalie tidak, tapi dia berhutang
padamu. Lagipula, lebih kita pindah sekarang, tak ada yang terluka,
daripada kita pergi nanti, ketika sebuah nyawa telah hilang.”
Humor di ucapannya hilang di akhir ucapannya.
Aku menjauh karena kata-katanya.
“Ya,” aku setuju. Suaraku terdengar serak.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Tapi kau tetap tak akan pergi?


Aku menghela napas, “Aku seharusnya pergi.”
“Apa yang menahanmu untuk tinggal, Edward? Aku tak bisa
mengerti...”
“Aku tak tahu apa aku bisa menjelaskannya.” Bahkan bagi
diruku sendiri, menurutku ini tak masuk akal.
Ia menimbang-nimbang ekspresiku untuk waktu yang lama.
Tidak, aku tak mengerti. Tapi aku akan menghargai kalau ini
urusan pribadimu, jika kau ingin begitu.
“Terimakasih, kau sungguh baik, padahal aku selama ini tak
pernah tidak mengetahui urusan pribadi siapapun.” Kecuali pada
satu orang. Lagipula aku telah berusaha melakukan apapun untuk
dapat membaca pikirannya, kan?
Kita semua memiliki keanehan masing-masing. Ia tertawa lagi
Bisa kita mulai?
Ia baru saja mencium bau sekelompok kecil rusa. Sulit untuk
mengumpulkan cukup rasa tertarik, walau pada kondisi terbaik.
Saat ini, dengan ingatan akan bau darah gadis itu di kepalaku, bau
rusa justru terasa mengocok perutku.
Aku menghela napas, “Baiklah.” Aku setuju, walaupun aku tahu
dengan mendorong darahku di kerongkanganku, hanya akan
membantu sedikit.
Kami berdua memasang posisi membungkuk berburu kami
dan membiarkan bau menarik kami maju dalam hening.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Suhu lebih dingin saat kami pulang. Salju yang meleleh telah
membeku kembali. Seolah-olah ada lapisan tipis kaca yang
menutupi semuanya—setiap helai daun cemara, setiap pagar,
setiap sepucuk rumput.
Ketika Carlisle pergi berganti pakaian untuk shift kerja paginya
di rumah sakit, aku tetap tinggal di tepi sungai, menunggu
matahari terbit. Aku merasa hampir tenggelam dengan darah yang
kukonsumsi, tapi aku tahu kalau rasa hausku yang sedikit takkan
banyak membantu saat aku duduk di samping gadis itu lagi.
Dingin dan tak bergerak seperti batu yang kududuki, aku
melihat air gelap mengalir di samping muara yang membeku, aku
memandanginya tak beralih.
Carlisle benar. Aku harus meninggalkan Forks. Mereka dapat
mengarang cerita mengenai hilangnya aku. Sekolah di Eropa.
Mengunjungi keluarga di tempat yang jauh. Pelarian remaja. Cerita
apapun tak masalah. Takkan ada yang bertanya begitu detil.
Hanya satu atau dua tahun, dan gadis itu akan telah pindah. Ia
akan melanjutkan hidupnya – dia juga punya kehidupan untuk ia
jalani. Dia akan kuliah di suatu tempat, bertambah tua, bekerja,
mungkin menikahi seorang pria. Aku bisa membayangkannya –
aku bisa melihat gadis itu dengan gaun serba putih dan berjalan
dengan langkah yang telah diperhitungkan, tangannya dilingkarkan
di lengan ayahnya.
Aneh, karena bayangan itu entah bagaimana baru saja
menyakitiku. Aku tak mengerti. Apakah rasa cemburu, karena ia
memiliki masa depan yang takkan kumiliki? Itu tak masuk akal.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Setiap manusia di sekitarku juga punya hal yang sama – kehidupan


– dan aku jarang berhenti menginginkannya.
Aku harus meninggalkannya dengan masa depannya. Berhenti
membahayakan nyawanya. Itu hal yang benar untuk dilakukan.
Carlisle selalu memilih untuk melakukan hal yang benar. Aku harus
mendengarkannya sekarang.
Matahari terbit di balik awan-awan, sedikit cahayanya
menyinari salju yang membeku dan membuatnya berkilauan.
Satu hari lagi, aku memutuskan. Aku akan bertemu dengannya
sekali lagi. Aku bisa mengatasinya. Mungkin aku akan menjelaskan
mengenai kepergianku kelak, mengarang sebuah cerita.
Ini akan sulit ; Aku bisa merasakannya pada keinginan beratku
yang membuatku memikirkan alasanku untuk tinggal – untuk
memperpanjang hari kepergianku menjadi dua, tiga, empat hari
lagi... Tapi aku akan melakukan hal yang benar. Aku tahu aku bisa
mempercayai saran Carlisle. Dan aku juga tahu kalau kini aku
terlalu bimbang untuk membuat keputusanku sendiri dengan
benar.
Terlalu bimbang. Bagaimana bisa keinginan sebesar ini datang
dari obsesi rasa penasaran dan nafsu makanku yang tak
terpuaskan?
Aku masuk ke dalam untuk berganti pakaian sekolah.
Alice sedang menungguku, duduk di atas lantai tertinggi di
lantai 3.
Kau akan pergi lagi, tuduhnya.
Aku menghela napas dan mengangguk.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Aku tak bisa melihat kemana kau akan pergi kali ini.
“Aku belum tahu kemana aku akan pergi kali ini.” Bisikku.
Aku ingin kau tetap tinggal.
Aku menggelengkan kepalaku.
Mungkin Jazz dan aku bisa ikut denganmu?
“Mereka akan lebih membutuhkan kalian, kalau aku tak disini
untuk menjaga mereka. Dan pikirkan Esme. Kau tega melihatnya
kehilangan setengah keluarganya sekaligus?”
Kau akan membuatnya sangat sedih.
“Aku tahu. Karena itulah kau harus tinggal.”
Rasanya akan sangat berbeda kalau kau tak ada disini, kau
tahu itu.
“Benar, tapi aku harus melakukan hal yang benar.”
Ada banyak pilihan benar dan ada banyak pilihan salah,
bukan?
Untuk waktu yang singkat, ia terbawa pada pandangan masa
depannya yang aneh; aku ikut melihatnya bagaimana gambar-
gambar tak jelas datang dan berganti dengan cepat; Aku melihat
diriku dengan sesosok bayangan tidak jelas yang tak dapat diterka
karena memiliki bentuk yang tak jelas. Dan kemudian, tiba-tiba,
tubuhku berkilau disinari cahaya matahari di lapangan rumput
terbuka yang kecil. Aku tempat itu. Ada sosok seseorang di
lapangan rumput itu denganku, tapi lagi-lagi, sosok itu tak jelas,
tidak cukup ada disana untuk dapat dilihat. Gambaran itu lenyap,
bersamaan dengan jutaan pilihan-pilihan kecil yang membentuk
masa depan lagi.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

“Aku tak menangkap banyak.” Aku memberitahunya saat


visinya mulai gelap.
Aku juga. Visimu berganti terlalu banyak hingga aku tak bisa
melihat satupun darinya, aku rasa begitu...
Ia berhenti, dan berpindah ke kumpulan visi-visi tentangku
baru-baru ini. Mereka semua sama, buram dan tak jelas.
“Walau begitu, aku rasa ada sesuatu yang berubah.” Ucapnya
lantang, “hidupmu seperti ada di sebuah persimpangan jalan.”
Aku menertawakannya, “Kau sadar kan kalau kau tadi
terdengar seperti tukang ramal di carnaval, kan?”
Ia menjulurkan lidah kecilnya kepadaku.
“Hari ini akan baik-baik saja, kan?” Tanyaku, suaraku tiba-tiba
berubah cemas.
“Aku tak melihatmu membunuh siapapun hari ini.” Ia
meyakinkanku.
“Terimakasih, Alice.”
“Ganti baju sana. Aku takkan bilang apa-apa—aku akan
membiarkanmu memberitahu yang lain kalau memang kau sudah
siap.”
Ia berdiri dan melangkah cepat menuruni tangga, bahunya
tergantung lemas. Aku akan merindukanmu, sungguh.
Ya, aku akan merindukannya juga.
Perjalanan ke sekolah begitu tenang. Jasper bisa menebak
kalau Alice sedang kecewa karena sesuatu, tapi ia tahu kalau Alice
memang ingin membicarakan mengenai kekecewaannya, ia pasti
sudah membicarakannya kepadanya. Emmet dan Rosalie tidak
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

sadar, menikmati waktu mereka sendiri, kemudian menatap mata


masing-masing dengan bertanya-tanya—lebih menjijikan
melihatnya dari luar. Kami semua sadar betapa mereka sedang
jatuh cinta. Atau mungkin aku saja yang merasa agak kesal hanya
karena aku sendiri yang tidak mempunyai pasangan. Kadang aku
merasa hidupku lebih sulit karena dikelilingi oleh tiga pasangan
yang sempurna. Mereka salah satunya.
Mungkin mereka semua akan lebih bahagia tanpa ada aku di
sekitar mereka, aku hanya menjadi pengganggu seperti orang tua
saja bagi mereka.
Tentu saja, hal pertama yang kulakukan begitu kami tiba di
sekolah adalah mencari keberadaan gadis itu. Hanya menyiapkan
diriku lagi.
Benar.
Memalukan bagaimana duniaku serasa kosong dan hanya ada
gadis itu—seluruh keberadaanku terpusat pada gadis itu, lebih
daripada kepada diriku sendiri.
Tapi hal itu mudah dimengerti, sungguh; setelah delapan
puluh tahun hal yang sama terjadi setiap hari dan setiap
malamnya, setiap perubahan langsung terserap.
Ia belum tiba, tapi aku bisa mendengar bunyi mesin truknya
yang bergemuruh dari kejauhan. Aku bersandar di sisi mobil,
menunggu. Alice tinggal bersamaku, sementara yang lain pergi ke
kelas masing-masing. Mereka bosan dengan keadaanku sekarang
—tak masuk akal bagi mereka, bagaimana seorang manusia bisa
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

menarik perhatianku begitu lama, tak peduli betapa lezat ia


tercium.
Gadis itu menyetir perlahan, matanya fokus pada jalan dan
tangannya memegang stir dengan erat. Ia terlihat gelisah karena
sesuatu. Butuh waktu sedetik bagiku untuk sadar apa hal yang
membuatnya gelisah, dan menyadari ekspresi manusia-manusia itu
sama semua hari ini. Ah, jalanan licin karena es, mereka semua
berusaha menyetir dengan hati-hati. Aku bisa melihat ia berusaha
menghindari risiko kalau-kalau ia tak bisa mengendalikan truknya
dengan serius.
Tindakannya sesuai dengan sedikit yang telah kupelajari
mengenai sifatnya. Aku menambahkan tindakannya hari ini dalam
sebuah daftar kecil: ia orang yang serius, bertanggung jawab.
Ia memarkirkan truknya tak jauh dariku, tapi ia belum sadar
kalau aku berdiri disini, memperhatikannya. Aku bertanya-tanya
apa yang akan ia lakukan begitu sadar? Memerah karena malu dan
pergi secepatnya? Itu tebakan pertamaku. Tapi mungkin ia akan
menatapku balik. Mungkin ia akan menghampiriku dan bicara
denganku.
Aku menarik napas dalam-dalam, mengisi paru-paruku dengan
penuh harap, kalau-kalau saja ia menghampiriku.
Ia keluar dari truknya dengan hati-hati, mengetes kelicinan
tanah sebelum ia menimpakan seluruh berat badannya ke tanah. Ia
tak melihat ke atas, dan itu membuatku frustasi. Mungkin aku akan
mendatanginya dan mengajaknya bicara...
Tidak, itu salah.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Bukannya ia berjalan ke arah sekolah, ia justru menuju bagian


belakang mobilnya, sambil mendekap erat sisi samping truknya
dengan cara yang lucu, tidak mempercayai kakinya sendiri. Itu
membuatku tersenyum, dan aku bisa melihat kalau Alice sedang
memeperhatikanku. Aku tak mendengarkan bagaimana ini
membuat Alice berpikir –aku begitu senang memperhatikan
bagaimana gadis itu mengecek rantai saljunya. Ia sebenarnya
sedang berhati-hati agar tak terjatuh, aku bisa melihatnya dari cara
ia meluncurkan kakinya di bawah. Tapi tak ada seorang lainpun
yang bermasalah dengan es di bawah yang licin –apa gadis itu
baru saja parkir di tempat dengan es paling buruk?
Ia berhenti disana, memperhatikan ke bawah dengan ekspresi
aneh. Apakah sesuatu mengenai ban mobilnya membuatnya
emosional?
Lagi-lagi, rasa penasaranku terasa gatal seperti rasa hausku.
Rasanya seperti aku harus tau apa yang ia pikirkan—dan tak ada
yang lebih penting dari itu.
Aku akan bicara padanya. Lagipula kelihatannya ia sedang
butuh bantuan, setidaknya sampai ia telah pergi dari trotoar licin
itu. Tentu saja, aku tak bisa menawarinya bantuanj kan? Aku ragu-
ragu. Begitu berlawanannya seolah ia adalah salju, ia akan sulit
menerima sentuhan tanganku yang dingin. Aku mungkin harus
mengenakan sarung tangan terlebih dahulu—
“TIDAK!” Ucap Alice dengan keras.
Aku langsung melihat ke dalam pikiran Alice, menebak kalau
aku pasti telah memilih keputusan yang buruk dan Alice telah
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

melihatku di masa depan melakukan sesuatu yang tak termaafkan.


Tapi itu tak ada hubungannya denganku sama sekali.
Tyler Crowley telah memilih untuk mengambil putaran di
parkiran dengan kecepatan tinggi. Pilihannya ini akan membuatnya
tergelincir di atas es..
Masa depan yang terlihat ini datang hanya setengah detik
sebelum kejadian sebenarnya terjadi. Van milik Tyler berputar di
sudut ketika aku masih menyaksikan apa yang akan selanjutnya
terjadi sehingga membuat Alice berteriak tadi.
Tidak, masa depan ini tak ada hubungannya denganku, dan ya
semuanya berhubungan denganku, karena van milik Tyler—ban
mobilnya kini sedang menimpa es dengan sudut yang paling
buruk—akan berputar dan menyebrangi lapangan parkir dan
menabrak gadis yang masuk dan menjadi titik fokus kehidupanku
secara tak diundang.
Bahkan tanpa penglihatan masa depan Alice, cukup mudah
untuk membaca arah kemana van itu akan meluncur, lepas dari
kendali Tyler.
Gadis itu, berdiri di tempat yang benar-benar salah di
belakang truknya, melihat ke atas, terjaga karena bunyi lengkingan
roda. Ia melihat lurus ke mataku yang kini penuh ketakutan, dan
kemudian melihat ke depan ke arah kematian yang mendekat.
JANGAN DIA! Suara dalam kepalaku berteriak seolah yang
berteriak adalah orang lain.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Sambil terus melihat ke dalam kepala Alice, aku melihat masa


