Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

Diabetes Melitus Tipe II tak terkontrol dengan Hipertensi grade I dan Obesitas grade I
pada Janda Paruh Baya dengan Sosial Ekonomi Rendah terkait Perceraian disertai
Kejenuhan terhadap Pengobatan Penyakitnya dalam Rumah Tangga yang Tidak
Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga
PUSKESMAS KOTAGEDE II YOGYAKARTA

Disusun oleh
Vika Habsari Budi Utami
2009 031 0005

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
Diabetes Melitus Tipe II tak terkontrol dengan Hipertensi grade I dan Obesitas grade I
pada Janda Paruh Baya dengan Sosial Ekonomi Rendah terkait Perceraian disertai
Kejenuhan terhadap Pengobatan Penyakitnya dalam Rumah Tangga yang Tidak
Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat

Disusun oleh:
Vika Habsari Budi Utami
20090310005

Dosen Pembimbing Fakultas

Dosen Pembimbing Puskesmas

dr. Oryzati Hilman, MSc, CMFM, PhD

dr. Sita A.

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Kotagede II

BAB I
LAPORAN KASUS
2

A. Identitas Pasien
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan
Status Perkawinan
Pendidikan Terakhir
Nomor Rekam Medis
Jenis Kunjungan
Kunjungan Puskesmas
Kunjungan Rumah I
Kunjungan Rumah II

: Ny. Suwarti
: 53 tahun
: Perempuan
: Gedongkuning KG I RT 12/RW 04 no 239 A
: Islam
: Tidak bekerja
: Janda
: Tamatan Sekolh Pendidikan Guru
: 00004
: Jamkesmas
: 30 Desember 2014
: 31 Desember 2014
: 7 Januari 2014

B. Anamnesis Penyakit (Disease)


1. Keluhan Utama : badan pegal-pegal, lemas, jari-jari tangan kesemutan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke puskesmas KG II untuk kontrol DM dengan keluhan badan
pegal-pegal, lemas dan jari-jari tangan kesemutan sejak 1 hari yang lalu. Keluhan
lain (-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien didiagnosis DM sejak 3 tahun yang lalu. Sebelumnya pasien didiagmosis
HT 4 tahun yang lalu. Pasien mengaku tidak rutin kontrol. Kontrol hanya jika ada
keluhan saja.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien merupakan anak bungsu dari 9 bersaudara. Kakak-kakak pasien memiliki
riwayat DM (+)
5. Riwayat Penyakit Sosial dan Lingkungan
Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien yakni sekolah pendidikan guru.
Pekerjaan dan Penghasilan
Pasien tidak bekerja semenjak 2 tahun yang lalu karena tidak mendapat
izin berdagang kembali ketika sempat berhenti bekerja sementara di

gembiraloka.
Perkawinan
Pasien menikah 1x tahun 1989 dan memiliki 3 anak
Sosialisasi
Pasien menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar.
Gaya Hidup
Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol. Pasien makan 3 kali sehari
dengan mengkonsumsi nasi, sayur dan lauk seadanya. Tetapi kadang
3

pasien malas untuk makan. Pasien sehari melakukan pekerjaan rumah


tangga seperti mencuci, masak dan bersih-bersih. Pasien istirahat minimal
6 jam dalam sehari. Pasien kadang memikirkan masalah yang ia hadapi
dan jarang melakukan refreshing bersama anak dan cucunya.
6. Review Anamnesis Sistem:
Sistem Neurologi
: Tidak ada keluhan
Sistem Respirasi
: Tidak ada keluhan
Sistem Cardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada keluhan
Sistem urinary
: Tidak ada keluhan
Sistem Musculoskeletal : Nyeri pada jari-jari tangan.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
: baik
2. Kesadaran
: compos mentis
3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 87x/menit, reguler, isi, dan tegangan cukup
Suhu badan
: 36.5oC
Pernapasan
: 22x/menit
4. Status Gizi
Tinggi badan
: 160 cm
Berat badan
: 67 kg
BMI = BB (kg) / TB (m)2 = 26,5 (Obesitas grade 1)
5. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala
: Simetris, Mesosefal
Rambut
: Warna hitam dan beberapa sudah ada yang beruban,
tidak mudah dicabut
6. Pemeriksaan Mata
Palpebra
: Edema (-/-)
Konjungtiva
: Anemis (-/-)
Sklera
: Ikterik (-/-)
Kornea
: Arcus senilis (-/-)
Pupil
: Reflek cahaya (+/+), isokor
Lensa
: Jernih/jernih
7. Pemeriksaan telinga : Nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
8. Pemeriksaan Hidung : Sekret(-/-), epistaksis(-/-)
9. Pemeriksaan mulut dan gigi : Faring hiperemis(-), caries gigi(-), gigi
berlubang(-)
10. Pemeriksaan Leher
Kelenjar tiroid
Kelenjar limfonodi
JVP
Paru

