Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteoarthritis merupakan penyakit tipe paling umum dari arthritis, dan
dijumpai khusus pada orang lanjut usia atau sering disebut penyakit
degeneratif. Osteoarthritis merupakan penyakit persendian yang kasusnya
paling umum dijumpai di dunia (Bethesda, 2013). Berdasarkan National
Centers for Health Statistics, diperkirakan 15,8 juta (12%) orang dewasa antara
usia 25-74 tahun mempunyai keluhan osteoarthritis (Anonim, 2011). Prevalensi
dan tingkat keparahan osteoarthritis berbeda-beda antara rentang dan lanjut
usia (Hansen & Elliot, 2005).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui
bahwa osteoarthritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai
24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. Osteoarthritis adalah penyakit kronis
yang belum diketahui secara pasti penyebabnya, akan tetapi ditandai dengan
kehilangan tulang rawan sendi secara bertingkat (Murray, 1996). Penyakit ini
menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari.
Di Inggris, sekitar 1,3-1,75 juta mengalami gejala osteoarthritis
sementara di Amerika Syarikat, 1 dari 7 orang dewasa menderita osteoarthritis.
Osteoarthritis menempati tempat urutan kedua setelah penyakit kardiovaskular
sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik di dunia barat. Secara keseluruhan,
sekitar 10 sampai 15% orang dewasa yang berusia di atas 60 tahun menderita

osteoarthritis (Reginster, 2002). Dampak ekonomi, psikologi dan sosial dari


osteoarthritis sangat besar, tidak hanya untuk penderita, tetapi juga keluarga
dan lingkungan (Wibowo, 2003).
Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun
2002 dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 40% dari
populasi usia diatas 70 tahun menderita osteoarthritis, dan 80% pasien
osteoarthritis mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai

derajat dari

ringan sampai berat yang berakibat mengurangi kualitas hidupnya karena


prevalensi yang cukup tinggi. Oleh karena sifatnya yang kronik-progresif,
osteoarthritis mempunyai dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara
maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut
usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis (Soeroso, 2006)
Prevalensi osteoarthritis lutut pada pasien wanita berumur 75 tahun ke atas
dapat mencapai 35% dari jumlah kasus yang ada.
Dari aspek karakteristik umum pasien yang didiagnosis penyakit sendi
osteoarthritis, menurut Arthritis Research UK (2012), memperlihatkan bahwa
usia, jenis kelamin, obesitas, ras/genetik, dan trauma pada sendi mempunyai
kolerasi terhadap terjadinya osteoarthritis. Prevalensi penyakit osteoarthritis
meningkat secara dramatis di antara orang yang memiliki usia lebih dari 50
tahun. Hal ini adalah karena terjadi perubahan yang berkait dengan usia pada
kolagen dan proteoglikan yang menurunkan ketegangan dari tulang rawan
sendi dan juga karena pasokan nutrisi yang berkurang untuk tulang rawan
(Lozada, 2013).

Wanita juga lebih cenderung terkena penyakit osteoarthritis dibanding


pria karena pinggul wanita lebih luas dan lebih memberikan tekanan jangka
panjang pada lutut mereka. Selain itu, faktor sosial seperti pekerjaan yang
dilakukan seharian juga mempengaruhi timbulnya osteoarthritis, terutama pada
atlet dan orang-orang yang pekerjaannya memerlukan gerakan berulang
(pekerja landskap, mangetik atau mengoperasikan mesin), memiliki risiko lebih
tinggi terkena osteoarthritis. Hal ini adalah karena terjadinya cedera dan
meningkatkan tekanan pada sendi tertentu (Anonim, 2013a).
Gaya hidup juga mempengaruhi kehidupan seseorang yang menderita
penyakit osteoarthritis. Perubahan gaya hidup dan pengobatan yang dilakukan
dapat membantu mengurangi keluhan osteoarthritis. Perubahan berat badan
dapat meningkatkan tekanan pada bagian sendi, terutamanya pada bagian lutut
dan pinggul. Diet yang sehat diperlukan untuk mengurangi berat badan. Pola
makan yang sehat berserta olahraga dapat menurunkan terjadinya osteoarthritis
(Anonim, 2013b). Menurut The American Geriatrics Society (2001), kurang
aktifitas fisik dikenal sebagai faktor risiko untuk banyak penyakit pada
populasi manula dan peningkatan aktifitas fisik pada pasien osteoarthritis akan
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Pada osteoarthritis primer/generalisata yang pada umumnya bersifat
familial, dapat pula menyerang sendi-sendi tangan, terutama sendi interfalang
distal (DIP) dan interfalang proksimal (PIP) (Elin dkk, 2008). Sampai saat ini
masih belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan osteoarthritis.
Pengobatan yang ada hingga saat ini hanya berfungsi untuk mengurangi nyeri