depan berganti, tapi aku belum sempat melihat akan seperti apa
bergantinya.
Aku menolakkan tubuhku menyebrangi lapangan,
melemparkan tubuhku di antara van yang menggelincir dan gadis
yang membeku. Aku bergerak sangat cepat sehingga yang kulihat
hanyalah sesuatu yang buram, kecualiobjek fokusku. Ia tak
melihatku—tak ada manusia yang bisa melihatku saat dengan
kecepatan penuh—masih memandangi benda besar yang nyaris
menabraknya ke truk besinya.
Aku menangkapnya di sekeliling pinggangnya, bergerak
dengan penuh kecemasan sambil berusaha selembut yang aku
bisa agar gadis itu tak terluka. Pada detik ke seperseratus antara
waktu aku menyentakkan tubuhnya yang ramping dari jalur
kematian dan waktu aku jatuh ke tanah dengan tubuhnya di
lenganku, aku dapat merasakan dengan jelas betapa rapuh dan
mudah hancur tubuhnya.
Ketika aku mendengar suara kepalanya terbentur di es,
rasanya aku seperti membeku menjadi es juga.
Tapi aku tak punya waktu satu detikpun untuk memastikan
bagaimana keadaannya. Aku mendengar van di belakang kami,
bergesek dan menderit ketika benda itu berputar di dekat besi
kokoh truk gadis itu. Van itu berganti jalur, bergerak melengkung,
datang ke arah gadis itu lagi—seolah-olah gadis itu adalah magnet
sehingga menarik benda itu ke arahnya.
“sial,” desisku.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Aku telah bertindak terlalu banyak. Ketika aku hampir terbang


di udara untuk mendorong gadis itu dari jalan, aku benar-benar
sadar akan kesalahan yang sedang kelakukan. Aku tahu kalau salah
aku tak menghentikan diriku sendiri, tapi aku juga sadar akan
risiko yang sedang kuambil—risiko yang bukan hanya untukku
saja, tapi untuk seluruh anggota keluargaku.
Kedok kami bisa saja terbuka.
Dan ini tentunya takkan membantu, tapi aku takkan mungkin
membiarkan van itu berhasil merenggut nyawa gadis itu di
serangan keduanya.
Aku meletakkan tubuhnya di bawah dan melempar tanganku
ke arah vannya, mencegahnya menyentuh gadis itu. Tekanan
karena van itu berusaha melemparku ke belakang tempat parikir
mobil di samping truknya, dan aku dapat merasakan bagaimana
van itu melengkung karena tertahan di belakang pundakku. Van
itu bergetar melawan lenganku yang tak menyerah, dan kemudian
terpental, menyeimbangkan secara tak stabil di dua rodanya yang
jauh.
Jika aku memindahkan tanganku, roda belakang van itu akan
menimpa kaki gadis itu.
Oh, demi kasih sayang akan semua yang suci, apa malapetaka
takkan berakhir? Apa ada hal lain yang akan berjalan kacau juga?
Aku tak mungkin duduk disini, memegangi van itu di udara dan
menunggu pertolongan datang. Aku juga tak mungkin melempar
vannya—ada orang di dalamnya yang harus kupertimbangkan,
pikirannya kacau karena panik.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Dengan erangan dari dalam, aku mendorong van itu kuat-kuat


sehingga benda itu terangkat dari kami begitu saja. Begitu benda
itu jatuh menimpaku, aku menangkapnya dengan tangan kananku
sementara aku melingkarkan tangan kiriku di pinggang gadis itu
lagu dan menjauhkannya dari bagian bawah van, menariknya
dengan erat ke arahku. Tubuhnya berger=ak dengan lemas ketika
aku mengayunnya agar kakinya selamat—apakah ia pingsan?
Seberapa cedera yang kutimbulkan padanya dalam aksi
penyelamatan dadakan ini?
Aku membiarkan van itu jatuh, toh sekarang benda itu takkan
melukainya. Benda itu menghantam trotoar, kaca jendelanya pecah
secara serentak.
Aku tahu aku sedang di tengah-tengah krisis. Seberapa banyak
yang dia lihat? Apakah ada saksi lihat yang melihatku tiba-tiba
muncul di samping gadis itu dan melempar vannya ketika aku
mencoba menjauhkan gadis itu dari bawah van? Pertanyaan-
pertanyaan ini seharusnya menjadi kecemasan utamaku.
Tapi aku terlalu resah untuk benar-benar peduli pada ancaman
akan terbukanya indetitas kamu seperti seharusnya. Aku dihantui
kepanikan kalau-kalau aku melukai gadis itu dalam usahaku
menyelamatkannya. Terlalu takut karena ia kini begitu dekat
denganku, tahu persis apa yang akan kucium kalau-kalau aku
membiarkan diriku untuk menghirup napas. Aku sangat dapat
merasakan hangat tubuhnya yang tertekan padaku—walaupun ada
dua halangan yaitu jaket kami, aku masih bisa merasakan
hangatnya..
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Ketakutan pertama adalah ketakutan terbesar. Begitu suara


jeritan para saksi terdengar di sekitar kami, aku merunduk
kebawah untuk melihat wajahnya, melihat apakah ia masih sadar.
Berharap dengan sengit kalau ia tak mengeluarkan darah
dimanapun.
Matanya terbuka, menatap dengan shock.
“Bella?” Tanyaku mendesak, “Kau baikbaik saja?”
“Aku baik-baik saja.” Jawabnya dengan suara bingung.
Lega, suaranya yang begitu halus sehingga hampir terasa
menyakiti sekujur tubuhku. Aku menarik napas melalui gigiku, dan
tidak masalah dengan rasa terbakar yang meliputi tenggorokanku.
Aku bahkan hampir menyambut rasa terbakar itu.
Ia melepaskan diri untuk duduk tegap, tapi aku belum siap
untuk bisa melepaskannya. Rasanya entah bagaimana... lebih
aman? Terasa lebih baik, setidaknya, dengan adanya dia di
lenganku.
“Hati-hati,” aku memperingatinya, “Aku rasa kepalamu
terbentur sangat keras tadi.”
Tidak tercium bau darah segar sedikitpun—mukjizat, tentunya
—tapi itu tak berarti tak ada luka dalam. Aku tiba-tiba ingin sekali
membawanya ke Carlisle sekarang dan menghargai sepenuhnya
kepada perlengkapan radiologi yang lengkap.
“Ow,” ucapnya, nadanya terdengar kaget dengan cara yang
aneh begitu ia menyadari kalau apa yang kukatakan benar tentang
kepalanya.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

“Sudah kuduga,” rasa lega membuatnya terasa lucu bagiku,


membuatku hampir merasa pening akan kesenangan.
“Bagaimana cara....” suaranya melemah dan kelopak matanya
berkedip-kedip, “bagaimana kau bisa sampai disini dengan cepat
sekali?”
Rasa lega yang daritadi kurasakan berubah masam, rasa
humor yang kurasakan langsung lenyap. Dia telah melihat terlalu
banyak.
Kini gadis itu telah dalam keadaan baik-baik saja, tapi masalah
bagi keluargaku begitu berat.
“Aku tadi sedang berdiri di sampingmu, Bella.” Aku belajar dari
pengalaman kalau aku begitu percaya diri ketika sedang
berbohong, itu membuat penanya lebih tidak yakin pada
kebenaran.
Ia berusaha keras untuk bangun lagi, dan kali ini aku
membiarkannya begitu saja. Aku perlu bernapas supaya aku bisa
memainkan peranku dengan baik. Aku perlu jarak dari kehangatan
darahnya agar aku tak merasakan kehangatan tubuhnya yang
bercampur dengan baunya sehingga membuatku tak terkontrol.
Aku bergeser menjauh darinya, sejauh yang memungkinkan di
jarak yang sempit di antara kendaraan yang hancur tertabrak.
Ia memandang lurus ke arahku, dan aku memandangnya balik.
Mengalihkan pandangan duluan adalah kesalahan yang hanya
dilakukan oleh pembohong yang tidak cakap, dan aku pembohong
yang ulung. Ekspresi pertamaku adalah lembut dan jinak...
Sepertinya aku berhasil membuatnya bingung. Bagus.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Lokasi kecelakaan sudah dikelilingi orang-orang sekarang.


