Anda di halaman 1dari 7

PENGAUDITAN II

RMK
PERTEMUAN KE-3
Penentuan Resiko Deteksi

OLEH
KELOMPOK 4:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

I G A PUTU DELLA SABRINA PURWANTI


IDA AYU PUTU RIKA MAHARANI
KOMANG WAHYU SURYA SAPUTRA
I GUSTI AYU PRIMA ASRIWAHYUNI
NI PUTU ANGGISTYA DEWI
NI PUTU AYU KRISNAWATI

(1315351007)
(1315351010)
(1315351019)
(1315351042)
(1315351044)
(1315351150)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
SEMESTER 5
2015/2016

I.

PENENTUAN RESIKO DETEKSI


1

(03)
(05)
(09)
(14)
(15)
(36)

Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan dapat mendeteksisalah
saji material yang ada dalam suatu asersi. Suatu rencana tingkat risikodeteksi yang
bisa diterima harus ditetapkan untuk setiap asersi laporan keuanganyang signifikan.
Apapun tingkat risiko yang digunakan auditor (cara kualitatifatau cara nonkuantitatif), rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkanhubungan yang dinyatakan
dengan model sebagai berikut :
RD=

RA
RB x RP

Keterangan :
RA = Risiko Audit

RB = Risiko Bawaan

RP = Risiko Pengendalian

RD = Risiko Deteksi

Model di atas menunjukkan bahwa pada suatu tingkat risiko audit tertentu
(RA) yang ditetapkan auditor, risiko deteksi (RD) adalah berhubungan terbalikdengan
tingkat risiko bawaan (RB) dan risiko pengendalian (RP) yang ditentukan.Apabila
digunakan dalam tahap perencanaan untuk menetapkan rencana risikodeteksi, maka
RP mencerminkan rencana tingkat risiko pengendalian yangditetapkan sebagai
komponen pertama dari strategi audit awal.
Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat
pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen terakhirdalam
penetapan strategi audit awal untuk suatu asersi.
II.

MERANCANG UJI SUBSTANTIF


Pengujian substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentangkewajaran
setiap asersi apoaran keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif
juga bisa menghasilkan bukti yang menunjukkan adanyakekeliruan jumlah rupiah
atau salah saji dalam pencatatan atau pelaporan transaksidan saldo

saldo.

Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan sifat, saatdan luas pengujian


yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yangdapat diterima untuk
setiap asersi.
Sifat Pengujian Substantif
2

Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan keefektivan prosedur


pengauditan yang akan dilakukan. Bila tingkat risiko deteksi yang diterima rendah
maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif dan biasanya lebih
mahal. Dan bila risiko deteksi yang diterima tinggi auditor menggunakan prosedur
yang kurang efektif yang biasanya lebih murah. Pengujian substantif terdiri dari 3
jenis :
1) Prosedur Analitis Digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi
daerah daerah atau tempat yang memiliki risiko tinggi terjadinya salah saji.
2) Pengujian Detail Transaksi Pengujian ini dilakukan auditor terutama untuk
menemukan kesalahan jumlah rupiah bukan atas penyimpangan atas
pengendalian.
3) Pengujian Detail atas Saldo Saldo Dilakukan untuk mendapatkan bukti bukti
secara langsung tentang sebuah saldo rekening dan bukan pada masing masing
pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.
III.

PROSEDUR AWAL
Pengujian diawali dengan usaha mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan
bidang usaha klien.
Tujuan auditor menerapkan prosedur ini adalah untuk menaksir saldo utang
dagang dan untuk menetapkan hubungan antara utang dagang dan untuk menetapkan
hubungan antara utang dagang dengan rekening-rekening kunci lainnya seperti
pembelian atau persediaan.
Pengujian substantif untuk dimasukkan ke dalam program audit
1) Tentukan prosedur awal untuk :
Menelusur saldo awal ke kertas kerja tahun lalu (jika mungkin dilakukan)
Mereview aktivitas dalam rekening buku besar dan menyelediki hal hal
yang tidak biasa.
Memeriksa kebenaran penjumlahan pada catatan pendukung atau daftar
untuk digunakan pada pengujian berikutnya, dan memeriksa kecocokannya
dengan saldo di buku besar, untuk meyakinkan adanya kecocokan diantara
keduanya.
2) Tentukan prosedur analitis yang akan digunakan
3) Tentukan pengujian detail transaksi yang akan dilakukan
4) Tentukan pengujian detail saldo-saldo yang akan dilakukan (sebagai tambahan
atas 1a, b, c diatas)
5) Pertimbangkan apakah ada ketentuan atau prosedur khusus yang bias
diterapkan pada asersi yang sedang diuji, seperti prosedur-prosedur yang
ditetapkan PSA (sebagai contoh, keharusan untuk melakukan observasi
3

perhitungan fisik persediaan), atau yang ditetapkan oleh instansi lain yang
berwenang yang belum termasuk pada (3) dan (4) diatas.
Tentukan prosedur-prosedur untuk menentukan kesesuain dengan penyajian dan
pengungkapan menurut prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum.
IV.

PROSEDUR ANALITIS
Prosedur analitis seringkali dipandang kurang efektif bila dibandingkan
dengan pengujian detil. Namun demikian, dalam keadaan tertentu prosedur ini justru
dipandang lebih efektif. Sebagai contoh, perbandingan antara jumlah seluruh
pembayaran kepada seorang pemasok dengan barang yang sesungguhnya diterima,
bisa memberi petunjuk tentang adanya kelebihan pembayaran. Hal ini mungkin tidak
terdeteksi pada waktu dilakukan pengujian atas masing masing transaksi
pembayaran kepada pemasok.
PSA No.22, Prosedur Analitis ( SA 329.11 ), menyatakan bahwa efektivitas
dan efisiensi prosedur analitis tergantung pada :

Sifat asersi
Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan
Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk membuat taksiran
Ketepatan taksiran
Apabila hasil prosedur analitis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko
deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan
pengujian detil. Prosedur analitis biasanya ,tidak begitu mahal biaya pelaksanaannya.
Oleh karena itu, auditor perlu mempertimbangkan seberapa jauh prosedur ini dapat
digunakan untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat diterima sebelum auditor
memutuskan untuk melakukan pengujian detil.

V.

PENGUJIAN RINCIAN TRANSAKSI


Pengujian detil transaksi terutama berupa penelusuran ( Tracing ) dan
pencocokan ke dokumen pendukung ( vouching ). Sebagai contoh, detil transaksi bisa
ditelusur dari dokumen pendukung. Misalnya faktur penjualan dan voucher ke dalam
catatan akuntansi seperti jurnal penjualan dan dan register voucher.

Dalam pengujian ini auditor memeriksa sebagian ( dengan sampel ) atau


seluruh pendebetan dan pengkreditan atas suatu rekening. Hasil pengujian tersebut
digunakan untuk menarik kesimpulan tentang saldo rekening yang bersangkutan.
Pengujian ini biasanya dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen yang
terdapat dalam arsip klien. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur dan
dokumen yang digunakan.
Pengujian detil transaksi biasanya lebih banyak menyita waktu dan biayanya
juga lebih mahal. Efisiensi biaya akan tercapai bila auditor melaksanakan pengujian
berbarengan dengan pengujian pengendalian yang disebut pengujian bertujuan ganda.
VI.

PENGUJIAN RINCIAN SALDO


Pengujian detil atas saldo saldo dilakukan untuk mendapatkan bukti secara
langsung tentang sebuah saldo rekening, dan bukan pada masing masing pendebetan
atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.
Efektifitas pengujian ini juga tergantung pada prosedur yang digunakan dan
tipe bukti yang diperoleh. Berikut adalah contoh bagaimana efektifitas pengujian atas
saldo saldo dapat direncanakan untuk memenuhi berbagai tingkat risiko deteksi
untuk asersi penilaian atau pengalokasian rekening kas di bank.

VII.

PERBANDINGAN PENYAJIAN LAPORAN DENGAN GAAP


Persyaratan penyajian laporan aktiva tetap dalam keuangan bersifat ekstensif.
Properti yang digadaikan sebagai jaminan atas pinjaman harus diungkapkan.
Kelayakan pengungkapan klien yang berkaitan dengan aktiva menurut lease dapat
ditentukan dengan melihat kembali ke pengumuman akuntansi otoritatif dan
perjanjian lease yang berkaitan.

VIII.

JASA BERNILAI TAMBAH


Berikut ini adalah beberapa peluang bernilai tambah yang penting, yang dapat
diberikan akuntan publik dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh selama
audit atas sekuritas yang mudah dipasarkan dan saldo kas :

a) Menentukan asumsi-asumsi penting berkenaan dengan penerimaan kas dan


pembayaran beban operasi yang mempengaruhi peramalan saldo kas.
b) Membantu manajemen dalam mengembangkan model-model peramalan saldo kas,
pinjaman yang diperlukan, atau potensi kelebihan saldo kas yang tersedia untuk
investasi.
c) Mengidentifikasi peluang untuk mengubah praktik bisnis, seperti perubahan kebijakan
kredit atau perubahan manajemen persediaan, yang akan meningkatkan arus kas.
d) Membantu manajemen dalam mengembangkan kebijakan untuk investasi jangka
pendek kelebihan kas.
e) Mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan tingkat pengembalian atas investasi
jangka pendek atas kelebihan kas.

REFERENSI
Auditing, Edisi II 2014, AI. Haryono Jusup, M. B. A., Ak. , Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
https://japanesebuginese.wordpress.com/2013/01/18/audit-siklus-investasi-danpembiayaan/comment-page-1/

Anda mungkin juga menyukai