Anda di halaman 1dari 29

Equilibrium, Kinetics And Mechanism Of Removal

Of Methylene Blue From Aqueous Solution


By Adsorption Onto Pine Cone Biomass Of Pinus Radiata
KINETIKA KIMIA

OLEH
Kelompok G
Fiqhi Ramadhan

(G1)

Yesi Rasela

(G2)

Yolanda Priscilia Gustantia

(G3)

Jayanti Elisabet

(G4)

Gustanty Liliana Ayu

(G5)

Sufitri Roitul Janah

(G6)

Dosen Pengampu : Dr. Muhdarina, M.Si

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banyak industri mencakup tekstil, kertas, karet, kulit plastic dan juga
kosmetik yang diperoduksi massal pada volume pencampuran limbah air karena
menggunakan bahan sintetik yang bermacam macam pada pengoperasian proses
pencelupan. Lebih dari 10.000 dye dengan jumlah total produksi 7x105 ton metric
yang diukur pada ketetapan tersedianya dan 5-10 % jumlah warna hilang in
industry dekat sungai (Yao et al. 2009; Rafatullah et al. 2009). Proses pencelupan
pada limbah cair pada tingginya warna yang tinggi dan kandungan zat kimia dan
biokimia mengakibatkan (Yao et al. 2009) pelepasan warna pancaran ke
lingkungan dikhawatirkan dapat merusak lingkungan (Tan et al. 2007).
Penceplupan pada Cationic dyes methylene blue (MB) adalah banyaknya racun
dibanding anionic dyes (Hao et al. 2000). Meskipun metilen biru tidak berbahaya
dan beracun hal ini dapat menyebabkan sakit mata yang bisa dipermanenkan atau
luka pada bagian mata pada manusia dan hewan (Tan et al. 2007; Abd EI-Latif et
al. 2010). Hal ini bisa menyebabkan pernapasan menjadi sulit sebab bisa
mengakibatkan nausea, pusing,

keringat berlebih, diare

(Abd EI-Latif et

al.2010). sehubungan itu peningkatan adanya jumlah perpindahan ini pada proses
pemindahan pencelupan air pada limbah cair.
Pada umumnya sesuatu yang berwarna sangat bersifat biodegradasi atau
melawan kondisi lingkungan yang berlawanan pada masalah limbah cair yang
mengandung zat kimia. Lebih dari itu tidak bisa disempurnakan oleh penemuan
biologis yang dapat memproses aktivasi seperti mencerna anaerobic . Sebuah
teknologi dapat dibangun dan digunakan sebagai pemindahan kontaminasi dari
limbah caih seperti adsorpsi, koagulasi/floktuasi, oksidasi lanjutan ozonisasi
membrane penyaringan cair yang diekstraksi (Yao et al. 2009; Abd EI-Latif et al.
2010; Vimonses et al. 2009).
Semua proses dapat dibatasi.Pemindahan bahan organic yang bersifat
ekonomis yang merupakan jalan terpenting dalam mengatasi masalah sebuah
nomor system yang dibangun dengan teknik penyerapan.Penyerapan ini sangat

efektif yang dapat dipisahkan dan dapat dipertimbangkan lainnya untuk


mengurangi limbah cair yang dapat perlakuan khusus untuk mengurangi
Racun (Yao et al. 2009; Abd EI-Latif et al. 2010; Mohammad et al.
2010).ketentuan ini digunakan untuk adsorbent, aktivasi karbon yang memiliki
kapasitas tinggi pada pemindahan bahan organik (Sharma et al.2010; Wang et al.
2005). Tabung karbon nano juga memiliki perbaikan untuk penyerapan metilen
biru(Shahryari et al. 2010). Tapi beberapa tidak untung seperti harga tinggi yang
dimana dapat meningkatkan jumlah limbah cair. Disana ada kerusakan pada
adsorben lainnya yang bahannya tidak mahal dan tidak membutuhkan
penambahan zat adiktif seperti proses penyerapan yang menjadikan ekonomis
.Baru saja beberapa pertanian dan produk kehutanan dan limbahnya
merekontruksi sebuah adsorben.Beberapa jenis produk pertanian seperti beras
kulit dan sereal sekam, bubuk daun Bebek liar raksasa Waranusantigul et al.
2003), serbuk gergaji (Garg et al. 2003; Garge et al. 2004), kulit gandum
(Robinson et al. 2002), kupas jeruk (Rajeshwarisivaraj et al. 2001) dan abu layang
(Janos et al. 2003; Visa et al. 2009), biji minyak jarak (Oladoja et al. 2008) dan
Jerami gandum (Oei et al. 2009) yang telah diberitahukan untuk Pemindahan
metilen biru dari limbah cair. Disana banyak adsorben alami yang mengandung
lempung mineral yang digunakan untuk pemindahan metilen biru dari larutan dan
mendukung untuk kelanjutan Rafatullah et al. (2009) dan oleh Srinivasan dan
Viraraghavan (2010). Kuantitas yang besar untuk kulit pohon cemara yang
diproduksi secara produk melalui pengembangan ini. Kulit yang berovulasi akan
menjadi lebih baik pada pinus masing masing kulit cemara mengubah bagian yang
dalam pada perubahan spiral yang sangat besar pada lingkaran kayulingkaran
kayu itu merupakan kulit yang sudah matang pada bagian epidermal and sel
sclerenchyma yang mengandung selulosa, hemiselulosa lignin, ronin dan tannin
(Ucun et al.2003). skala ovulasi pada biji cemara (pinus) merupakan suatu limbah
dan bersiap menjadi sebuah adsorben yang sudah diuji terhadap pewarna metilen
biru dari larutan encer.Disana terdapat sedikit pelajaran seperti Pinus
sylvestrisyang digunakan untuk memindahkan chromium (IV) dari larutan encer
(Ucun et al. 2003), dan reaktifnya larutan berwarna (Aksakal and Ucun 2010)
telah dilaporkan. Pemindahan copper (III) dari larutan encer pada kulit pinus

sebagai biosorbent telah dilaporkan oleh ofomaja et al. (2009). Bagaimanapun


juga tidak ada laporan mengenai penggunaan biomassa pada radiate pinus sebagai
adsorbent yang efektif untuk pemindahan kation pewarna metilen biru dari larutan
encer. Sehubungan itu hal ini bertujuan untuk mempelajari sisi ekonomis dan
kecocokan metode untuk metilen biru dari air pada proses peyerapan dengan
harga yang ekonomis juga menyediakan keadaan berlimpah pada adsorbent
seperti biomassa ovulasi biji pinus P. radiate merupakan salah satu jenis pohon
pinus dan merupakan penyediaan yang berada di Australia.
Saat ini penelitian mendalami mekanisme mengenai penyerapan dan
kinetika

penyerapan

pada

metilen

biru

yang

diputuskan

pada

jenis

physicochemical yang mengendalikan pengaruh pada laju penyerapan (adsorpsi)


dan kapasitas sebagai adsorben. Pengaruh yang berhubungan seperti pH,
konsentrasi pewarna, dosis adsorben yang digunakan, konsentrasi garam, dan
suhu pada metilen biru yang telah dilanjuti. Selain itu total jumlah garam yang
dimanfaatkan pada proses pewarna telah dilakukan pemutusan garam pada
penyerapan kapasitas organik. Sehubungan itu efek garam pada penyerapan
metilen biru yang diserap merupakan aspek baru pada penelitian yang bekerja
telah dipresentasikan. Sehubungan dengan yang dilakukan mengenai diskusi jenis
termodinamika pengukuran seperti energi bebas gibbs pemanasan penyerapan,
penggantian entropi dan aktivasi energi yang bersifat representatif .Akhirnya
sebuah penutup pada adsorben yang dibuat pada penghilangan metilen biru P.
Radiata berdasarkan data kesetimbangan yang diperoleh.
1.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui Kinetika dan Mekanisme kerja dari metilen biru terhadap
yang diserap di kulit buah pinus radiata yang diamati berbagai jenis pada
parameter Physicochemical.
2. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi penyerapan metilen biru
pada biomassa kulit buah pinus radiata
3. Mengetahui orde reaksi yang dihasilkan pada penelitian penghilangan
metilen biru dari Larutan oleh Adsorpsi Kulit Buah Cemara
4.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinetika Kimia
Kinetika kimia adalah suatu ilmu yang membahas tentang laju (kecepatan) dan
mekanisme reaksi. Berdasarkan penelitianyang mula mula dilakukan oleh
Wilhelmy terhadap kecepatan inversi sukrosa, ternyata kecepatan reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi / tekanan zat zat yang bereaksi. Laju reaksi
dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi atau tekanan dari produk atau reaktan
terhadap waktu.
Berdasarkan jumlah molekul yang bereaksi, reaksi terdiri atas :
1

Reaksi unimolekular : hanya 1 mol reaktan yang bereaksi

Contoh : N2O5 N2O4 + O2


2

Reaksi bimolekular : ada 2 mol reaktan yang bereaksi

Contoh : 2 HI H2 + I2
3

Reaksi termolekular : ada 3 mol reaktan yang bereaksi

Contoh : 2 NO + O2 2NO2
Berdasarkan banyaknya fasa yang terlibat, reaksi terbagi menjadi :
1

Reaksi homogen : hanya terdapat satu fasa dalam reaksi (gas atau
larutan)

Reaksi heterogen : terdapat lebih dari satu fasa dalam reaksi

Secara kuantitatif, kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi, yaitu
jumlah dari eksponen konsentrasi pada persamaan kecepatan reaksi.
1. Reaksi Orde Nol
Pada reaksi orde nol, kecepatan reaksi tidak tergantung pada konsentrasi reaktan.
Persamaan laju reaksi orde nol dinyatakan sebagai :

dA
dt

= k0

A - A0 = - k0 . t
A = konsentrasi zat pada waktu t
A0 = konsentrasi zat mula mula
Contoh reaksi orde nol ini adalah reaksi heterogen pada permukaan katalis.

2. Reaksi Orde Satu


Pada reaksi prde satu, kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi
reaktan.
Persamaan laju reaksi orde satu dinyatakan sebagai :
dA
dt

= k1 [A]

dA
[ A]

= k1 dt
[ A0]
[ A]

ln

= k1 (t t0)

Bila t = 0 A = A0
ln [A] = ln [A0] - k1 t
[A] = [A0] e-k1t
Tetapan laju (k1) dapat dihitung dari grafik ln [A] terhadap t, dengan k1 sebagai
gradiennya.
ln [A]0
ln [A]
gradien = -k1

Gambar 1. Grafik lnt[A] terhadap t untuk reaksi orde satu


Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan hanya
tinggal setengahnya. Pada reaksi orde satu, waktu paruh dinyatakan sebagai

k1 =

k1 =

1
t1/2

ln

1
1/ 2

0,693
t1 / 2

3. Reaksi Orde Dua


Persamaan laju reaksi untuk orde dua dinyatakan sebagai :

dA
dt

= k2 [A]2

dA
[ A]2

1
[ A]

= k2 t
1
[ A0]

= k2 (t t0)

Tetapan laju (k2) dapat dihitung dari grafik 1/A terhadap t dengan k2 sebagai
gradiennya.

gradien = -k2

ln 1/[A]
ln 1/[A]0
t

Gambar 2. Grafik ln 1/[A] terhadap t untuk reaksi orde dua


Waktu paruh untuk reaksi orde dua dinyatakan sebagai
1
k 2[ A0]

t1/2 =
2.2. Isoterm Penyerapan
Untuk menstimulasi penyerapan iosterm, 2 hal yang umum menggunakan model
freundlich (1906) dan Langmuir (1918) diseleksi pada pewarna kerucut pinus
yang saling berinteraksi.Isoterm freundlich yang diasumsikan pada penempatan
tegangan heterogen bisa dihubungkan sebagai

Dimana Qe adalah jumlah absorbsi pewarna yang diserap pada waktu


kesetimbangan (milligrams per gram) dan Ce adalah konsentrasi kesetimbangan

pelarut dalam larutan (milligram per liter). Kf dan n adalah isotherm konstan yang
diindikasikan kapasitas dan intensitas pada penyerapan (Arias and Sen 2009).
Isoterm Langmuir terbentuk dari Langmuir yang bisa dituliskan sebagai
(Bhattacharya et al. 2006):

Ketetapan Langmuir, qm ( Maksimum penyerapan kapasitas milligram per gram )


dan Ka ( nilai untuk ketetapan Langmuir yang berhubungan energy untuk
penyerapan liter per mligram yang diprediksikan antara Ce/qe and Ce.
2.3. Adsorpsi Kinetik
Pada

hal

ini

akan

dijelaskan

mekanisme

adsorpsi

yang

berpotensial

mengendalikan bagian pada proses pewarna adsorpsi yang di analisa


menggunakan pseudo-first-order dan partikel intra difusi yang dijelaskan
sebelumnya.
Pseudo-First-Order Model The integral terbentuk dari model umumnya yang
menunjukkan sebagai (Vimonses et al. 2009; Mohammad et al. 2010; Rengaraj et
al. 2004).

Dimana qt dan qe merupakan jumlah absorbed saat kesetimbangan dan K1


menunjukan penyerapan petama dan t adalah waktu kontak. Laju penyerapan
konstan K1 yang dihitung dari log (qe-qt) melawan t.
Pseudo-Second-Order Model The adsorption data dianalisa pada ketentuan pseudo
second order dianalisa pada mekanisme oleh by (Vimonses et al. 2009;
Mohammad et al. 2010; Rengaraj et al. 2004)

Dimana K2 adalah laju pseudo second order yang diintragasikan oleh suatu
kondisional t=0 ke arah t=t dan q=0 pada q=qt memberikan

Sebuah plt antara t/qt dan t yang memberikan sebuah nilai konstan K2 dan juga
Qe yang bisa dihitung. Konstan K2 juga digunakan kalkulasi laju h :

laju konstan yang k2 yang menyerap laju h dan memprediksi qe bisa menghitung
dari plot t/q melawan waktu t menggunakan eq 7.
2.4. Mekanisme Adsorpsi
Intrapartikel difusi merupakan hal yang lazim digunakan untuk mengidentifikasi
mekanisme adsorpsi untuk menggambarkan sesuatu.menurut weber dan moris
untuk proses adsorpsi serapan bervariasi hamper porposional dengan yang lebih
waktu kontaknya dan bisa menjadikan seperti :

dimana qt adalah jumlah adsorbed pada waktu dan t0.5 adalah jumlah kotak
waktu dan satuan anak (milligram pergram menit 0.5) adalah laju konstan intra
partikel difusi.
2.5. Pemahaman Termodinamika
Pengukuran termodinamika seperti energy bebas gibbs ,entalpi dan perubahan
entropi untuk penyerapan pewarna kulit pinus yang diputuskan pada perumusan
(Arias and Sen 2009):

Dimana qe adalah jumlah absorbat pewarna per unit berat kulit pinus, ce adalah
konsentrasi kesetimbangan dan T adalah suhu dan k dan R adalah gas tetap

BAB III
METODOLOGI
3.1 Adsorben
Kulit pohon pinus diperoleh dari campus of Curtin University of
Technology, Perth, Australia barat dan mengoleksi antara bulan februari dan maret
2010.Kulit dicuci dengan air destilasi untuk menghilangkan yang tidak diinginkan
seperti pasir dan .pencucian kulit pada biomassa yang dikeringkan dengan suhu at
70C pada 24 jam di sebuah oven. Setelah itu dikeringkan dengan penghilangan di
dasar air. Hasilnya bawah dasar kulit pinus yang telah melewati standar pada 150
m dan telah dikoleksi pada plastic yang digunakan untuk menganalisis pada
percobaan penyerapan. Bubuk kulit pinus telah dianalisa menggunakan spectrum
100 FTIR spectrometer untuk menentukan kelompok. Pemeriksaan electron
mikroskop ( EVO 40) yang digunakan untuk menginformasikan tegangan struktur
morfologi kulit biji pinus yang telah diukur measured oleh Malvern Hydro 2000S
master Sizer, Malvern Instruments Ltd., UK.
3.2. Adsorbate dan bahan kimia lainnya
Semua bahan kimia yang secara diteliti kelasnya. MB merupakan jenis
kation yang dipilih pelajaran adsorbat masa kini.Rumus kation metilen biru C 16H18
N3SCl3H2O adalah yang dimana di suplai oleh Sigma-Aldrich Pty. Ltd.,NSW,
Australia dan sudah dianalisa. Hal ini dimanfaatkan tanpa penyaringan leih lanjut.
Sebuah solusi pada 1,000 mg/l telah dipersiapkan pada peleburan yang tepat
sekitar (1,000 mg) MB dalam satuan liter air yang diionkan. Sebuah jawaban
yang berkembang pada air yang telah diionkan bekerja pada peleburan. PH
merupakan solusi yang diatur oleh penambahan 0.1 M HCl atau 0.1 NaOH.
Sebuah sampel botol dan gelas kaca yang telah dicuci dan air dibilas yang
dikeringkan pada suhu 60C oleh The SP-8001 UV/VIS spectrophotometer
digunakan menentukan konsentrasi pewarna metilen biru dalam larutan.
Pengukuran pH diukur dengan menggunakan pengukuran PH orien. Konsentrasi
pewarna yang dikurangi diukur menggunakan UV/visible spectrometer pada max

