RMK
PERTEMUAN KE-3
Penentuan Resiko Deteksi
OLEH
KELOMPOK 4:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
(1315351007)
(1315351010)
(1315351019)
(1315351042)
(1315351044)
(1315351150)
I.
(03)
(05)
(09)
(14)
(15)
(36)
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan dapat mendeteksisalah
saji material yang ada dalam suatu asersi. Suatu rencana tingkat risikodeteksi yang
bisa diterima harus ditetapkan untuk setiap asersi laporan keuanganyang signifikan.
Apapun tingkat risiko yang digunakan auditor (cara kualitatifatau cara nonkuantitatif), rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkanhubungan yang dinyatakan
dengan model sebagai berikut :
RD=
RA
RB x RP
Keterangan :
RA = Risiko Audit
RB = Risiko Bawaan
RP = Risiko Pengendalian
RD = Risiko Deteksi
Model di atas menunjukkan bahwa pada suatu tingkat risiko audit tertentu
(RA) yang ditetapkan auditor, risiko deteksi (RD) adalah berhubungan terbalikdengan
tingkat risiko bawaan (RB) dan risiko pengendalian (RP) yang ditentukan.Apabila
digunakan dalam tahap perencanaan untuk menetapkan rencana risikodeteksi, maka
RP mencerminkan rencana tingkat risiko pengendalian yangditetapkan sebagai
komponen pertama dari strategi audit awal.
Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat
pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen terakhirdalam
penetapan strategi audit awal untuk suatu asersi.
II.
saldo.
PROSEDUR AWAL
Pengujian diawali dengan usaha mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan
bidang usaha klien.
Tujuan auditor menerapkan prosedur ini adalah untuk menaksir saldo utang
dagang dan untuk menetapkan hubungan antara utang dagang dan untuk menetapkan
hubungan antara utang dagang dengan rekening-rekening kunci lainnya seperti
pembelian atau persediaan.
Pengujian substantif untuk dimasukkan ke dalam program audit
1) Tentukan prosedur awal untuk :
Menelusur saldo awal ke kertas kerja tahun lalu (jika mungkin dilakukan)
Mereview aktivitas dalam rekening buku besar dan menyelediki hal hal
yang tidak biasa.
Memeriksa kebenaran penjumlahan pada catatan pendukung atau daftar
untuk digunakan pada pengujian berikutnya, dan memeriksa kecocokannya
dengan saldo di buku besar, untuk meyakinkan adanya kecocokan diantara
keduanya.
2) Tentukan prosedur analitis yang akan digunakan
3) Tentukan pengujian detail transaksi yang akan dilakukan
4) Tentukan pengujian detail saldo-saldo yang akan dilakukan (sebagai tambahan
atas 1a, b, c diatas)
5) Pertimbangkan apakah ada ketentuan atau prosedur khusus yang bias
diterapkan pada asersi yang sedang diuji, seperti prosedur-prosedur yang
ditetapkan PSA (sebagai contoh, keharusan untuk melakukan observasi
3
perhitungan fisik persediaan), atau yang ditetapkan oleh instansi lain yang
berwenang yang belum termasuk pada (3) dan (4) diatas.
Tentukan prosedur-prosedur untuk menentukan kesesuain dengan penyajian dan
pengungkapan menurut prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum.
IV.
PROSEDUR ANALITIS
Prosedur analitis seringkali dipandang kurang efektif bila dibandingkan
dengan pengujian detil. Namun demikian, dalam keadaan tertentu prosedur ini justru
dipandang lebih efektif. Sebagai contoh, perbandingan antara jumlah seluruh
pembayaran kepada seorang pemasok dengan barang yang sesungguhnya diterima,
bisa memberi petunjuk tentang adanya kelebihan pembayaran. Hal ini mungkin tidak
terdeteksi pada waktu dilakukan pengujian atas masing masing transaksi
pembayaran kepada pemasok.
PSA No.22, Prosedur Analitis ( SA 329.11 ), menyatakan bahwa efektivitas
dan efisiensi prosedur analitis tergantung pada :
Sifat asersi
Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan
Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk membuat taksiran
Ketepatan taksiran
Apabila hasil prosedur analitis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko
deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan
pengujian detil. Prosedur analitis biasanya ,tidak begitu mahal biaya pelaksanaannya.
Oleh karena itu, auditor perlu mempertimbangkan seberapa jauh prosedur ini dapat
digunakan untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat diterima sebelum auditor
memutuskan untuk melakukan pengujian detil.
V.
VII.
VIII.
REFERENSI
Auditing, Edisi II 2014, AI. Haryono Jusup, M. B. A., Ak. , Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
https://japanesebuginese.wordpress.com/2013/01/18/audit-siklus-investasi-danpembiayaan/comment-page-1/