Anda di halaman 1dari 29

Definisi Perencanaan Pendidikan

Dari berbagai pendapat atau definisi yang dikemukakan oleh para pakar
manajemen, antara lain :
a.

Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch

Perencanaan Pendidikan, adalah suatu proses yang yang mempersiapkan


seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan
kepadanpencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan
kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta
menyeluruh suatu Negara.

b.

Beeby, C.E.

Perencanaan Pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan ke masa


depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan
yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi,
social, dan politik untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal
memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut.

c.

Menurut Guruge (1972)

Perencanaan Pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan di masa depan


dalam bidang pembangunan pendidikan.

d.

Menurut Albert Waterson (Don Adam 1975)

Perencanaan Pendidikan adala investasi pendidikan yang dapat dijalankan oleh


kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan
ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.

e.

Menurut Coombs (1982)

Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang rasional dianalisis sistematis


proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif
dan efisien dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta
didik dan masyarakat.

f.

Menurut Y. Dror (1975)

Perencanaan Pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan seperangkat


keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk

mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi


dan social secara menyeluruh dari suatu Negara.
Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa
pendapat tersebut, adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan
dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan
keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat asas) internal yang
berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam
bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam
pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak
harus selalu satu kegiatan mendahului dan didahului oleh kegiatan lain.
Secara konsepsional, bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan oleh
cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam hal
ini terdapat banyak komponen yang ikut memproses di dalamnya. Adapun
komponen-komponen yang ikut serta dalam proses ini adalah :
1. Tujuan pembangunan nasional bangsa yang akan mengambil keputusan
dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam rangka kebijaksanaan nasional
dalam bidang pendidikan.
2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan kebijakan (policy) secara
operasional yang akan mewarnai proses pelaksanaan dari perencanaan
pendidikan. Maka ketepatan pelaksanaan dari perencanaan pendidikan.

Dalam penentuan kebijakan sampai kepada palaksanaan perencanaan


pendidikan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : siapa yang
memegang kekuasaan, siapa yang menentukan keputusan, dan faktor-faktor apa
saja yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan. Terutama dalam hal
pemegang kekuasaan sebagai sumber lahirnya keputusan, perlu memperoleh
perhatian, misalnya mengenai system kenegaraan yang merupakan bentuk dan
system manajemennya, bagaimana dan siapa atau kepada siapa dibebankan
tugas-tugas yang terkandung dalam kebijakan itu. Juga masalah bobot u ntuk
jaminan dapat terlaksananya perencanaan pendidikan. Hal ini dapat diketahui
melalui output atau hasil system dari pelaksanaan perencanaan pendidikan itu
sendiri, yaitu dokumen rencana pendidikan.
Dari beberapa rumusan tentang perencanaan pendidikan tadi dapat dimaklumi
bahwa masalah yang menonjol adalah suatu proses untuk menyiapkan suatu
konsep keputusan yang akan dilaksanakan di masa depan. Dengan demikian,
perencanaan pendidikan dalam pelaksanaan tidak dapat diukur dan dinilai
secara cepat, tapi memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya dalam
kegiatan atau bidang pendidikan yang bersifat kualitatif, apalagi dari sudut
kepentingan nasional.

SEJARAH PERENCANAAN PENDIDIKAN

Konsep dasar perencanaan pendidikan telah dikenal pada 25 abad yang lalu,
yaitu sejak bangsa Sparta mengembangkan sistem pendidikan yang ditujukan
untuk membantu manusia Sparta di bidang militer, sosial dan ekonomi. Plato
dalam bukunya, Republic menyatakan bahwa perencanaan sekolah bertujuan
untuk melayani masyarakat.
Pada abad ke-18 ditemukan tulisan yang berkenaan dengan perencanaan
pendidikan yang berjudul Perencanaan Universitas di Rusia karya Diderot.
Selanjutnya, pada abad ke-19 sudah terdapat beberapa perencanaan
pembangunan sekolah dan perencanaan pendidikan guru.
Setelah perang dunia ke I, pada tahun 1923, Rusia dalam Rencana Pembangunan
Lima Tahun I merupakan Negara pertama yang menerapkan konsep perencanaan
pendidikan, kemudian diikuti Prancis (1929), Amerika Serikat (1933), Swiss
(1941), dan Puerto Rico pada tahun 1941.

Teori Perencanaan Pendidikan


Menurut Hudson dalam Tanner dalam Maswarita (2010), teori perencanaan
meliputi, antara lain: synoptic, incremental, transactive, advocacy, dan radikal.
Selanjutnya di kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama teori SITAR sebagai
penggabungan dari taksonomi Hudson.
1.

Teori Synoptic

Disebut juga system planning, rational system approach, rasional comprehensive


planning. Menggunakan model berfikir system dalam perencanaan, sehingga
objek perencanaan dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat, dengan satu
tujuan yang disbebut visi. Langkah-langkah dalam perencanaan ini meliputi :
a.

pengenalan masalah,

b.

mengestimasi ruang lingkup problem

c.

mengklasifikasi kemungkinan penyelesaian,

d.

menginvestigasi problem,

e.

memprediksi alternative,

f.

mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian spesifik.

Didasarkan pada kemampuan institusi dan kinerja personalnya. Bersifat


desentralisasi dan tidak cocok untuk jangka panjang. Jadi perencanaan ini
menekankan perencanaan dalam jangka pendek saja. Yang dimaksud dengan
desentralisasi pada teori ini adalah si perencana dalam merencanakan objek
tertentu dalam lembaga pendidikan, selalu mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan.

2.

Teori transactive

Menekankan pada harkat individu yang menjunjung tinggi kepentingan pribadi


dan bersifat desentralisasi, suatu desentralisasi yang transactive yaitu
berkembang dari individu ke individu secara keseluruhan. Ini berarti
penganutnya juga menekankan pengembangan individu dalam kemampuan
mengadakan perencanaan.

3.

Teori advocacy

Menekankan hal-hal yang bersifat umum, perbedaan individu dan daerah


diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik tolak dari pengamatan secara
empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan bernilai advocacy
(mempertahankan dengan argumentasi).
Kebaikan teori ini adalah untuk kepentingan umum secara nasional. Karena ia
meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan
terhadap minoritas, menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan
umum. Perencanaan yang memakai teori ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah/
atau badan pusat.

4.

Teori radikal

Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal untuk
melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat dengan cepat
mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan kebutuhan.
Perencanaan ini bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari
individu dan minimum dari pemerintah pusat / manajer tertinggilah yang dapat
dipandang perencanaan yang benar. Partisipasi disini juga mengacu kepada
pentingnya kerja sama antar personalia. Dengan kata lain teori radikal
menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri menangani lembaganya.
Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri menangani pendidikannya.

5.

Teori SITAR

Merupakan gabungan kelima teori diatas sehingga disebut juga complementary


planning process. Teori ini menggabungkan kelebihan dari teori diatas sehingga
lebih lengkap. Karena teori ini memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat
atau lembaga tempat perencanaan itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi
SITARS yaitu S terakhir adalah menunjuk huruf awal dari teori situational. Berarti
teori baru ini di samping mengombinasikan teori-teori yang sudah ada
penggabungan itu sendiri ada dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan

kondisi lembaga pendidikan dan masyarakat. Jadi dapat kita simpulkan bahwa
teori-teori diatas mempunyai persamaan dan pebedaannya.
Persamaannya:
1.