Kebanyakan murid-murid, anak-anak, berdatangan perlahan-lahan
dan berdesakan satu sama lain untuk melihat apakah ada tubuh
remuk yang bisa mereka lihat. Terdengar teriakan dan suara-suara
kaget dari pikiran orang-orang. Aku memeriksa pikiran-pikiran itu
dengan seketika untuk memastikan tak ada kecurigaan yang
muncul, dan kemudian menghilangkan suara-suara pikiran yang
terdengar dan berkonsentrasi pada gadis itu.
Ia teralihkan dengan keributan yang ditimbulkan orang-orang.
Ia memandang sekeliling, ekspresinya masih kaget, dan dia
berusaha untuk berdiri tegap.
Aku meletakkan tanganku dengan perlahan di atas pundaknya.
“Lebih baik kau tetap duduk dulu disini,” Ia terlihat baik-baik
saja, tapi apakah ia boleh menggerakkan lehernya? Lagi-lagi, aku
berharap ada Carlisle. Tahun-tahun yang kuhabiskan untuk belajar
teori medis tidaklah sepadan dengan abad-abad Carlisle
mempraktekan pengobatan medisnya.
“Tapi disini dingin,” Ia keberatan.
Dia jelas-jelas hampir tertabrak mati dua kali dan lumpuh satu
kali, dan sekarang rasa dinginlah justru yang membuatnya
khawatir. Tawa kecil meluncur dari gigiku sebelum aku bisa ingat
kalau situasi ini tidak lucu.
Bella berkedip, lalu matanya fokus pada wajahku. “Kau tadi
ada disana.”
Itu menghilangkan rasa senangku lagi.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Ia memandang ke arah selatan, tak ada yang bisa dilihat


kecuali sisi van yang roboh. “Kau tadi di samping mobilmu.”
“Tidak.”
“Aku melihatmu.” Dia bersikeras; suaranya seperti anak-anak
saat ia keras kepala. Dagunya menonjol.
“Bella, aku tadi berdiri denganmu, dan aku menarikmu dari
jalan.”
Aku menatap dalam-dalam ke matanya yang besar, berusaha
membuatnya percaya pada versiku—versi yang paling rasional.
Rahangnya mengeras, “Tidak.”
Aku berusaha tetap tenang, tidak panik. Kalau saja aku bisa
membuatnya tenang untuk beberapa waktu saja, sehingga aku
punya kesempatan untuk menghancurkan bukti yang ada.... dan
merusak ceritanya dengan menyingkap luka di kepalanya.
Bukankah lebih mudah kalau dia diam saja, menjaga rahasia
dan diam? Kalau saja ia mau mempercayaiku, hanya untuk
beberapa waktu ini...
“Kumohon, Bella.” Ucapku, dan suaraku terdengar terlalu
memohon, karena aku tiba-tiba ingin ia mempercayaiku. Begitu
menginginkannya, dan bukan gara-gara kecelakaan ini saja.
Keinginan yang bodoh. Bagaimana mungkin ia bisa begitu saja
percaya padaku?
“Kenapa?” Tanyanya, masih bersikap defensif.
“Percayalah padaku.” Pintaku.
“Kau berjanji untuk menjelaskan semuanya padaku nanti?”
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Aku merasa kesal karena harus berbohong padanya lagi, ketika


aku benar-benar berharap bisa mendapat kepercayaannya. Jadi,
ketika aku menjawab kepadanya, ucapanku terdengar kasar dan
marah.
“Oke.”
“Oke.” Ia mengulang dengan nada yang sama.
Ketika aksi penyelamatan mulai di sekeliling kami—orang
dewasa berdatangan, pihak yang berwajin dihubungi, sirine
terdengar dari kejauhan—Aku berusaha menghiraukan gadis itu
dan menyusun prioritasku dengan benar. Aku mencari seluruh
pikiran di tempat parkir, dari para saksi hingga orang-orang yang
baru datang, tapi aku tak menemukan sesuatupun yang berbahaya.
Banyak yang terkejut mendapatiku disini di samping Bella, ta[i
semuanya menyimpulkan—karena tidak ada kesimpulan lain yang
memungkinkan—kalau aku berdiri di samping Bella sebelum
kecelakaan.
Bella satu-satunya yang tak menerima penjelasanku yang
mudah, tapi ia pasti dipertimbangkan sebagai saksi yang paling tak
dapat dipercaya. Dia baru saja ketakutan, trauma, dan belum
termasuk benturan di kepala yang ia derita. Dan mungkin saja ia
sedang syok. Pasti orang-orang akan mengira pikirannya sedang
bingung setelah apa yang menimpanya. Tak seorangpun akan
begitu percaya padanya di atas begitu banyak penonton lain.
Aku mengernyit begitu menangkap pikiran rosalie, Jasper dan
Emmet tiba di tempat kejadian. Untuk membayar kesalahanku
sekarang pasti sebanding dengan neraka.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Aku ingin menarik bengkokan yang bahuku sebabkan pada


besi mobil yang berwarna coklat, tetapi gadis itu terlalu dekat. Aku
harus menunggu hingga gadis itu teralihkan.
Rasanya sangat frustasi untuk menunggu—banyak sekali
pasang mata yang memandangiku—sembari orang-orang itu
berusaha keras memindahkan van dari kami. Aku bisa saja
membantu orang-orang itu, untuk mempercepat pekerjaan
mereka, tapi aku sudah cukup dalam masalah dan gadis itu
memiliki mata yang tajam. Akhirnya, mereka telah memindah
vannya cukup jauh sehingga paramedis dapat mendatangi kami.
Wajah tua yang tak asing mendatangiku.
“Hey Edward.” Ucap Brett Warner. Dia adalah seorang suster,
dan aku kenal dia dengan baik dari rumah sakit. Merupakan
keberuntungan—satu-satunya keberuntunganku hari ini—karena
pria itu merupakan orang pertama yang mendatangi kami. Dalam
pikirannya, ia berpikiran kalau aku terlihat waspada dan tenang,
“Kau baik-baik saja, nak?”
Aku mendengarkan dari semua sudut, untuk memastikan kalau
aku tidak membuat keluargaku dalam bahaya sehingga kami harus
pindah secepatnya. Aku harus berkonsentrasi.
Tak ada satupun pikiran dari paramedis yang harus
dikhawatirkan. Sejauh yang dapat mereka terka, tak ada yang salah
dengan gadis itu. Dan bella tetap pada cerita yang telah
kusediakan untuknya, sejauh ini.
Prioritas pertama begitu kami tiba di rumah sakit adalah
menemui Carlisle. Aku bergegas melewati pintu otomatis, tapi aku
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

tak bisa melupakan untuk mengecek dan mengawasi Bella; aku


tetap mengawasinya melalui pikiran pihak paramedis.
Mudah untuk menemukan pikiran ayahku yang sudah tak
asing. Dia sedang dalam kantornya yang kecil, sendirian—
keberuntungan kedua bagiku di hari yang begitu tak berutung ini.
“Carlisle.”
Ia mendengar kedatanganku, dan dia sudah merasa khawatir
begitu melihat wajahku. Ia terlonjak dari kursinya, wajahnya
memucat pasi. Ia mencondongkan badannya ke depan di atas
meja walnutnya yang terorganisir.
Edward—kau tidak—
“Tidak,tidak. Bukan itu.”
Ia menarik napas dalam-dalam. Tentu saja tidak. Maaf aku
terlalu berpikiran seperti itu. Matamu tentu saja, aku seharusnya
sudah tau dari matamu... ia memperhatikan mataku yang amsih
berwarna emas dengan lega.
“Tapi ia terluka Carlisle, tidak serius mungkin tapi—,”
“Apa yang terjadi?”
“kecelakaan mobil yang konyol. Ia sedang berad di tempat
yang salah dan waktu yang salah. Tapi aku tak bisa hanya berdiri
saja diam—membiarkan mobil itu meremukkannya—.”
Ulangi. Aku tak mengerti. Bagaimana kau bisa terlibat?
“Sebuah van tergelincir di atas es.” Bisikku. Aku menatap
dinding di belakang Carlisle selama berbicara. Bukannya barisan
gambar diploma-diploma yang kuat, dia hanya memiliki satu
lukisan minyak yang simpel—lukisan favoritnya, Hassam yang tak
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