: Tidak membesar
: Tidak membesar, nyeri(-)
: Tidak meningkat
4

Anterior
Simetris, retraksi(-)
Ketinggalan gerak(-)
Vocal fremitus kanan =

Inspeksi
Palpasi

kiri
Sonor

Perkusi

kiri
seluruh Sonor

lapang paru
Suara dasar vesikuler
Suara tambahan(-/-)

Auskultasi

pada

Posterior
Simetris, retraksi(-)
Ketinggalan gerak(-)
Vocal fremitus kanan =
pada

seluruh

lapang paru
Suara dasar vesikuler
Suara tambahan(-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: Iktus kordis teraba, kuat angkat cukup
Perkusi batas jantung
Kanan atas
: SIC II linea para strenalis
Kiri atas
: SIC II linea para sternalis sinistra
Kanan bawah
: SIC IV linea para sternalis
Kiri bawah
: SIC V midclavicula sinistra
Auskultasi : Suara 1 dan suara 2 reguler, suara bising jantung tambahan (-)

11. Pemeriksaan Abdomen


Inspeksi : Jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak ada pembesaran,
massa(-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok costovertebra (-/-)
12. Pemeriksaan Ekstremitas

Gerakan
Tonus
Trofi
Edema
Akral
Nyeri
Pembengkakan
Luka

Tungkai
Kanan
Bebas
Normal
Eutrofi
Hangat
+
-

Kiri
Bebas
Normal
Eutrofi
Hangat
-

Lengan
Kanan
Bebas
Normal
Eutrofi
Hangat
-

Kiri
Bebas
Normal
Eutrofi
Hangat
-

D. Pemeriksaan Penunjang
(30 Desember 2014)
Gula darah sewaktu : 285 mg/dL

E. Riwayat pemeriksaan Laboratorium


Px Gula darah (cek 3x kunjungan terakhir) :
Tanggal Kunjungan

Gula darah serial

10/10/2014

264 mg/dl

15/11/2014

263 mg/dl

30/12/2014

285 mg/dl

Diagnosis Klinis
Diabetes Melitus tipe II tak terkontrol
Hipertensi grade I
Obesitas grade I
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
R/Metformin tab mg 500 No. LX
S/ 3 dd 1
R/ Glimepirid mg 1 no. XXX
S/ 1 dd tab 1 p.c (0-0-1)
R/Amlodipin tab mg 5 No. LX
S/ 2 dd tab 1
2. Non farmakologis
Edukasi meliputi:
Komplikasi tentang penyakit pasien
Pola makan sehat dan seimbang (diet diabetes)
Ketaatan mium obat secara teratur sesuai saran dokter
Kontrol rutin gula darah dan tensi ke puskesmas biarpun sudah tidak ada keluhan

Ilness merupakan keadaan sakit yang dirasakan oleh manusia yang didapat dari
penyakit tersebut (bersifat subyektif). Illness terdiri dari beberapa komponen, yaitu
pemahaman terhadap penyakit (ide), akibat penyakit yang dirasakan pasien trhadap fungsi
hidupnya, perasaan dan harapan. Berikut adalah komponen illness dan hasil yang didapat
dari pasien terhadap penyakitnya:
No
1
Ide