Mempunyai tujuan yang sama yaitu pemecahan masalah

2. Mempunyai obyek perencanaan yang sama yaitu manusia dan lingkungan


sekitarnya.
3. Mempunyai beberapa persyaratan data, keahlian, metode, dan mempunyai
konsistensi internal walaupun dalam penggunaannya terdapat perbedaan
penitikberatan.
4. Mempertimbangkan dan menggunakan sumberdaya yang ada dalam
pencapaian tujuan

Sedangkan Perbedaannya adalah :


1. Perencanaan synoptic lebih mempunyai pendekatan komprehensif dalam
pemecahan masalah dibandingkan perencanaan yang lain, dengan lebih
mengedepankan aspek-aspek metodologi, data dan sangat memuja angka atau
dapat dikatakan komprehensif rasional. Hal ini yang sangat minim digunakan
dalam 4 pendekatan perencanaan yang lain.
2. Perencanaan incremental lebih mempertimbangkan peran lembaga
pemerintah dan sangat bertentangan dengan perencanaan advokasi yang
cenderung anti kemapanan dan perencanaan radikal yang juga cenderung
revolusioner.
3. Perencanaan transactive mengedepankan faktor faktor perseorangan /
individu melalui proses tatap muka dalam salah satu metode yang digunakan,
perencanaan ini kurang komprehensif dan sangat parsial dan kurang sejalan
dengan perencanaan Synoptic dan Incremental yang lebih komprehensif.
4. Perencanaan advocacy cenderung menggunakan pendekatan hukum dan
obyek yang mereka ambil dalam perencanaan adalah golongan yang lemah.
Perencanaan ini bersifat sosialis dengan lebih mengedepankan konsep kesamaan
dan hal keadilan sosial.
5. Perencanaan Radikal seakan akan tanpa metode dalam memecahkan
masalah dan muncul dengan tiba-tiba (spontan) dan hal ini sangat kontradiktif
dengan pendekatan incremental dan synoptic yang memepertimbangkan aturan
aturan yang ada baik akademis/metodologis dan lembaga pemerintahan yang
ada.

Pendekatan Social Demand

1.

Pengertian pendekatan Social Demand

Menurut Vembrianto (1985:46) Pendekatan kebutuhan sosial atau social


demand adalah suatu pendekatan dalam perencanaan pendidikan yang
didasarkan atas tuntutan atau kebutuhan sosial akan pendidikan.
Pendekatan sosial demand atau kebutuhan sosial atau tuntutan sosial adalah
suatu istilah yang kabur dan mengcaukan(jarang digunakan oleh pendidik) dan
dapat diartikan bermacam-macam. Arti yang paling umum digunakan adalah
kumpulan tuntuntan yang umum untuk memperoleh pendidikan, yakni jumlah
dari tuntutan individu akan pendidikan di suatu tempat, pada suatu waktu
tertentu, di dalam suatu budaya politik dan ekonomi tertentu. (Coombs,
1982:33)
Sedangkan menurut A. W. Guruge dalam Udin S (2005:234) Pendekatan
kebutuhan sosial adalah pendekatan tradisional bagi pembangunan pendidikan
dengan menyediakan lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi tekanantekanan untuk memasukkan sekolah serta memungkinkan pemberian
kesempatan kepada pemenuhan keinginan-keinginan murid dan orangtuanya
secara bebas.
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh
para ahli disebut dengan pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau
tujuan yang hendak dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih
menekankan pada tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh
individu terhadap layanan pendidikan dasar, pemberian layanan pembelajaran
untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf), dan
pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan
dari penjajahan, kebodohan dan kemiskinan. Oleh karena itu, pendekatan
kebutuhan sosial ini biasanya dilaksanakan pada negara yang baru merdeka
dengan kondisi masyarakat yang masih terbelakang kondisi pendidikan dan
sosial ekonominya.
Menurut Timan (2004:25) terdapat beberapa kritik utama yang ditujukan pada
pendekatan sosial demand dalam perencanaan pendidikan, antara lain:
a. Pendekatan ini tidak memikirkan tentang berapa sumber-sumber biaya yang
tersedia untuk pendidikan.
b. Dalam pendekatan ini tidak diingat adanya sifat dan pola tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh dunia perekonomian dan akan berlebih-lebihan menghasilkan
tenaga skerja dalam satu bidang sedangkan yang lainnya sangat kekurangan.
c. Pendekatan ini cenderung memberikan stimulasi demand yang berlebihan,
understimate dalam pembiayaan, dan mengarahkan pembagian sumber yang
sangat kecil.

Menurut Davis dalam Effendi (2000:24) Social demand diaplikasikan pada tiga
bentuk perencanaan yang berbeda, bentuk-bentuk tersebut antara lain adalah:
1. Bila yang ditargetkan adalah pendidikan dasar, biasanya dinyatakan dalam
term-term demografis, misalnya semua anak yang berumur 7-12 th
mendapatkan pendidikan dasar.
2. Bila rencana mentargetkan pada tujuan nasional yang ditunjang oleh nilainilai etis sosial, misalnya semua warga Negara berhak atas pendidikan dasar.
3. Bila proyeksi rencana didasarkan pada analisis kebutuhan yang disamakan
untuk semua tingkat dan jenis pendidikan.

2.

Kelebihan pendekatan Social Demand

Ada beberapa kelebihan dalam penggunaan pendekatan kebutuhan sosial dalam


perencanaan pendidikan. Di antara sisi positif dari pendekatan ini antara lain
adalah pendekatan ini lebih cocok untuk diterapkan pada masyarakat atau
negara yang baru merdeka dengan kondisi kebutuhan sosial, khususnya layanan
pendidikan masih sangat rendah atau masih banyak yang buta huruf. Selain itu
pendekatan ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan
pendidikan dasar yang dibutuhkan pada warga masyarakat, karena
keterbelakangan di bidang pendidikan akibat penjajahan, sehingga layanan
pendidikan yang diberikan langsung bersentuhan dengan kebutuhan sosial yang
mendasar yang dirasakan oleh masyarakat.

3.

Kekurangan pendekatan Social Demand

Selain kelebihan, pendekatan kebutuhan sosial ini juga memiliki beberapa


kekurangan. Menurut Arifin (2010) kekurangan pendekatan sosial ini antara lain
adalah:
a. Pendekatan ini cenderung hanya untuk menjawab persoalan yang
dibutuhkan masyarakat pada saat itu, yaitu pemenuhan kebutuhan atau
tuntutan layanan pendidikan dasar sebesar-besarnya, sehingga mengabaikan
pertimbangan efisiensi pembiayaan pendidikan.
b. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek kualitas (jumlah yang
terlayani sebanyak-banyaknya), sehingga kurang memperhatikan kualitas dan
efektivitas pendidikan. Oleh karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros.
c. Pendekatan ini mengabaikan ciri-ciri dan pola kebutuhan man power yang
diperlukan di sektor kehidupan ekonomi, dengan demikian hasil atau output
pendidikan cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.

d. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek pemerataan pendidikan


(dimensi kuantitatif) dan kurang mementingkan aspek kualitatif. Di samping itu
pendekatan ini kurang memberikan jawaban yang tepat dalam upaya
pencapaian tujuan pendidikan, karena lebih menekankan pada aspek
pemenuhan kebutuhan sosial, sementara aspek atau bidang kehidupan yang lain
kurang diperhatikan.

Ada tiga kritik yang penting sehubungan dengan pendekatan tuntutan sosial ini,
khususnya yang dilancarkan oleh para ahli ekonomi; yaitu sebagai berikut
(Coombs, 1987:35).
1. Pendekatan ini mengabaikan masalah besarnya sumber alokasi nasional dan
menganggap bahwa tidak menjadi masalah berapa banyak sumber itu mengalir
untuk pendidikan yang seharusnya dapat dipakai dengan baik untuk
pembangunan nasional secara keseluruhan.
2. Pendekatan ini mengabaikan sifat dan macam tenaga kerja yang dihasilkan
yang diperlukan oleh sektor ekonomi, jenis tertentu terlalu banyak dan jenis lain
berkurang
3. Pendekatan ini cenderung terlalu merangsang timbulnya tuntutan
masyarakat untuk memperoleh pendidikan, meremehkan biaya, dan
memeratakan sumber dana yang terbatas untuk terlalu banyak murid yang
mengakibatkan menurunnya kualitas dan efektifitas sedemikian rupa sehingga
pendidikan menjadi sesuatu bentuk penanaman modal yang diragukan.

Maswarita (2010) Pendekatan model kebutuhan sosial ini didasarkan atas


keperluan masyarakat saat ini dan menitik beratkan pada pemerataan
pendidikan seperti wajib belajar (wajar 9 tahun). Kekurangannya pendekatan
model ini adalah:
1.

mengabaikan alokasi dalam skala nasional,

2.

mengabaikan kebutuhan perencanaan ketenagakerjaan,

3. cenderung hanya menjawab problem pemerataan dengan lebih


mengutamakan kuantitas daripada kualitas pendidikan.

4.

Tujuan pendekatan Social Demand

Pendekatan ini menitik beratkan pada tujuan pendidikan yang mengandung misi
pembebasan terutama bagi negara-negara berkembang yang kemerdekaannya
baru saja diperoleh setelah melalui perjuangan pembebasan yang sangat lama.
Pendidikan membebaskan rakyat dari rasa ketakutan, dari penjajahan,

kebodohan dan kemiskinan. Misi pembebasan yang menjiwai tuntutan terhadap


pendidikan merupakan tekanan keras bagi penyelenggara pendidikan.
Dengan melihat karakteristik tuntutan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendekatan ini lebih menekankan pemerataan kesempatan atu kuantitatif,
dibandingkan dengan aspek kualitatif. Karena itu pendidikan dasar merupakan
prioritas utama yang harus diberikan kepada setiap anak usis SD. Kewajiban
belajar merupakan manifestasi dari tuntutan sosial ini untuk membebaskan
populasiusia sekolah dari tuna aksara.
Tujuan pendekatan ini adalah untuk memenuhi tuntutan atu permintaan seluruh
individu terhadap pendidikan pada tempat dan waktutertentu dalam situasi
perekonomian politik dan kebudayan yang ada pada waktu itu. Ini berarti bahwa
sektor pendidikan harus menyediakan lembaga-lembaga pendidikan serta
fasilitas untuk menampung seluruh kelompok umur yang ingin menerima
pendidikan. Jika jumlah tempat yang tersedia masih lebih kecil daripadajmlah
tempat yang seharusnya ada, maka dikatakan bahwa permintaan masyarakat
melebihi penyediaan.

5.

Analisis Kebutuhan Sosial

Apabila pendekatan kebutuhan sosial ini dipergunakan, maka tugas para


perencana pendidikan harus memperkirakan kebutuhan pada masa yang akan
datang dengan menganalisa:
a.

Pertumbuhan penduduk

b. Partisipasi dalam pendidikan (yakni dengan menghitung prosentase


penduduk yang bersekolah)
c. Arus murid dari kelas satu ke kelas yang lebih tinggi dan dari satu tingkat ke
tingkat pendidikan yang lebih tinggi (misalnya dari SD ke SLTP ke SMA dan ke
perguruan tinggi).
d. Pilihan atau keinginan masyarakatdari individu tentang jenis-jenis
pendidikan.

Selanjutnya para perencana diminta untuk merencnakan penggunaan tenaga


dan fasilitas yang adasecara optimal dan memobilisasikan dana dan daya upaya
agar supaya permintaan masyarakat terhadap pendidikan menjadi terpenuhi.
Dalam banyak negara, penyediaan pendidikan dasar baik dalam sekolah maupun
di luar sekolah didasarkan pada pendekatan permintaan masyarakat.
Pendekatan seperti ini sukar diukur dan diteliti, kecuali untuk negara yang sudah
melaksanakan undang-undang kewajiban belajar serta mempunyai data lengkap
atau adanya kebijakan pemerintah.

6.

Pertimbangan dalam menyusun pendekatan Social Demand

Menurut Efendi(2000:25) ada beberapa hal yan perlu diperhitungkan dalam


menggunakan pendekatan kebutuhan sosial ini, antara lain adalah:
a.

Adanya kewajiban belajar yanng dikeluarkan oleh pemerintah.

b. Kondisi-kondisi sosial ekonomis yang memungkinkan untuk menyekolahkan


anak.
c.

Kondisi-kondisi sosial yang ada pada masyarakat.

d.

Kemauan orang dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.

e. Motif untuk maju yang ada pada masayarakat ataupun yang sudah
berkembang khususnya pada anak-anak usia sekolah.
f.

Tersedianya sumber-sumber dana berupa beasiswa.

Selain itu, menurut Arifin (2010), hal yang perlu diperhatikan oleh penyusun
dalam merancang perencanaan pendidikan dengan pendekatan kebutuhan
sosial, antara lain adalah:
a.

Melakukan analisis tentang pertumbuhan penduduknya.

b. Melakukan analisis tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam


pelaksanaan pendidikan, misalnya melakukan analisis presentase penduduk
yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan, yang dapat memberikan
kontribusi dalam peningkatan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan.
c. Melakukan analisis tentang dinamika atau gerak peserta didik dari sekolah
tingkat dasar sampai perguruan tinggi, misalnya kenaikan kelas, kelulusan dan
dropout.
d. Melakukan analisis tentang minat atau keinginan warga masyarakat tentang
jenis layanan pendidikan di sekolah.
e. Melakukan analisis tentang tenaga pendidik dan kependidikan yang
dibutuhkan, dan dapat difungsikan secara maksimal dalam proses layanan
pendidikan.
f. Melakukan analisis tentang keterkaitan antara output satuan pendidikan
dengan tuntutan masyarakat atau kebutuhan sosial di masyarakat.

C.

Pendekatan Man Power

Pengertian pendekatan Man Power

Menurut Effendi (2000:26) Pendekatan man power adalah pendekatan yang


lebih menekankan pada pendayagunaan tenaga kerja hasil suatu sistem
pendidikan. Sedangkan menurut Yagi (2010) Pendekatan ketenagakerjaan
merupakan pendekatan yang mendisain perencanaan pendidikan dikaitkan
dengan pengembangan tenaga manusia melalui pendidikan, guna memenuhi
tuntutan kebutuhan sektor perekonomian. Dengan demikian, perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan terhadap penerimaan
ketenagakerjaan akan mengidentifikasikan mengenai besarnya kebutuhan
tenaga kerja untuk kurun waktu tertentu.
Pengembangan sumber daya manusia melalui sistem pendidikan adalah suatu
syarat yang penting untuk perkembangan ekonomi dan merupakan suatu
penanaman sumber daya yang langka yang baik, hasil pola dan kualitas
pendidikan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. (Coombs,
1982:34).
Pendekatan tenaga kerja berguna untuk mengatasi kesenjangan tenaga kerja
dan ketidakseimbangan yang ekstrim dalam pola hasil pendidikan yang
membutuhkan perbaikan. Pendekatan ini hampir tidak memerlukan penelitian
statistik yang terperinci. Pendekatan tenaga kerja dapat juga memberikan
bimbingan yang bermanfaat bagi pendidik tentang bagaimana kualifikasi
pendidikan pekerja untuk dikembangkan di masa mendatang. Misalnya,
bagaimana seharusnya proporsi relatif dari orang yang berpendidikan atau
tingkat pendidikan yang lebih rendah, pendidikan menengah, dan berbagai
latihan setelah pendidikan tingkat menengah. Hal ini sangat berguna untuk
diketahui para perencana pendidikan, tetapi jauh berbeda dari syarat-syarat
tenaga kerja yang terperinci (Coombs, 1987: 37).
Perlu diperhatikan pula bahwa perhitungan kebutuhan tenaga kerja sesuai
dengan lapangan kerja yang tersedia maupun yang akan tersedia tidak terlepas
dari faktor kualitas yang diharapkan. Semua ini mempunyai implikasi bahwa
seorang perencana pendidikan setidak-tidaknya dapat memprediksi
kemungkinan-kemungkinan perkembangan, baik secara kualitas maupun
kualitas, terutama menyangkut sektor-sektor ekonomi dengan pedistribusian
yang dapat diproyeksi. Timan (2004:17) Pertumbuhan ekonomi tidak hanya
memerlukan sumber dan fasilitas fisik, tetapi juga memerlukan sumber-sumber
manusia yang mengorganisasi dan menggunakan fasilitas fisik. Jadi
pengembangan sumber manusia melalui sistem pendidikan adalah suatu syarat
penting untuk pertumbuhan ekonomi dan suatu investasi yang baik dari sumbersumber yang langka, dengan menentukan pola dan mutu output pendidikan
sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja di bidang perekonomian.
Banyak ahli ekonomi yang menyukai pendekatan man power terhadap
perencanaan pendidikan. Argumen yang mendukungnya secara singkat dapat
dikemukakan sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi adalah sumber utama
suatu pembangunan nasional secara menyeluruh dan oleh karenanya menjadi
pertimbangan utama dalam mengalokasikan sumber-sumbernya. (Timan,
2004:26)

Kelebihan pendekatan Man Power


Menurut Arifin (2010) ada beberapa kelebihan dari pendekatan man power,
antara lain adalah:
a. Prospek pembelajaran atau layanan pendidikan di satuan pendidikan
mempunyai aspek korelasionalyang tinggi dengan tuntutan dunia kerja yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
b. Pendekatan ini mengharuskan adanya keterjalinan yang erat antaralembaga
pendidikan dengan dunia usaha dan industri, hal ini tentu sangat positif untuk
meminimalisir terjadinya kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia
industri dan usaha.