yang mengacu ke penyerapan maksimum untuk pewarna larutan max=667 nm oleh


pengambilan sampel pada interval waktu yang diresidukan pada sentrifungasi
MB. Kurva Kalibrasi yang dihitung antara absorbansi dan konsentrasi larutan
pewarna memperoleh absorbansi tentang konsentrasi.
3.3. Percobaan Kinetika
Pengukuran penyerapan ditentukan oleh percobaan sejumlah adsorbent
dengan 50 ml larutan metilen biru yang diketahui konsentrasinya 250 ml pada
labu ukur.Pencampuran yang dikocok pada suhu yang tetap menggunakan
Thermoline Scientific Orbital Shaker Incubator pada 120 rpm di suhu 30C untuk
180 menit waktu yang ditentukan pada botol yang ditarik dari tempat yang
diresidu konsentrasi ewarna dalam reaksi campur yang dianalisa oleh sentrifuga
reaksi pencampuran mencampur pengukuran absorbansi supernatan panjang
gelombang yang koresponden untuk mencapai maksimum ke arah absorbansi
suatu sampel .Konsentrasi pewarna yang dicampurkan dapat dihitung dari
kalibrasi kurva. Percobaan penyerapan ini dihitung dari larutan pH, waktu kontak,
jenis adsorbent, inisial yang sama pada pewarna metilen biru yang
dikonsentrasikan, suhu dan konsentrasi garam yang dibawah aspek kinetika
penyerapan, peyerapan isotherm dan memelajari termodinamika.
Jumlah bubuk yang daam biomassa pada waktu (milligram per gram) dapat
dihitung oleh penghitungan massa yang seimbang .
Hubungan:

dan penghilangan efisiensi i.e. % yang diadsorpsi dapat dihitung sebagai:

Co merupakan konsentrasi (milligram per liter) Ct adalah konsentrasi pewarna


pada saat V adalah volume larutan dan M adalah massa pada bubuk pinus kerucut.
Semua pengukuran pada dasarnya pespundusible dengan 10%.
3.4. Percobaan Isoterm
Adsorpsi kesetimbangan pada dasarnya seperti 50 ml larutan pewarna
yang berbeda pada konsentrasi 20, 30, 40, 50 and 60 ppm dengan 10 mg bubuk
kerucut pinus dalam 250 ml labu ukur dalam 4 jam lebih banyak untuk waktu
kesetimmbangan.Metode ini dibahas perbagian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.

Karaktirisasi Fisik Pada Massa Kulit Pinus


Penyerapan kapasitas pada kulit massa pinus bergantung pada porositas

reaktifnya kimia pada fungsi kelompok tegangan permukaan.Sehubungan itu,


pengetahuan tegangan permukaan memberikan pemahaman kapasitas penyerapan
kulit pinus yang biomassa cukup besar. Pengetahuan mengenai fungsi tegangan
memberikan kapasitas adsorpsi biomassa pinus kerucut. Pinus kerucut
mengandung

epidermal

dan

sclerenchyma

yang

mengandung

selulosa,

hemiselulosa, lignin, rosin dan tannin di dalam sel mereka yang mengandung
kepolaran sepertialkohol, aldehid, keton, karboksilat, fenolit, dan grup lainnya
(Ofomaja et al. 2009).

Gambar 3. Spektrum FTIR biomassa Kulit Pinus


Grup itu juga akan terbentuk dari satuan situs pada bahan permukaan. Gambar 3
menunjukkan bahwa FTIR pada kulit pinus biomassa. Beberapa hal ini diamati
menunjukkan bahwa pinus kerucut terdiri dari berbagai kelompok fungsional
yang bertanggung jawab untuk pengikatan kation biru pewarna metilen. Puncak
pada 3,301.28 cm-1 menunjukkan O-H peregangan getaran,dan band spektrum

diamati pada 2,926.87 cm-1 merupakan getaran CHN terutama karena C-CH dan
C-CH2 obligasi. Puncak di 16.7.67 cm-1 sesuai dengan C = O dan getaran dari C
= C. Puncak pada 1,369.55 cm-1sesuai dengan N-alkil ted amina aromatik, dan
puncak di 1,264.25 cm-1 menunjukkan C-N peregangan dengan amina atau C-O
getaran asam karboksilat (Argun et al.2008). Puncak antara 1,052.93 dan 765,45
cm-1 dapat ditugaskan ke -C-C dan -CN peregangan, masing-masing. jenis yang
sama dari spektrum FTIR pinus cone telah dilaporkan oleh beberapa peneliti lain
(Ofomaja et al 2009;. Argun et al 2008.). SEM biomassa kerucut pinus sebelum
dan sesudah adsorpsi ditunjukkan pada Gambar. 4 dan 5, masing-masing.
Ketersediaan pori-pori dan permukaan internal jelas ditampilkan dalam gambar
SEM dari kerucut pinus biomassa sebelum adsorpsi (Gambar. 4), dan cakupan
yang dari permukaan dan pori-pori oleh terserap tersebut methylene blue
ditunjukkan pada Gambar. 5. Pada dasarnya, struktur berpori yang muncul pada
Gambar. 4 akan kabur di Ara. 5 karena adsorpsi. Ukuran partikel distribusi
biomassa pinus kerucut untuk permukaan spesifik daerah adalah 0.213 m2 / g.
Dengan mengambil permukaan rata tertimbang berarti dari masing-masing
percobaan, rata-rata partikel ukuran untuk biomassa pinus kerucut yang digunakan
adalah 28,19 m.

Gambar 4. Struktur Biomassa Kulit Pinus Sebelum Proses Adsorpsi

Gambar 5. Struktur Biomassa Kulit Pinus Setelah proses adsorpsi MB


4.2. Pengaruh pH Solusi awal pada MB Dye Serapan
Percobaan kinetic PH awal larutan zat warna MB adalah parameter
penting yang dikendalikan adsorpsi proses, khususnya kapasitas adsorpsi. Itu
efisiensi adsorpsi tergantung pada solusi pH karena variasi dalam pH
menyebabkan variasi dalam derajat ionisasi dari molekul serap dan sifat
permukaan adsorben (Rosemal et al.2009; Nandi et al. 2009). Gambar 4
menunjukkan efek solusi awal pH pada jumlah pewarna adsorpsi, qt (Miligram
per gram). Jumlah dye adsorpsi meningkat seiring dengan waktu serta dengan
peningkatan pH atau alkalinitas. Persentase penghapusan dye juga ditemukan
untuk meningkatkan ketika pH larutan meningkat dari pH 3,47 sampai pH 7.28
yang plot tidak disajikan di sini.