diketahui. “Dia ada di jalan ketika van itu akan menabrak, Alice
melihatnya, tapi tak ada waktu lagi untuk melakukan apapun
kecuali berlari menyebrangi lapangan parkir dan mendorongnya
keluar dari jalur. Tak ada yang memperhatikan apa yang
kulakukan... kecuali gadis itu sendiri. Aku harus menghentikan
vannya juga, tapi lagi-lagi, tak ada yang memperhatikan kecuali
gadis itu. Aku... aku minta maaf Carlisle. Aku tak bermaksud
menyebabkan keluarga kita dalam bahaya.”
Ia memutari mejanya dan meletakkan tangannya di atas
pundakku.
Kau telah melakukan hal yang benar. Dan itu tak mudah
bagimu.Aku bangga padamu, Edward.
Aku tak bisa melihat Carlisle di matanya. “Gadis itu tau.... kalau
ada sesuatu yang ganjil pada diriku.”
“Itu tak masalah. Jika kita harus pindah, kita pindah. Apa yang
gadis itu katakan?”
Aku menggelengkan kepalaku, sedikit frustasi. “Belum ada.”
Belum?
“Ia setuju pada penjelasan kejadian buatanku—tapi ia
mengharapkan suatu penjelasan dariku.”
Ia mengerutkan dahinya, merenungi apa yang baru kukatakan.
“Kepalanya terbentur—baiklah, aku yang membenturkannya.”
Aku melanjutkannya dengan cepat, “Aku membenturkan kepalanya
ke tanah cukup keras. Dia terlihat baik-baik saja tapi.. aku pikir itu
tak cukup untuk membuatnya lupa.”
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Aku merasa seperti orang yang begitu jahat ketika


mengucapkan kata-kata itu.
Carlisle mendengar nada bicaraku yang menunjukkan ketidak
sukaan. Mungkin itu tak terlalu penting. Mari lihat apa yang
terjadi, oke? Terdengar seperti aku mempunyai seorang pasien
untuk diperiksa.
“Kumohon,” Pintaku, “Aku begitu khawatir kalau-kalau dia
terluka.”
“Sempurna, Brett. Tak ada yang menyentuhku. Tapi aku takut
kalau Bella disini sedang mengalami gegar otak. Kepalanya benar-
benar terbentur ketika aku mendorongnya dari jalan.”
Brett mengalihkan perhatiannya kepada gadis itu yang
memandangiku dengan pandangan ganas kepada pengkhianat.
Oh, benar. Ia merupakan martir yang pendiam—ia lebih suka
bertahan dalam diam.
Ia tidak membantah ceritaku, dan ini membuatku merasa jauh
lebih lega.
Paramedis berikutnya berusaha meyakinkanku agar mau
diperiksa, tapi tidak sulit untuk membujuknya untuk tak
melakukannya. Aku berjanji akan membiarkan ayahku untuk
memeriksaku, dan paramedis itu membiarkanku pergi. Kebanyakan
manusia, bicara dengan pembawaan tenang adalah yang
kuperlukan. Kebanyakan manusia, tentu saja gadis itu
pengecualian.
Ketika mereka memasangkan pelindung leher kepadanya—dan
mukannya langsung memerah karena malu—aku memanfaatkan
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

saat-saat ini dimana orang-orang tak memperhatikan untuk diam-


diam membentuk kembali lekukan di van coklat dengan punggung
kakiku. Hanya saudara-saudaraku yang sadar akan apa yang
kulakukan dan aku dapat mendengar Emmet berjanji dalam hati
untuk memperhatikan apa saja yang kulewatkan.
Aku begitu senang dengan bantuannya—dan lebih senang lagi
karena Emmet telah memaafkan pilihan berbahayaku—aku merasa
lebih lega ketika menuju tempat duduk depan di ambulans di
samping Brett.
Kepala polisi datang sebelum mereka sempat memasukkan
Bella ke bagian belakang ambulans.
Walaupun pikiran ayah Bella kulihat dalam bentuk kata-kata,
kepanikan dan perhatian terpancarkan dari pikiran laki-laki itu,
menghilangkan hampir setiap pikiran lain yang ada di otaknya.
Kegelisahan dan kesalahan tanpa kata, yang membesar begitu luar
biasa, meluncur di sekujur tubuhnya begitu ia melihat putri satu-
satunya di atas ranjang beroda untuk pasien.
Meluncur di sekujur tubuhnya dan sekujur tubuhku,
menggema dan bertambah kuat. Ketika Alice memberitahuku kalau
membunuh putri Charlie Swan sama saja dengan membunuhnya
juga, dia tak sedang melebih-lebihkan.
Kepalaku penuh dengan rasa bersalah ketika mendengar suara
panik Charlie.
“Bella!” teriaknya.
“Aku benar-benar baik-baik saha, Char—ayah.” Hela Bella, “Tak
ada yang salah denganku.”
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Kepastian dari Bella baru saja menghilangkan rasa takut


Charlie. Ia beralih seketika kepada paramedis terdekat untuk
menuntut informasi lebih.
Sampai aku mendengar Charlie bicara, membentuk kalimat
yang koheren dengan sempurna meskipun ia sedang panik, aku
tersadar bahwa kegelisahan dan keprihatinannya bukanlah tanpa
kata. Aku hanya tidak bisa mendengar kata-katanya persis.
Hm. Charlie Swan tidaklah sependiam putrinya, tapi aku bisa
melihat darimana gadis itu mendapatkan sikapnya. Menarik.
Aku tak pernah menghabiskan waktuku di sekitar kepala polisi
kota itu. Aku selalu menganggapnya sebagai pria dengan
pemikiran yang lambat—sekarang aku sadar kalau akulah yang
berpikiran lambat. Pikirannya sebagian tersembunyi, bukannya
tidak ada. Aku hanya dapat mendengarkan nada suara nya...
Aku ingin mendengar lebih keras, untuk melihat apakah aku
dapat menemukan kunci ke rahasia gadis itu di teka-teki baru
yang lebih simpel ini. Tapi Bella telah dimasukkan ke dalam
Ambulans yang kemudian langsung berjalan.
Menahan diriku dari solusi yang memungkinkan atas misteri
yang selama ini membuatku terobsesi cukup sulit. Tapi aku harus
berpikir sekarang—melihat apa yang sudah kuperbua hari ini.
Ekspresi Charlie terlihat lebih cerah. Ia meluruskan rambut
pirangnya—warnanya hanya sedikit lebih gelap daripada mata
emasnya—dan tertawa.
Ini hari yang cukup menarik untukmu, bukan? Dalam
pikirannya, aku dapat melihat ironi, dan juga menghibur,
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

setidaknya untuknya. Kalau dipikir-pikir, apa yang kulakukan benar-


benar terbalik dari apa yang seharusnya kaum kami. Entah dimana
saat beberapa detik singkat yang tak kupikirkan ketika aku berlari
sekencang-kencangnya menyebrangi lapangan parkir yang ber-es,
aku telah berubah dari pembunuh menjadi pelindung.
Aku tertawa bersamanya, mengingat betapa yakinnya aku
sebelumnya kalau Bella tak memerlukan perlindungan dari apapun
kecuali dari diriku sendiri.

Aku menunggu sendiri di kantor Carlisle—satu dari berjam-jam


aku hidup—mendengarkan rumah sakit yang penuh dengan
pikiran-pikiran orang.
Tler Crowley, pengemudi van, terlihat lebih terluka daripada
Bella, dan perhatian beralih kepadanya ketika Bella sedang
menunggu giliran untuk di rongent. Carlisle berada di bagian
belakang, percaya pada diagnosis bahwa gadis itu hanya sedikit
terluka. Hal ini membuatku resah, tapi aku tahu Carlisle benar.
Kalau Bella melihat wajah Carlisle sekali saja, dia akan langsung
teringat padaku, dan karena ia tahu ada sesuatu yang tak beres
dengan keluargaku, dia akan mulai membicarakannya pada orang
lain.
Bella tentu punya orang yang cukup rela untuk mengobrol
dengannya. Tyler benar-benar merasa bersalah karena hampir saja
membunuhnya, dan dia sepertinya tak bisa berhenti bicara
meminta maaf. Aku dapat melihat ekspresi Bella melalui mata
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Tyler, dan jelas sekali aku dapat melihat kalau Bella ingin Tyler
diam. Bagaimana Tyler bisa tak melihatnya?
Aku merasa tegang ketika Tyler menanyakan Bella bagaimana
gadis itu bisa menyingkir dari jalan ketika vannya akan menabrak.
Aku menunggu, tak bernapas, ketika Bella diam sejenak.
“Um..” Aku mendengarnya berbicara. Kemudian dia diam lagi
cukup lama sehingga Tyler bertanya-tanya apakah pertanyaannya
telah membingungkan Bella. Akhirnya, ia melanjutkan, “Edward
menarikku dari jalan.”
Aku menghembuskan napas. Kemudian, napasku semakin
cepat. Aku tak pernah mendengarnya menyebutkan namaku
sebelumnya. Aku suka bagaimana namaku terdengar—walaupun
aku mendengarnya hanya melalui pikiran Tyler. Aku ingin
mendengarnya dengan telingaku sendiri...
“Edward Cullen,” Ulang Bella, ketika Tyler tak menangkap
maksudnya sebelumnya. Aku mendapati diriku di depan pintu,
tanganku di kenop pintu. Keinginanku untuk menemuinya semakin
besar. Aku harus mengingatkan diriku untuk perlunya berhati-hati.
“Ia sedang berdiri di sebelahku sebelum kecelakaan terjadi.”
“Cullen?” Huh. Itu aneh. “Aku tak melihatnya.” Aku bisa saja
bersumpah.. “Wow semua tadi memang begitu cepat terjadinya,
aku rasa. Apakah Edward baik-baik saja?”
“Aku rasa ia baik-baik saja. Dia di sekitar sini, tapi mereka tak
menyuruhnya mengenakan tandu.”
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Aku melihat raut wajah Bella yang sedang berpikir, matanya


yang bertanya-tanya, tapi perubahan ekspresi yang sedikit ini tidak
dilihat oleh Tyler.
Dia cantik, ia sedang berpikir, sedikit terkejut. Walau dalam
keadaan berantakan seperti ini. Bukan tipeku yang biasanya, tapi
tetap saja... Aku harus mengajaknya jalan. Sebagai permintaan
maaf atas hari ini...
Aku masih berada di lorong, setengah perjalanan menuju
UGD, tanpa memikirkan sedetikpun akan apa yang sedang
kulakuan. Untungnya, seorang suster memasuki ruangan sebelum
aku masuk—saat itu merupakan giliran Bella untuk di rontgent.
Aku bersandar di dinding pada ujung ruangan yang gelap,
berusaha menahan diriku sendiri ketika gadis itu didorong
menjauh.
Tak masalah kalau menurut Tyler dia cantik. Siapa saja juga
dapat memperhatikannya. Tak ada alasan bagiku untuk merasa...
Apa yang kurasakan? Terganggu? Atau marah tepatnya? Tidak
masuk akal.
Aku tetap di tempat selama yang aku dapat, tapi ketidak
sabaranku sudah memuncak dan aku berjalan kembali ke ruang
radiologi. Dia sudah dipindahkan kembali ke ruang UGD, tapi aku
dapat melihat ke hasil rontgentnya ketika suster yang berjaga
sedang berputar.
Aku merasa lebih tenang setelah melakukannya. Kepalanya
baik-baik saja. Aku tak melukainya, tidak juga.
Carlisle mendapatiku disana.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Kau terlihat lebih baik, ia berkomentar.


Aku melihat lurus ke depan. Kami tak sendirian, lorong penuh
dengan pasien dan pekerja rumah sakit.
Ah, ya. Ia meletakkan hasil rontgent Bella ke papan cahaya,
tapi aku tak perlu melihatnya lagi. Aku mengerti. Ia baik-baik saja.
Baguslah, Edward.
Suara dari persetujuan ayahku akan kondisi Bella membuat
reaksi yang bercampur padaku. Aku seharusnya merasa senang,
tapi tidak karena aku tahu ia takkan menyetujui apa yang hendak
kulakukan sekarang. Setidaknya, ia takkan setuju kalau ia tahu
tujuanku sebenarnya...
“Aku pikir aku akan berbicara padanya—sebelum ia
melihatmu,” Gumamku di balik napasku. “Aku akan bersikap alami,
seolah tak terjadi apapun dan meluruskan masalahnya.” Semuanya
merupakan alasan yang dapat diterima.
Carlisle mengangguk dengan diam, masih memperhatikan
hasil rontgent. “Ide bagus. Hmm.”
Aku melihat apa yang telah menarik perhatiannya.
Lihatlah pada memar-memar yang sembuh ini! Sudah berapa
kalikah ibunya menjatuhkannya? Carlisle tertawa pada candaannya
sendiri.
“Aku mulai berpikiran kalau gadis ini benar-benar memiliki
nasib yang sial. Selalu di tempat yang salah pada waktu yang
salah.”
Forks tentunya tempat yang salah untuknya, dengan
keberadaan kau disini.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Aku menarik diri karena takut mendengarnya.


Pergilah. Luruskan masalahmu. Aku akan segera menyusulmu.
Aku berjalan menjauh dengan cepat, meras bersalah. Mungkin
aku adalah pembohong yang ulung, kalau aku berhasil mengelabui
Carlisle.
Ketika aku tiba di UGD, Tyler sedang bergumam di balik
napasnya, masih meminta maaf. Gadis itu sedang berusaha
menghindari penyesalan Tyler dengan berpura-pura tidur. Kedua
matanya terpejam, tapi napasnya tak wajar, dan kini jari-jarinya
menyentak karena tidak sabar.
Aku menatap wajahnya untuk waktu yang lama. Ini saat
terakhir aku dapat melihatnya. Fakta itu menyebabkan rasa sakit
yang akut di dadaku. Apakah ini karena aku benci meninggalkan
teka-teki yang belum terpecahkan? Sepertinya itu bukan alasan
yang cukup.
Akhirnya, aku menarik napas dalam-dalam dan berjalan ke
arah mereka.
Ketika Tyler melihatku, ia mulai berbicara, tapi aku meletakkan
satu jariku di depan bibirku.
“Apakah ia sedang tidur?” Bisikku.
Mata Bella terbuka dengan cepat dan fokus menatap wajahku.
Matanya membelalak sesaat, kemudian menyipit dalam keingin
tahuan atau mungkin kemarahan. Aku ingat kalau aku punya peran
untuk dimainkan, jadi aku tersenyum kepadanya seolah hal tak
biasa tidak terjadi pagi ini—selain benturan di kepalanya dan
imajinasinya yang sedikit melenceng.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

“Hei Edward.” Ucap Tyler, “Aku benar-benar minta maaf.”


Aku mengangkat satu tanganku untuk menghentikan
permintaan maafnya. “Tak ada darah, tak ada kotoran.” Ucapku
masam. Tanpa berpikir, aku tersenyum terlalu lebar pada candaan
pribadiku.
Benar-benar mudah untuk menghiraukan Tyler, ia sedang
berdiri tidak sampai 4 kaki dariku, dengan tubuh berlumuran darah
segar. Aku tak pernah mengerti bagaimana Carlisle dapat
melakukannya—menghirakan darah pasiennya agar dapat
menyembuhkannya. Bukankah godaan yang terus menerus akan
sangat mengganggu, sangat berbahaya...? Tapi, kini... aku bisa
mengerti bagaimana, jika kau fokus pada satu hal dengan cukup
keras, godaannya tak akan terasa sedikitpun.
Walaupun segar dan terbuka, darah Tyler tak ada kaitannya
dengan Bella.
Aku menjaga jarakku dari Bella, duduk sendiri di kaki ranjang
Tyler.
“Jadi, bagaimana hasil pemeriksaannya?” Aku bertanya
kepadanya.
Bagian bawah bibirnya mencibir sedikit. “Tak ada yang salah
denganku sedikitpun, tapi mereka tak membiarkanku pergi.
Bagaimana kau tidak terikat di ranjang roda ini seperti kami?”
Ketidak sabaran Bella membuatku tersenyum lagi.
Aku dapat mendengar Carlisle di lorong sekarang.
“Ini semua mengenai siapa yang kau kenal.” Ucapku enteng,
“Tapi jangan khawatir, aku kemari untuk membebaskanmu.”
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Aku melihat reaksinya dengan hati-hati ketika ayahku


memasuki ruangan. Matanya membelalak dan mulutnya terbuka
karena terkejut. Aku mengerang dalam hati. Ya, dia menyadari
kemiripan kami.
“Jadi, nona Swan, bagaimana perasaanmu?” Tanya Carlisle. Ia
begitu menenangkan selain karena sikapnya, sehingga dapat
membuat pasien merasa ringan untuk beberapa saat. Aku tak bisa
melihat seberapa besar hal itu berpengaruh pada Bella.
“Aku baik-baik saja.” Ucapnya pelan.
Carlisle menjepit hasil rontgent Bella di papan cahaya di
samping ranjangnya. “Hasil rontgentmu terlihat bagus. Apakah
kepalamu sakit? Kata Edward kepalamu terbentur cukup keras.”
Ia menghela napas, dan berkata, “Aku baik-baik saja.” Lagi-
lagi, tapi kali ini ketidak sabaran terdengar di suaranya. Kemudian
ia melihat ke arahku dengan pandangan marah sejenak.
Carlisle melangkah mendekatinya dan menyusuri jemarinya di
kulit kepala Bella sampai ia menemukan benjolan di balik
rambutnya.
Tiba-tiba, sebuah perasaan melandaku.
Aku telah melihat Carlisle bekerja dengan manusia ribuan kali.
Beberapa tahun yang lalu, aku justru membantunya bekerja—
walau hanya pada situasi dimana tak ada darah terlibat. Jadi ini
bukan merupakan hal baru bagiku, melihatnya berinteraksi dengan
gadis itu dengan sangat manusiawi, semanusiawi gadis itu sendiri.
Aku merasa iri dengan kemampuannya mengontrol dirinya sendiri
seringkali, tapi ini bukan perasaan yang sama. Aku iri padanya
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

lebih daripada karena kemampuannya mengontrol dirinya. Aku


merasa sakit karena perbedaan antara Carlisle dan aku—karena ia
dapat menyentuh gadis itu dengan lembut, tanpa rasa takut,
karena ia tahu ia takkan melukainya..
Bella mengernyit, dan aku menghentakkan diriku ke sofa. Aku
harus berkonsentrasi untuk menjaga tubuhku tetap rileks.
“Terasa?” Tanya Carlisle.
Ia mengangkat dagunya sedikit, “tidak juga,” ucapnya.
Sebagian kecil dari sikapnya terlihat: dia pemberani. Dia tak
suka menunjukkan kelemahannya.
Mungkin makhluk yang paling mudah diserang yang pernah
kulihat, dan dia tak ingin terlihat lemah. Tawa kecil meluncur di
bibirku.
Dia meluncurkan sorotan marah kepadaku lagi.
“Baiklah,” Ucap Carlisle, “Ayahmu sedang di ruang tunggu—
kau bisa pulang dengannya. Tapi kembalilah kalau kau merasa
pusing atau bermasalah dengan penglihatanmu.”
Ayahnya disini? Aku mencoba mendengarkan suara-suara
pikiran di ruang tunggu yang ramai, tapi aku tak bisa melihat yang
mana suara pikiran ayahnya sebelum Bella mulai berbicara lagi,
wajahnya khawatir.
“Tidak bisakah aku kembali ke sekolah?”
“Mungkin kau sebaiknya beristirahat untuk hari ini.” Usul
Carlisle.
Mata Bella melirik ke arahku, “Apakah dia dapat kembali ke
sekolah?”
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Bersikap alami, luruskan masalah... lupakan bagaimana rasanya


ketika ia melihatku tepat di mata...
“Harus ada yang menyebarkan berita kalau kita selamat disini.”
Ucapku.
“sebenarnya,” Ucap carlisle, “Sebagian besar warga sekolah ada
di ruang tunggu.”
Aku mengantisipasi reaksi Bella kali ini—perasaan tak sukanya
akan perhatian. Dan benar.
“Oh tidak.” Erangnya, ia meletakkan kedua tangannya di
wajahnya.
Aku senang karena aku bisa menebak benar. Aku mulai
mengerti gadis itu...
“Kau ingin tetap disini?” Tanya Carlisle.
“Tidak, tidak!” Ucapnya cepat, mengayunkan kakinya ke sisi
ranjang dan meluncur ke bawah hingga kedua kakinya menyentuh
lantai. Ia tersandung ke depan, kehilangan keseimbangan, ke
lengan Carlisle. Ia menangkap gadis itu dan menyeimbangkannya.
Lagi-lagi, rasa iri menjalar ke sekujur tubuhku.
“Aku baik-baik saja,” Ucap Bella sebelum Carlisle sempat
mengatakan sesuatu, warna pink yang pucat pasi terlihat di
wajahnya.
Tentu saja hal itu tak mengganggu Carlisle. Ia memastikan
Bella sudah cukup seimbang dan melepaskan tangannya.
“Minumlah beberapa Tylenol untuk menghilangkan rasa
sakitnya.” Ucap Carlisle.
“Tak sesakit itu, kok.”
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Carlisle tersenyum sembari menandatangani kartu pasien Bella.