dan mempertahankan fungsi dari sendi yang terkena. Ada tiga tujuan utama
yang ingin dicapai dalam proses terapi osteoarthritis, yaitu untuk mengontrol
nyeri dan gejala lainnya, untuk mengatasi gangguan pada aktivitas sehari-hari,
dan untuk menghambat proses penyakit. Pilihan pengobatan dapat berupa
olahraga, kontrol berat badan, perlindungan sendi, terapi fisik dan obat-obatan.
Bila

semua

pilihan terapi tersebut

tidak

memberikan

hasil,

dapat

dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan pembedahan pada sendi yang


terkena (Anonim, 2006).
Prosedur

pembedahan

(misal

osteotomi,

pengangkatan

sendi,

penghilangan osteofit, artroplasti parsial atau total, joint fusion) diindikasikan


untuk pasien dengan rasa sakit parah yang tidak memberikan respon terhadap
terapi konservatif atau rasa sakit yang menyebabkan ketidakmampuan
fungsional substansial dan mampu mempengaruhi gaya hidup (Elin dkk, 2008).
Gambaran karakteristik pasien dan pola pengobatan osteoarthritis dapat
digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan medis terhadap
pasien osteoarthritis serta dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Dengan
mengetahui karakteristik pasien osteoarthritis di RSUP Dr. Sardjito,
Yogyakarta pada tahun 2013, diperoleh gambaran spesifik tentang faktorfaktor risiko penderita osteoarthritis yang bersesuaian dengan hasil teori dan
dikaitkan dengan pola pengobatannya.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Seperti apakah karakteristik pasien osteoarthritis dilihat dari usia, jenis
kelamin, jenis pendidikan, jenis pekerjaan, body mass index (BMI), lokasi
nyeri, skor nyeri, riwayat penyakit penyerta, dan komplikasi di RSUP Dr.
Sardjito, Yogyakarta pada periode Januari 2013Desember 2013?
2. Seperti apa pola pengobatan osteoarthritis yang diberikan pada pasien
osteoarthritis? Adakah sesuai dengan Guideline The Care and Managment
of Osteoarthritis in Adults (2008) yang diacu?
3. Bagaimana outcome pengobatan setelah pasien mendapatkan terapi
osteoarthritis?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik pasien dan melihat keterkaitan antara
terjadinya prevalensi osteoarthritis berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis
pendidikan, jenis pekerjaan, body mass index (BMI), lokasi nyeri, skor
nyeri, riwayat penyakit penyerta, dan komplikasi pada pasien osteoarthritis
di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pada periode Januari 2013-Desember
2013.
2. Untuk mengetahui perbandingan pola pengobatan secara umum pada pasien
osteoarthritis di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta tahun 2013 dengan
kesesuaian

berdasarkan

Guideline The

Osteoarthritis in Adults (2008).

Care and

Managment

of

3. Untuk mengetahui outcome pengobatan setelah pasien diberikan pengobatan


pada penyakit osteoarthritis.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara teoritis mempunyai manfaat yang dapat digunakan untuk:
1. Mendapatkan informasi mengenai data demografi pasien osteoarthritis di
RSUP

Dr.

Sardjito,

Yogyakarta

terutama

dalam

penatalaksanaan

pengobatan pasien dan efektifitas pengobatan.


2. Memberikan informasi tentang penyakit osteoarthritis dengan lebih
mendalam, sehingga diharapkan dapat bekerjasama dengan pemerintah atau
pihak terkait lainnya dalam menurunkan insidensi osteoarthritis.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan farmasi di rumah sakit dengan
membandingkan pengetahuan farmakoterapi yang rasional.

E. Tinjauan Pustaka
1. Osteoarthritis
a. Definisi
Osteoarthritis merupakan penyakit yang berkembang dengan
lambat, biasa mempengaruhi sendi diartrodial perifer dan rangka aksial.
Penyakit ini ditandai dengan kerusakan dan hilangnya kartilago artikular
yang berakibat pada pembetukan osteofit, rasa sakit, pergerakan yang
terbatas, deformitas, dan ketidakmampuan. Inflamasi dapat terjadi atau
tidak pada sendi yang dipengaruhi (Elin dkk, 2008).

b. Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi osteoarthritis bervariasi pada masingmasing negara, tetapi data pada berbagai negara menunjukkan, bahwa
arthritis jenis ini adalah yang paling banyak ditemui, terutama pada
kelompok usia dewasa dan lanjut usia. Prevalensinya meningkat sesuai
pertambahan usia (Bethesda, 2013).
Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia dan pada data
radiografi menunjukkan bahwa osteoarthritis terjadi pada sebagian besar
usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75
tahun (Hansen & Elliot, 2005). Osteoarthritis ditandai dengan terjadinya
nyeri pada sendi, terutamanya pada saat bergerak (Priyanto, 2008).
c. Patogenesis
Berdasarkan penyebabnya, osteoarthritis dibedakan menjadi dua,
yaitu osteoarthritis primer dan osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis
primer atau dapat disebut osteoarthritis idiopatik, yang tidak memiliki
penyebab yang pasti (tidak diketahui) dan tidak disebabkan oleh
penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal sendi. Osteoarthritis
sekunder terjadi disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin,
metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan immobilisasi
yang terlalu lama. Kasus osteoarthritis primer lebih sering dijumpai pada
praktek sehari-hari dibandingkan dengan osteoarthritis sekunder
(Soeroso dkk, 2006).

Selama ini osteoarthritis sering dipandang sebagai akibat dari proses


penuaan dan tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa
osteoarthritis merupakan gangguan keseimbangan dari metabolism
kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum
jelas diketahui (Soeroso dkk, 2006). Kerusakan tersebut dapat diawali
oleh kegagalan mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan
cedera (Felson, 2008).
Klasifikasi osteoarthritis dapat dilihat pada tabel I seperti berikut:
Tabel I. Klasifikasi Osteoarthritis
Primer (Idiopatik)
Lokalisasi
Mempengaruhi satu atau
dua sendi
General
Memperngaruhi tiga atau
lebih sendi
Erosif
Menggambarkan
adanya
erosi dan tanda proliferasi
di proksimal dan distal
sendi interfarangeal tangan

Sekunder
Trauma-akut/kronis
Gangguan sendi yang mendasari
Lokal (Fraktur/Infeksi)
Difusi (Rheumatoid arthritis)
Metabolik sistemik atau gangguan endokrin
Penyakit Hati Wilson
Akromegali
Hiperparatiroidisme
Hemokhromatosis
Penyakit Paget
Diabetes mellitus
Obesitas
Gangguan neuropatik
Penggunaan intra-artikular kortikosteroid yang
berlebihan
Nekrosis avaskular
Displasia tulang
(Felson dkk, 2000 dan Mankin & Brandt, 2001)

Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi, yaitu


kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang
dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada
rentang gerak (range of motion) sendi (Felson, 2008).

Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada


permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago
akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein
pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan
berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi
(Felson, 2008).
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan
balik yang dikirimkan memungkinkan otot dan tendon mampu
memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi
sedang bergerak (Felson, 2008).
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari
pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi
memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk
menyelesaikan tugasnnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan
tekanan yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi
sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan
didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan
dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk
menyerap goncangan yang diterima (Felson, 2008).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi
oleh cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang
yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago

yang dapat

10

dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi.


Perubahan pada sendi sebelum timbulnya osteoarthritis dapat terlihat
pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang
kartilago (Felson, 2008).
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu
kolagen tipe dua dan aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat,
membatasi molekul-molekul aggrekan di antara jalunan-jalinan kolagen.
Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam
hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago (Felson, 2008).
Kondrosit merupakan sel yang tedapat dijaringan avaskular,
mensintesis seluruh elemen yang terdapat pada matriks kartilago.
Kondrosit

menghasilkan enzim pemecah matriks, yaitu sitokin

[Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)], dan juga faktor


pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan
merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk
molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini
dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor
lingkungan (Felson, 2008).
Kondrosit mensintesis metalloproteinase matriks (MPM) untuk
memecah kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di
matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun pada fase awal
osteoarthritis, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian
permukaan dari kartilago (Felson, 2008).