Kekurangan pendekatan Man Power


Selain kelebihan, pendekatan ketenagakerjaan ini juga mempunyai beberapa
kekurangan, antara lain:
a. Mempunyai peranan yang terbatas terhadap perencanaan pendidikan,
karena pendekatan ini telah mengabaikan peran sekolah menengah umum, dan
lebih mengutamakan sekolah menengah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan
dunia kerja.Dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum, pendidikan
kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda. Lembaga pendidikan kejuruan
lebih menekankan pada usaha mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja
dalam bidang tertantu (UUSPN dalam Wena, 1997:1). Namun dalam realitasnya
masih banyak lulusan sekolah menengah kejuruan yang menganggur (outputnya
tidak terserap di dunia kerja).
b. Perencanaan ini lebih menggunakan orientasi, klasifikasi, dan rasio antara
permintaan dan persediaan.
c. Tujuan utamanya untuk memenuhi dunia kerja, sedangkan disisi lain
tuntutan dunia kerja selalu berubah-ubah(bersifat dinamik) begitu cepat,
sehingga lembaga pendidikan kejuruan sering kurang mampu mengatasinya
dengan baik.

Selain itu kesalahan penerapan pendekatan man power antara lain: pertama,
pendekatan ini memberi bimbingan terbatas kepada para perencana pendidikan.
Tidak pernah membicarakan pendidikan dasar (karena memang kurang
berhubungan dengan pekerjaan), bahkan implikasinya menghambat perluasan
pendidikan dasar. Sebagian besar studi man power mengarahkan perhatiannya
kepada man power tingkat tinggi yang dibutuhkan oleh sektor modern(sebagian
besar tenaga kerja kota). Jadi perencana diberi data yang tidak berguna bagi
pendidikan orang-orang yang akan menjadi tenaga kerja bangsa di masa depan

yang sebagian besar memerlukan tenaga kerja semi-terampil dan tidak terampil
di kota, serta tenaga kerja yang sebagian besar hidup di desa.
Kedua, klasifikasi pekerjaan dan rasio tenaga kerja(umpamanya, rasio yang
diinginkan antara insinyur dan tenaga teknis, dokter dan perawat) yang
digunakan dalam mengadakan studi man power di negara-negara sedang
berkembang, begitu juga asumsi kualifikasi pendidikan bagi setiap pekerjaan,
biasanya dipinjam dari negara industri dan tidak sesuai dengan kenyataan di
negara sedang berkembang tersebut. Rencana pendidikan yang didasarkan pada
asumsi yang salah dapat berakibat salahnya persiapan generasi muda untuk
jabatan yang akan dipangkunya.
Ketiga adalah ketidakmungkinan membuat perkiraan yang dapat dipercaya
tentang kebutuhan man power untuk menjadi nilai nyata perencanaan
pendidikan, karena banyaknnya faktor terlibat. Makin terperinci dan makin
panjangnya suatu perkiraan, makin tidak dapat dipercaya kebenarannya.
Menurut Vembrianto(1985: 48) Pendekatan man power ini mempunyai
kelemahan-kelemahan, yaitu :
1. Pendekatan ini mempunyai peranan yang terbatas terhadap perencanaan
pendidikan, pendekatan ini mengabaikan sekolah dasar karena dipandang
sebagai tidak berhubungan dengan dunia kerja sehingga hanya mengutamakan
pendidikan yang menghasilkan man power tingkat tinggi yang diperlukan oleh
sektor dunia pekerjaan modern, padahal di masa depan masih tetap diperlukan
tenaga-tenaga semi-skilled dan unskilled baik di kota-kota maupun di desa-desa
2. Pendekatan ini menggunakan klasifikasi dan ratio manpower (ratio dokterjuru rawat, insinyur-tukang, dll), yang didasarkan atas keadaan masyarakat yang
telah mencapai taraf ekonomi industri, dengan demikian tidak sesuai dengan
kenyataan-kenyataan di Negara-negara berkembang, akibatnya terjadi
pendidikan yang salah atau berlebihan yang dipersiapkan untuk jabatan-jabatan
tertentu.
3. Kesulitan ketiga ialah disebabkan oleh tidak mungkinnya membuat
forecasting yang dapat dipercaya mengenai kebutuhan man power yang
diperlukan bagi perencanaan pendidikan, karena adanya ketidak pastian
ekonomik, teknologik,dll., lebih-lebih di Negara-negara berkembang; makin
terperinci jabatan-jabatan itu, dan makin panjang jangka waktu yang
dimasukkan dalam perencanaan itu, makin tidak dapat dipercaya perencanaan
tersebut; pasaran kerja itu sangat labil, bergerak dari keadaan kekurangan ke
kelebihan.

Tujuan pendekatan Man Power

Yang dimaksud dengan ketenagakerjaan menurut A. W. Guruge dalam Udin S


(2005:239)Gearing on educational eforts to the fulfiment of national man
powerrequirement. Jadi menurut Guruge pendekatan ini bertujuan
mengarahkankegiatan pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan
nasional akan tenaga kerja.
Pendekatan ini mengutamakan kepada keterkaitan lulusan sistem pendidikan
dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan
seperti sektor ekonomi, pertanian, perdagangan dan industri. Tujuan yang akan
dicapai adalah bahwa pendidikan itu diperlukan untuk membantu lulusan
memperolehkesempatan kerja yang lebih baikhingga tingkat kehidupannya
dapat diperbaiki melalui penghasilan karena dikaitkan langsung dengan usaha
pemenuhan kebutuhan dasar setiap orang. Karena itu, tekanan utama adalah
relevansi program pendidikan denganberbagai sektor pembangunan dilihat dari
pemenuhan ketenagaan.
Pendidikan kejuruan dan teknologi baik pada tingkat menengah maupun tingkat
universitas merupakan prioritas. Untuk memenuhi tuntutan relevansi seperti
yang telah disebutkan, kurikulum dikembangkan sedemikian rupa hingga lulusan
yang merupakan output sistem pendidikan sipa pakai di lapangan. Implikasi dari
pendekatan ini adalah pendidikan harus diorientasikan kepada pekerjaan yang
mungkin diperlukan di pasaran kerja.

Pertimbangan dalam menyusun pendekatan Man Power


Menurut Arifin (2010) Apabila pendekatan ini dipakai oleh para penyusun
perencanaan pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a. Melakukan kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang diperlukan
oleh dunia kerja yang ada di masyarakat secermat mungkin.
b. Melakukan kajian atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan
keterampilan apa yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mampu
menyesuaikan diri secara cepat(adaptif) terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terjadi di dunia kerja.
c. Mengkaji atau menganalisis tentang sistem layanan pendidikan yang terbaik
dan mampu memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk terjun di dunian
kerja, oleh karena itu perludilakukan anlisis peluang kerja dan menjalin
kerjasama antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri.

Saud dan Makmun A. S (2005: 243) Alternatif pendekatan perencanaan


pendidikan dalam pendekatan kebutuhan ketenaga kerjaan mengutamakan
kepada keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga
kerja pada berbagai sektor pembangunan dengan tujuan yang akan dicapai
adalah bahwa pendidikan itu diperlukan untuk membantu lulusan memperolah

kesempatan kerja yang lebih baik sehingga tingkat kehidupannya dapat


diperbaiki.

D. Pendekatan Cost Benefit


Pengertian pendekatan Cost Benefit
Pendekatan cost benefit adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan pada
keseimbangan antara keuntungan dan kerugian (Yagi, 2010). Prinsip untung rugi
inilah yang dipakai oleh individu yang rasional kalau memutuskan bagaimana
sebaiknya membelanjakan uang agar keinginannya tercapai.
Ia meneliti alternatif-alternatifnya, menimbang biaya masing-masing alternatif
dan kepuasan yang menyertainya atau kegunaan yang akan diperolehnya dan
kemudian memilih kemungkinan tertentu sebatas kemampuannya yang paling
menguntungkan.

Ciri-ciri pendekatan Cost Benefit


Ciri-ciri pendekatan ini antara lain adalah:
a. Pendidikan memerlukan biaya investasi yang besar, oleh karena itu
perencanaan pendidikan yang disusun harus mempertimbangkan aspek
keuntungan ekonomis.
b.

Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa:

1. Kualitas layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik dan secara
langsung akan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
2. Sumbangan seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding
dengan tingkat pendidikannya.
3. Perbedaan pendapat seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas
pendidikan bukan ditentukan oleh latar belakang sosialnya.
c. Perencanaan pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya
meningkatkan kualitas SDM (penguasan IPTEK), dan dengan tersedianya kualitas
SDM, maka diharapkan income masyarakat akan meningkat
d. Program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati
prioritas pembiayaan yang besar.

Kelebihan pendekatan Cost Benefit


Adapun kelebihan pendekatan cost benefit menurut Arifin (2010) antara lain
adalah:

a. Perencanaan pendidikan yang disusun akan mempunyai aspek fungsional


dan keuntungan ekonomis, sehingga bentuk-bentuk layanan pendidikan yang
dianggap kurang produktif bisa ditiadakan melalui pendekatan efisiansi
investasi.
b. Pendekatan ini selalu memilih alternatif yang menghasilkan keuntungan
lebih banyak daripada biaya yang dikeluarkan.

Kekurangan pendekatan Cost Benefit


Ada beberapa kelemahan pendekatan cost benefit menurut Abin dalam Arifin
(2010), diantaranya adalah:
a. Akan mengalami kesulitan dalam menentukan secara pasti biaya dan
keuntungan (cost dan benefit) dari layanan pendidikan, terlebih apabila
digunakan mengukur keuntungan untuk periode atau masa yang akan datang.
b. Sangat sulit untuk mengukur secara pasti atau menghitung keuntungan
(benefit) yang dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan pekerjaan yang
dikaitkan dengan layanan pendidikan sebelumnya.
c. Faktor internal individu (misalnya motivasi, disiplin, kelas sosial, orientasi
hidup individu dan sejenisnya) dan hanya melihat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan penghasilan.
d. Perbedaan pendapat seseorang sebenarnya tidak semata-mata
menunjukkan kemampuan produktifitas individual, tetapi ada faktor lain yang
ikut menentukan yaitu faktor konvensi sosial atau banyak dipengaruhi dari kerja
kelompok.
e. Keuntungan dari pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa
keuntungan finansial (material), tetapi juga dapat dilihat dari keuntungan sosial
budaya.

Selain itu, salah satu kelemahan dan kritik khusus bagi pendekatan cost benefit
adalah masalah the estimate income for gone by student yang dimasukkan ke
dalam perhitungan biaya, terutaman di negara yang dilanda masalah
pengangguran. Kelemahan yang lebih serius berhubungan dengan perhitungan
keuntungan dimasa yang akan datang. Cara yang biasanya dipergunakan adalah
menghitung perbedaan life time learning setiap orang yang merupakan akibat
dari pendidikan yang diperolehnya, dikurangi dengan presentase yang dibuat
sebagai ganti dari sebab-sebab non-pendidikan terhadap pndapatan ini
(umpamanya: motivasi, latar belakang keluarga dan relasi). Tetapi perbedaan
pendapat di masa mendatang, sehubungan dengan berbagai perbadaan
pendidikan dihitung atas dasar perbedaan masa lampau dan masa sekarang
secara implisit.

Tujuan pendekatan Cost Benefit


Pendekatan ini adalah bersifat ekonomi dan berpangkal dari konsep investment
in human capital atau investasi pada sumber daya manusia. Setiap investasi
harus mendatangkan keuntungan yang dapat diukur dengan nilai moneter.
Pendidikan memerlukan investasi yang besar dan karena itu keuntungan dari
investasi tersebut harus dapat diperhitungkan bilamana pendidikan itu memang
mempunyai nilai ekonomi.
Pendidikan secara konseptual tampaknya tidak diragukan lagi mempunyai nilai
ekonomi artinya pendidikan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,
walaupun para ahli ekonomi mengalami kesukaran secara nyata dan pasti dalam
mengukur kontribusi tersebut, karena sifat dan ciri pendidikan yang kompleks
itu. Keterkaitan pendidikan dengan ekonomi dapat diterangkan dengan faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi seperti tenaga kerja, pengetahuan
dan teknologi. Faktor ini hanya dapat diwujudkan denganmasuknya peran
pendidikanmelalui faktor manusia, sebab pembangunan ekonomi pada dasarnya
dilakukan oleh manusia dan untuk manusia. Sedangkan pebangunan manusia
hanya mungkin dilakukan oleh pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, pendekatan untung rugi atu keefektifan biaya
mempunyai implikasi sesuai dengan prinsipekonomi yaituprogram pendidikan
yang mempunyai nilai ekonomi tinggimenempati urutan atau prioritas tinggi.
Karena pendekatan keefektifan biayamempunyai keterkaitan erat dengan
pendekatan ketenagakerjaan, maka program pendidikan kejuruandan teknologi
yang lulusannya mempunyai kesempatan lebih baikuntuk bekerja mendapt
prioritas dalam alokasi pembiayaan sebagai bentuk nvestasi dalam pendidikan.

Langkah Penting Dalam Pelaksanaan Perencanaan Pendidikan


Perencanaan pendidikan harus meliputi dua macam perencaanaan, yaitu
perencanaan makro yang membuat dimensi yang luas daripada sistem
pendidikan dan relasinya dengan perencanaan dalam bidang sosial dan ekonomi
serta perencanaan mikro yang memuat perencanaan mengenai proses internal
daripada sistem pendidikan termasuk pola subsistem sub sistem yang ada di
dalamnya.
Agar perencanaan pendidikan dapat berjalan dengan baik, maka harus sesuai
dengan langkah-langkah berikut:
a. Penelitian dan diagnosa untuk mengidentifikasi problema pokok yang
dihadapi oleh perencanaan pendidikan.
b. Mengadakan training bagi orang-orang agar mereka mampu
mempraktekkan hasil-hasil penelitian dan metodologi perencanaan itu dalam
praktek.

c. Menyususn dan mengadakan penyesuaian tata organisasi dan administrasi


agar memungkinkan terlaksananya perencanaan itu.

Dari pengalaman pelaksanaan perencanaan pendidikan di berbagai tempat


dapat ditarik pelajaran antara lain:
a. Suatu sistem pendidikan hanya dapat direncanakan dengan baik dan
rencananya itu hanya dapat di implementasikandengan baik apabila merekayang
mempunyai tanggungjawab atas berbagai bagian dalam sistem itu merupakan
perencana yang baik, dan hanya apabila masing-masingperencana itu
memungkinkan perencanaan bagian saling jalin menjalindan
diintegrasikanmenjadi suatu kesatuanyang kompak dan selaras yang tertuju
kepada tercapainya tujuan dari keseluruhan sistem itu.
b. Perencanaan akan terlaksana dengan sebaik-baiknya apabila para pemimpin
politik dan pendidikan sungguh-sungguh yakin pentingnya perencanaan itu,
memberikan dukungan mereka, dan secara serius menggunakan perencanaan
itu dalam keputusan-keputusan mereka, serta orang-oranglain yang secara
serius terlibat dalam sistem pendidika itu, misal para petugas administrasi, guru,
murid, orangtua murid, diberi kesempatan yang wajar untuk memberikan
andilnya dalam perumusan rencan pendidikan itu. (Vembrianto, 1985:50)

Menurut Vembrianto(1985:51) ada lima tuntutan yang harus diperhatikan bagi


penyempurnaan perencanaan pendidikan di masa yang akan datang, yaitu:
a. Tiga macam cara pendekatan yang telah disebut (sosial demand, man
power, dan cost benefit) harus disintesiskan menjadi suatu pendekatan utuh dan
selaras.
b. Berbagai metodologi yang diperlukan oleh pendekatan yang telah
disistesiskan itu perlu disempurnakan dan dikembangkan lebih lanjut.
c. Usaha besar-besaran perlu dilakukan oleh semua sistem pendidikan untuk
menyempurnakanarus informasi yang diperlukan bagi perencanaan yang efektif.
d. Perlu dipersiapkan adanya sejumlah besar kader yang berwenang dalam
perencanaan pendidikan, dan suatu keyakinan mengenai pentingnya
perencanaan pendidikan perlu disebarkan di kalangan siapa saja yang
berpartisipasi dalam proses perencanaan itu.
e. Pengaturan organisasi dan administrasi, pola sikap dan tingkah laku perlu
diubah secara radikalagar memungkinkan pelaksanaan perencanaan secara
efektif.

Vembrianto (1985:52) menyimpulkan bahwa Perencanaan pendidikan di masa


depan harus memuat lima buah pokok persoalan sebagai berikut:
a.

Perumusan tujuan :

perumusan tujuan pendidikan dan penentuan prioritasnya sangat diperlukan


untuk mengadakan evaluasi pelaksanaan sistem pendidikan dan untuk
menyusun perencanaan pendidikan. Tujuan pendidikan itu harus konsisten
dengan tujuan umum masayarakat (tujuan nasional suat bangsa). Di samping itu
tujuan sistem pendidikan itu harus pula konsisten dengan tujuan sub sistem di
dalamnya. Merumuskan tujuan umumsistem pendidikan adalah sangat sulit.
Sedangkan merumuskan tujuan operasional yang spesifik pada umumnya lebih
mudah. Perumusan tujuan pendidikan itu diperlukan sebagai kriteria untuk
mengetes kegiatan pelaksanaannya.
b.

Evaluasi terhadap pelaksanaan sistem :

perumusan tujuan pendidikan itu penting untuk :


a.

memberi arah kegiatan pendidikan,

b.

memberi dasar untuk mengecek kegiatan itu,

c. memberi dasar untuk membandingkan alternatif dari berbagai cara


mencapai tujuan proses belajar yang khusus, dengan demikian berguna untuk
menentukan manakah dari berbagai cara itu yang paling efisien.
Untuk evaluasi itu diperlukanberbagai alat diagnostik yang diperlukan untuk
menilai pelaksanaan kegiatan, mencari kemungkinan penyempurnaannya.
d.

Penggunaan cara pendekatan sistem dalam penyusunan design pendidikan.

e. Gaya dan tindakan menejemen yang baru: untuk itu adanya


operationsresearch, programme budgeting,cost analisys, cost effectiveness
testing, dan cost benefit analisys.
f.

Penelitian dan pengembangan sistem pendidikan secara intensif.

Dalam pelaksanaan pendidikan, model-model pendekatan sebagai upaya


pencerahan dan pemberdayaan jalur pendidikan yang sekaligus dapat dijadikan
pedoman dasar penyelenggaraan hendaklah terus diperhatikan dan dimaknai
secara benar.
Pendekatan-pendekatan dalam upaya pemberdayaan pendidikan antara lain
seperti tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga mutu dan
kelangsungan pendidikan, belajar seumur hidup, watak mengabdi kepada
masyarakat, bangsa dan negara, menyiapkan tenaga yang siap terlatih dan siap
pakai, dan menyiapkan generasi muda yang lebih baik dengan pendekatan ing
ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. (Rachman,
2001:289).

Menurut Direktorat Pendidikan Dasar dalam Bafadal (1999:29), setidaknya ada


lima komponen yang menentukan mutu pendidikan, antara lain adalah:
1.

Kegiatan belajar mengajar.

2.

Manajemen pendidikan yang efektif dan efisien.

3.

Buku dan sarana belajar yang memadai dan selalu dalam kondisi siap pakai.

4.

Fisik dan penampilan sekolah yang baik, dan

5.

Partisipasi aktif masyarakat.

E. Pendekatan Integratif
Pengertian Pendekatan Integratif
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu)
dianggap sebagai pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik daripada
ketiga pendekatan di atas. Pendekatan ini sering disebut dengan pendekatan
sistemik atau pendekatan sinergik (Arifin, 2010).
Diantara ciri atau karakteristik pendekatan integratif adalah, bahwa perencanaan
pendidikan yang disusun berdasarkan pada (Arifin, 2010):
1. Keterpaduan orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu
dan pengembangan sosial (kelompok)
2. Keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat
pragmatis) dan juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik (bersifat
idealis) untuk mempersiapkan studi lanjut
3. Keterpaduan antara pertimbangan ekonomis (untung rugi), dan
pertimbangan layanan sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi
terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya
4. Keterpaduan pemberdayaan terhadap sumber daya lembaga, baik sumber
daya internal maupun sumber daya eksternal
5. Konsep bahwa seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan
(pelaksanaan program) di setiap satuan pendidikan merupakan suatu sistem
6. Konsep bahwa kontrol dan evaluasi pelaksanaan program (perencanaan
pendidikan) melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan
kualitas pendidikan, dengan tetap berada dalam komando pimpinan atau kepala
satuan pendidikan.

Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi pelaksanaan


perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah:

1.

Kepala sekolah

2.

Guru

3.

Siswa

4.

Komite Sekolah

5.

Pengawas sekolah

6. Dinas pendidikan (Vembrianto. 1982; Soenarya, E. 2000; Depdiknas, 2001,


2006 dalam Arifin, 2010).

Kelebihan-Kelebihan Pendekatan Integratif


1. Semua sumber daya (internal-eksternal) yang dimiliki dalam proses
pengembangan pendidikan akan terberdayakan secara baik dan seimbang
2. Dalam proses pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan
memberikan peluang secara maksimal kepada setiap warga sekolah (kepala
sekolah, guru, karyawan, siswa dan komite sekolah (tokoh dan orang tua wali
siswa) untuk berkontribusi secara positif sesuai dengan status dan peran masingmasing
3. Peluang untuk pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan
lebih efektif, karena dalam perencanaan terpadu memberikan porsi yang cukup
besar bagi pemberdayakan semua potensi yang dimiliki secara kelembagaan,
dan menuntut partisipasi aktif dari semua warga sekolah
4. Perencanaan pendidikan yang terpadu akan mampu menghadapi perubahan
atau dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan budaya atau tingkat kompetisi
yang begitu tinggi di semua bidang kehidupan di era globalisasi
5. Pelaksanaan pendekatan perencanaan pendidikan terpadu secara baik akan
mampu mensosialisasi dan menginternalisasi setiap warga sekolah, untuk
membangun sikap mental dan pola perilaku yang integral atau multidimensional
atau komprehensif dalam memahami dan melaksanakan setiap agenda
kehidupan di masyarakat
6. Output dari proses layanan pendidikan pada peserta didik akan lebih
menampilkan potret hasil pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya,
kualitas kepribadiannya dan kualitas ketrampilannya (Arifin, 2010).

Kelemahan-Kelemahan Pendekatan Integratif


1. Pendekatan ini memerlukan ketersediaan kualitas sumber daya manusia
(pendidik dan tenaga kependidikan), khususnya kualitas pengetahuan,
mentalitas atau kepribadiannya, dan spiritualnya. Dalam realitasnya menurut

data Depdiknas 2006-2007, khususnya tentang kualitas tenaga pendidik (guru)


secara makro (Nasional) dari jenjang pendidikan paling dasar sampai menengah
atas yang betul-betul telah memenuhi standar kualitas guru yang professional
masih kurang dari 20 %, atau kurang lebih 80 % guru-guru di Indonesia belum
memiliki kualifikasi sebagai guru yang profesional (Arifin, 2007). Hal ini tentu
sangat menyulitkan proses pelaksanaan perencanaan pendidikan yang integratif
2. Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas pengelolaan manajemen
kelembagaan secara transparan, akuntabel, demokratik dan visioner. Dalam
realitasnya masih banyak dijumpai pola pengelolaan manajemen di setiap
satuan pendidikan yang tidak selaras dengan prinsip-prinsip Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
3. Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas peran serta masyarakat
(PSM), dalam meningkatkan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan,
khususnya dalam melaksanakan empat peran penting, yaitu sebagai:
a.

Pemberi pertimbangan (advisory)

b.

Pendukung (supporting)

c.

Pengontrol (controlling)

d.

Mediator (Depdiknas, 2006 dalam Arifin, 2010).

Dalam realitasnya keempat peran tersebut belum terlaksana dengan baik di


setiap lembaga atau satuan pendidikan. Jadi, uraian tentang kelemahan
pendekatan integratif atau terpadu atau sistemik sejatinya tidak menyangkut
ranah konseptual, tetapi lebih bersentuhan pada tataran unsur pendudukung
dalam pelaksanaan program (aplikasinya). Oleh karena itu secara konseptual
pendekatan perencanaan integrasi merupakan pendekatan yang paling baik
apabila dibandingkan dengan pendekatan yang lain yang lebih bersifat parsial
(sektoral) (Arifin, 2010).
Hal yang paling kunci untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan pada
perencanaan pendidikan integratif adalah:
1.

Terus mendorong pengembangan kualitas SDM warga sekolah

2. Terus meningkatkan kualitas manajemen satuan pendidikan berdasarkan


prinsip-prinsip MPMBS
3. Terus meningkatkan kualitas peran serta masyarakat (PSM) untuk mencapai
tujuan pendidikan (Arifin, 2010).

JENIS-JENIS PERENCANAAN PENDIDIKAN

Ada beberapa tipe atau jenis perencanaan dalam pendidikan. Pertama yaitu tipe
atau jenis perencanaan yang ditinjau dari dari segi ruang lingkupnya ada tiga
yaitu perencanaan mikro, perencanaan meso dan perencanaan makro. Kedua
adalah tipe atau jenis perencanaan ditinjau dari segi waktu yang dapat dibagi
menjadi tiga juga yaitu perencanaan jangka pendek , perencanaan jangka
menengah dan juga perencanaan jangka panjang. Dan yang selanjutnya yaitu
ketiga perencanaan ditinjau dari segi sifatnya dapat dibagi menjadi tiga juga
yaitu tipe atau jenis perencanaan strategi dan operasi.

Menurut Besaranya atau segi ruang lingkup


1.

Perncanaan Makro

Perencanaan makro adalah perencanaan yang menetapkan kebijakan-kebijakan


yang akan ditempuh, tujuan yang ingin dicapai dan cara-cara mencapai tujuan
itu pada tingkat nasional. Rencana pembanguna nasional dewasa ini meliputi
rencana dalam bidang ekonomi dan social. Dipandang dari sudut perencanaan
makro, tujuan yang harus dicapai Negara (khususnya dalam bidang peningkatan
SDM) adalah pengembangan system pendidikan untuk menghasilkan tenaga
pembangunan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif
pendidikan harus menghasilkan tenaga yang cukup banyak sesuai dengan
kebutuhan pembangunan. Sedangkan secara kualitatif harus dapat
menghasilkan tenaga pembangunan yang terampil sesuai dengan bidangnya
dan memiliki jiwa pancasila.

2.

Perencanaan meso

Kebijaksanaan yang telah ditetapkan pada tingkat makro, kemudian dijabarkan


kedalam program-program yang bersekala kecil.pada tingkatamnya perencanaan
sudah lebih bersifat operasional disesuaikan dengan depertem,en dan unit-unit

3.

Perencanaan mikro

Perencanaan mikro diartikan sebagai perencanaan pada tingkat instituisional dan


merupakan penjabran dari perencanaan tingkat mesokhususan dari lembaga
mendpatkan perhatian, namun tidak boleh bertentangan dengan apa yang telah
ditetapkan dalam perencanaan makro ataupun meso.

Menurut Tingkatannya
1.

Perencanaan Strategic

Perencanaan strategic disebut juga dengan perencanaan jangka panjang.


Strategi itu menurut R.G. Muurdick diartikan sebagai konfigurasi tentang hasil

yang diharapkantercapai pada masa depan. Bentuk konfigurasi terungkap


berdasarkan:
1.

Ruang lingkup

2.

Hasil persaingan

3.

Target

4.

Penataan sumber-sumber

Perencanaan strategic digunakan untuk mengatakan suatu lingkup perencanaan


yang lebih general disamping adanya beberapa jenis perencanaan lain yang
disebut stainer. Pengertian perencanaan strategic yaitu proses pendayagunaan
sumber-sumber dan strategi yang mengatur pengadaan dan pendayagunaan
sumber untuk pencapain tujuan .
Hal tersebut bertujuan untuk mencari bentuk dan identitas pada masa yang akan
datang dengan mempertimbangkan berbagai kompleks dalam suatu system.
Berdasarkan hal diatas, metode penelaah dan pemecahan masalah didasarkan
atas kerangka ini mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:
1.

Sistematik dan sistemik

2.

Berorientasi pada output dan konfigurasi keinginan

3.

Mempunyai tujuan menyeluruh

4.

Berdimensi jangka panjang, menengah, dan pendek

5. Menerapkan metode keilmuan analisi teoretik dan empiric dengan program


pengembangan.
6.

Rencana operasional terjabar kedalam proyek dan program

7.

Berlandaskan kebijakan

8.

Memperhitungkan norma dan kaidah

9.

Mempunyai pola input, proses, output dengan informasi umpan balik.

2.

Perencanaan Koordinatif

Perencanaan koordinatif ditunjukan untuk mengarahkan jalannya pelaksanaan,


sehingga tujuan yang telah ditetapkan itu dapat tercapai secara efektif dan
efisien. Perencanaan ini mempunyai cangkupan semua aspek operasi suatu
system yang meminta di taatinya kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkanpada
tingkat perencanaan strategic.

Sedangkan ada pendapat lain yang menyimpulkan yang hampir sama dengan
pengertian diatas yaitu menurut dalam buku system informasi manajemen dan
perencanaan pembangunan pendidikan yang disusun Idocdi Anwar, dkk yang
dikutip dari H. Ozbehkan (D. Cleland & W.R king. 1975, Hal, 31) mengemukaka
tiga jenis perencanaan, yaitu: polici planning. Strategic planning dan
operational planning.
1. Perencanaan strategis berbagai upaya untuk mempersiapkan seperangkat
desisi dimasa yang akan datang yang mempengaruhi keseluruhan kegiatan yang
dilaksanakan oleh suatu organisasi
2. Perencanaan taktis adalah sebagai upaya dalam mempersiapkan berbagai
desisi untuk kegiatan-kegiatan jangka pendek terutama dalam mengalokasi
berbagai sumber yang diperlukan dalam pencapaian tujuan
3. Perencanaan teknis adalah proses upaya untuk mempersiapkanberbagai
desisi untuk dilaksanakan terutama dalam jangka waktu yang pendek dan untuk
pelaksanaan tugas-tugas yang spesifik dalam rangka pencapaian tujuan yang
sudah pasti (target-target)

Menurut Jangka Waktunya


1.

Perencanaan Jangka Pendek

Perencanaan jangka pendek adalah perencanaan tahunan atau perencanaan


yang dibuat untuk dilaksanakan dalam waktu kurang dari 5 tahun, sering disebut
sebagai rewncana operasional. Perencanaan ini merupakan penjkabaran dari
rencana jangka menengah dan jangka panjang.

2.

perencanaan jangka menengah

Perencanaan jangka menengah mencakup kurun waktu diatas 5-10 tahun.


Perencanaan ini penjabaran dari rencana jangka panjang, tetapi sudah lebih
bersifat operasional.

3.

Perencanaan jangka panjang

Perencanaan jangka panjang meliputi cakupan waktu diatas 10 tahun sampai


dengan 25 tahun. Perencanaan ini memiliki jangka menengah, lebih-lebih lagi
jika dibandingkan dengan perencanaan jangkla pendek. Dengan demikian
perencanaan tahunan bukan hanya sekedar pembabakan dari rencana 5 tahun,
tetapi merupakan penyempurnaan dari rencana itu sendiri.
Kegiatan-kegiatan apakah yang terdapat dalam penyusunan rencana tahunan ?
secara garis besar jenis kegiatan dan tahapannya meliputi sebagai berikut:

1.

Penyusunan kebijakan umum

2.

Penyusunan kebijakan teknis

3.

Penyusunan rancangan penyesuaian kebijaksanaan

4.

Penyempurnaan program

5.

Penyusunan uraian kegiatan operasional proyek-proyek (UKOP)

6.

Identifikasi proyek

7.

Penyusunan pra-DUP (daftar Usulan Proyek)

8.

Penyusunan DUP Depdikbud

9.

Pembahasan DOP, antara Depdikbud, Bapenas dan Departemen Keuangan

10.

Penyusunan UKOP

11.

Penyusunan Pra-DIP (Daftar Isian Proyek)

12.

