1.
Pengertian
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks yang terdapat pada
bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. ( Diananda,Rama, 2009 )
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler danmerupakan kelompok penyakit yang
dimanifestasikan dengan gagalnyauntuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks.
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal
dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim.(Sarjadi, 2001)
2.
Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali,
jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor
yang bisa bersifat jinak atau ganas, jika tumor tersebut ganas maka keadaannya disebut
kanker serviks.
3.
Factor resiko:
1.
HPV ( Human Papiloma Virus ) HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma
Akuminata ) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV
tipe 16, 18.
a)
b)
c)
Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker dilandasi oleh beberapa
faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV ditemukan angka kejadian kanker serviks yang meningkat.
d)
2.
Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih
tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada
serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi
kokarsinogen infeksi virus.
3.
tahun).
4.
5.
7.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima
tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan
resiko relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan
meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.
8.
9.
Stadium klinis
5.
1.
Manesfestasi Klinik
Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
penurunan nafsu makan ( biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping
tersebutmenimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhantubuh. Sedangkan efek
dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering sehingga akan timbul masalah
keperawatan resiko tinggikerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak buruk bagi
tubuhyang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuhberkurang dan resiko
injury pun akan muncul. Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher rahim ini
merasa cemas akan penyakit yang dideritanya.
Kecemasan tersebut bias dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman
status kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan
dengan kematian.
(Price, syivia Anderson, 2005)
7.
a.
Pemeriksaan Penunjang
Sitologi
Kolposkopi
Biopsi
Konisasi
8.
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan stadium lanjut hanya dengan
pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur keberhasilan pengobatan yang biasa digunakan adalah angka
harapan hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun sangat tergantung dari stadium atau derajatnya
beberapa peneliti menyebutkan bahwa angka harapan hidup untuk kanker leher rahim akan menurun
dengan stadium yang lebih lanjut. Pada penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan
sitostatika dalam ginekologi.
Penggolongan obat sitostatika antara lain :
a.
Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua sel
Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel
Penatalaksanaan Keperawatan
Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi radiasi eksternal anatara lain kuatkan
penjelasan tentang perawatan yangdigunakan untuk prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang
baikdengan menganjurkan menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant.
Pertahankan kedekuatan kulit dalam perawatan post pengobatan antara lain hindari infeksi, laporkan
tanda - tanda infeksi, monitor intake cairan, beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah
pengobatan, dan melakukan perawatan kulit dan mulut.
Dalam terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam perawatan umum adalah teknik
isolasi dan membatasi aktivitas, sedangkan dalam perawatan pre insersi antara lain menurunkan
kebutuhan untuk enema atau buang air besar selama beberapa hari, memasang kateter sesuai indikasi,
latihan nafas panjan dan latihan rom dan jelaskan pada keluarga tentang pembatasan pengunjung.
Selama terapi radiasi perawatannya yaitu monitor tanda - tanda vital tiap 4 jam. Memberikan posisi
semi fowler, berikan makanan berserat dan cairan parenteral sampai 300ml dan memberikan support
mental. Perawatan post pengobatan antara lain menghindari komplikasi post pengobatan
( tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia ), monitor intake dan output cairan. (Bambang
sarwiji, 2011)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
smear secara rutin dan pola hubungan seksual yang tidak sehat.
3. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah dapat juga dihubungkan dengan
kurangnya pemahaman mengenai pencegahan dan penaganan kanker
seviks.
4. Aspek mental: harga diri, identitas diri, gambaran diri, konsep diri, peran
diri, emosional.
5. Perineum; keputihan, bau, kebersihan
Keputihan yang gatal dan berbau adalah tanda dari kanker leher rahim
yang mulai mengalami metastase.
6. Nyeri ( daerah panggul atau tungkai )
Nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker yang sudah mendesak dan
abnor malita pada organ - organ daerah panggul.
7. Perasaan berat daerah perut bagian bawah
Sel - sel kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan pada syaraf syaraf disekitar panggul dan perut, sehingga menimbulkan perasaan berat
pada daerah tersebut.
8. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan cepat saji dapat
memicu sel kanker untuk tumbuh dengan cepat, pada orang - orang
dengan gemar berganti - ganti pasangan dengan mengesampingkan efek
negatifnya kemungkinan besar dapat timbul gejala - gejala tersebut
sehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.
9. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan diantara
siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker leher rahim.
10. Riwayat Keluarga
Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.
( Doengoes, 2005 )
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dankematian sel.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria :
a. pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0- 3.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas, dan skala
nyeri.
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi, imajinasi,
message.
c. Awasi dan pantau TTV.
d. Berikan posisi yang nyaman.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional :
a. Mengetahui tingkat nyeri pasien dan menentukan tindakan yang
akan dilakukan selanjutnya.
b. Mengurangi rasa nyeri.
c. Mengetahui tanda kegawatan.
d. Memberikan rasa nyaman dan membantu mengurangi nyeri.
e. Mengontrol nyeri maksimum.
b.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah karena proses
eksternal Radiologi .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisidipertahankan untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pasien tidak terjadi penyebaran infeksi dan
dapat menjaga diri dari infeksi .
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda - tanda infeksi pada area sekitar serviks
b. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasien
keluarga, pasien ke pasien lain dan klien ke pengunjung.
d. Tidak timbul tanda - tanda infeksi karena lingkungan yang buruk
e. .Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit.
Intervensi :
a. Kaji adanya infeksi disekitar area serviks.
b. Tekankan pada pentingnya personal hygiene.
menyentuh klien.
d. Bantu pasien atau orang terdekat dalam mengenali dan
mengklarifikasi rasa takut.Beri informasi akurat, konsisten mengenai
prognosis, pengobatan serta dukungan orang terdekat.
Rasional :
a. Memberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketakutannya.
b. Membantu mengurangi kecemasan.
c. Meningkatkan kepercayaan klien.
d. Meningkatkan kemampuan kontrol cemas.
e. Mengurangi kecemasan.
e. Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan efek dari prosedur pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kerusakan intergritas kulit.
Kriteria hasil :
a. Pasien atau keluarga dapat mempertahankan keberhasilan
pengobatan tanpa mengiritasi kulit.
b. Pasien dan keluarga dapat mencegah terjadi infeksi atau trauma
kulit.
c. Pasien keluarga beserta TIM medis dapat meminimalkan trauma
pada area terapi radiasi.
d. Pasien, keluarga beserta tim medis dapat menghindari dan mencegah
cedera dermal karena kulit sangat sensitif selama pengobatan dan
setelahnya.
Intervensi :
a. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan.
b. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit
yang kering dari pada menggaruk.
h.
pervaginam.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan syok
berkurang atau tidak terjadi syok.
Kriterial hasi :
a. pasien tidak mengalami anemia
b. Tanda - tanda vital stabil.
c. Pasien tidak tampak pucat.
Intervensi :
a. Kaji adanya tanda terjadi syok
b. Observasi KU
c. Observasi TTV
d. Monitor tanda pendarahan
e. Check hemoglobin dan hematokrit
Rasional :
Mengetahui adanya penyebab syok
a. Memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat
terjadi pendarahan sehingga segera diketahui tanda syok.
b. TTV normal menandakan keadaan umum baik.
c. perdarahan cepat diketahui dapat diatasi sehingga pasien tidak
sampai syok.
d. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami
pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
(Doengoes, 2005)
aktor risiko apa lagi yang memperbesar kesempatan berkembangnya kanker serviks? Hubungan
seksual yang dimulai pada usia sangat muda yaitu pada usia belasan tahun. Mengapa begitu? Serviks
secara anatomis dibagi menjadi dua yaitu endoserviks (bagian dalam/atas) yang dilapisi epitel
kolumner/silindris dan ektoserviks (bagian bawah yang berbatasan dengan vagina) yang dilapisi epitel
skuamosa/gepeng. Batas antara kedua bagian tersebut disebut taut skuamokolumner
(squamocolumner junction).
Pada perkembangannya, serviks wanita muda mengalami ektropion dengan pertumbuhan epitel
kolumner (silindris) semakin ke bawah sehingga taut skuamokolumner bergeser makin keluar/ke
bawah. Ketika dewasa, ektropion menghilang dan epitel yang melapisi eksoserviks kembali epitel
skuamosa/gepeng. Daerah yang mengalami perubahan epitel tersebut disebut sebagai transformation
zone yang ternyata di tempat inilah seringkali kanker serviks bermula. Hal ini juga berhubungan
dengan tropism atau kesukaan HPV untuk tumbuh di sel epitel skuamosa serviks. Apabila pada saat
terjadinya perubahan transformasi epitel dari kolumner menjadi skuamosa terdapat keterlibatan HPV
(pada wanita remaja yang sudah melakukan hubungan seksual), makin besarlah risiko wanita tersebut
mengalami keganasan serviks kelak di masa depan.
Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kanker serviks ini. Selain faktor yang telah
dijelaskan di atas, masih ada faktor lain yang berkontribusi dalam perkembangan penyakit ini. Adanya
zat-zat mutagen, yaitu zat yang menyebabkan terjadinya mutasi genetik dari sel-sel normal, menjadi
rentan terhadap proses patologik terutama keganasan. Mutagen bisa juga berupa infeksi virus herpes
simpleks, infeksi bakteri maupun protozoa. Berbagai agen penyebab terjadinya penekanan kekebalan
tubuh (misalnya pada orang dengan infeksi HIV, pengguna obat-obatan penekan daya tahan
tubuh/immunosuppressant), merokok, pemakaian kontrasepsi hormonal turunan estrogen, hingga
riwayat keganasan yang sama dari orangtua atau adanya predisposisi genetik. Perhatikan gambar
skematik berikut ini.
Waktu yang dibutuhkan sejak terjadinya infeksi HPV hingga timbul kanker serviks ternyata cukup
lama yaitu sekitar 10-30 tahun. Selama durasi waktu tersebut sebelum menjadi kanker maka terjadi
kelainan pada sel skuamosa serviks yang disebut dengan Low grade Squamous Intraepithelial
Lesion disingkat LSIL atau kelainan/lesi sel epitel skuamosa derajat rendah, yang bisa berlanjut
menjadi High grade Squamous Intraepithelial Lesion disingkat HSIL atau kelainan/lesi sel epitel
skuamosa derajat tinggi.
Dengan adanya persistensi HPV menyebabkan virus berkembang biak dalam sel skuamosa (atau sel
basal karena letaknya di bagian dasar dari epitel mukosa eksoserviks) dan akhirnya berintegrasi
dengan DNA sel basal tersebut sehingga stabilitas genom pada sel tersebut berubah dari normalnya.
Pada saat DNA virus berintegrasi dengan DNA sel basal inilah maka kelainan sudah masuk ke tahap
HSIL. Sel akan berubah sifat menjadi sel yang mampu hidup lama (mampu menghindari
apoptosis/kematian sel yang terprogram) dan membelah dengan sangat cepat untuk kepentingan
kelangsungan hidup HPV (pemeran utamanya adalah protein E6/E7 dari virus) sehingga apabila tidak
cepat terdeteksi dan diterapi maka akan berlanjut menjadi kanker. Namun protein E6 dan E7 ini tidak
bekerja sendirian akan tetapi mempengaruhi protein-protein lain yang berperan dalam regulasi siklus
sel sehingga pertumbuhan sel menjadi berlebih-lebihan dan tak terkendali.
Masih banyak pertanyaan mengenai kanker serviks, misalnya untuk masalah terapi, atau seperti
seberapa efektifkah vaksin anti-HPV yang sekarang sedang populer? Adakah metode lain yang lebih
efektif untuk deteksi dini kanker serviks? Sebenarnya kalau boleh kita merenungkan kembali bahwa
apabila setiap manusia hidup dengan cara yang bersahaja sesuai aturan umum, misalnya: menikah
setelah usia 20 tahun, tidak melakukan seks bebas, tidak berganti-ganti pasangan seksual, maka
kanker serviks bukanlah menjadi ancaman yang mematikan bagi wanita.
Bahan bacaan:
K. Khalili, K-T. Jean, Viral Oncology, New Jersey: John Wiley & Sons (2010).