Gambar 6. Menunjukkan efek solusi awal pH pada jumlah pewarna adsorpsi

Dari Gambar. 6, ditemukan bahwa jumlah pewarna teradsorpsi meningkat dari


30,96 mg / g (Efisiensi penyisihan 63,83%) ke 47,41 mg / g (94,82% Efisiensi
removal) karena perubahan pH dari 3,47 ke 7.28 untuk konsentrasi zat warna awal
tetap 20 ppm pada keseimbangan. PH solusi akhir, setelah Proses adsorpsi, sedikit
bervariasi dan menunjukkan kecil tren menurun (kisaran 0,3-0,8) yang tidak
ditampilkan sini. Dengan meningkatnya pH, biasanya diharapkan kationik
pewarna adsorpsi juga meningkat karena meningkatkan muatan permukaan
negatif dari adsorben. Muatan negatif pada biomassa kerucut meningkat dengan
meningkatkan pH yang dilaporkan oleh Ucun et al. (2002). Ini juga telah
melaporkan bahwa potensi zeta dan biaya permukaan menghargai bahwa
biomassa kerucut adalah bermuatan negatif dalam kisaran pH yang luas (3,3-8,8;
Ucun et al. 2002). Biomassa kerucut yang terdiri dari polisakarida dapat
memberikan amino yang mengikat, karboksil, fosfatdan kelompok sulfat terhadap
zat warna kationik. Dengan meningkatkan nilai pH, adsorpsi metilen biru pada
biomassa pinus kerucut cenderung meningkat, yang dapat dijelaskan oleh
interaksi elektrostatik mewarnai spesies kationik dengan bermuatan negative
permukaan. gaya elektrostatik ini tarik lebih dengan meningkatnya muatan
permukaan negatif adsorben. Selain itu, tingginya persentase removal zat warna
pada tinggi pH juga karena adanya kurang H+ bersaing untuk situs serapan pada
biomassa. pH rendah mengarah ke meningkatkan konsentrasi H+ ion dalam
sistem, dan permukaan biomassa kerucut mengakuisisi muatan positif dengan
menyerap ion H+ dan jumlah karenanya kurang dari kationik pewarna adsorpsi
berlangsung. pH akhir solusi MB pewarna adalah hasil dari elektrostatik interaksi
antara bermuatan negatif pinus kerucut permukaan adsorben dan solusi kationik
MB untuk membentuk kompleks, dan lebih H+ datang ke solusi yang memberikan
sedikit penurunan pH solusi akhir. Sebuah serupa perilaku diamati untuk adsorpsi
biru metilen pada perlit (Dogan et al. 2004), pada sekam padi (Sharma et al.
2010), pada Mente shell (Kumar et Al. 2010) dan serbuk gergaji kayu ek (Abd EILatif dkk. 2010).
4.3. Pengaruh Monovalent Salt Konsentrasi pada Dye

Kinetika

adsorpsi Percobaan telah dilakukan dengan menggunakan natrium

klorida dari dua konsentrasi yang berbeda dari 100 dan 200 mg / l, dan hasilnya
disajikan pada Gambar. 7.

Gambar 7 menunjukkan bahwa penambahan garam memiliki ringan efek pada


kapasitas adsorpsi.
Ada kecil penurunan jumlah pewarna adsorpsi dengan peningkatan
konsentrasi garam. Hasil ini menunjukkan bahwa Kehadiran elektrolit eksternal,
seperti natrium klorida, memiliki efek terbatas pada efisiensi yang mengikat
antara pinus kerucut dan biru metilen. Na + NaCl ion dapat bersaing dengan biru
metilen dasar situs mengikat pada permukaan adsorben dan karenanya kurang
adsorpsi. Sebuah perilaku yang sama diamati untuk dasar pewarna adsorpsi merah
pada bentonit (Hu et al. 2006) dan juga metilen adsorpsi biru di kaolin (Nandi et
al. 2009).
4.4. Pengaruh Temperatur terhadap Dye Adsorpsi

Gambar 8. Jumlah penyerapan metilen biru berdasarkan peningkatan suhu

Ilmu gerak Gambar 8 menunjukkan bahwa jumlah biru metilen adsorpsi


pada pinus kerucut menurun dengan meningkatnya Suhu dari solut. Hal ini
terutama karena penurunan aktivitas permukaan menunjukkan adsorpsi yang
antara metilen biru dan pinus kerucut adalah eksotermik proses. Dengan
meningkatnya suhu, menarik Pasukan antara permukaan biomassa pinus kerucut
dan pewarna yang melemah dan kemudian penyerapan menurun. Ini mungkin
karena kecenderungan molekul dye untuk melarikan diri dari fase padat biomassa
ke fase cair dengan peningkatan suhu larutan (Tarawa dan Horsfall 2007). sejenis
hasil untuk adsorpsi biru metilen pada berbagai suhu pada gulma air biomassa
(Tarawa dan Horsfall 2007), pada kaolin (Nandi et al. 2009) dan pada Mente shell
(Kumar et al. 2010) juga telah dilaporkan.
Tabel 1. Parameter adsorpsi Metilen Biru oleh Biomassa Kulit Pinus Kerucut

The Gibb energi bebas (G0), entropi (S0) dan entalpi (H0) perubahan
untuk biru metilen ini adsorpsi telah ditentukan oleh aplikasi dari pers. 10 dan 11
dan juga dengan bantuan Van't Hoff plot yang tidak ditampilkan di sini. Ketiga
termodinamika parameter ditabulasikan pada Tabel 1. Secara umum, perubahan
energi bebas standar untuk physisorption adalah di kisaran -20 sampai 0 kJ / mol
dan untuk chemisorption bervariasi antara -80 dan -400 kJ / mol (Vimonses et al.
2009). Keseluruhan G0 (Tabel 1) adalah nilai negatif dari -7,6 ke -5,7 kJ / mol di
Studi rentang suhu. Hasil ini berkoresponden untuk adsorpsi fisik spontan metilen
biru, yang menunjukkan bahwa sistem ini tidak mendapatkan energy dari sumber
daya eksternal (Vimonses et al 2009;. Arias dan Sen 2009). Peningkatan G0
dengan peningkatan Suhu menunjukkan adsorpsi kurang efisien temperatur. Nilai
negatif yang lebih tinggi dari S0 dari pinus kerucut menyarankan penurunan
keacakan pada mereka padat / cair antarmuka, dan tidak ada perubahan yang
signifikan terjadi pada struktur internal dari adsorben melalui adsorpsi (Vimonses

et al. 2009). Itu nilai negatif dari perubahan entalpi (H0) menunjukkan Sifat
eksotermis adsorpsi. Selanjutnya, besarnya energi aktivasi (A) memberikan
gambaran tentang jenis adsorpsi yang terutama pengenalian difusi Proses (tidak
difusivitas zat terlarut melalui permukaan dinding mikropori dari partikel) atau
kimia proses reaksi (Abd EI-Latif dkk. 2010). Energi aktivasi, A, di bawah 42 kJ /
mol menunjukkan proses difusi-dikendalikan, dan nilai-nilai yang lebih tinggi
memberikan kimia proses berdasarkan reaksi-(Abd EI-Latif dkk. 2010). Oleh
karena itu, energi aktivasi, A, telah dihitung sebagai per hubungan berikut (Abd
EI-Latifet al. 2010):

Nilai-nilai A pada tiga suhu yang berbeda memiliki telah ditabulasikan


pada Tabel 1. Dalam penelitian ini, aktivasi energi (A) nilai yang kurang dari 42
kJ mol-1 (Tabel 1) menunjukkan proses adsorpsi difusi-dikendalikan.3.6 Pengaruh
Kontak Waktu dan Initial MB Dye Konsentrasi pada adsorpsi Kinetics
Konsentrasi zat warna awal memiliki efek diucapkan pada penghapusan dari
larutan air. Efek dari hubungi waktu pada adsorpsi pewarna biru metilen diselidiki
pada konsentrasi zat warna awal yang berbeda ke pinus kerucut adsorben, dan
hasil disajikan dalam Ara. 8. Ditemukan bahwa penghapusan dye meningkat dari
60,64% menjadi 90,14% dengan penurunan awal konsentrasi metilen pewarna
biru dari 40 ke 20 ppm (Gambar. 8). Itu juga menemukan bahwa jumlah adsorpsi,
yaitu miligram adsorbat per gram adsorben, meningkat dengan meningkatnya
waktu kontak sama sekali konsentrasi pewarna awal, dan keseimbangan dicapai
dalam waktu 180 menit untuk yang plot tidak disajikan di sini. Selanjutnya, ia
mengamati bahwa jumlah metilen serapan pewarna biru, qt (miligram per gram),
meningkat dengan peningkatan konsentrasi ion logam awal. Pada dasarnya, dari
kedua tokoh, adsorpsi persentase menurun dan tingkat adsorpsi meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi zat warna awal.Hal ini terjadi karena konsentrasi zat
warna awal memberikan kekuatan pendorong untuk mengatasi perlawanan untuk
transfer massa zat warna antara air dan fase padat. Untuk dosis konstan adsorben.

4.5. Pengaruh Waktu Kontak

Gambar 9. Pengaruh waktu kontak dan konsentrasi zat warna awal pada (persen)
dari adsorpsi (penghapusan) metilen biru ke bubuk pinus kerucut: massa adsorben
= 20 mg; volume larutan pewarna = 50 ml; pH6.16; Suhu = 30 C; kecepatan
pengadukan = 120 rpm
Konsentrasi zat warna awal yang lebih tinggi, tersedianya situs adsorpsi
dari adsorben menjadi lebih sedikit, dan karenanya penghapusan metilen biru
tergantung pada konsentrasi awal(Shahryari et al. 2010). Peningkatan Konsentrasi
awal juga meningkatkan interaksi antara adsorben dan pewarna. Oleh karena itu,
peningkatan

konsentrasi

pewarna awal menyebabkan peningkatan dalam

penyerapan adsorpsi pewarna. Hal ini juga terliat

dari Gambar. 9. bahwa

penghapusan zat warna dengan adsorpsi pada pinus kerucut sangat cepat pada
periode awal kontak tetapi melambat dengan waktu. Percobaan kinetik ini jelas
menunjukkan bahwa adsorpsi pewarna metilen biru dipinus kerucut terdapat dua
proses: adsorpsi

pewarna yang sangat cepat kepermukaan luar diikuti oleh

kemungkinan intraparticle lambat difusi dibagian dalam adsorben.


Kinetika cepat memiliki kepentingan praktis yang signifikan, karena
memfasilitasi volume reaktor yang lebih kecil, memastikan tinggi efisiensi dan
ekonomi (Arias dan Sen 2009; Sen dan Sarzali 2008). sejenis dari hasil dilaporkan
oleh berbagai peneliti untuk adsorpsi biru metilen pada karbon aktif (Sharma dan
Uma 2010), pada karbon nanotube (Shahryari et al. 2010), pada oak serbuk
gergaji (Abd EI-Latif dkk. 2010), pada sekam padi dan abu sekam padi (Sharma et

al. 2010), pada gulma air biomassa (Tarawou dan Horsfall 2007) dan pada jambu
mete shell kacang (Kumar et al. 2010).
4.6. Kinetika Adsorpsi
Prediksi batch kinetika adsorpsi diperlukan untuk desain kolom adsorpsi
industri. Itu sifat dari proses adsorpsi akan tergantung pada karakteristik fisik atau
kimia dari sistem adsorben dan juga pada kondisi sistem. Dalam studi ini,
penerapan pseudo-orde pertama (Persamaan. 5) dan pseudo-orde kedua Model
(Pers. 6, 7 dan 8) diuji untuk adsorpsi metilen biru ke partikel biomassa pinus
kerucut. Kedua model ini telah dilengkapi dengan data eksperimen di berbagai
kondisi fisikokimia yang semua plot pas tidak disajikan di sini.
Plot t / qt terhadap t harus memberikan garis lurus dengan koefisien korelasi linear
yang lebih tinggi jika pseudo-orde kedua kinetika berlaku, dan q e, k2 dan h dapat
ditentukan dari kemiringan dan intercept plot, masing-masing. Semua parameter
kinetik termasuk koefisien korelasi linear (R2) yang diperoleh dari pas Model plot
dengan data eksperimen di bawah kondisi yang berbeda disajikan pada masingmasing Tabel 2 dan 3. koefisien Korelasi linear (R 2) untuk model kinetik pseudoorde pertama kurang (Tabel 2). koefisien regresi linear yang lebih tinggi (R 2;
Tabel 3) yang berhubungan dengan dilengkapi Model orde pertama pseudo
(Tabel 2) menunjukkan bahwa adsorpsi metilen biru pada pinus kerucut biomassa
mengikui kinetika orde kedua-pseudo.
Tabel 2. Pseudo Orde satu

Tabel 3. Pseudo Orde dua

Bahkan, dihitung kal qe, nilai dari model pas orde kedua pseudo(Tabel 3)
sangat dekat dengan nilai-nilai eksperimental qe (Tabel 3) dan juga menyarankan
kesesuaian model ini sedangkan Model kinetik orde pertama- pseudo
memprediksi nilai yang jauh lebih rendah dari kapasitas kesetimbangan adsorpsi
dari Nilai percobaan (Tabel 2) sehingga tidak memberikan model ini. dari Tabel
3, kapasitas adsorpsi meningkat dengan peningkatan konsentrasi pewarna awal
dalam pH solusi awal tetapi menurun dengan jumlah

adsorben, suhu dan

konsentrasi garam masing-masing.


Dari Tabel 3, nilai-nilai laju yang konstan, k2 menurun dengan konsentrasi
zat warna awal untuk biomassa pinus kerucut. Alasannya mungkin karena
kompetisi yang lebih rendah untuk situs serapan pada konsentrasi yang lebih

rendah. Pada konsentrasi tinggi, kompetisi untuk permukaan situs aktif akan
tinggi, dan akibatnya, tingkat penyerapan lebih rendah diperoleh. Secara
keseluruhan laju konstan, k2 meningkat adsorben dosis meningkat, dan juga
tingkat adsorpsi awal, h,bervariasi dengan variasi dosis adsorben (Tabel 3). sejenis
parameter model kinetik diperoleh oleh berbagai peneliti selama beberapa sistem
observasi pengamatan dilaporkan dalam literatur (Abd EILatif et al. 2010;
Vimonses et al. 2009; Vadivelan dan Kumar 2005; Oladoja et al. 2008; Dogan et
al. 2004;Kumar et al. 2010).

Gambar 10. model difusi Intraparticle pada berbeda awal konsentrasi metilen
biru
Waktu setengah adsorpsi pewarna, t1 / 2, yaitu yang waktu yang
dibutuhkan untuk kerucut pinus untuk penyerapan setengah dari Jumlah
teradsorpsi pada kesetimbangan, sering dianggap sebagai ukuran tingkat adsorpsi
dan untuk Proses orde kedua diberikan oleh hubungan (Dogan et al. 2004)
t=

1
k 2qe

(13)

nilai-nilai yang dihitung dari t untuk adsorpsi metilen biru dengan kerucut
pinus adalah 16,22 s (0,2704 min), 14.43 s (0,23955 min) dan 10,55 s (0,1758
min) untuk berbagai konsentrasi awal masing-masing 20 30 dan 40 ppm.
Demikian pula untuk variabel proses lainnya, waktu setengah adsorpsi t yang
tidak disajikan disini.
4.7.

Mekanisme Adsorpsi

Untuk proses desain dan kontrol sistem

adsorpsi, penting untuk

memahami mekanisme yang mendasari yang menghasilkan dinamika jelas pada


sistem. Penghapusan metilen blue oleh adsorpsi biomassa pinus kerucut
ditemukan cepat pada periode awal waktu kontak dan kemudian menjadi lambat
dan stagnan dengan peningkatan waktu kontak. Untuk proses penyerapan padat /
cair, Transfer zat terlarut biasanya ditandai dengan baik perpindahan massa
eksternal (lapisan batas difusi) atau difusi intra-partikel atau keduanya.
Mekanisme penghilangan metilen biru dari fasa air oleh adsorpsi diasumsikan
terdiri dari empat langkah: migrasi molekul zat warna dari solusi massal ke
permukaan sorben, difusi melalui lapisan batas ke permukaan sorben, adsorpsi di
situs dan difusi intra-partikel ke dalam interior sorben (Vimonses et al 2009;.
Vadivelan dan Kumar 2005; Oladoja et al. 2008; Nandi et al. 2009).
Tingkat keseluruhan penyerapan akan dikendalikan oleh Langkah paling
lambat, yang akan menjadi baik difusi Film atau pori difusi. Namun, langkah
pengendalian mungkin didistribusikan antara intra-partikel dan mekanisme
transportasi eksternal. Apapun masalahnya, difusi eksternal akan terlibat dalam
proses penyerapan. Serapan methylene blue ke partikel pinus kerucut mungkin
dikendalikan karena difusi film yang pada tahap awal, dan sebagai partikel
adsorben yang sarat dengan ion zat warna, yang Proses penyerapan dapat
dikendalikan karena difusi intra-partikel.