Pembahasan Pra-DIP, antar Depdikbud, Bappenas, dan Dirjen Anggaran

13.

Penyempurnaan UKOP

14.

Penyeleseian DIP (dari konsep DIP yang telah disetujui)

Jenis perencanaan berdasarkan sifatnya


Jenis perencanaan berdasarkan sifat dibagi atas :
1. Perencanaan Strategik, perencanaan yang berhubungan dengan proses
penetapan tujuan , pengalokasian sumber sumber untuk mencapai tujuan dan
kebijakan kebijakan yang dipakai sebagai pedoman untuk memperoleh,
menggunakan atau menghilangkan hal hal tersebut. Perencanaan strategis
cenderung dipusatkan pada masalah masalah yang tidak begitu terstruktur
yang melibatkan variable variable yang jumlahnya banyak dan parameter yang
tidak pasti.
1. Perencanaan Manajerial, perencanaan yang ditujukan untuk mengarahkan
jalannya pelaksanaan, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
2. Perencanaan Operasional, yang memusatkan perhatian pada apa yang akan
dikerjakan pada tingkat pelaksanaan di lapangan dari suatu rencana manajerial.
Jenis perencanaan berdasarkan sektor dibagi atas :
Perencanaan Nasional, proses penyusunan perencanaan berskala nasional
sebagai konsensus dan komitmen seluruh rakyat yang terarah, terpadu,
menyeluruh untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

3. Perencanaan Regional, yang juga disebut dengan perencanaan daerah atau


wilayah, diantaranya Propeda dan perencanaan pendidikan di tingkat propinsi,
kabupaten /kota.
4. Perencanaan Tata Ruang, perencanaan yang mengupayakan pemanfaatan
fungsi kawasan tertentu, mengembangkan secara seimbang , baik secara
ekologis, geografis maupun demografis.

Hubungan antar tipe-tipe atau jenis-jenis perencanaan


Tipe-tipe perencanaan baik dari segi waktu, ruang lingkup, maupun dari segi
sifat ada kaitanya satu dengan yang lainya. Perencanaan jangka
panjangberkaitan erat dengan tipe-tipe ruang lingfkup terutama perencanaan
mikro dengan perencanaan operasional. Perencanaan jangka panjang sifatnya
umum dan fleksibel, hamper sama dengan perencanaan strategi yang sifatnya
juga belum spesifik.
Perencanaan operasional pada umumnya dilakukan dengan jangka pendekyang
mencakup perencanaan makro, meso maupun mikro. Perencanaan operasional
berjangka pendek ini palin jelas tampak pada perencanaan mikro sebab ia
bergerak dalam wilayah yang sangat kecil.
Sedangkan Perancanaan itu sendiri adalah seperangkat prosedur untuk
memecahkan permasalahan fisik, social, dan ekonomi, yang harus meliputi
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.

Seperangkat tindakan

b.

Upaya untuk memecahkan masalah,

c.

Memiliki dimensi waktu dan berorientasi ke masa yang akan datang

d.

Suatu proses berputar dengan adanya umpan balik ,

e. Melibatkan beberapa alternatif untuk mencari pemecahan Dari definisi atau


pengertian tentang perencanaan tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa
perencanaan tersebut disusun agar dapat menuju kearah yang lebih baik,
walaupun demikian tidak semua perencanaan tersebut berjalan sesuai rencana,
terkadang sesuatu yang telah kita perhitungkan dengan matang, tapi pada
kenyataanya kadang kala terdapat masalah yang diluar perkiraan kita, oleh
karena itulah perencanaan tersebut akan terus dievaluasi dalam kurun waktu
tertentu agar tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud dan terlaksana dengan
baik.

Kebijakan yang sering berganti-ganti bukanlah satu-satunya penyebab


rendahnya mutu pendidikan saat ini, ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan, diantara faktor-faktor tersebut

misalnya adalah rendahnya kualitas/profesionalisme guru selaku tenaga


pendidik, kurangnya sarana prasarana pendidikan, kurangnya perhatian orang
tua/partisipasi masyarakat juga dapat menyebabkan rendahnya mutu
pendidikan. Rendahnya kualitas/profesionalisme guru dapat disebabkan karena
banyak sekali guru yang tidak fokus kepada profesinya dikarenakan rendahnya
income yang diperoleh guru tersebut, hingga mereka mengajar hanya untuk
memenuhi kewajiban saja, mereka tidak mempunyai beban moral atau tanggung
jawab untuk mencerdaskan anak didik mereka, karena yang terpenting bagi
mereka adalah bagaimana mereka dapat mencari penghasilan tambahan untuk
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hariKarena itulah perubahan kebijakan yang
dilakukan ditengah jalan sebaiknya seminimal mungkin kalau bisa dihindarkan,
hingga tidak menjadikan salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan.
Hudson menunjukkan 5 proses perencanaan yaitu radical, advocacy, transactive,
synoptic, dan incremental yang dikatakan sebagai taxonomy. Perencanaan
partisipatori berarti perencanaan yang melibatkan beberapa yang
berkepentingan dalam merencanakan sesuatu yang dipertentangkan dengan
merencanakan yang hanya dibuat oleh seseorang atau beberapa orang atas
dasar wewenang kedudukan, seperti perencana di tingkat pusat kepala-kepala
kantor pendidikan di daerah.

Konsep Perencanaan Pendidikan


Dalam menjalankan program pendidikan, prinsip yang harus disertakan adalah
berkelanjutan, artinya proses pendidikan harus terus-menerus dijalankan dari
generasi ke generasi berikutnya. Hal ini tidak terlepas dari konsep pendidikan
seumur hidup. Untuk itu diperlukan suatu manajemen perencanaan yang terukur
dan terarah di bidang pendidikan. Perencanaan sumber daya manusia
memfokuskan perhatian pada langkah-langkah tertentu yang diambil oleh
manajemen guna lebih menjamin bahwa dalam organisasi tersedia tenaga kerja
yang tepat untuk menduduki berbagai kedudukan, jabatan dan pekerjaan yang
tepat pada waktu yang tepat, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai
sasaran yang telah dan akan ditetapkan (Taqiyuddin : 2006).
Menurut catatan Sukardika (2001), kualitas pendidikan Indonesia sampai saat ini
berada pada posisi bawah bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia,
Philipina, Singapura, bahkan dengan Vetnam sekalipun. Hal ini dapat dipahami
mengingat salah satu penyebabnya adalah bahwa perencanaan pendidikan saat
ini belum ditunjang oleh data dan informasi yang memadai. Perencanaan yang
baik hanya dapat terwujud apabila didukung dengan data dan informasi yang
cepat, tepat dan akurat.
Sebagai bagian dari manajemen, langkah perencanaan sangatlah penting,
apalagi bidang yang direncanakan adalah bidang yang sangat subtansial yaitu
pendidikan, yang merupakan langkah awal dalam pembentukan kerangka
sumber daya manusia. Dari pandangan ini, berarti diperlukan perencanaan
terpadu secara horizontal [antarsektor] dan vertikal [antar jenjang bottom-up

dan top-down planning], pendidikan harus berorientasi pada peserta didik dan
pendidikan harus bersifat multikultural serta pendidikan dengan perspektif
global (Fasli Jalal dalam Sanaky : 2003)
Sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi, khususnya di bidang
informasi, perencanaan bidang pendidikan juga harus mengantisipasi perubahan
kondisi seperti saat sekarang ini. Jadi perencanaan pendidikan harus lebih kreatif
dalam beradaptasi dan berkembang sesuai dengan improvisasi yang tepat.
Pendidikan selalu dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan
melakukan upaya yang tepat secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakat
madani Indonesia. Maka, pendidikan selalu bersifat progresif tidak resisten
terhadap perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan mengantisipasi arah
perubahan (Sanaky : 2003).

Sumber :
http://renggani.blogspot.com/2008/03/makalah-perencanaan-pendidikan.html
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2077094-pengertian-dansejarah-perencanaan-pendidikan/
http://desiwidiasari.wordpress.com/2011/05/05/teori-perencanaan-pendidikan/
http://attawijasa20.wordpress.com/2011/05/06/jenis-jenis-perencanaanpendidikan/
http://simpangmahar.blogspot.com/2010/05/konsep-perencanaanpendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai