Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

TUBERKULOSIS PARU

Disusun oleh:
Vicky Lusbianti, S. Ked
0918011085

Perceptor:
dr. Tantry Dwi Kaniya, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016

KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Tuberkulosis Paru
tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan referat ini adalah sebagai salah
satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Radiologi
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Tantry Dwi Kaniya, Sp.Rad yang telah
meluangkan waktunya untuk kami dalam menyelesaikan referat ini.

Kami

menyadari banyak sekali kekurangan dalam referat ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, Januari 2016

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTB). Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul
di dalam paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang
dengan daya tahan tubuh yang rendah) dan dapat menyebar melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi
hampir seluruh organ tubuh seperti: paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang,
kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling
sering terkena yaitu paru. Diagnosis TB ditegakkan atas dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan bakteriologis. Hanya 5% penderita TB fase awal yang memberikan
gejala

klinis,

sehingga

sulit

mendapatkan

sputum

untuk

pemeriksaan

bakteriologis. Sebuah penelitian di San Fransisco menyatakan bahwa 17%


penderita TB memiliki hasil sputum BTA (-). Oleh karena itu, apabila diagnosis
TB paru ditegakkan semata-mata berdasarkan pemeriksaan BTA (+), akan banyak
penderita TB paru yang tidak terdiagnosis.

BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh,
dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer
2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO
tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis
pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 %
dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih
besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah
terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang
atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka
mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk,
prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus
TB yang muncul.
2.3 Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium
bovis,

sangat

jarang

disebabkan

oleh

Mycobacterium

avium.

Mycobacterium merupakan kuman batang tahan asam, yang dapat hidup


selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, tapi mati dengan suhu

60C dalam cairan suspensi selama 15-20 menit. Mycobacterium memiliki


ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar dinding kuman
terdiri atas asam lemak ( Lipid ). Lipid inilah yang membuat kuman Jebih
tahan terhadap asam sehinnga disebut bakteri tahan asam (BTA) . Kuman
dapat tahan hidup pada keadaan kering maupun dingin, karena kuman
berada dlam keadaan dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadi aktif kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat
ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal paru-paru
merupakan tempat predileksi tuberkulosis.
2.4 Patofisiologi
Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang
pertama dapat terjadi pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi
TB dan telah sembuh sempurna. Ketika kesehatannya menurun karena
penyakit lain seperti AIDS atau diabetes, atau karena penyalahgunaan
alkohol maupun kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena menjadi
tuna wisma, infeksi TB dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini, seseorang
dapat menjadi sakit beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah
mereka menghirup kuman TB.
Cara yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang pertama
kali menghirup kuman TB, tubuhnya tidak mampu melindungi diri terhadap
penyakit ini. Kuman tersebut kemudian berkembang menjadi penyakit TB
aktif dalam beberapa minggu. Seseorang dengan TB aktif akan menjadi
sangat infeksius dan dapat menyebarkan TB ke orang lain.
Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus.
Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB di mana
sebagian besar kuman TB akan hancur. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman

TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB


di jaringan paru disebut fokus primer Ghon1.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi
di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang
terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus
primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe
regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak kuman TB masuk sampai terbentuk kompleks
primer secara lengkap disebut masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB
biasanya berlangsung antara 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.
Pada minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer ini, infeksi TB primer dinyatakan telah
terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin.
Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks
primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, ketika
sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas
seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya


mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional

juga

akan

mengalami

fibrosis

dan

enkapsulasi,

tetapi

penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman


TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar
ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional.
Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis dan
pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi
akan mencair dan keluar melalui brokus sehingga meninggalkan rongga di
jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya
berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi
yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus
akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru.
Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami
inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering
disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer.
Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk


penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui
cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit
sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan
mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal,
dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai
tempat tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman
sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya1.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk
dorman. Fokus ini pada umumnya tidak langsung berlanjut menjadi
penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial
ini disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan
tubuh pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan
menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan
lain-lain.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogen
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke

seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinis penyakit TB


secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam
waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada
jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem
pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan
melalui cara ini akan mempunyai ukuran lebih kurang sama. Istilah milier
berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padipadian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa
nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan
granuloma.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu proses perkijuan menyebar
ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk
dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.
Hal ini dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgreen, ada tiga bentuk
dasar TB pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial,
dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5-3% penyebaran limfohematogen akan
menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan
setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang
timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang
lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi,
bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya
terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi
sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja
dan dewasa muda.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang


terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi,
dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun
kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.
2.5 Gambaran Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala
lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
- batuk > 2 minggu - nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan
berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada
sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2.6 Diagnostik
2.6.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,
suhu subfebris atau berat badan menurun. Seringkali pasien tidak
menunjukkan suatu kelainan apapun. Tempat kelainan TB paru yang

paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicuragai adanya


infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi redup dan
auskulltasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas
tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini
diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler
melemah. Dalam penampilan klinis, TB sering asimtomatis dan
penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis
dada.
2.6.2

Laboratorium
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan

pengobatan

dan

menentukan

potensi

penularan.