“Sepertinya kau benar-benar beruntung.”
Ia memutar kepalanya sedikit, untuk melihat ke arahku dengan
pandangan yang keras. “Beruntung Edward sedang berdiri di
sampingku sebelum kecelakaan itu terjadi.”
“Oh ya, tentu saja.” Carlisle menyetujui dengan cepat,
mendengar hal yang sama di suara Bella seperti yang kudengar. Ia
tak berpikir kecurigaannya padaku sebagai suatu imajinasi. Belum.
Ini keputusanmu, pikir Carlisle. Atasi dengan bagaimana
sebaiknya kau pikir.
“terimakasih banyak.” Bisikku, cepat dan pelan. Tak seorang
manusiapun dapat mendengarku. Bibir Carlisle berubah sedikit
pada ketidaksukaanku ketika ia berpindah ke Tyler. “Aku rasa kau
harus tinggal disini untuk beberapa waktu,” Ucapnya sembari
memeriksa luka baret pada Tyler yang diakibatkan pecahan kaca
depan mobil.
Baiklah, aku yang membuat kekacauan, jadi barulah adil kalau
aku yang harus mengatasinya.
Bella berjalan berhati-hati ke arahku, tidak berhenti sampai ia
begitu dekat denganku sehingga membuatku kurang nyaman. Aku
ingat bagaimana kau berharap sebelum semua kekacauan ini
terjadi, kalau dia akan mendekatiku.. Ini seperti penghinaan atas
keinginanku.
“Bisakah aku bicara padamu sebentar?” Pintanya padaku.
Embusan napasnya yang hangat menyusuri wajahku hingga
aku harus melangkah menjauh. Keinginannya tak berkurang
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

sedikitpun. Setiap ia ada di dekatku, sikap-sikap terburukku dan


instingku bermunculan. Bisa mengalir ke mulutku dan badanku
siap menyerang—untuk menariknya secara paksa ke lenganku dan
menempelkan lehernya ke gigiku.
Pikiranku lebih kuat daripada tubuhku.
“Ayahmu sedang menunggumu.” Aku mengingatkannya,
rahangku terkatup rapat.
Ia menatap Tyler dan Carlisle. Tyler sama sekali tak
memperhatikan kami, tapi Carlisle mengawasi setiap napasku.
Hati-hati, Edward.
“Aku ingin bicara denganmu sendirian kalau kau tak
keberatan,” Pintanya dengan suara pelan.
Aku ingin bilang kepadanya kalau aku benar-benar keberatan,
tapi aku tahu kalau pada akhirnya aku harus bicara padanya.
Perasaanku benar-benar penuh konflik ketika aku berjalan
keluar ruangan, mendengar suara langkahnya di belakangku,
berusaha mengejar.
Aku punya pertunjukan yang harus kujalani sekarang. Aku tahu
peran yang akan kumainkan—aku akan menjadi penjahat. Aku
akan berbohong dan menertawakannya dan menjadi kejam.
Semua itu berlawanan dengan keinginanku—keinginanku
untuk bersikap terhadap manusia yang selama ini kupegang. Aku
tak pernah begitu menginginkan kepercayaan seperti saat ini,
ketika aku harus menghancurkan setiap kemungkinan untuk
kepercayaannya.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Rasanya lebih buruk lagi untuk mengingat kalau ini akan


menjadi ingatan terakhir Bella akanku. Ini adalah saat-saat
perpisahanku.
Aku berbalik ke arahnya.
“Apa maumu?” Tanyaku dingin.
Ia menciut takut karena ketidak ramahanku. Matanya
membelalak terkejut, ekspresi yang selama ini menghantuiku...
“Kau berhutang penjelasan padaku.” Ucapnya dengan suara
kecil.
Sangat sulit untuk menjaga agar suaraku kasar. “Aku
menyelamatkan nyawamu. Aku tak berhutang apapun padamu.”
Ia mundur sedikit ke belakang dengan takut—rasanya terbakar
seperti cuka, melihat bagaimana kata-kataku telah menyakitinya.
“Kau berjanji.” Bisiknya.
“Bella, kepalamu terbentur, kau tak tahu apa yang sedang kau
bicarakan.”
Dagunya kemudian mengangkat. “Tak ada yang salah dengan
kepalaku.”
Dia kini marah dan itu mempermudahku. Mataku bertemu
pandangan marahnya, mebuat wajahku terlihat lebih tidak
bersahabat.
“Apa yang kau inginkan dariku, Bella?”
“Aku ingin tahu kebenarannya. Aku ingin tahu kenapa kau tadi
berbohong untukmu.”
Apa yang diinginkannya begitu adil—membuatku frustasi
karena harus menolak keinginannya.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

“Apa yang kau pikir terjadi?” Aku hampir mengerang


kepadanya.
Suaranya terdengar dengan cepat. “Yang kutahu adalah kau
tidaklah berada di dekatku—Tyler tak melihatmu juga, jadi jangan
bilang aku membentur kepalaku terlalu keras. Van itu nyaris
meremukkan kita berdua—tapi tidak terjadi, dan tanganmu
meninggalkan penyokan di sisi van itu—dan kau meninggalkan
penyokan di sisi mobil lain, dan kau tak terluka sama sekali—dan
van-nya seharusnya sudah meremukkan kakiku, tapi kau
menahannya...” Tiba-tiba, ia menggertakkan giginya serempak dan
matanya berair dengan air mata yang dibendungnya.
Aku menatapnya, ekspresiku merupakan ekspresi menghina,
walau yang sebenarnya kurasakan adalah takjub dan takut; ia telah
melihat semuanya.
“Kau pikir aku menyingkirkan van untukmu?” Tanyaku kasar.
Ia menjawab dengan satu anggukan kaku.
Suaraku bertambah menghina, “Tak ada seorangpun yang
akan percaya itu, kau tau.”
Dia berusaha mengontrol kemarahannya. Ketika ia bicara
padaku, ia mengucapkan kata demi kata dengan perlahan dan
hati-hati. “Aku tak akan bilang kepada siapapun.”
Ia serius—aku dapat melihat di matanya. Walau marah dan
dikhianati, ia tetap menjaga rahasiaku.
Kenapa?
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Rasa kaget karenanya membuat aku menghancurkan seluruh


ekspresi yang sudah kurancang untuk setengah detik, dan
kemudian aku kembali mengontrol diriku.
“Lalu apa masalahnya?” tanyaku, berusaha membuat suaraku
serius.
“Itu masalah denganku.” Ucap Bella, “Aku tak suka berbohong
—jadi aku harap ada alasan bagus kenapa aku melakukannya.”
Dia memintaku untuk mempercayainya. Seperti aku ingin dia
untuk mempercayaiku. Tapi ini adalah sebuah batas yang tak bisa
kulewati.
Suaraku tetap tak berperasaan. “Tak bisakah kau hanya
berterimakasih padaku dan melupakannya?”
“Terimakasih.” Ucapnya, kemudian ia menunggu diam.
“Kau takkan membiarkannya begitu saja, bukan?”
“Tidak.”
“Kalau begitu..” Aku tak bisa memberitahu kebenaran
kepadanya walaupun aku sungguh ingin... dan aku tidak ingin. Aku
lebih baik kalau dia mengarang ceritanya sendiri mengenai siap
aku daripada dia tahu siapa aku sesungguhnya, karena tak ada
yang lebih buruk daripada kebenaran—aku adalah mimpi buruk
yang hidup, seperti halaman-halaman dari buku horror dalam
bentuk nyata. “Aku harap kau menikmati kekecewaanmu.”
Kami menatap marah satu sama lain. Cukup aneh bagaimana
kemarahannya muncul. Seperti anak kucing yang marah, lembut
dan tak dapat menyakiti, dan sungguh tak menyadari
kerapuhannya.
Originally translated by http://heytiva.blogspot.com open it for keep updating for the
next/previous chapter

Dia memerah dan menggertakkan giginya lagi. “Kapan kau


akan peduli?”
Pertanyaannya merupakan satu pertanyaan yang tak kusangka
dan tak kusiapkan jawabannya. Aku kehilangan pegangan akan
peran yang sedang kumainkan. Aku merasakan topeng yang
kukenakan lepas dari wajahku, dan aku mengatakan padanya—kali
ini—kebenarannya.
“aku tak tahu.”
Aku mengingat-ingat wajahnya untuk terakhir kalinya== masih
merupakan raut kemarahan, darah belum memudar dari pipinya—
kemudian aku berbalik dan berjalan menjauh darinya.

Anda mungkin juga menyukai