11

Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi


pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu
proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang
memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang
berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang
dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses
pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal
timbulnya osteoarthritis (Felson, 2008).
Kartilago memiliki metabolisme yang lambat, dengan pergantian
matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis
dengan degradasi. Namun pada fase awal perkembangan osteoarthritis,
kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif (Felson, 2008).
Pada proses timbulnya osteoarthritis, kondrosit yang terstimulasi
akan melepaskan aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke
kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis
serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur. Kegagalan dari
mekanisme

pertahanan oleh komponen pertahanan sendi akan

meningkatkan kejadian osteoarthritis pada daerah sendi (Felson, 2008).


d. Faktor risiko
Risiko terkena osteoarthritis juga dapat berubah dari waktu ke
waktu tergantung pada usia dan gaya hidup seseorang. Terdapat

12

beberapa faktor risiko yang dapat dilihat pada pasien osteoarthritis


secara umumnya seperti berikut (Anonim, 2006):
1). Usia
Prevalensi dan keparahan osteoarthritis meningkat sering dengan
dengan bertambahnya usia seseorang. Semakin meningkat usia
seseorang, semakin bertambah rasa nyeri dan keluhan pada sendi.
2). Berat badan
Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar kemungkinan
seseorang untuk menderita osteoarthritis. Hal ini adalah disebabkan
karena seiring dengan bertambahnya berat badan seseorang, beban
yang akan diterima oleh sendi pada tubuh makin besar. Beban yang
diterima oleh sendi akan memberikan tekanan pada bagian sendi
yang berpengaruh, contohnya pada bagian lutut dan pinggul.
3). Trauma
Trauma pada sendi atau pengunaan sendi secara berlebihan. Atlet
dan orang-orang yang memiliki pekerjaan yang memerlukan
gerakan berulang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena
osteoarthritis karena mengalami kecederaan dan peningkatan
tekanan pada sendi tertentu. Selain itu, terjadi juga pada sendi
dimana tulang telah retak dan telah dilakukan pembedahan.
4). Genetika
Genetika memainkan peranan dalam perkembangan osteoarthritis.
Kelainan warisan tulang mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi

13

dapat menyebabkan osteoarthritis. Nodus Herberden adalah 10 kali


lebih banyak terjadi pada wanita dibanding laki-laki, dengan risiko
dua kali lipat jika ibu kepada wanita itu mengalami osteoarthritis
(Hansen & Elliot, 2005). Nodus Herberden dan Nodus Bouchard
terjadi pada bagian sendi pada tangan.
5). Kelemahan pada otot
Kelemahan pada otot-otot sekeliling sendi dapat menyebabkan
terjadinya

osteoarthritis.

Kelemahan

otot

dapat

berkurang

disebabkan oleh faktor usia, inaktivasi akibat nyeri atau karena


adanya peradangan pada sendi.
6). Nutrisi
Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D.
Kadar vitamin D yang rendah di jaringan dapat mengganggu
kemampuan tulang untuk merespons secara optimal proses
terjadinya osteoarthritis dan akan mempengaruhi perkembangannya.
Kemungkinan vitamin D mempunyai efek langsung terhadap
kondrosit di kartilago yang mengalami osteoarthritis, yang terbukti
membentuk kembali reseptor vitamin D.

Berdasarkan Panel on Exercise and Osteoarthritis, Exercise


Prescription for Older Adult with Osteoarthritis Pain; The American
Geriatrics Society (2001), faktor risiko osteoarthritis dapat dilihat pada
tabel II seperti berikut:

14

Tabel II. Faktor Risiko Osteoarthritis


Dapat diubah

Potensial dapat
diubah

Tidak dapat
diubah

Kegemukan/obesitas

Trauma

Umur

Kelemahan otot

Berkurangnya
propriception
Biomekanik sendi
yang jelek

Jenis kelamin

Tidak aktif
Aktifitas fisik berat

Keturunan
Kogenital

e. Tanda-tanda dan gejala klinis


Gejala pada penyakit osteoarthritis bervariasi, tergantung pada
sendi yang terkena dan seberapa parah sendinya berpengaruh. Namun,
gejala yang paling umum adalah kekakuan, terutamanya terjadi pada
pagi hari atau setelah istirahat, dan nyeri. Sendi yang sering terkena
adalah punggung bawah, pinggul, lutut, dan kaki. Ketika terkena di
daerah sendi tersebut akan mengalami kesulitan untuk melakukan
kegiatan seperti berjalan, menaiki tangga, dan mengangkat suatu beban.
Bagian lain yang sering terkena juga adalah leher dan jari, termasuk
pangkal ibu jari. Ketika bagian jari dan sendi tangan terkena,
osteoarthritis dapat membuatkan keadaan bertambah sulit terutamanya
untuk memegang suatu objek dan untuk melakukan pekerjaan (Anonim,
2006).
Pada umumnya, pasien osteoarthritis mengatakan bahwa keluhankeluhan yang dirasakan telah berlangsung lama, tetapi berkembang
secara perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien
osteoarthritis:

15

1). Nyeri sendi


Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan yang tertentu terkdang dapat menimbulkan rasa
nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan
meski osteoarthritis masih tergolong dini (secara radiologis)
(Soeroso dkk, 2006).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan
kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga
dapat diasumsikan nyeri yang timbul pada osteoarthritis berasal dari
luar kartilago (Felson, 2008). Pada penelitian dengan menggunakan
MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal
dari peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum
tulang (Felson, 2008).
Osteofit merupakan salah satu penyebab dari timbulnya rasa
nyeri. Ketika osteofit tumbuh, terjadi proses inervasi neurovascular
yang menembusi bagian dasar tulang hingga ke bagian kartilago
dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini yang
menyebabkan timbulnya nyeri (Felson, 2008).
Nyeri juga dapat timbul dari bagian luar sendi, termasuk pada
bagian bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut
adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibal band
(Felson, 2008).

16

2). Hambatan gerakan sendi


Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan
sejalan dengan pertumbuhan rasa nyeri (Soeroso dkk, 2006).
3). Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
setelah tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau
duduk di mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setiap
bangun tidur pada pagi hari (Soeroso dkk, 2006).
4). Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien osteoarthritis lutut. Pada
awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah
atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan
perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu (Soeroso dkk, 2006).
5). Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar (Soeroso dkk,
2006).
6). Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada
sendi yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya
osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah (Soeroso dkk,
2006).

17

7). Tanda-tanda peradangan


Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat
dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis. Biasanya
tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan
penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada
osteoarthritis lutut (Soeroso dkk, 2006).
8). Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang membebankan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien
osteoarthritis, terutamanya pada pasien lanjut usia. Keadaan ini
selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan terutama pada osteosarthritis lutut (Soeroso dkk, 2006).
f. Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis dapat dilakukan mendasari pada gambaran
klinis dan temuan pada hasil radiografis. Antara diagnosis yang sering
dilakukan adalah seperti:
1). Gejala/keluhan utama
Nyeri pada sendi, lokalisasi tidak jelas, nyeri bertambah ketika
terjadi pergerakan dan berkurang ketika beristirahat, nyeri dan kaku
pada sendi pada pagi hari, kaku setelah tidak beraktivitas, umumnya
akan timbul secara perlahan-lahan (Iskandar, 2012).

18

2). Pemeriksaan fisik


Peradangan pada sendi dapat dilihat karena adanya hipertrofi tulang,
dimana kulit di bagian atasnya berwarna merah, terasa nyeri, dan
juga terdapat Nodus Bouchard pada proksimal interphalangeal yang
dapat terjadi deformitas (kelainan bentuk) (Iskandar, 2012).
3). Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan darah dan cairan sendi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi laju endap darah (LED) meninggi
(Iskandar, 2012).
4). Gambaran radiologi
Terdapat

beberapa

metode

yang dapat

digunnakan untuk

mendapatkan gambaran radiologi, yaitu seperti berikut:


a). Plain radiography
Diagnosis

dapat

dilakukan

menggunakan

metode

plain

radiography ini karena metode ini merupakan metode yang


costeffective dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu yang
singkat. Metode radiografi ini dapat menggambarkan terjadinya
hilangnya

sendi,

atau

terdapatnya

ruang,

serta

tulang

subchondral sclerosis dan formasi kista (Lozada, 2013).


b). Computed tomography (CT) scanning
Metode ini jarang digunakan dalam diagnosis osteoarthritis
primer (idiopatik). Namun dapat digunakan dalam mendiagnosis

19

malaligment dari sendi patellofemoral atau sendi pada kaki dan


pada pergelangan kaki (Lozada, 2013).
c). Magnetic resonance imaging (MRI)
Metode ini tidak perlu dilakukan pada kebanyakan pasien
dengan osteoarthritis, kecuali pada kondisi tertentu yang
mengharuskan menggunakan metode ini. MRI dapat langsung
memvisualisasikan tulang rawan artikular dan jaringan sendi
lainnya (misalnya meniskus, tendon, otot, atau efusi) (Lozada,
2013).
d). Ultrasonography
Metode ini tidak ada peran dalam penilaian klinis rutin bagi
pasien dengan osteoarthritis. Namun, metode ini sedang
diselidiki sebagai alat untuk pemantauan degenerasi tulang
rawan, dan dapat digunakan untuk suntikan pada sendi yang
sukar untuk dilihat tanpa di scan (Lozada, 2013).
e). Bone Scanning
Metode ini

mungkin membantu dalam diagnosis awal

osteoarthritis tangan. Selain itu, metode ini juga dapat


membantu membedakan osteoarthritis dari osteomyelitis dan
metastase tulang (Lozada, 2013).
f). Arthrocentesis
Kehadiran cairan sendi peradangan membantu membedakan
osteoarthritis dari penyebab lain dari nyeri sendi. Selain temuan

