Anda di halaman 1dari 51

CASE KELOMPOK ICU

CEDERA KEPALA BERAT


DWI JULIANIKA PUTRI
REZA PRIATNA
RIKA KHAIRUNNISA S
WANLY SYAHRIZAL

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

WHO KLL menyebabkan 6.400 kematian pada anak (0


14 th) tahun dan > 37.000 kematian pada dewasa muda (15
24 th).
Data Bina Program RSUD Arifin Achmad (2005) :
cedera kepala menduduki peringkat pertama dari 10 besar
kasus terbanyak pada instalasi rawat inap bedah subbagian
bedah saraf sebanyak 363 kasus; 136 kasus CKR, 154
kasus CKS, 73 kasus CKB.

TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KEPALA
Kulit kepala
Terdiri dari 5 lapisan (SCALP) :
- skin atau kulit
- connective tissue atau jaringan penyambung
- aponeurosis atau galea aponeurotika
- loose conective tissue atau jaringan penunjang
- pericranium
.

longgar

b. Tulang tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.
Dibentuk oleh beberapa tulang yaitu frontal,
parietal, temporal dan oksipital.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu :
fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media
tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi
bagian bawah batang otak dan serebelum.

c. Meningen
Dura mater
Selaput arakhnoid
Dipisahkan dari pia mater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis.
Pia mater
Melekat erat pada permukaan korteks serebri.

d. Otak
Terdiri dari beberapa bagian :
Proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon
Mesensefalon (otak tengah)
Rhombensefalon (otak belakang) terdiri
dari pons, medula oblongata dan serebellum.

e. Cairan serebrospinal (CSS)


- Dihasilkan oleh plexus khoroideus
dengan kecepatan produksi sebanyak
20 ml/jam.
- Volume CSS orang dewasa 150 ml
dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS/hari.

PERJALANAN LCS
CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui
foramen monro
menuju ventrikel III,
akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV.
CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi
vena melalui
granulasio arakhnoid yang
terdapat pada sinus sagitalis
superior.
Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat
granulasio arakhnoid sehingga mengganggu
penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan
tekanan intrakranial.

f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak
menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii
anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa kranii posterior).
g. Perdarahan otak

FISIOLOGI KEPALA
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah
intrakranial, cairan serebrospinal dan parenkim otak.
Dalam keadaan normal :
TIK orang dewasa dalam posisi terlentang = tekanan
CSS dari lumbal pungsi yaitu 4 10 mmHg. Kenaikan TIK
dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada
penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila
menetap.

Pada saat cedera :


Segera terjadi massa seperti gumpalan darah
dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam
keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah
intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka
TIK secara cepat akan meningkat.
Konsep utamanya adalah bahwa
volume intrakranial harus selalu konstan
(Doktrin Monro-Kellie)

Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak


pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram
jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa
lebih besar tergantung pada usianya.
Penurunan ADO dapat mencapai 50% dalam 6-12
jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera
otak berat dan koma serta meningkat dalam 2-3
hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap
koma ADO tetap di bawah normal sampai
beberapa hari atau minggu setelah cedera.

CEDERA KEPALA

Klasifikasi

CEDERA KEPALA BERAT

Adalah cedera kepala dengan Skala Koma


Glasgow 3-8, pingsan lebih dari 6 jam dan
adanya defisit neurologis.

Penderita dengan cedera kepala berat


tidak mampu melakukan perintah-perintah
sederhana
walaupun
status
kardiopulmonernya telah distabilisasi.

Nilai GCS = (E+V+M), nilai terbaik =


15 dan nilai terburuk = 3
Skor

Respon membuka mata (E)

Respon verbal (V)

Respon motoril (M)

Tak ada reaksi dengan


rangsangan apapun

Tak ada reaksi dengan


rangsangan apapun

Dengan rangsangan nyeri,


tidak ada reaksi

Buka mata bila dirangsang


nyeri

Suara tidak jelas

Dengan rangsangan nyeri,


timbul reaksi ekstensi
abnormal

Buka mata bila dipanggil


atau ada rangsangan suara

Kata-kata tidak teratur

Dengan rangsangan nyeri,


timbul reaksi fleksi abnormal

Buka mata spontan

Bingung, disorientasi waktu, Dengan rangsangan nyeri,


tempat, dan orang
menarik anggota badan

Komunikasi verbal baik,


jawaban tepat

Dengan rangsangan nyeri,


dapat mengetahui tempat
rangsangan
Mengikuti perintah

Pemerikasaan neurologis
1.
2.
3.
4.

Respon pupil tidak berdilatasi pada keadaan akut


Pergerakan mata
Pergerakan wajah
Respon sensorik dapat dijadikan dasar
menentukan tingkat kesadaran dengan memberikan
rangsangan pada kulit penderita.
5. Pemeriksaan nervus kranial
6. Kekuatan dan simetris dari letak anggota gerak
ekstrimitas dapat dijadikan dasar untuk mencari
tanda gangguan otak dan medula spinalis.

Pilihan untuk diagnosis cedera kepala adalah CT scan.


CT scan dilakukan pada semua cedera otak dengan
kehilangan kesadaran > 5 menit, amnesia, sakit kepala
hebat, GCS<15 atau adanya defisit neurologis fokal.
Diagnosis untuk cedera kepala, CT scan dapat
memperlihatkan tanda terjadinya fraktur, perdarahan
pada otak (hemoragi), gumpalan darah (hematom), luka
memar pada jaringan otak (kontusio), dan udem pada
jaringan otak. Selain itu juga dapat digunakan foto
rongent sinar X, MRI dan angiografi.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal cedera kepala berat

Pemeriksaan dan penatalaksanaan


ABCDE
Primary Survey dan resusitasi
Secondary Survey dan riwayat AMPLE
Reevaluasi neurologis: GCS
Obat-obatan (Manitol, Hiperventilasi sedang (PCO2<35
mmHg), Antikonvulsan)
Tes Diagnostik (sesuai urutan) : CT Scan, Ventrikulografi
udara, Angiogram

Primary survey dan Resusitasi


Sirkulasi
Airway dan Breathing
Hipotensi dan hipoksia
Penatalaksanaan segera jika
adalah penyebab utama
terjadi apnea : intubasi
terjadinya perburukan
endotrakeal.
pada CKB. Segera
Penderita mendapat ventilasi
dilakukan tindakan untuk
dengan oksigen 100% sampai
menormalkan tekanan
diperoleh hasil pemeriksaan
darahnya, Sementara
analisis gas darah dan dapat
penyebab hipotensi
dilakukan penyesuian yang
dicari, segera lakukan
tepat terhadap FiO2.
pemberian cairan untuk
Tindakan hiperventilasi harus
mengganti volume yang
harus dipertahankan antara 25hilang.
35 mmHg (3,3-4,7 kPa).

Apakah lesi tidak bisa dioperasi, atau bisa dioperasi,


managementnya terdiri dari:
Observasi dengan hati-hati menggunakan
Glasgow Coma Scale.
Melakukan tindakan penurunan udem otak
Kontrol temperatur
Nutrisi
Perawatan rutin pasien yang tidak sadar termasuk
usus, kandung kemih dan perawatan tekanan
intrakranial

lndikasi operasi pada cedera kepala harus


mempertimbangkan hal dibawah ini:
Status neurologis
Status radiologis
Pengukuran tekanan intrakranial

indikasi operasi pada hematoma intrakranial


:
Massa hematoma kira-kira 40 cc
Masa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan
pergeseran garis tengah dengan GCS 8 atau kurang.
Kontusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek
massa yang jelas atau pergeseran garis tengat lebih
dari 5 mm.
Pasien pasien yang menurun kesadarannya
dikemudian waktu disertai berkembangnya tanda-tanda
lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25
mm Hg.

KASUS
Identitas Pasien :
Nama
: Tn. A
Umur
: 14 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Air Tiris
MR : 693629
Anamnesis
Pasien masuk ICU RSUD Arifin Achmad tanggal 7 Februari 2010
pukul 03.30 WIB dengan cedera kepala berat.
Keluhan Utama : (Alloanamnesis dengan orang tua)
Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang :


4 Jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS), pasien
mengalami
kecelakaan
lalu
lintas.
Pasien
mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi,
dari arah berlawanan muncul mobil dengan kecepatan
tinggi dari belokan. Pasien terjatuh dengan kepala
terbentur aspal dan helm yang digunakan pecah.
Pasien muntah dan kemudian tidak sadarkan diri.
Peradrahan dari mulut, hidung dan telinga tidak ada.
Pasien juga mengalami luka-luka di wajah, dada, dan
kaki. Pasien dibawa ke RS B dalam keadaan tidak
sadar, dan segera dirujuk ke RSUD AA.

Di RSUD AA, pasien masih dalam keadaan tidak sadar,


karena keadaan pasien jelek pasien dirawat di ICU.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang berhubungan
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada yang berhubungan
Riwayat Operasi :
Tidak ada

Pemeriksaan Fisik (tanggal 7 Februari


2010):
Keadaan umum
: Tampak sakit berat
Kesadaran : GCS 4ET (E1 M3 VETT)
Tanda-tanda vital
TD : 142/72 mmHg
Nadi : 138x/menit, nadi kuat dan rabaan halus
Suhu
: 37,8 C
Nafas
: 20 x/menit (ventilator trigger 10 x/menit), Pola pernafasan
SIMV dengan saturasi O2 99 %
BB : 50 kg
Mata: Edem palpebra (+), hematom palpebra (-), konjungtiva anemis (+),
sklera tidak ikterik, diameter pupil 2/2, refleks pupil (+/+).
Hidung
: Deviasi septum, perdarahan dan penyumbatan(-)
Pipi : vulnus ekskoriasi berukuran 5x3 cm.
Mulut
: Bibir tidak sianosis, kering.

Thorak
Pemeriksaan

Abdomen

Paru

Jantung

Inspeksi

Gerakan dada simetris kiri dan


kanan, retraksi iga (-),vulnus
ekskoriasi berukuran 4x2 cm

Iktus kordis tidak terlihat,

distensi (-),
luka operasi (-)
:

Palpasi

Tidak dapat dilakukan

Iktus kordis teraba di RIC


V 1 jari medial linea
midclavicilaris sinistra

nyeri tekan (-)

Perkusi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Auskultasi

Suara nafas vesikuler kiri dan


kanan, ronkhi basah (-/-),
wheezing (-/-)

Bunyi jantung teratur,


bunyi jantung tambahan
(-)

Bising usus (+)

Ekstremitas : Refilling kapiler baik. Akral hangat, sianosis (-), edema tungkai (-)

Kimia Darah:

TBil

DBil

BUN

Crea

AST

ALT

: 0,7 mg/dl
: 2,8 mg/dl
: 16 mg/dl
: 1,5 mg/dl
: 225 mg/dl
: 150 mg/dl

Alb
: 2,5 mg/dl
TP
: 4,0 mg/dl
Ureum : 34,2 mg/dl
Glob : 1,5 mg/dl
HbsAg : non reaktif

CT scan : Intracereberi Haemorragie


Diagnosis Kerja

: CKB GCS 5 ET dengan ICH

FOLLOW UP DI RUANG ICU (8


Februari 2011)
S
Lema
h

O
SSP : Keadaan umum: tampak sakit berat,
Pupil : 2/2, Kesadaran: GCS: E1M3VET,
reflex : +/+
KV: TD: 143/75 mmHg, MAP : 96
Nd: 139x/I
, Sat : 99%
Respirasi: Control (menggunakan ventilator)
pola SIMV
TV : 450
FiO2 : 50%
RR : 10x
PEEP : 5
AGD:
pH: 7,38 mmHg BE: -7,1
pCO2 : 28 mmHg HCO2
: 15,6 mmol/L
pO2
: 148 mmHg
SO2
: 99%
Elektrolit :
Na+ : 143 mmol/L, K+ : 4,2 mmol/L
Ca ++ : 0,8 mmol/L
Diuresis:
masukan : 2940 cc , Keluaran: 1500 cc
IWL : 900 cc , Balance : +540 cc

CKB GCS 4
ET + ICH

F Enteral: puasa,
NGT dialirkan
berwarna merah
kehitaman
Parenteral: NaCl
0,9%; RL = 3:1
Manitol 4x125 cc/hari
A STH Head Up 30o
U inj ranitidine 2x25
mg/hari
G -

Th/lain:
Inj ceftriaxon 2x1 gr/hari(hari ke 2)
Inj. Tranexamic acid 3x500 mg/hari
Piracetam 3x3 gr/hari
Rencana:
Periksa AGD dan elektrolit setiap hari

FOLLOW UP DI RUANG ICU (9


Februari 2011)
S
Lema
h

O
SSP : Keadaan umum: tampak sakit berat,
Pupil : 2/2, Kesadaran: GCS: E1M3VET,
reflex : +/+
KV: TD: 148/72 mmHg, MAP : 96
Nd: 138x/I
, Sat : 99%
Respirasi: Control (menggunakan ventilator)
pola SIMV
TV : 450
FiO2 : 50%
RR : 10x
PEEP : 5
AGD:
pH: 7,33 mmHg BE: -7,1
pCO2 : 34 mmHg HCO2
: 17,9 mmol/L
pO2
: 150 mmHg
SO2
: 99%
Elektrolit :
Na+ : 143 mmol/L, K+ : 4,4 mmol/L
Ca ++ : 0,3 mmol/L
Diuresis:
masukan : 3100 cc , Keluaran: 1450 cc
IWL : 900 cc , Balance : +650 cc

CKB GCS 4
ET + ICH

F Enteral: puasa,
NGT dialirkan
berwarna merah
kehitaman
Parenteral: NaCl
0,9%; RL = 3:1
Manitol 4x125 cc/hari
Totilac 1 fls/hari
A STH Head Up 30o
U omeprazole 2x40
mg
G -

Th/lain:
Inj ceftriaxon 2x1 gr/hari(hari ke 3)
Inj. Tranexamic acid 3x500 mg/hari
Piracetam 3x3 gr/hari
Rencana:
Periksa AGD dan elektrolit setiap hari

FOLLOW UP DI RUANG ICU (10


Februari 2011)
S
Lema
h

O
SSP : Keadaan umum: tampak sakit berat,
Pupil : 2/2, Kesadaran: GCS: E1M3VET,
reflex : +/+
KV: TD: 103/53 mmHg, MAP : 72
Nd: 108x/I
, Sat : 99%
Respirasi: Control (menggunakan ventilator)
pola SIMV
TV : 450
FiO2 : 50%
RR : 12x
PEEP : 5
AGD:
pH: 7,45 mmHg BE: -3,1
pCO2 : 30 mmHg HCO2
: 20,9 mmol/L
pO2
: 186 mmHg
SO2
: 100%
Elektrolit :
Na+ : 144 mmol/L, K+ : 3,7 mmol/L
Ca ++ : 0,51 mmol/L
Diuresis:
masukan : 3250 cc , Keluaran: 1500 cc
IWL : 900 cc , Balance : +850 cc

CKB GCS 4
ET + ICH

F Enteral: puasa,
NGT dialirkan
berwarna merah
kehitaman
Parenteral: NaCl
0,9%; Manitol 4x125
cc/hari
Totilac 1 fls/hari
A S midazolam 10mg
TH Head Up 30o
U omeprazole 2x40
mg
G -

Th/lain:
Inj ceftriaxon 2x1 gr/hari(hari ke 4 )
Inj. Tranexamic acid 3x500 mg/hari
Piracetam 3x3 gr/hari
Dobutamine500 mg/hari
Rencana:
Periksa AGD dan elektrolit setiap hari

FOLLOW UP DI RUANG ICU (11


Februari 2011)
S

Pasien
lemah
dan
gelisa
h

SSP : Keadaan umum: tampak sakit berat, Pupil : 2/3,


Kesadaran: GCS: E1M3VET, reflex : -/KV: TD: tidak terukur , MAP : T : 36,2oC
Nd: 156x/I
, Sat : 88%
Respirasi: Control (menggunakan ventilator) pola
SIMV
TV : 450
FiO2 : 45%
RR : 12x
PEEP : 5
AGD:
pH: 7,45 mmHg BE: -3,1
pCO2 : 30 mmHg HCO2
: 20,9 mmol/L
pO2
: 186 mmHg
SO2
: 100%
Elektrolit :
Na+ : 144 mmol/L, K+ : 3,7 mmol/L
Ca ++ : 0,51 mmol/L
Diuresis:
masukan : 3250 cc , Keluaran: 1500 cc
IWL : 900 cc , Balance : +850 cc

CKB GCS
4 ET + ICH

Pasien di RJP.
Tekanan darah
tidak terukur, nadi
lemah, saturasi
menurun, denyut
jantung tidak
terdengar, pupil
midriasis dan
reflex cahaya (-).
Pasien dinyatakan
meniggal.

PEMBAHASAN

Pasien Tn A, 14 tahun masuk ICU


RSUD AA tanggal 7 Februari 2010,
pukul 3.30 WIB, dengan diagnosis CKB.
Pasien mendapat terapi pengobatan
dan tidak dilakukan tindakan operatif.

Pada saat masuk ICU, kondisi pasien


tampak sakit berat dengan GCS 4ET.
Pasien sulit bernafas dengan frekuensi
nafas lambat dan dangkal. Dilakukan
intubasi dengan tujuan untuk bronchial
toilet, menjaga patensi jalan nafas,
mempermudah
ventilasi
positif
dan
oksigenasi dan untuk mencegah aspirasi
dan regurgitasi.

Pernafasan pasien dibantu dengan


ventilator yang menggunakan pola SIMV
(Sincronize
intermitten
mandatory
ventilation). Pasien termasuk dalam
prioritas 1 rawat ICU karena keadaan
pasien tidak stabil yang membutuhkan
perawatan intensif dan monitoring yang
tidak dapat disediakan di luar ruang ICU.

Pasien mendapat penanganan yang sesuai


untuk cedera kepala yaitu berupa terapi primer
dan terapi sekunder. Terapi primer diantaranya
kepala dielevasikan 300 untuk memperlancar
aliran vena dari kepala sehingga membantu
menurunkan tekanan intracranial, menjaga
hiperventilasi (PCO2 30-35 mmHg), menjaga
keseimbangan hemodinamik dan suhu tubuh
yang normal, dan pemberian sedasi untuk
pasien dalam kondisi gaduh gelisah.

Menjaga keseimbangan hemodinamik


dengan tindakan resusitasi berupa
pemberian
darah
atau
cairan
penggantinya. Harus dihitung balance
cairan untuk mengupayakan tercapainya
kondisi euvolemia sehinga perfusi
jaringan otak tidak mengalami gangguan
dan mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intracranial.

Terapi sekunder yang diberikan yaitu


pemberian manitol 20% yang merupakan
bahan diuretuik osmotic yang digunakan untuk
menurunkan
tekanan
intracranial
dan
mencegah terjadinya udem cerebri.

Pemberian antibiotic profilaksis dapat


dipertimbangkan
bila
ada
risiko
terjadinya infeksi sekunder. Antibiotic
yang digunakan adalah yang memiliki
penetrasi baik ke dalam cairan
cerebrospinalis, misalnya seftriakson
dengan dosis 1-2 gr/hari, dengan dosis
maksimal 4 gr/hari.

Pengobatan lain yang digunakan yaitu


antifibrinolitik untuk mencegah pendarahan.
Efek samping obat ini dapat mnyebabkan
gejala gastrointestinal seperti mual dan
muntah. Sehingga pada pasien diberikan obat
golongan antihistamin penghambat reseptor
H2 (seperti ranitidine) untuk menghambat
rangsangan sekresi cairan lambung dan
golongan proton pump inhibitor (seperti
omeprazol).

Selama dalam perawatan ICU, pernafasan


pasien
terkontrol
dengan
ventilator,
hemodinamik masih belum stabil yang mana
dijumpai peningkatan suhu tubuh, nadi
meningkat dan terkadang tekanan darah pasien
menurun. Pasien juga mengalami traumatic lung
injury yang mana pasien terlihat sesak nafas
dan pada ETT pasien terdapat darah. Kondisi
pasien memburuk dan setelah 4 hari dirawat di
ICU pasien tidak tertolong lagi dan meninggal.

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai