Anda di halaman 1dari 32

MACAM DAN PROSEDUR KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

Makalah
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Kultur Jaringan Tumbuhan
yang dibina oleh Ibu Dr. Betty Lukiati, M.S dan Ibu Frida Kunti Setiowati, ST,
M.Si

Oleh
Kelompok 1
Annisa Marifatul Jannah

130342615345 (HP/2013)

Ika Diana Werdani

130342615301 (HP/2013)

Nindya Ulfa Wardhani

130342603493 (HP/2013)

Nur Hidayatus Sholikah

130342615304 (HP/2013)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Januari 2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kultur jaringan tumbuhan merupakan sebuah cabang ilmu yang
mempelajari tentang tanaman yang tumbuh dari sel, jaringan atau organ yang
diisolasi dari tanaman induk, dikultur pada suatu medium artifisial. (George et al,
2008)
Perkembangan teknologi yang semakin canggih juga turut serta dalam
pengembangan

ilmu

kultur

jaringan

tumbuhan.

Seeiring

dengan

terus

meningkatnya tuntutan manusia akan efisiensi dan efektivitas dalam hal ini adalah
tanaman yang bersinggungan langsung dengan kehidupan manusia misalnya
tanaman pangan, tanaman hias dan tanaman obat, maka inovasi terus dibutuhkan
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan manusia yang tak terbatas jumlahnya.
Teknik kultur jaringan tumbuhan merupakan udara segar bagi peneliti di
seluruh dunia dan diharapkan mampu mengatasi permasalahan dalam bidang
tanaman yang terjadi dalam masyarakat. Tumbuhan memiliki kemampuan
totipotensi untuk mampu dikembangkan dalam segala jenis bidang penelitian
dengan lebih murah, efektif dan efisien melalui kultur jaringan tumbuhan.
Beberapa masalah yang melibatkan kultur jaringan tumbuhan dalam
pemecahannya misalnya : mendapatkan bibit penyakit bebas hama, menyediakan
bibit seragam dalam waktu singkat, jumlah besar, dengan biaya rendah,
menghasilkan metabolit sekunder dalam waktu yang singkat.
Sebagai mahasiswa bologi, merupakan suatu hal yang penting untuk dapat
memahami materi bahkan menguasai kultur jaringan tumbuhan sebagai bekal
keterampilan kelak di kemudian hari.
B. Rumusan Masalah
1). Apa yang dimaksud dengan Kultur Jaringan Tumbuhan?

2). Apa saja metode yang digunakan dalam melaksanakan Kultur Jaringan
Tumbuhan?
3). Bagaimana tahapan dalam Kultur aringan Tumbuhan?
4) Apa saja macam Kultur Jaringan Tumbuhan?
C. Tujuan
1) Menjelaskan pengertian Kultur Jaringan Tumbuhan.
2) Menjelaskan macam-macam metode yang digunakan dalam Kultur
Jaringan Tumbuhan.
3) Menjelaskan tahapan dalam Kultur jaringan Tumbuhan.
4) Menjelaskan macam-macam Kultur Jaringan Tumbuhan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur jaringan tanaman adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atauorgan yang serba steril, dalam
botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptic, sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang
lengkap. Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut tissue culture. Kultur adalah
budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi
yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman
menjadi tanaman kecil yang memiliki sifat seperti induknya (George, 2008).
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak
tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara
generatif. Kultur jaringan termasuk jenis perkembangbiakan vegetatif yang
prinsip dasarnya sama dengan menyetek. Bagian tanaman yang akan dikultur
(eksplan) dapat diambil dari akar, pucuk, bunga, meristem, serbuk sari. Kultur
jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan
meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri
dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan
vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue
culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga
diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Berdasarkan bagian-bagian tanaman yang dikulturkan secara spesifik
terdapat beberapa macam kultur:
1. Kultur organ, yaitu kultur yang diinisiasi dari organ-organ tanaman seperti:
pucuk terminal dan aksilar, meristem, daun, batang, ujung akar, bunga, buah
muda, embrio, dan sebagainya.
2. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji
atau seedling.

3. Kultur kalus, yaitu kultur sekumpulan sel yang tidak terorganisir, hanya
sel-sel parenkim yang berasal dari bahan awal.
4. Kultur suspensi, yaitu kultur sel bebas atau agregat sel kecil dalam media
cair.

Pada

umumnya

kultur

suspensi

diinisiasi

dari

kalus.

5. Kultur protoplas, yaitu kultur sel-sel muda yang diinisiasi dalam media cair
yang dihilangkan dinding selnya. Kultur protoplas digunakan untuk
hibrididasi

somatik

(fusi dua protoplas

baik intraspesifik

maupun

interspesifik).
6. Kultur haploid (kultur mikrospora/ anther), yaitu kultur dari kepala sari
(kultur anther) atau tepung sari (kultur mikrospora)
B. Kultur dari Struktur Organisme
Kultur organ, yaitu kultur yang diinisiasi dari organ-organ tanaman seperti:
pucuk terminal dan aksilar, meristem, daun, batang, ujung akar, bunga, buah
muda, embrio, dan sebagainya secara in vitro. Tujuan pokok penerapan
perbanyakan dengan teknik kultur jaringan adalah produksi tanaman dalam
jumlah besar pada waktu singkat, terutama untuk varietas-varietas unggul yang
baru dihasilkan.
Manfaat Kultur Jaringan Banyak metode dalam teknik kultur jaringan,
selain untuk tujuan pokok yaitu perbanyakan dalam jumlah besar dan cepat juga
metode-metode untuk tujuan pemuliaan tanaman, menghasilkan jenis tanaman
yang baru yang kita inginkan. Manfaat kultur jaringan dibidang pertanian adalah
produksi tanaman bebas virus dengan teknik kultur meristem. Untuk produksi
bahan-bahan farmasi dimana sel-sel kultur juga menghasilkan persenyawaanpersenyawaan yang dibutuhkan manusia dengan tingkat produksi per-unit berat
kering yang setara atau lebih tinggi dari tanaman asalnya. Untuk pemuliaan
tanaman dan rekayasa genetika dengan cara memanipulasi jumlah kromosom
melalui bahan kimia, meregenerasikan jaringan tertentu seperti endosperma
dengan kromosom 3n, hibridasi somatik melalui fusi protoplasma, atau dengan
transfer dna. Pelestarian plasma nutfah tanaman juga dapat dilakukan dengan

teknik kultur jaringan dengan penyimpanan untuk jangka panjang dengan


penggunaan nitrogen cair pada temperatur.
Dengan kultur anther dapat menghasilkan tanaman dengan genetik
haploid (1n), Dengan teknik poliploidi dapat mengasilkan tanaman raksasa
dengan penggandaan kromosom, Untuk dapat menghasilkan tanaman dengan
jumlah banyak dan beragam dengan teknik klon dengan bantuan alat shaker
Dengan perlakuan baik berupa fisik , bahan kimia, pemanasan bisa menghasilkan
tanaman hias atau anggrek mutasi dengan harga relatif mahal. Secara lebih
terperinci manfaat dari kultur in vitro tumbuhan antara lain:
a. Mendapatkan tumbuhan baru dalam jumlah banyak dalam waktu relatif
singkat dengan sifat sama dengan induknya.
b. Mendapatkan tumbuhan baru yang bersifat unggul dalam waktu relatif
singkat.
c. Efisien tempat dan waktu.
d. Tidak tergantung musim, dapat diperbanyak secara continue.
e. Untuk skala besar biaya lebih murah.
f. Cocok untuk tanaman yang sulit bergenerasi
g. Merupakan sarana meningkatkan kualitas tanaman misalnya jenis
tanaman tertentu terserang virus maka dengan kultur jaringan dapat
dihasilkan tanaman bebas virus
h. Peluang untuk menghasilkan bahan biokatif/metabolit sekunder tanpa
menanam di luar atau di lapang. Dalam kultur jaringan yang menjadi
penghambat biasa virus, bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan tidak
berhasilnya kultur jaringan.
i. Menciptakan tanaman baru yang toleran terhadap stress garam. Saat ini,
lahan-lahan di pinggir pantai yang semula tidak dapat ditanami, sudah dapat
diusahakan kembali dengan menggunakan varietas-varietas baru hasil kultur
jaringan yang tahan garam.
j. Melestarikan tumbuh-tumbuhan yang hampir punah.
k. Mendapatkan metabolit sekunder yang terdapat pada sel tumbuhan secara
tepat, yang digunakan untuk pembuatan obat-obatan.

l. Memberikan masukan atua informasi yang sangat bermanfaat dalam


bidang fisiologi tumbuhan.
m. Meningkatkan perekonomian sehingga berpengaruh terhadap devisa
negara.
C. Metode Kultur Jaringan
Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga
cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui
pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung
maupun melalui tahap pembentukan kalus. Ada beberapa tipe jaringan yang
digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah
jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah
(meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan
tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi
daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan yang kedua adalah
jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah
mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut
adalah jaringan daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar
yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan. Teknik kultur jaringan dapat
dilaksanakan dengan dua metode yaitu:
a. Metode Padat (Solid Method)
Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian
dengan medium diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas
sehingga kalus dapat tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah media yang
mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan
kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut
dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng
yang yang memang khusus digunakan untuk media padat untuk kultur jaringan
Metode padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan
protoplas stelah diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus

setelah dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari
prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan).
b. Metode Cair(Liquid Metho)
Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode
padat, karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit
sehingga keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang
dapat berhasil. Oleh karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk
suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari
protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan
kedalam media padat yang sesuai.
Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita
tidak perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak
memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein. Bila
dilihat dari macam bahan yang digunakan, maka metode kultur jaringan yang
telah dikenal sekarang antara lain adalah:
1. Kultur meristem.
2. Kultur antera
3. Kultrur endosperma
4. Kultur suspensi sel
5. Kultur protoplas
6. Kultur embrio
7. Kultur spora
8. Dan lain-lain
Metode kultur jaringan sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan
jaringantanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan
dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril.
dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami
proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan
kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang
lengkap dan

Metode

padat

dapat

digunakan

untuk

metode

kloning,

untuk

menumbuhkan protoplas stelah diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari


protokormus setelah dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan
planlet dari prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan). Pelaksanaan teknik
kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel, yaitu bahwa sel mempunyai
kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi.
Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut
diambil, apabila diletakkan dilingkungan yangsesuai akan tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna.Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik Syaratsyarat yang diperlukan:
1) Pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus
2) Penggunaan medium yang cocok.
3) Keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk
kultur cair.
D. Tahapan Perbanyakan Secara Kultur jaringan
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur
jaringan adalah:
1. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang
pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak.
Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan
bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus
dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar
eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari
sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro. Lingkungan tanaman
induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan.
Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi : pemangkasan, pemupukan,
dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida),
sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari
kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan

kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan


zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan
tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi
dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya
mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi
kultur.
2. Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan
kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru.
Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa
eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan
memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling
kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (George,
2008).
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya
pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan
oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat
pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol
tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan
jaringan eksplan.
3. Sterilisasi

Gambar 1 proses sterilisasi explant


Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat
yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan
etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi
yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
4. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang
diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan
tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada
tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya
pertumbuhan

tunas

cabang

dan

percabangan

aksiler

atau

merangsang

terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun
melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di
dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan
perbandingan yang dibutuhkan secara tepat.
Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut
berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron
(TDZ).

Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu

perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam
ulang selama multiplikasi. Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak
terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke
media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali
sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak
dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya
penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan
(vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar (George,
2008).

5. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Gambar 2 pemanjangan tunas pada tanaman yang telah dikultur


Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman
yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari
lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan
memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk
diaklimatisasikan.Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di
pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan
tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut
dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara
berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup
panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya
dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru
diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas
ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA.
Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada
tahap sebelumnya.
6. Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi
planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam
produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan
ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house
(rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah
proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara
ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau

pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di
lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil
jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang
tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca,
rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi
iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih
rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada
kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena
sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta
suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan. Disamping itu tanaman
tersebut memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan, seperti bersifat
sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang
sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai
mana mestinya. Strutur mesofil berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah.
Dengan karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu
atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu,
planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru
yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau tunas mikro perlu
diaklimatisasikan

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kultur Jaringan


Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang
diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai
bahan dasar untuk pembentukkan kalus, penggunaan medium yang cocok,
keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair.
Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya
dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian
meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan
sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan,

yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur


dan dormansi.
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang
akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,
gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga
bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur
jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi
atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara
memanaskannya dengan autoklaf.
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor
dalam dan faktor luar tumbuhan. Faktor dalam adalah semua faktor yang terdapat.
dalam tubuh tumbuhan antara lain faktor genetik yang terdapat di dalam gen dan
hormon. Gen berfungsi mengatur sintesis enzim untuk mengendalikan proses
kimia dalam sel. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan.
Sedangkan, hormon merupakan senyawa organik tumbuhan yang mampu
menimbulkan respon fisiologi pada tumbuhan. Faktor luar tumbuhan yang sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, yaitu faktor
lingkungan berupa cahaya, suhu, oksigen dan kelembapan.
F. Macam-macam Kultur Jaringan
1. Kultur Embrio
1) Merupakan isolasi dan pertumbuhan aseptik embrio zigotik matur dan
immatur yang bertujuan mendapatkan tanaman yang viabel. Mengatasi
aborsi embrio karena hambatan inkompatibilitas
2) Mengatasi dormansi biji dan self-sterility dari biji (mendapatkan
tanaman yang viabel setelah persilangan sendiri)
3) Penyelamatan embrio pada hibridisasi jarak jauh (interspecific or
intergeneric) dimana perkembangan endospermanya kurang baik
4) Mempersingkat siklus pemuliaan/ Mempercepat siklus pemuliaan
melalui pengkulturan in vitro bagi embrio yang lambat berkembang

2. Kultur Meristem
1)

Merupakan isolasi dan pertumbuhan aseptik ujung tunas (shoot-

tips) atau merisem secara in vitro


2)
Produksi plasma nutfah bebas virus
3)
Produksi massal genotipe yg diinginkan
4)
Memfasilitasi pertukaran plasmanutfah antar lokasi
5)
Kriopreservasi (cold storage) atau konservasi in vitro plasmanutfah

Gambar 3 Penggunaan Kultur Meristem untuk Propagasi Klon Secara


Massal (Pierik, 1987)

Gambar 4 macam kultur jaringan


3. Kultur Kalus

1) Merupakan induksi dan pertumbuhan aseptik kalus (sekelompok sel


yang tidak terorganisir) secara in vitro
2) Menghasilkan varian genetik baru yang berguna (variasi somaklonal)
3) Penyaringan sel-sel secara in vitro bagi tipe-tipe yang memiliki
karakter berguna
4) Memproduksi produk kimia yang bermanfaat (metabolit sekunder)
5) Regenerasi melalui embriogenesis somatik atau organogenesis

Gambar 5 tahapan pertumbuhan dan perkembangan kultur kalus


4. Kultur Anter
1) Merupakan isolasi steril dan perkembangan kultur kalus haploid dari
polen secara in vitro.
2) Kultur anther adalah kultur yang diinisiasi dari seluruh kepala sari.
Produksi tanaman haploid
3) Produksi galu-galur diploid

homozigot

melalui

penggandaan

kromosom, dengan demikian mereduksi waktu yang dibutuhkan untuk


memproduksi galur inbred
4) Mengungkap mutasi atau fenotipe resesif
5) Seleksi bentuk-bentuk mutan Teknik untuk mendapatkan tanaman
homozigot adalah melalui penanaman anther tanaman F 1 setelah
dilakukan persilangan dari tetua tanaman yang kita kehendaki. Kalus
haploid yasng terbentuk kemudian diseleksi. Tanaman homozigot
diperoleh melalui aplikasi kolkisin (penggandaan kromosom).

Gambar 6 tahapan pertumbuhan dan perkembangan kultur anther


5. Kultur Ovari
1) Produksi tanaman haploid
2) Eksplan yg biasa digunakan untuk inisiasi kultur embriogenik
somatic
3) Mengatasi aborsi embrio hibrida pada tahap perkembangan awal
karena hambatan inkompatibilitas
4) Fertilisasi in vitro untuk memproduksi hibrida yang berkerabat
jauh mencegah inkompatibilitas stigma dan stilus yg menghambat
perkecambahan polen dan pertumbuhan tabung polen

Gambar 7 tahapan pertumbuhan dan perkembangan kultur ovari


6. Kultur Protoplasma
1) Isolasi steril protoplas (sel-sel muda yang telah dinding selnya
dilepas dengan menggunakan enzim) yang bertujuan untuk
memodifikasi genetik sel

2) Biasanya kultur protoplasma ditujukan untuk hibridisasi somatik


(fusi protoplasma intraspesifik atau interspesifik)
3) Injeksi DNA langsung (mikroinjeksi dan

microprojectile

bombardment)

Gambar 8 Kultur Protoplasma


7. Kultur Suspensi Sel
Kultur suspense adalah kultur sel bebas pada media cair dengan shaker
(pengocokan). Pada umumnya kultur suspensi diinisiasi dari kalus.

Gambar 9 kultur suspensi


8. Kultur Organ - Organ culture

Setiap organ dapat digunakan sebagai eksplan untuk menginisiasi kultur.