20

cairan sinovial yang membantu dalam diferensiasi osteoarthritis


dari kondisi lain adalah adanya gram negatif serta tidak adanya
kristal ketika dilihat dibawah mikroskop (Lozada, 2013).
Sasaran diagnosis osteoarthritis adalah membedakan antara
arthritis primer dan sekunder, serta menegaskan lokasi sendi yang
terkena, keparahan dan respon terhadap terapi sebelumnya, menjadi
dasar pengobatan selanjutnya (Hansen & Elliot, 2005).
g. Prognosis
Prognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait
dengan sendi yang terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder,
prognosisnya terkait dengan faktor penyebab terjadinya osteoarthritis.
Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat
konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan pembedahan,
yaitu apabila pengobatan dengan menggunakan obat tidak rasional pada
pasien (Hansen & Elliot, 2005).
h. Derajat Osteoarthritis
Derajat osteoarthritis dapat diberikan berdasarkan temuan-temuan
radiografis. Kriteria osteoarthritis berdasarkan temuan radiografis
dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi
osteoarthritis dimulai dari tingkat ringan hingga berat. Perlu diingatkan
bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat
normal (Felson, 2008).

21

Gambaran radiografi yang menyokong diagnosis osteoarthritis


adalah (Felson, 2008):
1). Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
bagian yang menanggung beban seperti lutut).
2). Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).
3). Kista pada tulang.
4). Osteofit pada pinggir sendi.
5). Perubahan struktur anatomi sendi.
2. Klasifikasi Pengobatan Osteoarthritis
Pengobatan penyakit sendi osteoarthritis dapat dilakukan dengan
beberapa terapi, antaranya adalah:
a. Terapi Non Farmakologis
1). Edukasi atau penerangan
Langkah pertama adalah memberikan edukasi pada pasien tentang
penyakit, prognosis, dan pendekatan manajemennya. Selain itu,
diperlukan konseling diet untuk pasien osteoarthritis yang
mempunyai kelebihan berat badan (Elin dkk, 2008).
Ahli bidang kesehatan harus memberikan informasi pada
pasien dengan penyakit osteoarthritis mengikut kesesuaian keadaan
dan keselesaan pasien (Anonim, 2008).
2). Terapi fisik dan rehabilitasi
Terapi fisik dapat dilakukan dengan pengobatan panas atau dingin
dan program olahraga bagi membantu untuk menjaga dan

22

mengembalikan rentang pergerakan sendi dan mengurangi rasa


sakit dan spasmus otot. Program olahraga dengan menggunakan
teknik isometric didesain untuk menguatkan otot, memperbaiki
fungsi sendi dan pergerakan, dan menurunkan ketidakmampuan,
rasa sakit, dan kebutuhan akan penggunaan analgesik (Elin dkk,
2008).
Alat bantu dan ortotik seperti tongkat, alat pembantu berjalan,
alat bantu gerak, heel cups, dan insole dapat digunakan selama
olahraga atau aktivitas harian (Elin, dkk,

2008). Pasien

osteoarthritis lutut yang memakai sepatu dengan sol tambahan


yang empuk yang bertujuan untuk meratakan pembagian tekanan
akibat berat, dengan demikian akan mengurangi tekanan di lutut
(Bethesda, 2013).
Kompres hangat atau dingin serta olahraga dapat dilakukan
untuk memelihara sendi, mengurangi nyeri, dan menghindari
terjadinya kekakuan (Priyanto, 2008). Kompres hangat atau dingin
ini dilakukan pada bagian sendi yang mengalami nyeri.
3). Penurunan berat badan
Penurunan berat badan dapat diterapkan dengan mempunyai gaya
hidup yang sehat (Iskandar, 2012). Penurunan berat badan dapat
membantu mengurangi beban atau mengurangi gejala pada bagian
yang mengalami penyakit osteoarthritis terutamanya pada lutut dan
pinggul (Felson, 2008).

23

4). Istirahat
Istirahat yang cukup dapat mengurangi kesakitan pada sendi.
Selain itu juga istirahat dapat menghindari trauma pada persendian
secara berulang (Priyanto, 2008).
b. Terapi Farmakologi
Terapi obat pada osteoarthritis ditargetkan pada penghilangan rasa
sakit. Karena osteoarthritis sering terjadi pada individu lanjut usia yang
memiliki kondisi medis lainnya, diperlukan suatu pendekatan
konservatif terhadap pengobatan obat, antaranya (Elin dkk, 2008):
1). Golongan Analgesik
a). Golongan Analgesik Non Narkotik
(1). Asetaminofen (Analgesik oral)
Asetaminofen menghambat sintesis prostaglandin pada
sistem saraf pusat (SSP). Asetaminofen diindikasikan pada
pasien yang mengalami nyeri ringan ke sedang dan juga
pada pasien yang demam. Obat yang sering digunakan
sebagai lini pertama adalah parasetamol.
(2). Kapsaisin (Analgesik topikal)
Kapsaisin merupakan suatu estrak dari lada merah yang
menyebabkan pelepasan dan pengosongan substansi P dari
serabut

syaraf.

Obat

ini

juga

bermanafaat

dalam

menghilangkan rasa sakit pada osteoarthritis jika digunakan


secara topikal pada sendi yang berpengaruh. Kapsaisin

24

dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan analgesik


oral atau NSAID. Kapsaisin ini diberikan dalam bentuk
topikal, yaitu dioleskan pada bagian nyeri sendi.
b). Analgesik Narkotika
Analgesik narkotika dapat mengatasi rasa nyeri sedang sampai
berat. Penggunaan dosis obat analgesik narkotika dapat
berguna untuk pasien yang tidak toleransi terhadap pengobatan
asetaminofen, NSAID, injeksi intra-artikular atau terapi secara
topikal. Pemberian narkotika analgesik merupakan intervensi
awal, dan sering diberikan secara kombinasi bersama
asetaminofen. Pemberian narkotika ini harus diawasi karena
dapat menyebabkan ketergantungan.
2). Golongan NSAID
Dalam

dosis

tunggal

antiinflamasi

nonsteriod

(NSAID)

mempunyai aktivitas analgesik yang setara dengan parasetamol,


tetapi parasetamol lebih banyak dipakai terutamanya pada pasien
lanjut usia.
Dalam dosis penuh yang lazim NSAID dapat sekaligus
memperlihatkan efek analgesik yang bertahan lama yang
membuatnya sangat berguna pada pengobatan nyeri berlanjut atau
nyeri berulang akibat radang. NSAID lebih tepat digunakan
daripada parasetamol atau analgesik opioid dalam arthritis
rematoid dan pada kasus osteoarthritis lanjut.

25

3). Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi sebagai anti inflamasi dan digunakan
dalam dosis yang beragam untuk berbagai penyakit dan beragam
individu, agar dapat dijamin rasio manafaat dan risiko setinggitingginya. Kortikosteroid sering diberikan dalam bentuk injeksi
intra-artikular dibandingkan dengan penggunaan oral.
4). Suplemen makanan
Pemberian suplemen makanan yang mengandung glukosamin,
kondroitin yang berdasarkan uji klinik dapat mengurangi gangguan
sendi atau mengurangi simptom osteoarthritis (Priyanto, 2008).
Suplemen makanan ini dapat digunakan sebagai obat tambahan
pada penderita osteoarthritis terutamanya diberikan pada pasien
lanjut usia.
5). Obat osteoarthritis yang lain
a). Injeksi Hialuronat
Asam hialuronat membantu dalam rekonstitusi cairan sinovial,
meningkatkan elastisitas, viskositas dan meningkatkan fungsi
sendi. Obat ini diberikan dalam bentuk garamnya (sodium
hialuronat) melalui injeksi intra-artrikular pada sendi lutut jika
osteoarthritis tidak responsif dengan terapi yang lain (Priyanto,
2008). Dua agen intra-artrikular yang mengandung asam
hialuronat tersedia untuk mengobati rasa sakit yang berkaitan
dengan osteoarthritis lutut.

26

Injeksi asam hialuronat diberikan pada pasien yang tidak


lagi toleransi terhadap pemberian obat anti nyeri dan anti
inflamasi yang lainnya (Hansen & Elliot, 2005). Injeksi asam
hialuronat diberikan oleh tenaga medis yang mempunyai
keahlian karena kesalahan dalam memberikan injeksi ini akan
memperparah kondisi lutut pasien.
c. Pembedahan
Terapi pembedahan dapat dilakukan pada pasien dengan rasa sakit
parah yang tidak memberikan respon terhadap terapi konservatif atau
rasa sakit yang menyebabkan ketidakmampuan fungsional substansial
dan mempengaruhi gaya hidup (Elin dkk, 2008).
Beberapa sendi, terutama sendi pinggul dan lutut, dapat diganti
dengan

sendi

buatan.

Biasanya,

dengan

pembedahan

dapat

memperbaiki fungsi dan pergerakan sendi serta mengurangi nyeri.


Terdapat beberapa jenis pembedahan yang dapat dilakukan. Antara
pembedahan yang dapat dilakukan jika terapi pengobatan tidak dapat
berespon dengan baik atau tidak efektif pada pasien adalah
Arthroscopy, Osteotomy, Arthroplasty dan Fusion (Lozada, 2013).
Tabel III menunjukkan obat-obat umum yang digunakan pada
pengobatan osteoarthritis, seperti berikut:

27

Tabel III. Obat-obat yang Umum Digunakan Pada Pengobatan Osteoarthritis


Pengobatan

Analgesik oral
Asetaminofen
Tramadol
Analgesik topical
Kapsaisin 0.025% atau 0.075%
Suplement nutrisi
Glukosamin sulfat
Antiinflamasi
non
steroid
(NSAID)
Asam karboksilat
Asam asetilasi
Aspirin, biasa, buffer, atau
salut enterik

Non asetil salisilat


Salsalat
Difunisal
Kolin salisilat
Kolin magnesium salisilat
Asam asetat
Etodolak
Diklofenak
Indometasin
Ketorolak
Nabumeton
Asam propionate
Fenoprofen
Flubiprofen
Ibuprofen
Ketoprofen
Naproxen
Sodium Naproxen
Oxaprozin

Dosis dan frekuensi

Dosis
maksimum
(mg/hari)

325-650 mg setiap 4-6 jam atau 1 g


3-4 kali/hari
50-100 mg setiap 4-6 jam

4000

Dapat mempengaruhi sendi 3-4


kali/hari

500 mg 3 kali/hari atau 1500 mg


sekali sehari

1500

325-650 mg setiap 4-6 jam untuk


nyeri ;
Dosis antiinflamasi dimulai pada
3600 mg/hari dalam dosis terbagi

3600

500-1000 mg 2-3 kali perhari


500-1000 mg 2 kali perhari
500-1000 mg 2-3 kali perhari
500-1000 mg 2-3 kali perhari

3000
1500
3000
3000

800-1200 mg/hari dalam dosis


terbagi
100-150 mg/hari dalam dosis
terbagi
25 mg 2-3 kali/hari ; 75 mg SR
sekali sehari
10 mg setiap 4-6 jam
500-1000 mg 1-2 kali/hari

1200

300-600 mg 3-4 kali/hari


200-300 mg/hari dalam 2-4 dosis
terbagi
1200-3200 mg/hari dalam 3-4 dosis
terbagi
150-300 mg/hari dalam 3-4 dosis
terbagi
250-500 mg 2 kali sehari
275-550 mg 2 kali sehari
600-1200 mg perhari

400

200
200; 150
40
2000
3200
300
3200
300
1500
1375
1800

28

Lanjutan Tabel III


Pengobatan

Fenamat
Meklofenamat
Asam mefenamat
Oksikam
Piroksikam
Meloksikam
Coxibs
Celecoxib
Valdecoxib

Dosis dan frekuensi

Dosis
maksimum
(mg/hari)

200-400 mg/hari dalam 3-4 dosis


terbagi
250 mg setiap 6 jam

400
1000

10-20 mg perhari
7.5 mg perhari

20
15

100 mg 2 kali perhari atau 200 mg


perhari
10 mg perhari

200
(400
untuk RA
10 (40 untuk
nyeri
dismenorea)

(Hansen & Elliot, 2005)

Terapi osteoarthritis umumnya bersifat simptomatik. Terapi yang


dapat dilakukan pada pasien yang didiagnosis osteoarthritis adalah
dengan pengendalian faktor-faktor risiko, latian intervensi fisioterapi
(terapi non farmakologi) dan dengan obat konvensional (terapi
farmakologi). Pada fase lanjut sering diperlukan pembedahan.
Pembedahan dapat dilakukan jika terapi farmakologi sudah tidak
efektif untuk mengurangi rasa sakit pada sendi (Anonim, 2009a).

29

Berikut merupakan algoritma terapi osteoarthritis seperti ada gambar 1


seperti berikut :

(pustaka)

(Elin dkk, 2008)


Gambar 1. Gambaran Algoritma Terapi pada Osteoarthritis

30

F. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik
pasien dan pola pengobatan osteoarthritis di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
pada periode Januari 2013Desember 2013 berdasarkan catatan rekam medis.

Anda mungkin juga menyukai