Gambar 11. Plot Freundlich: jumlah adsorben (pinus kerucut) menambahkan =


10 mg; zat warna awal (MB) konsentrasi = 20, 30, 40, 50, 60 ppm; pH = 7.20;
Suhu = 30 C; kecepatan pengadukan = 120 rpm

Gambar 12. Plot langmuir : jumlah adsorben (pinus kerucut) menambahkan = 10


mg; zat warna awal (MB) konsentrasi = 20, 30, 40, 50, 60 ppm; pH = 7.20; Suhu
= 30 C; kecepatan pengadukan = 120 rpm.
Teknik yang paling umum digunakan untuk mengidentifikasi mekanisme
yang terlibat dalam proses penyerapan adalah dengan pas data percobaan dalam
intra-partikel Plot difusi (Persamaan. 9). Plot jumlah diserap per unit berat sorben,
qt (miligram per gram) dibandingkan akar kuadrat dari waktu, t ditunjukkan
pada Gambar. 9 untuk konsentrasi MB awal yang berbeda. plot difusi Intrapartikel untuk perubahan pH larutan yang berbeda, dosis adsorben dan temperatur
yang berbeda juga diberikan tren yang sama yang tidak disajikan di sini.
Gambar 10 menunjukkan bahwa plot adsorpsi tidak linier selama rentang
seluruh waktu dan dapat dipisahkan menjadi dua sampai tiga daerah linear yang
mengkonfirmasi multi-tahap adsorpsi. plot ini mewakili dua tahap yang berbeda
yaitu. perpindahan massa eksternal diikuti oleh difusi intra-partikel, menandakan
bahwa molekul zat warna diangkut ke permukaan eksternal dari partikel pinus
kerucut melalui difusi film dan lajunya sangat cepat dan Setelah itu, molekul zat

warna yang masuk ke partikel kerucut pinus oleh difusi intra-partikel melalui
pori-pori. Secara umum, ketika langkah adsorpsi yang tidak tergantung satu sama
lain, plot qt terhadap t

0.5

harus memberikan dua atau lebih baris intersep

tergantung pada mekanisme yang sebenarnya (Bhattacharyya dan Sharma 2005).


Selain itu, dari Gambar. 9, kesimpulan dapat dibuat bahwa tidak ada plot
memberikan linear segmen garis lurus yang melewati titik asal, I 0 yang tidak
ditampilkan di sini. Hal ini menunjukkan bahwa difusi intra-partikel yang terlibat
dalam proses adsorpsi tidak satu-satunya menentukan. Sebuah garis tidak lebih
dari asal menunjukkan bahwa difusi film dan difusi intra-partikel terjadi secara
bersamaan.
Beberapa mekanisme lain seperti kompleksasi atau pertukaran kation juga
dapat mengendalikan laju adsorpsi (Ozcan et al. 2005). Koefisien difusi, D sangat
tergantung pada sifat permukaan adsorben. Difusi koefisien untuk perpindahan
intra-partikel yang berbeda konsentrasi awal metilen biru juga dihitung dengan
menggunakan hubungan berikut (Abdellatif et al. 2010):

Dimana t adalah waktu paruh dalam hitungan detik yang dihitung dari
persamaan 13, ro adalah jari-jari partikel adsorben dalam sentimeter dan D adalah
nilai koefisien difusi dalam sentimeter persegi per detik. Berikut permukaan berat
berarti diameter partikel pinus kerucut 27,25 m (Radius = 13,62 m = 13,62
0,0001 cm = 0,001362 cm) telah digunakan. Koefisien difusi , nilai D yang
ditemukan menjadi 3,42 10-9, 3,8 10-9 dan 5,25 10-9 cm2 / s untuk
konsentrasi awal

metilen biru

masing-masing 20, 30 dan 40 ppm, yang

meningkat dengan perubahan konsentrasi zat warna awal. Perubahan yang sama
dalam koefisien difusi untuk adsorpsi metilen biru terjadi dengan perubahan suhu
juga. Hasil ini ssama dengan orang-orang dari Dogan et al. (2004), Haimour dan
Sayed (1997) dan McKay dan Allen(1983). Nilai D untuk metilen biru di pinus
kerucut jauh lebih rendah daripada derivatif benzena.

Gambar 13. Diagram skematik dari adsorben satu tahap

Nilai D fenol dan benzena pada karbon adalah masing-masing 901 10-10
dan 80 10-10 cm2 / s, Ini disebabkan oleh ukuran molekul yang lebih besar dari
sistem ini dan merupakan faktor yang memperlambat di tingkat difusi (Dogan et
al. 2004). Selain itu karena interaksi yang kuat antara metilen biru dan pinus
kerucut dan mobilitas rendah.

BAB V
KESIMPULAN
Jumlah metilen serapan pewarna biru ditemukan meningkat dengan
peningkatan konsentrasi pewarna awal, waktu kontak dan pH larutan tetapi
menurun dengan peningkatan jumlah adsorben, konsentrasi garam dan sistem
temperatur. Konsentrasi garam tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
adsorpsi MB ( metilen biru ). percobaan kinetika jelas menunjukkan bahwa
adsorpsi metilen biru pada biomassa pinus kerucut memiliki dua proses: adsorpsi
cepat pewarna ke permukaan eksternal diikuti dengan difusi intra-partikel ke
bagian dalam adsorben yang juga telah dikonfirmasi oleh bentuk difusi intrapartikel.
Koefisien difusi pada tiga konsentrasi awal MB ( metilen biru ) yang
berbeda sebanding dengan nilai sastra lainnya. Secara keseluruhan, Studi kinetik
menunjukkan bahwa Proses adsorpsi metilen biru mengikuti persamaan kinetika
orde kedua pseudo. Langmuir dan Freundlich persamaan keduanya berlaku
untuk menggambarkan adsorpsi metilen biru pada pinus kerucut dalam jangkauan
konsentrasi zat warna awal .

Anda mungkin juga menyukai