Komponen
Menurut

pasien,

DM

Pasien
ini bisa diturunkan

dari
6

Efek terhadap fungsi

Perasaan

Harapan

saudara2nya dan tidak bisa disembuhkan. Untuk pola


makan juga pasien mulai mengontrol dengan
mengurangi garam dan pola diet DM
Semenjak menderita DM dan HT, pasien sering
badannya merasa lemas karena kadang pasien tidak
minum obatnya. Ia juga khawatir penyakitnya menurun
ke anak2nya. Jika obat pasien habis dan tidak ada
keluhan, pasien belum ingin kontrol
pasien merasa jenuh dengan penyakitnya dan kegiatan
mengulang meminum obat terus menerus. Pasien
sempat
merasa
malas
untuk
mengontrolkan
penyakitnya. Ia mengerti bahwa penyakit ini hanya bisa
dikontrol tanpa disembuhkan karena kakaknya sudah
berpuluh tahun menderita penyakit yang sama
Pasien ingin gula darah dan tensinya selalu terkontrol
agar tidak minum obat terus menerus cukup dengan
pola makan saja karena pasien jenuh dan malas bolak
balik ke puskesmas

Kunjungan Rumah
1. Kondisi Pasien
Kunjungan ke rumah dilakukan pada tanggal 31 Desember 2014 pukul 14.00
WIB. Kunjungan kedua dilakukan pada tanggal 7 Januari 2015 pukul 12.00 WIB.
Pada saat kunjungan pertama, pasien mengaku sudah meminum obat dari puskesmas
sesuai dosis dan petunjuk dokter. Keadaan umum pasien tampak baik. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 88x/menit, frekuensi
pernafasan 21x/menit, dan suhu afebris. Kunjungan pertama dilakukan untuk
mengumpulkan data-data pribadi pasien guna membuat Family Assement Tools.
Pada kunjungan kedua pasien mengaku sudah meminum obat dari puskesmas.
Pasien mengatakan setelah diberikan edukasi semakin mengetahui komplikasi yang
dapat timbul jika kadar gula darah dan tekanan darah pasien tidak terkontrol. Pasien
mulai lebih berhati hati untuk menjaga pola makan. Kemudian pasien juga sedikit
meningkatkan aktifitas fisik untuk olahraga ringan seperti senam kaki. Pada
kunjungan kedua, pasien diberikan Buku tentang Diabetes Mellitus serta diajarkan
Leg Exercise (senam kaki).
2. Pekerjaan
Pasien berumur 53 tahun dan tidak bekerja semenjak 2 tahun yang lalu karen
sudah tidak mendapatkan izin berdagang ketika pasien sempat berhenti sementara
untuk berdagang.
3. Keadaan Rumah
a. Lokasi
7

Rumah pasien terletak di gedongkuning KG I RT 12/RW 04 239A rejowinangun.


rumah pasien terletak dilingkungan perkampungan. Akses ke rumah pasien masuk
gang kecil dan hanya bisa dilewati sepeda dan motor. Jarak rumah pasien dengan
tetangga sangat dekat dan padat. Kondisi rumah tidak bersih dan tampak jorok .
Denah Rumah
RT

s
Keterangan :
RT : ruang tamu
KT : kamar tidur
J : jamban
S : sumur
D : dapur

KT

S
D

Jalan gang rumah

Denah lokasi
U
T
B

S
Keterangan :
TB : taman bunga
S : rumah pasien
P : puskesmas

b. Kepemilikan
Rumah sendiri
c. Kondisi rumah
Bangunan permanen, berdinding tembok,
lantai semen, atap dari genting, ada langit-langit.
d. Luas
Luas tempat tinggal 5m x 9m, jumlah penghuni
4 orang.
e. Pencahayaan
Terdapat jendela di depan rumah pasien, terdapat
ventilasi di setiap ruang.
f. Kebersihan
Ruang tamu, kamar tidur tidak tampak terawat. Terlihat jorok. Kamar mandi tidak
terdapat pintu dan langsung menuju ke dapur. Samping kamar mandi terdapat
sumur timba.
8

g. Halaman
Tampak pasir dihalaman rumah pasien

4. Perangkat Penilaian Keluarga


a. Genogram
CVA

DM
C,D
DM DM
6
1
1

DM
5
7
25

45

CVA : stroke

58

5
3
2
5

5,
5

Keterangan :

DM,HT

5
6

27

20

1
5

6
bln

C : caregiver

DM : diabetes melitus

: pasien

HT : hipertensi

: bercerai

D : desicion maker

: laki-laki

B : breadwinner

: perempuan

b. Family Map
Mantan
suami

Anak II

pasien

Keterangan
= Fungsional
= Cucu
Disfungsional
I
Anak
Hubungan
ke 3
pasien dengan anak-anaknya dan kakak yg rumahnya di ssamping
pasien baik dan harmonis. Hanya dengan mantan suami pasien sudah tidak
berkomunikasi sejak berpisah tahun 2001. anak II merasa dendam terhadap
ayahnya karena meninggalkan ibunya.
9

c. Siklus Kehidupan Keluarga


Bentuk keluarga ini adalah single parent family. Keluarga ini berada pada tahapan
ke 5 (families with teenagers).
d. Family APGAR
Komponen

Indikator

Adaptation

Saya puas dengan keluarga saya


karena
masing-masing
anggota
keluarga
sudah
menjalankan
kewajiban sesuai dengan seharusnya
Saya puas dengan keluarga saya
karena dapat membantu memberikan
solusi terhadap permasalahan yang
saya hadapi
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki
Saya puas dengan kehangatan/kasih
sayang yang diberikan keluarga saya
Saya puas dengan waktu yang
disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Skor total

Partnership

Growth

Affection
Resolve

tidak
pernah
(0)

Kadang
(1)

Hampir
selalu
(2)
+

+
+
+
8

Keterangan klasifikasi APGAR:


8-10 : Fungsi keluarga sehat (high functional family)
4-7
: Fungsi keluarga kurang sehat (moderate dysfunctional family)
0.3 : Fungsi keluarga sakit (severe dysfunctional family)

e. Family SCREEM
ASPEK
SOCIAL

CULTURAL

SUMBER DAYA
Hubungan dan
komunikasi pasien
dengan keluarga baik
dan harmonis. Dengan
tetangga juga baik.
Pasien hanya percaya

PATOLOGI

10

RELIGIUS

pada Allah swt dan


dokter.
Pasien beragama islam
dan taat beribadah.

ECONOMY

EDUCATION

MEDICAL

Pasien tidak bekerja,


hanya mendapatkan
kiriman uang dari
keponakannya dan
kadang dari suami dr
anak I nya dan itu
belum mencukupi
kebutuhan sehari-hari
pendidikan terakhir
yaitu guru, kesadaran
serta kesadaran tentang
penyakitnya cukup
baik.
Pasien memiliki
jaminan kesehatan
jamkesmas.

Pengetahuan tentang
penyakit kurang

f. Family life line


Year
1990
2001
2001
2010
2011
2012
2012
2014

Age
29 th
40 th
40 th
49 th
50 th
51 th
51 th
53 th

Life events

Severity of

Berhenti bekerja sebagai guru


Bercerai dengan suami
Pindah ke Jogja dari Jakarta
Di dx HT
Di dx DM
Anak pasien sakit
Pasien berhenti bekerja dr pedagang
Pasien memikirkan anak 2 yg mau kuliah
(biaya)

illness
Stress psiko
Stress psiko
Stress psiko

g. Indikator PHBS
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria yang dinilai


Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.
Memberi ASI ekslusif.
Menimbang balita setiap bulan.
Menggunakan air bersih.
Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
Menggunakan jamban sehat.
Memberantas jentik di rumah sekali seminggu.

Ya

Tidak

11

8.
9.
10.

Makan buah dan sayur setiap hari.


Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
Tidak merokok di dalam rumah.

Diagnostik Holistik
Diabetes Melitus Tipe II tak terkontrol dengan Hipertensi grade I dan Obesitas grade I
pada janda paruh baya dengan status sosial ekonomi rendah terkait perceraian disertai
kejenuhan terhadap pengobatan penyakitnya dalam rumah tangga yang tidak
berperilaku hidup bersih dan sehat.
Management Komprehensif
Patient Centered
Promotif :
Edukasi pada pasien dan anggota keluarga (melibatkan minimal 1 nggota
keluarga) tentang :
1. Gambaran bahwa DM dan HT merupakan penyakit kronis yang tidak dapat
disembuhkan, namun dapat dikendalikan tentang perilaku pasien.
2. Pentingnya penjelasan ttg penyebab, gejala, komplikasi dan pengelolaannya.
3. Pentingnya modifikasi gaya hidup untuk menurunkan BB yang berlebih dan
pengelolaan DM dan HT.
4. Pentingnya minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter.
5. Pentingnya kontrol teratur ke PKM/RS minimal 10 hari atau 2 minggu sekali
6. Pentingnya monitoring gula darah dan tensi secara teratur

minimal 1 bulan sekali.

7. Pentingnya support keluarga dalam pengelolaan penyakitnya


8. Pentingnya menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari
Preventif
-

Pengaturan pola makan dgn prinsip 3J dan pola DASH

Peningkatan aktifitas fisik secara teratur + 30 mneit (3-5x seminggu)

Perawatan keki untuk mencegah luka dan rutin melakukan senam kaki diabetik

Meminum obat secara teratur sesuai anjuran dokter

Mengatur pola istirahat 6-8 jam tiap hari

Kontrol rutin minimal 10 hari/2 minggu sekali ke Puskesmas atau Rumah Sakit

Monitoring gula darah dan tensi minimal 1 bulan sekali


12

Manajemen stress

untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan dan

menenagkan pasien.
-

Screening anggota keluarga untuk penyakit DM dan HT

Diberikan konseling CEA untuk mengatasi kejenuhan thdp obat yang diberikan
dan kurangnya pengetahuan thdp penyakitnya.

Diberikan konseling Client Centered Conseling untuk masalah psikologis pada


pasien ini.

Kuratif
R/ Amlodipin mg 5 1x1
R/ Glimepirid mg 1 1x1
R/ Metformin mg 500 3x1
Rehabilitatif
Pada pasien ini belum diperlukan
Palliatif
Pada pasien ini belum diperlukan
Family focused
-

Melakukan edukasi terhadap keluarga pasien tentang penyakit yang diderita


pasien, fungsi keluarga pasien yang baik dapat membatu dalam pengawasan
dan pengelolaan gaya hidup atau pola makan yang sesuai dengan penyakit
pasien pada jangka panjang. Melakukan edukasi terhadap keluarga tentang
resiko diabetes yang dapat diturunkan sehingga keluarga dapat menerapkan
pola hidup sehat sejak dini.

Community oriented
-

Menganjurkan pasien dan keluarga agar tetap atau meningkatkan dalam


mejaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar agar tidak timbul penyakit
yang dapat timbul dari lingkungan yang tidak bersih.

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Diabetes Mellitus
A. Pengertian
Diabetes miletus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin dan kedua-duanya sehingga terjadi abormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein. DM dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi
yang serius pada organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, dan pembuluh darah.
Komplikasi yang sering terjadi pada diabetes milletus yakni hipertensi.
B. Epidemiologi

14

Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya


berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Association tahun 2012
(ADA 2012), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM. Sementara
itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15 tahun,
bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%. DM

dapat

mengakibatkan berbagai macam komplikasi yang serius pada organ tubuh


seperti mata, ginjal, jantung, dan pembuluh darah. Untuk mencegah komplikasi
yang lebih serius adalah dengan diagnosis dini DM agar dapat diberikan
intervensi lebih awal.
C. Faktor resiko DM
Faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan diabetes milletus yaitu :
a. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan
beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi
insulin.
b. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita
obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
c. Riwayat Keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non
identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada
subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat
penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak
berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masingmasing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi
oleh lingkungan.
d. Gaya hidup
Gaya hidup cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji
yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar
terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan

15

kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga
berdampak pada penurunan insulin.
D. Etiologi
Diabetes mellitus dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan genetic, penyakit
iatrogenic akibat steroid, kondisi endokrin seperti hiperpitutarisma atau
hipertiroidisma serta kerusakan sel sel langerhans akibat inflamasi, kanker, atau
pasca bedah. Pada DM tipe 2 terjadi penurunan jumlah reseptor insulin permukaan
sel target dan penurunan aktivitas post reseptor walaupun produksi insulin tetap
berjalan. Akibatnya kemampuan sel untuk menggunakan insulin berkurang
sehingga glukosa yang masuk sel berkurang dan glukosa di dalam pembuluh
darah meningkat, keadaan ini disebut resistensi insulin. Etiologi Diabetes
Mellitus, menurut ADA (2007) adalahdapat dilihat pada tabel dibawah ini :
o Diabetes Tipe 1 merupakan diabetes yang tergantung dengan insulin disebabkan
oleh kerusakan sel - sel beta dalam pancreas sejak masa anak anak atau remaja
o Diabetes Tipe 2 mulai dari yang dominan resistensi insulin relative sampai yang
dominan defek sekresi insulin
o Diabetes Tipe lain
1. Defek genetik fungsi insulin
2. Defek genetik kerja insulin
3. Karena obat
4. Infeksi
5. Sebab imunologi yang jarang : antibody insulin
6. Resistensi Insulin
7. Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Klinefelter, sindrom Turner)
o Diabetes Gestasional (DMG) karena dampak kehamilan
E. Patofisiologi
Insulin merupakan hormon yang penting untuk kehidupan. Hormon ini
mempengaruhi baik metabolisme karbohidrat maupun protein dan lemak. Pada
diabetes tipe II ini, pankreas masih mempunyai beberapa fungsi sel yang
menyebabkan kadar insulin bervariasi yang tidak cukup untuk memelihara
homeostasis glukosa. Pasien dengan diabetes tipe II ini seringkali gemuk dan
sering dihubungkan dengan organ target yang membatasi respon insulin endogen
dan eksogen. Pada beberapa kasus, resistensi insulin disebabkan oleh penurunan
jumlah reseptor insulin. Resistensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis
dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik dan
penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel mengakibatkan
gangguan pada pengontrolan glukosa darah. Berikut efek dari defisiensi insulin
yang terjadi pada tubuh :
16

F. Diagnosis
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan beart badan yang tidak
diketahui sebabnya. Diagnosis DM juga didasarkan atas pemeriksaan kagar
glukosa darah secara enzimatik pembuluh darah vena.
Jika keluhan khas disertai dengan GDS 200 mg/dl atau GDP 126 mg/dl
sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM. Jika pasien tanpa keluhan khas
tersebut pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum
cukup untuk menegakan diagnosis. Maka diperlukan pemeriksaan sekali lagi
angka abnormal glukosa darah baik GDS 200 mg/dl atau GDP 126 mg/dl.
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatknya kualitas hidup.
Tujuan penatalaksanaan secara khusus : a). jangka pendek : hilangnya keluhan dan
tanda diabetes mellitus, terciptanya rasa nyaman dan tercapainya target
pengendalian glukosa, b). jangka panjang : tercegah dan terhambatnya
progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
1. Edukasi gaya hidup dan perilaku
2. Terapi gizi medis
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan khususnya pada pengguna
obat penurun glukosa darah atau insulin.
3. Intervensi farmakologis
Farmakologis dilakukan jika pengendalian gaya hidup, diet, olahraga target
glukosa darah belum tercapai. Tindakan farmakologis untuk diabetes ada obat
-

oral maupun insulin.


Obat antihiperglikemia oral
Berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 4 golongan :
17

a. Pemicu sekresi insulin : sulfanilurea (glibenklamid, klorpropamid,


glikuidon, glimepirid) dan glinid (repaglinid, nateglinid)
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin : biguanid

(metformin),

tiazolidindion (rosiglitazon). Metformin mengurangi produksi glukosa dan


memperbaiki ambilan glukosa perifer. Dikontraindikasikan pada gangguan

fungsi ginjal jika kreatinin > 1,5.


c. Penghambat glukoneogenesis : metformin
d. Penghambat absorbs glukosa : acarbose
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel pankreas dalam merespon
glukosa. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam
pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport
glukosa dari darah ke dalam sel. Macam-macam sediaan insulin:
a. Insulin kerja singkat, sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai
kerjanya baru sesudah setengah jam (injeksi subkutan)
b. Insulin kerja panjang (long acting), sediaan insulin ini bekerja dengan cara
mempersulit daya larutnya di cairan jaringan dan menghambat resorpsinya
dari tempat injeksi ke dalam darah.
c. Insulin kerja sedang (medium-acting), sediaan insulin ini jangka waktu
efeknya dapat divariasikan dengan mencampurkan beberapa bentuk insulin

dengan lama kerja berlainan.


H. Komplikasi
Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat menyerang semua sistem organ
tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lazim digunakan adalah penyakit
makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.
1. Komplikasi Makrovaskuler
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease = CAD),
penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer
(Peripheral Vascular Disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular
dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan
komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya
menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari
penyakit - penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama,
antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic
Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit
jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan
komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan,
18

termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah.


Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari
130/80 mm Hg.
2. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi
(termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin
lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah
kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya

komplikasi-komplikasi

mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping


karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh
faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang memiliki kondisi
hiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi mikrovaskularnya.
2. Hipertensi
A. Definisi
Menurut JNC-7 dan WHO, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
darah sistolik 140 mmHg atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau sedang
memakai obat anti hipertensi.
B. Epidemiologi
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH),
saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di
antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut
tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. Hipertensi merupakan
penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai
6.7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi
hipertensi secara nasional mencapai 31,7%. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007,
76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat
belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi.
C. Faktor Resiko
Menurut JNC 7, hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak
dapat dikontrol serta yang dapat dikontrol, diantaranya:
a. Faktor yang tidak dapat dikontrol
1. Genetik

19

Individu dengan orangtua yang menderita hipertensi, memiliki resiko


duakali lebih besar untuk menderita hipertensi. Pada 70-80% kasus
hipertensi primer didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga.
2. Umur
Individu yang berusia >60 tahun memiliki insidensi peningkatan
tekanan sistolik darah >140 mmHg atau tekanan darah diastolik >90
mmHg sebesar 50-60%.
3. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih
awal dibandingkan wanita. Pada usia 55-64 tahun resiko menderita
hipertensi sebanding antara laki-laki dan wanita.
4. Penyakit ginjal
b. Faktor yang dapat dikontrol
1. Stress
Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi saraf simpatik.
2. Obesitas
Mengalami kelebihan berat badan memberi beban pada jantung dan
meningkatkan resiko tekanan darah tinggi.
3. Intake sodium dan natrium
4. Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan
tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan
penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan
pengapuran pada dinding pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah,denyut jantung meningkat,aliran darah pada
koroner meningkat,dan vasokonstriksi pada pembuluh darah perifer.
5. Aktifitas fisik rendah
D. Etiologi
Menurut Yogiantoro et. Al (2006), berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat
dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Hipertensi primer atau esensial. Disebakan oleh berbagai faktor seperti
genetik, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, sistem renin
angiotensin, dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas,
alkohol, merokok, dan polisitemia.
b. Hipertensi sekunder, adalah hipertensi yang penyebabnya diketahui.
Penyebabnya banyak disebabkan oleh penyakit ginjal, penggunaan
estrogen, hipertensi vaskular renal,hiperaldosteronisme primer, sindrom
cushing,

feokromositoma,

koarktasioaorta,

hipertensi

yang

berhubungandengan kehamilan, dan lain-lain.


20

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula diotak. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norefinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor
(Corwin, 2001).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal, juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensi H, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskular. Semua faktor tersebut cenderung mencetus
keadaan hipertensi.
F. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis meliputi lama menderita HT, indikasi adanya hipertensi
sekunder (keluarga dengan riwayat penyakit ginjal, adanya penyakit ginjal,
infeksi saluran kemih, hematuria, pengobatan obat-obat analgesik), faktorfaktor resiko (riwayat HT atau kardivaskular pada keluarga dan pasien,
riwayat hiperlipidemia pada pasien dan keluarga, riwayat diabetes mellitus
pada pasien atau keluarga, kebiasaan merokok, pola makan, kegemukan,
intensitas olahraga), gejala kerusakan organ, pengobatan anti hipertensi
sebelumnya.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan pemeriksaan tekan darah (pengukuran darah rutin di tenaga
kesehatan, pengukuran sendiri oleh pasien). Disesuaikan dengan gejala fisik
yang timbul dan sesuai dengan kritesia JNC 8.

21

Klasifikasi

Tek. Darah
Sistolik

Tek. Darah
Diastolik

Normal

< 120 mmHg

< 80 mmHg

Prahipertensi

120 139 mmHg

80 89 mmHg

Hipertensi derajat 1

140 159 mmHg

90 99 mmHg

Hipertensi derajat 2

160 mmHg

100 mmHg

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
1. Terapi nonfarmakologis
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat
menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu
yang obes atau gemuk, mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach
to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah
natrium, dan aktifitas fisik. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan
tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi,
mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari
menggunakan obat.
2. Terapi farmakologi
Ada 9 kelas obat antihipertensi. Diuretik, penyekat beta, penghambat
enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin
(ARB), dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama.
Berikut bagan obat kombinasi yang dapat disesuaikan pada HT dengan
atau tanpa penyakit penyerta lain :

22

H. Komplikasi
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah
ke daerah-daerah yang diprdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang
mengalami

arteriosklerosis

dapat

melemah

sehingga

meningkatkan

kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000).


Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut
(Corwin, 2000).
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus,
darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan
dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Protein akan keluar melalui
urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema
yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin,2000).
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah
yang kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di
paru, kaki, dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru
menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki
bengkak atau sering dikatakan edema.
Pasien juga mengalami Obesitas grade 1 ditemukan dari perhitungan Indeks masa
tubuh pasien yang mecapai 26,5 yakni dengan tinggi badan 160 cm, berat badan 67 kg.
Indeks Massa Tubuh adalah perbandingan antara berat badan dalam kg dengan tinggi
badan kuadrat dalam meter. Kriteria Asia Pacific:

BMI: <18.5 (Underweight)

BMI: 18.5 s / d <23 (Healthy Weight)

BMI: 23 s / d <25 (overweight)

BMI: 25 s / d <30 (Obese Class I)


23

BMI:> = 30 (Obese Class II)

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil kunjungan rumah ke pasien penderita DM tipe II tak terkontrol, Hipertensi
grade I dengan Obesitas grade I yang tinggal di wilayah kerja puskesmas Kotagede II
Yogyakarta dapat diambil kesimpulan :
1. Pasien hidup bersama anak kedua dan ketiga beserta cucu pasien yan pertama.
Pasien tamatan sekolah pendidikan guru tetapi pemahaman pasien tentang
penyakit pasien kurang. Pasien sudah tidak bekerja lagi. Sebelumnya pasien
bekerja sebagai pedagang di Gembiraloka. Pasien pasrah dengan penyakit yang
dideritanya, serta menyerahkan semuanya kepada Allah swt hanya saja pasien
merasa jenuh dengan pengobatan penyakitnya yang terus menerus. Hubunga
pasien dengan mantan suami tidak baik begitu juga dengan anak pasien yang
kedua. Anak pasien merasa dendam dengan ayahnya karena sudah meninggalkan
ibunya dan membuat keluarga mereka sengsara. Fungsi keluarga pasien baik,
pasien sedang dalam tahapan keluarga yang tinggal dengan anak umur 13-20
tahun.
2. Dokter keluarga melalui institusi Puskesmas dapat berperan dalam menangani
kasus DM, Hipertensi dan obesitas yang mencakup promotif, preventif, kuratif
sampai rehabilitatif dan dapat merujuk ke pusat pelayanan kesehatan yang
berkompeten dalam menangani kasus tersebut. Pada peran sebagai dokter keluarga

24

perlu dilakukannya manajemen komprehensif sebagai upaya dalam menangani


kasus tersebut.
3. Kerjasama antar petugas kesehatan, pasien dan keluarga dapat menentukan
keberhasilan terapi.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
- Berusaha lebih aktif dan variatif dalam menganalisa permasalahan kesehatan
baik pada pasien, keluarga maupun lingkungan sekitar.
- Meningkatkan profesionalisme sebelum terjun ke masyarakat.
2. Bagi Puskesmas
- Puskesmas dapat terus melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan
usaha promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi (Hands Book of Pathophysiology). Jakarta:
EGC
John. MF Adam. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang Baru. Cermin
Dunia Kedokteran. 2006
Kaplan, B.J., Sadock, V.A. 2007, Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition.
National Institutes of health . 2003. Seventh Report of the Joint National Commitee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of high Blood Pressure (JNC8).
http://WWW.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/phycard.pdf
Rachmawati, A.M., Bahrun, U., Rusli, B., Hardjoeno. Tes Diabetes Melitus. Dalam
Hardjono dkk. Interpretasi Hasil Diagnostik Tes Laboratorium Diagnostik. Cetakan
3. Lembaga Pendidikan Universitas Hasanudin. Makasar. 2007
Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

25

LAMPIRAN

26

27

28

Anda mungkin juga menyukai