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan


mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan sewaktu-pagisewaktu (SPS).
1. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua
2. P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas.
3. S(sewaktu):

Dahak

dikumpulkan

pada

hari

kedua,

saat

menyerahkan dahak pagi hari. Pemeriksaan mikroskopisnya dapat


dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa di mana
pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan pemeriksaan
mikroskopis fluoresens di mana ` pewarnaannya dilakukan dengan
auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan).
2.6.3

Radiologis
Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai
diagnosa utama pada TB. Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk
menyingkirkan kemungkinan TB paru pada orang-orang yang dengan
hasil tes tuberkulin ( +) dan tanpa menunjukkan gejala.

1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu


ditemukan kelainan pada foto roentgen.
2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru,
tetapi pada foto roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini
merupakan tanda yang kuat bukan tuberkulosis.
3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum
berarti tidak ada tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto
toraks baru terlihat sekurang -kurangnya 10 minggu setelah
infeksi oleh basil tuberkulosis.
4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda
tuberkulosis yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto
toraks.
5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa
penyakit tersebut aktif.
6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat
diperoleh kesan tentang aktivitas penyakit, namun kepastian
diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi dengan hasil
pemeriksaan klinis/laboraturis.
7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan
lokalisasi, proses dan tanda perbaikan ataupun perburukan
dengan melakukan perbandingan dengan foto-foto terdahulu.
8. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil
tindakan

terapi

seperti

Pneumotoraks

torakoplastik,

torakoplastik dsb
9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan
dewasa ini bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan
fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen adalah suatu keharusan,
yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai proyeksiproyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak APlordotik dan tekhnik-tekhnik khusus lainnya.

Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang


dicurigai TB, yaitu :
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien
dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila
terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah
proyeksi lateral.
2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan
di belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat
pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam.

3. Proyeksi Top Lordotik


Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru.
Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin
diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan
suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi
berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah
caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan
dengan klavikula.
Gambaran Radiologis TB
Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :
1. Tuberkulosis Primer
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga
paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya
menyerang anak, tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya
tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering
menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan

kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada


foto toraks.
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan
lebih sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan
lingula serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada
tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati, parenchymal
disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa dijumpai
infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul
adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura
melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis
akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus.
Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian
luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.

Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar).


Foto toraks PA dan lateral

Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis Pleuritis TB


2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi
Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau
timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah

menderita tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh


sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis sekunder

Tuberculosis dengan cavitas

Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan


atas dan segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di

bagian basal paru yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran


kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang dijumpai.
Klasifikasi tuberkulosis sekunder
Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis
Association ( ATA ).
1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak
melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2
depan, sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja. Tidak
ditemukan adanya kavitas
2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas
sarang -sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu
paru. Sedangkan bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm.
Kalau bayangan sarang tersebut berupa awan - awan menjelma
menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh
melebihi 1 lobus paru .
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah
yang dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang
-lubang, maka diameter semua lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto
roentgen, antara lain :
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya
tidak tegas dengan densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas
dan densitasnya sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas
tegas, dengan densitas tinggi.
4. Kavitas atau lubang
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)
Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah :

1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas


rendah hingga sedang dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang ini
biasanya menunjukan suatu proses aktif.
2. Lubang ( kavitas ). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah
sangat kecil, yang dinamakan residual cavity .
3. Sarang-sarang seperti garis ( fibrotik ) atau bintik - bintik kapur
( kalsifikasi, yang biasanya menunjukkan proses telah tenang
( fibrocalcification)

Tuberculosis dengan cavitas

Tuberculosis dengan kalsifikasi


Kemungkinan

kemungkinan

kelanjutan

suatu

sarang

tuberculosis:
1. Penyembuhan tanpa bekas
Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang
dewasa apabila diberikan pengobatan yang baik.

2. Penyembuhan dengan memninggalkan cacat.


Penyembuhan ini berupa garis - garis berdensitas tinggi /
fibrokalsifikasi di kedua lapangan atas paru dapat mengakibatkan
penarikan pembuluh -pembuluh darah besar di kedua hilli ke atas.
Pembuluh darah besar di hilli terangkat ke atas, seakan-akan
menyerupai kantung celana (broekzak fenomen). Sarang-sarang kapur
kecil yang mengelompok di apeks paru dinamakan Sarang - sarang
Simon ( Simon's foci). Secara roentgenologis, sarang baru dapat
dinilai sembuh ( proses tenang ) bila setelah jangka waktu selama
sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama. Sifat bayangan tidak
boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-garis
atau bintik-bintik kapur. Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan
klinik - laboratorium, termasuk sputum.

2.7 Penanganan
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini I) yang digunakan adalah :
o

INH

Rifampisin

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)


o

Kanamisin

Amikasin

Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +


asam klavulanat

Beberapa obat berikut ini masih tersedia di Indonesia antara lain:


Kapreomisin, Sikloserin, PAS (dulu tersedia), Derivat rifampisin dan
INH, Thiomides.

Panduan Pengobatan :
I.

TB paru BTA + atau BTA -, lesi luas


2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE

II.

Kambuh : RHZES/ IRHZE sesuai hasil uji resistensi atau 2

RHZES/ 1 RHZE/ 5 RHE


- Gagal pengobatan: 3-6 kanamisin, oflosaksin, etionamid, sikloserin/ 15-18
ofloksasin, etionamid, sikloserin, atau 2 RHZES/1 RHZE/ 5 RHE
III.

TB paru putus obat

Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan


keadaan klinis, baketeriologi, dan radiologi saat ini atau 2 RHZES/ IRHZE/
5R3H3E3
IV.

TB paru BTA -, lesi minimal

2 RHZE/ 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4 R3H3


V.

TB paru kronik

RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18 bulan)
VI.

MDR TB

Sesuai uji reistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup.

2.8 Diagnosis banding


1.

TB paru primer
Pembesaran KGB pada TB paru
primer : Limfoma, sarkoidosis Pada TB paru primer, pembesaran
KGB dimulai dari hilus, baru ke paratrakea, dan pada umumnya

unilateral. Sedangkan pada limfoma biasa dimulai dari paratrakea


dan bilateral. Pada sarkoidosis pembesaran KGB hilus bilateral,
Infiltrat unilateral lapangan bawah

paru
TB anak: Pneumonia

Untuk membedakan pneumonia TB dengan pneumonia bukan karena


TB, pada pneumonia bukan TB umumnya tidak disertai pembesaran
KGB dan pada evaluasi foto cepat terjadi resolusi TB dewasa :
pneumonia non TB, karsinoma (bronchioloalveolar cell ca),
sarkoidosis, non tuberculous mycobacteria (NTM)
2.

TB post primer
1. NTM
2. Silikosis
3. Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD)
4. Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor paru
5. kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener granulomatosis
dan jamur.

2.9 Komplikasi
Pleuritis
Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui
penyebaran hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan
10-15 ml. Efusi pleura bias terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda
meniscus sign/ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral
dekubitus efusi pleura sudah bias dilihat bila ada penambahan 5 ml dari
jumlah normal. Penebalan pleura di apikal relative biasa pada TB paru atau
bekas TB paru. Pleuritis TB bias terlokalisir dan membentuk empiema. CT
Toraks berguna dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan
empiema.
Penyebaran miliar

Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau


sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru.
Pada foto toraks, tuberkulosis miliaris ini menyerupai gambaran 'badai
kabut (Snow storm apperance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi
pada Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput otak /meningen, dsb.
Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang
bersangkutan sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )
Kavitas (lubang)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang
sering tipis berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya
mungkin terlihat cairan, yang biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh
jaringan fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala
(follow up) dinamakan lubang sisa (residual cavity) dan berarti suatu proses
lama yang sudah tenang.
Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis
Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa,
meningitis TB

BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis


sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi
terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati,
parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa dijumpai
infiltrat dan kavitas. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin
demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya. Bercak infiltrat
yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan segmen apikal lobi
bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang biasanya disertai
oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang
dijumpai.

Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan. Obatnya yaitu antibiotik isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, etambutol, streptomisin dan lainnya.
Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis. Komplikasi lanjut;
TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa, meningitis TB

DAFTAR PUSTAKA

Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I ,


Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi
IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ,
2006: 998-1005, 1045-9.
Gerakan Terpadu Nasional Penanganan TB. 2007. Buku Pedoman Nasional
Penanggulangan TB. edisi 2. cetakan pertama. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2006. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Citra Grafika, Jakarta.
Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 852-64
Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2005

Anda mungkin juga menyukai