Merupakan kultur yang diinisiasi dari organ tanaman seperti : ujung pucuk, tunas
aksilar, ujung akar, hipokotil dan embrio.

Gambar 10. Kultur Organ

9. Kultur Biji - Seed culture


1) Meningkatkan efisiensi perkecambahan biji yang sulit berkecambah
secara in vivo
2) Mempercepat perkecambahan melalui aplikasi zat pengatur tumbuh
(hormon)
3) Produksi bibit yg bebas H & P untuk eksplan atau kultur meristem

Gambar 11 Kultur Biji

10. Kultur Yang Berasal Dari Satu Sel


a. Kloning dari satu sel
Kultur bisa dilakukan dari satu sel tumbuhan ketika dilakukan dengan
teknik khusus. Suspensi sel tunggal diletakkan pada medium padat pada cawan
petri dengan massa jenis yang sesuai untuk pertumbuhan sel. Sekumpulan sel
yang berasal dari satu sel sering disebut klon sel tunggal. Setiap sel klonal
memiliki masa jenis sel awal minimum efektif(atau massa jenis inokulasi yang
minim) dimana tidak bisa dikultur. Densitas minimum bervariasi tergantung
medium dan

regulator pertumbuhan dimana sel diletakkan, seringkali 10-15

sel/ml. Protoplas tidak akan tumbuh karena kehilangan faktor pertumbuhan


esensial pada medium sekitarnya. Densitas inokulasi minimum ini bisa diturunkan
dengan penambahan medium standar atau ekstrak medium dimana kultur sudah
tumbuh sebelumnya, atau penambahan bahan organik khusus.

Protoplas

diletakkan pada densitas yang cukup untuk pembelahan sel secara spontan atau
mungkin inisiasi pertumbuhan oleh jaringan yang tumbuh disekitarnya. Hal ini
dilakukan dengan cara meletakkan inokulum pada sebuah kertas saring.
Metode lain untuk menghasilkan koloni sel yang berasal dari satu sel
(Bellincampi et al, 1985). Sebuh suspensi sel terfilter dengan proporsi sel tunggal
yang banyak, dikultur dalam densitas tinggi pada medium yang berisi hanya 0,2 %
agar. Pada konsentrasi ini agar tidak memadatkan medium namun menjaga sel
terpisah, mencegah terjadinya agregasi. Ketika sekumpulan 10-15 sel terbentuk
kemudian bisa diletakkan pada 50-200 unit plating/ml pada medium yang
dipadatkan oleh agar 1 % dimana mereka tumbuh sebagai koloni kalus secara
terpisah. Efisiensi plating adalah persentase unit plating yang menumbuhkan
koloni kalus.
Pembuatan koloni dari satu sel adalah salah satu cara untuk memisahkan
sel yang berbeda secara genetik dari populasi sel yang tercampur. Dengan
meningkatkan variasi genetik secara buatan antar sel dalam kultur, dan kemudian
mengaplikasikan tekanan terseleksi, sel resisten bisa didapatkan, dan pada
beberapa contoh tanaman dengan resistensi yang mirip kemudian diregenerasi dari
sel atau kalus yang dihasilkan.

b. Sel terpisah
Sel tunggal dapat dipisahkan langsung dari tanaman. Lebih mudah
diisolasi dan sedikit kemungkinan kerusakan dibandingkan dengan protoplas,
karena dinding sel tetap utuh. Selanjutnya, sel tunggal dapat digunakan dalam
operasi robust, semisal studi fisiologi langsung. Dikatakan bahwa untuk tujuan
ini, mereka lebih representatif untuk diferensiasi jaringan daripada sel derivat
suatu jaringan. Tapi gangguan yang disebabkan oleh pemisahan bisa menginduksi
respon tipikal.
1). Separasi mekanis
Pada beberapa spesies tanaman, mengacaukan jaringan secara mekanis
dapat memisahkan sel yang saling berlekatan pada beberapa orhan. Sel mesofil
misalnya, bsia didapatkan secara mudah dari Aspargus dadodes dan dari daun
Macleaya cordata. Sel ini dapat ditumbuhkan dalam kultur suspensi atau kultur
padat dan induksi ke morfogenesis, termasuk pembentukan embryo somatik.
Bagaimanapun, kemampuan untuk isolasi sel terpisah secara langsung dari
tanaman tingkat tinggi terbatas. Tipe jaringan penting untuk mengetahui
pemisahan sel dan untuk menyediakan pertumbuhan yang tepat. Sel sel dari daun,
kotiledon dari kentang tidak memiliki kemampuan tumbuh, dan bahkan tidak
mungkin memisahkan sel secara mekanis.
2). Pemisahan enzimatis
Pemisahan sel dari tanaman dapat dlakukan melalui preparasi enzim
misalnya pektinase atau poligalakturonase yang menhilangkan pelekatan antar sel
pada suatu jaringan. Sel yang diisolasi dengan cara ini bisa disuspensi dalam
medium kultur dan aktif secara metabolis. Sel yang terpisah dari jaringan daun
tembakau yang tidak terinfeksi TMV digunakan untuk mempelajari pembentukan
RNA viral pada sel yang terinfeksi, dan untuk mempelajari interaksi antara sel
jaringan daun dan elicitor yang diproduksi oleh fungi patogen. Derajat dispersi sel
dari kultur suspensi juga dapat ditingkatkan dengan penambahan enzim.
c. Protoplas

Protoplas adalah bagian hidup dari sel tumbuhan, terdiri dari sitoplasma
dan nukleus dengan dihilangkannya dinding sel. Protoplas dapat diisolasi dari
organ keseluruhan tanaman atau jaringan kultur. Ketika diletakkan dalam medium
yang cocok mereka bisa diinduksi untuk membentuk kembali dinding sel dan
membelah. Sekumpulan kecil sel biasanya tumbuh dari setiap sel dan menediakan
protoplas yang diletakkan dalam densitas rendah bisa dikenali satu dari banyak
koloni kalus yang terpisah. Kultur protoplas belum digunakan dalam pekerjaan
mikropropagasi. Saat ini protoplas yang diisolasi digunakan untuk penelitian
mengenai infeksi virus dan untuk modifikasi informasi genetik sel dengan
menyisipkan fragmen DNA yang diinginkan. Protoplas bisa

berfusi bersama

untuk membuat hibrid sel tanaman. Sel yang termodifikasi secara genetik akan
hanya memiliki nilai genetik praktis jika keseluruuhan tanaman yang memiliki
konstitusi bisa diregenerasi. Kemampuan untuk memperbaiki tianaman dari kultur
protopas merupakan sesuatu yang penting dalam proyek teknik genetis.
Metode preparasi protoplas:
1.secara mekanis memotong dinding sel
2. meluruhkan dinding sel dengan enzim
3. metode kombinasi pemisahan mekanis dan enzimatik
Untuk keberhasilan isolasi ditemukan cara penting untuk menyebabkan
kontraksi protoplas keluar dari dinding sel, dimana ketika sel menegang kemudian
ditekan secara kuat. Kontraksi dilakukan melalui mekanisme plasmolisis sel
dengan larutan melalui metode osmosis. Osmosis harus memiliki konsentrasi yang
cukup untuk membuat penyusutan protoplasma, tapi kekurangan kekuatan untuk
membuat kerusakan selular.
Pada masa lampau protoplas diisolasi secara mekanis kemudian digantikan
oleh isolasi enzimatis karena isolasi mekanis menghasilkan sedikit sel yang tidak
rusak. Enzim yang digunakan dari fungi atau bakteri yang memiliki aktivitas
pektinase, selulase dan atau hemiselulosa ; mereka menurunkan bagian
keefektifannya dalam komposisi campuran.

Protoplas biasanya diisolasi menggunakan kombinasi produk komersial


yang berbeda. Plasmolisis membantu menjaga protoplas ketika dinding sel
meluruh selama pemisahan mekanis dan membuat sel resistan terhadap efek racun
enzim yang berfungsi mencerna sel dan juga memutuskan plasmodesmata sel
yang berdekatan, sehingga mencegah percampuran protoplasma ketika dinding sel
dihilangkan.
Jaringan dari keseluruhan tumbuhan digunakan untuk pemisahan protoplas
disterilisasi pertama-tama pada permukaannya. Beerapa preparasi yang lebih
lanjut menyebabkan penetrasi larutna osmotik dan dinding sel didegradasi enzim,
seringkali lebih menguntungkan. Singkatnya, ketika protoplas dipisahkan dari
mesofil daun, epidermis hilang ataau jaringan daun dipotong kecil-kecil lalu
segmen jaringan diplasmolisis. Langkah selanjutnya adalah menginkubasi
jaringan dengan pektinase dan enzim selulase selama 18 jam dalam osmotikum
yang sama dimana pada saat itu dinding sel berdegradasi. Penggoncangan selama
inkubasi dalam interval tertentu menyebakan pelepasan protoplas. Mereka dicuci
dan dipisahkan dalam larutan potensial osmotik sebelum ditransfer ke dalam
medium kultur.
Sedikit macam dan perpanjangan digesti sel secara enzimatik dibutuhkan
jika jaringan tanaman pertama-tama dieprlakukan dalam homogenisasi mekanik
ringan. Teknik lain mengandalkan penggunaan enzim sekuensial, pertama-tama
menggunakan pektinase untuk memisahkan sel dan kemudian selulase untuk
mencerna dinding sel. Sumber protoplas salaH satunya adalah kultur suspensi sel
yang telah membelah secara cepat.
Isolasi protoplas hidup, dapat tergantung pada pertumbuhan tanaman
induk. Durand (1979) membuktikan bahwa protoplas yang diisolasi dari tanaman
Nicotiana sylvestris tergantung pada kualitas yang baik tanaman muda secara in
vitro. Komposisi medium sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan protoplas.
1). Kultur Protoplas
Protoplas yang diisolasi sangat rapuh dan mudah mengalami kerusakan
baik fisik maupun kimia. Jadi jika diletakkan dalam medium cair, potensial

osmotik medium harus dipertahankan. Pertumbuhan tergantung pada aerasi yang


memadai, protoplas biasanya dibiakkan dalam wadah yang sangat dangkal pada
media padat atau cair; kepadatan cawan cukup tinggi (5 x 104 untuk 105 protoplas
/ ml) diperlukan, dimungkinkan karena bahan kimia endogen dapat bocor pada sel
terlindungi tersebut. Untuk meningkatkan pertumbuhan, biasanya dilakukan
penambahan bahan kimia dan faktor pertumbuhan biasanya tidak diperlukan
untuk kultur sel.
Kemampuan tanaman protoplas untuk membelah berkaitan erat dengan
kemampuan untuk membentuk dinding sel (Meyer dan Abel, 1975a, b). Jenis
dinding sel yang diproduksi pada awalnya dapat dikendalikan untuk batas tertentu
oleh sifat dari medium kultur. Sebuah dinding sel yang tidak kaku dapat
diproduksi pada protoplas mesofil tembakau protoplas, misalnya, media kultur
yang mengandung konsentrasi garam relatif tinggi; tapi meskipun sel-sel tersebut
akan membelah 2-3 kali, pembelahan selanjutnya tidak terjadi kecuali dinding
yang kaku diinduksi untuk dibentuk dengan perubahan pada medium kultur
(Meyer, 1974). Dalam keadaan yang menguntungkan pembentukan dinding sel
tampaknya terjadi secepat protoplas dikeluarkan dari peparasi enzim hidrolisis,
dan tanda-tanda pertama adanya selulosa dideteksi setelah 16 jam. Setelah
pembentukan

dinding

dimulai,

konsentrasi

osmotikum

dikurangi

untuk

mendukung pertumbuhan sel. Hal ini mudah dicapai dalam medium cair, tetapi di
mana protoplas telah diletakkan ke media padat akan diperlukan transfer sel-sel di
blok agar ke substrat lain.
Jika pembelahan sel lanjut terjadi, masing-masing protoplas membentuk
sekelompok kecil sel dan kemudian koloni kalus kecil. Kloroplas hijau di sel yang
berasal dari protoplas mesofil daun, kehilangan integritas dan menghilang sebagai
pembentukan kalus. Protoplas dapat berasal dari sel-sel tanaman utuh, yang tidak
semua komposisi genetiknya sama. Jika sel-sel tersebut tumbuh dalam medium
cair, maka akan menyatu dan membentuk dinding sel. Koloni campuran kalus
akan menghasilkan tanaman genetik yang berbeda..
Untuk menghindari agregasi sel, protoplas harus bebas tersebar dan
dikultur pada densitas rendahs), jaringan perawat, atau sebuah AC atau medium

suuplementasi khusus. Sebuah metode yang terakhir dirancang oleh Raveh dkk.
(1973). Fabrik digunakan untuk mensuspensi protoplas dalam medium cair.
2). Fusi protoplas
Meskipun fusi protoplas diamati bertahun-tahun yang lalu, hal ini menjadi
sangat signifikan sejak metode ini dikembangkan untuk isolasi protoplas dan
regenerasi selanjutnya menjadi tanaman utuh. Protoplas yang diisolasi tidak
berfusi karena membawa muatan negatif superfisial sehingga saling berlawanan.
Berbagai teknik telah ditemukan untuk menginduksi fusi. Dua teknik tersukses
menggunakan penambahan polietilen glikol (PEG) pada kehadiran konsentrasi ion
kalsium tinggi dan pH antara 8-10, dan aplikasi pil pendek listrik langsung
(elektro-fusi). Dengan mencampur protoplas dari tanaman dari dua spesies atau
genera yang berbeda, fusi mungkin dicapai:
(a) antara protoplas dari tanaman yang sama di mana fusi inti dua sel akan
menimbulkan
homokaryon (synkaryon);
(b) antara protoplas dari spesies tanaman yang sama (intravarietal atau
intraspesifik fusi);
(c) antara protoplas dari spesies atau genera tanaman yang berbeda (interspesifik
atau fusi intergenerik).
Fusi jenis (b) dan (c) di atas dapat mengakibatkan pembentukan hibrida
genetik (heterokaryocytes), yang jarang bisa diperoleh melalui penyeberangan
seksual. Dengan memisahkan sel fusi hibrida dari populasi protoplas campuran
sebelum kultur, atau dengan merancang metode dimana sel-sel yang timbul dari
fusi dapat diakui setelah mereka memulai pertumbuhan, memungkinkan untuk
regenerasi hibrida somatik yang baru (sebagai lawan seksual hybrid) tanaman.
Beberapa interspesies baru dan tanaman hibrida intergenerik telah diperoleh
dengan cara ini. Sebuah fusi sitoplasma satu jenis tanaman dengan inti lain juga
mungkin terjadi .Tanaman cybrid tersebut dapat berguna dalam program
pemuliaan tanaman untuk transfer gen sitoplasma.

(George et al, 2008)


G. Sitodiferensiasi
Pada tanaman yang utuh terdapat bermacam-macam sel yang menyusun
bagian-bagian tanaman tersebut. Masing-masing sel memiliki bentuk dan fungsi
yang berbeda. Sel-sel meristematik dan jaringan parenkim lunak berdinding tipis
dikatakan tidak mengalami diferensiasi, sedangkan sel-sel yang terspesialisasi
dikatakan terdiferensiasi atau mengalami diferensiasi. Sel-sel kalus dan kultur
suspensi pada umumnya tidak terdiferensiasi, dan belum memungkinkan untuk
menstimulasi mereka menjadi tipe yang terdiferensiasi. Hal ini sebagian karena
sistem kultur biasanya dirancang untuk mempromosikan pertumbuhan sel:
diferensiasi sering terjadi karena sel berhenti membelah secara aktif dan menjadi
diam. Selanjutnya, pembentukan sel-sel yang terdiferensiasi tampaknya
berkorelasi dengan perkembangan organ, karena itu ekspresi utama gen yang
mengatur organogenesis mungkin sering diperlukan.

Diferensiasi sel-sel pada kalus dan sel-sel kultur


Tiga jenis sel yang terdiferensiasi biasanya ditemukan pada kalus dan sel
kultur; diantaranya adalah pembuluh dan trakeid (sel-sel dari xilem vaskular
pengangkut air dibangun), dan sel-sel yang mengandung kloroplas (organel
dimana menjadi tempat fotosintesis pigmen hijau, klorofil). Pembuluh ayak floem
mungkin ada tetapi sulit untuk membedakannya dari sel yang terdiferensiasi.
a. Pembentukan trakeid
Kultur kalus kemungkinan besar mengandung trakeid daripada jenis lain
dari sel yang terdiferensiasi. Proporsi yang terbentuk tergantung pada spesies
darimana kultur tersebut berasal dan terutama pada jenis gula dan regulator
pertumbuhan yang ditambahkan ke medium. Pembentukan trakeid dapat mewakili
atau berhubungan dengan tahap awal dalam perkembangan meristem pucuk.
Nodul-nodul yang mengandung unsur xilem dalam kalus dari Pelargonium,
misalnya, telah diamati berkembang menjadi tunas ketika dipindahkan ke media
bebas auksin (Chen dan Galston, 1967; Cassells, 1979). Pembelahan sel yang
cepat dimulai ketika jaringan ditransfer ke media nutrisi biasanya terjadi pada

meristem yang terbentuk disekitar pinggiran eksplan tersebut. Diferensiasi sel


tidak terjadi pada kultur kalus selama fase ini tetapi dimulai ketika aktivitas
meristematik perifer diganti atau dilengkapi dengan pembentukan pusat-pusat
pembelahan sel yang lebih dalam pada jaringan. Pusat-pusat internal yang
umumnya berbentuk nodul meristematik yang mungkin menghasilkan perluasan
lebih jauh dan sel-sel yang tak terdiferensiasi (sehingga berkontribusi terhadap
pertumbuhan kalus) atau sel yang berdiferensiasi menjadi xilem atau elemen
floem. Nodul dapat membentuk ikatan pembuluh primitif, dengan xilem yang
terpusat dan floem pada perifer, terpisah dari xilem dengan daerah meristematik.
b. Diferensiasi kloroplas
Pembentukan dan pemeliharaan kloroplas hijau pada sel-sel kultur
tanaman mewakili bentuk lain dari diferensiasi seluler yang mudah untuk
memantau, dan yang telah dipelajari cukup luas. Ketika sel-sel yang mengandung
kloroplas dari tanaman utuh ditransfer ke media nutrisi mereka mulai
dediferensiasi. Proses ini berlanjut dalam hal pembelahan sel dan menghasilkan
pada hilangnya struktur membran yang mengandung klorofil (tilakoid) dan
tumpukan (grana) dimana mereka diatur, dan akumulasi dari gelembunggelembung yang mengandung lipid. Kloroplas akhirnya berubah bentuk dan
degenerasi. Sel-sel kalus sering tidak mengandung kloroplas tetapi hanya plastida
yang mengandung butir pati yang sistem lamelarnya sedikit-berkembang dapat
terlihat. Semua sama, banyak kalus yang telah ditemukan yang berubah menjadi
hijau pada paparan cahaya berlanjut dan terdiri dari sebagian besar sel-sel yang
mengandung kloroplas. Pembentukan kloroplas juga dapat dihubungkan dengan
kapasitas kalus untuk mengalami morfogenesis. Bintik hijau kadang muncul pada
beberapa kalus dan dari daerah-daerah yang muncul tunas baru. Dengan daerah
subkultur dengan bintik-bintik hijau, jaringan yang sangat morfogenik kadangkadang dapat diperoleh. Pembentukan kloroplas dan integritas mereka terus juga
disokong oleh agregasi sel. Ketika jaringan hijau kalus digunakan untuk memulai
suspensi kultur, jumlah kloroplas dan tingkat diferensiasi mereka berkurang.
Namun demikian, ada beberapa peningkatan kandungan klorofil selama fase
stasioner sekumpulan kultur. Tingkat klorofil sejauh diperoleh di kultur jaringan
adalah jauh dibawah yang ditemukan dalam sel-sel mesofil seluruh tanaman
spesies yang sama, dan tingkat pembentukan klorofil kultur sel pada paparan

cahaya ini sangat lambat dibandingkan dengan respon etiolasi jaringan


terorganisir. Dalam konsentrasi karbon dioksida yang ditemukan pada kultur
pembuluh, jaringan kalus hijau biasanya photomixotrophic (yaitu kloroplas
mampu memperbaiki bagian dari karbon yang dibutuhkan sel) dan pertumbuhan
masih sebagian tergantung pada penggabungan sukrosa ke dalam media (Vasil dan
Hildebrandt, 1966). Namun, kultur kalus fotoautotropik hijau telah diperoleh dari
beberapa jenis tanaman. Ketika tumbuh pada konsentrasi karbon dioksida yang
tinggi (1-5%), tanpa sumber karbon dalam media, mereka mampu meningkatkan
berat kering dengan asimilasi karbon fotosintesis sendiri. Suspensi sel
fotoautotropik juga telah diperoleh. Mereka juga biasanya memerlukan tingkat
karbon dioksida yang tinggi, tapi garis sel dari beberapa spesies telah diisolasi
mampu tumbuh di sekitar konsentrasi CO2 (Xu et al., 1988).
H. Morfogenesis
Organ-organ baru seperti tunas dan akar dapat diinduksi untuk membentuk
kultur jaringan tanaman. Penciptaan bentuk baru dan organisasi, dimana
sebelumnya tidak ada, disebut morfogenesis atau organogenesis. Jaringan atau
organ yang memiliki kapasitas untuk morfogenesis/organogenesis dikatakan
morfogenik (morphogenetic) atau Organogenik (organogenesis). Sejauh ini telah
memungkinkan untuk memperoleh de novo (adventif) pembentukan: 1) tunas
(Callogenesis) dan akar (rhizogenesis) secara terpisah, 2) embrio yang secara
struktural mirip dengan embrio yang ditemukan dalam biji sesungguhnya. Embrio
tersebut sering berkembang menjadi suatu wilayah setara dengan suspensor
embrio zigotik dan, tidak seperti pucuk atau akar tunas. Untuk membedakan
mereka dari tahap zigotik atau benih embrio, embrio yang dihasilkan dari sel-sel
atau jaringan tubuh tanaman disebut embrio somatik (atau embryoids) dan
prosesnya disebut embriogenesis. 3) Bunga, inisial bunga atau bagian perhiasan
bunga. Pembentukan bunga atau bagian bunga langka, terjadi hanya dalam
keadaan khusus dan tidak relevan dengan perbanyakan tanaman.
I.

Tanaman Haploid
1) Anther dan kultur pollen
Pada tahun 1953 Tulecke menemukan bahwa jaringan haploid (yaitu

jaringan yang terdiri dari sel-sel yang memiliki setengah jumlah kromosom yang

merupakan karakteristik dari spesies), dapat diproduksi dengan kultur serbuk sari
Ginkgo. Sedikit pemberitahuan diambil dari karyanya sampai Guha dan
Maheshwari (1964, 1967) berhasil menumbuhkan tanaman haploid dari polen dari
Datura innoxia oleh kultur antera utuh. Dasar serbuk sari dan kultur antera adalah
bahwa pada media yang sesuai dengan mikrospora serbuk sari dari beberapa
spesies tanaman dapat diinduksi untuk memunculkan sel vegetatif. Perubahan
tersebut dari pola gametophytic yang normal seksual perkembangan menjadi pola
vegetatif (sporofit), tampaknya dimulai pada fase awal dari siklus sel ketika
transkripsi gen yang bersangkutan dengan perkembangan gametophytic diblokir
dan gen yang bersangkutan dengan perkembangan sporofit diaktifkan (Sunderland
dan Dunwell, 1977). Hasilnya adalah bahwa di tempat serbuk sari dengan
kapasitas untuk memproduksi gamet dan tabung serbuk sari, mikrospora
diproduksi mampu membentuk haploid pro-embrio (embrio somatik yang
terbentuk langsung dari mikrospora), atau jaringan kalus. Pembentukan tanaman
dari mikrospora serbuk sari dengan cara ini kadang-kadang disebut androgenesis.
Tanaman haploid yang lebih mudah diregenerasi dengan kultur mikrospora dalam
kepala sari daripada dengan kultur serbuk sari terisolasi. Kehadiran dinding antera
menyediakan stimulus untuk perkembangan sporofit. Stimulus alami tidak
diketahui tetapi mungkin berupa nutrisi dan/atau hormonal. Jumlah spesies
tanaman dari kultur antera yang telah menghasilkan tanaman haploid relatif
sedikit. Terdiri dari sekitar 70 spesies dalam 29 genera hingga tahun 1975
(Sunderland dan Dunwell, 1977) dan 121 spesies atau hibrida di 20 famili pada
tahun 1981-1982 (Maheshwari et al., 1982) dan sekarang, sangat banyak. Tahap
awal embriogenesis dan pembentukan kalus tanpa regenerasi tanaman telah
diperoleh di beberapa jenis tanaman lainnya. Lima puluh delapan persen dari
laporan embriogenesis atau regenerasi tanaman di Maheshwari dkk. (1982) adalah
dihasilkan dari spesies dalam famili Solanaceae. Spesies dimana frekuensi
tanaman haploid tetap menjadi bagian yang relatif kecil dari total. Mereka
terutama terdiri spesies solanaceous seperti Datura, Nicotiana, hyocyamus,
Solanum dan beberapa brassica.
2) Ginogenesis

Sumber teoritis lain tanaman haploid dalam angiosperma adalah inti telur
atau ovum; terkandung dalam nucellus dari ovula dalam sel yang terspesialisasi
(megaspora atau embrio sac). Ovum tidak dapat dipisahkan dengan mudah dari
inti terkait lainnya dalam megaspora sehingga tanaman haploid biasanya dapat
diproduksi dari ovum, hanya dengan merangsang perkembangan bakal biji yang
tidak terbuahi menjadi bibit. Dalam beberapa spesies [misalnya Jamesonii
gerbera (Sitbon, 1981; Meynet dan Sibi, 1984); jagung (Truong-Andre dan
Demarly, 1984); gula bit (Hosemans dan Bossoutrot, 1983); bawang (Keller,
1990)], beberapa tanaman haploid dapat diperoleh dengan kultur ovula yang tak
terpolinasi, ovarium atau kuncup bunga. Dalam beberapa tanaman lain (Pavlova,
1986), angka yang lebih besar dari haploid diperoleh jika ovarium dipolinasi oleh
spesies yang jauh terkait (atau genus) atau dengan serbuk sari yang telah diradiasi
dengan sinar X atau -. Hasil penyerbukan yang sukses dalam stimulasi
pertumbuhan endosperm oleh fusi dari salah satu inti generatif tabung polen
dengan inti fusi sentral megaspora, tetapi fusi inti generatif lainnya dengan sel
telur tidak terjadi dan sel telur diinduksi untuk tumbuh menjadi anakan tanpa
dibuahi (gynogenesis). Sebuah teknik alternatif, yang telah menghasilkan haploid
bibit Petunia (Raquin, 1986) adalah untuk perlakuan ovarium dengan sinar- dan
kemudian menyerbuki mereka dengan serbuk sari yang normal.
Gynogenesis sejauh ini telah digunakan lebih jarang daripada androgenesis
untuk produksi tanaman haploid. Sel haploid dan tanaman haploid yang
dihasilkan oleh androgenesis atau gynogenesis memiliki banyak kegunaan dalam
pemuliaan tanaman dan genetika (Vasil dan Nitsch, 1975). Kebanyakan penelitian
terbaru pada kultur anter telah berkonsentrasi pada mencoba untuk meningkatkan
efisiensi plantlet regenerasi spesies penting secara ekonomis. Tanaman haploid
sereal sangat berharga dalam program pemuliaan, tetapi dalam Gramineae,
frekuensi dan keandalan pemulihan melalui kultur antera masih terlalu rendah
untuk penggunaan rutin.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari makalah ini diantaranya:
1. Kultur jaringan tanaman adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atauorgan yang serba steril,
dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptic, sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman yang lengkap.
2. Metode yang ada dalam Kultur Jaringa Tumbuhan adalah metode padat
dan metode cair.
3. Tahapan dalam Kultur Jaringan Tumbuhan diantaranya:
a). Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
b). Inisiasi Kultur
c). Sterilisasi
d) Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
e). Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
f). Aklimatisasi
4. Macam-macam Kultur Jaringan Tumbuhan diantaranya:
a) Kultur Embrio
b) Kultur Kalus
c) Kultur Anter
d) Kultur Ovari
e) Kultur Suspensi Sel
f) Kultur Organ - Organ culture
g) Kultur Biji - Seed culture
h) Kultur Yang Berasal Dari Satu Sel

DAFTAR PUSTAKA
Gamborg, O.L. dan G.C. Phillips. 1995. Plant Cell, Tissue and Organ Culture
Fundamental Methods. Berlin: Springer - Verlag
George, E.F. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture Volume I:
Background. 3rd Edition. Edited: E.F. George,Michael A. Hall, and
Geert-Jan De Klerk. Springer. Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai