Dari berbagai pendapat atau definisi yang dikemukakan oleh para pakar
manajemen, antara lain :
a.
b.
Beeby, C.E.
c.
d.
e.
f.
Konsep dasar perencanaan pendidikan telah dikenal pada 25 abad yang lalu,
yaitu sejak bangsa Sparta mengembangkan sistem pendidikan yang ditujukan
untuk membantu manusia Sparta di bidang militer, sosial dan ekonomi. Plato
dalam bukunya, Republic menyatakan bahwa perencanaan sekolah bertujuan
untuk melayani masyarakat.
Pada abad ke-18 ditemukan tulisan yang berkenaan dengan perencanaan
pendidikan yang berjudul Perencanaan Universitas di Rusia karya Diderot.
Selanjutnya, pada abad ke-19 sudah terdapat beberapa perencanaan
pembangunan sekolah dan perencanaan pendidikan guru.
Setelah perang dunia ke I, pada tahun 1923, Rusia dalam Rencana Pembangunan
Lima Tahun I merupakan Negara pertama yang menerapkan konsep perencanaan
pendidikan, kemudian diikuti Prancis (1929), Amerika Serikat (1933), Swiss
(1941), dan Puerto Rico pada tahun 1941.
Teori Synoptic
pengenalan masalah,
b.
c.
d.
menginvestigasi problem,
e.
memprediksi alternative,
f.
2.
Teori transactive
3.
Teori advocacy
4.
Teori radikal
Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal untuk
melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat dengan cepat
mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan kebutuhan.
Perencanaan ini bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari
individu dan minimum dari pemerintah pusat / manajer tertinggilah yang dapat
dipandang perencanaan yang benar. Partisipasi disini juga mengacu kepada
pentingnya kerja sama antar personalia. Dengan kata lain teori radikal
menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri menangani lembaganya.
Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri menangani pendidikannya.
5.
Teori SITAR
kondisi lembaga pendidikan dan masyarakat. Jadi dapat kita simpulkan bahwa
teori-teori diatas mempunyai persamaan dan pebedaannya.
Persamaannya:
1.
1.
Menurut Davis dalam Effendi (2000:24) Social demand diaplikasikan pada tiga
bentuk perencanaan yang berbeda, bentuk-bentuk tersebut antara lain adalah:
1. Bila yang ditargetkan adalah pendidikan dasar, biasanya dinyatakan dalam
term-term demografis, misalnya semua anak yang berumur 7-12 th
mendapatkan pendidikan dasar.
2. Bila rencana mentargetkan pada tujuan nasional yang ditunjang oleh nilainilai etis sosial, misalnya semua warga Negara berhak atas pendidikan dasar.
3. Bila proyeksi rencana didasarkan pada analisis kebutuhan yang disamakan
untuk semua tingkat dan jenis pendidikan.
2.
3.
Ada tiga kritik yang penting sehubungan dengan pendekatan tuntutan sosial ini,
khususnya yang dilancarkan oleh para ahli ekonomi; yaitu sebagai berikut
(Coombs, 1987:35).
1. Pendekatan ini mengabaikan masalah besarnya sumber alokasi nasional dan
menganggap bahwa tidak menjadi masalah berapa banyak sumber itu mengalir
untuk pendidikan yang seharusnya dapat dipakai dengan baik untuk
pembangunan nasional secara keseluruhan.
2. Pendekatan ini mengabaikan sifat dan macam tenaga kerja yang dihasilkan
yang diperlukan oleh sektor ekonomi, jenis tertentu terlalu banyak dan jenis lain
berkurang
3. Pendekatan ini cenderung terlalu merangsang timbulnya tuntutan
masyarakat untuk memperoleh pendidikan, meremehkan biaya, dan
memeratakan sumber dana yang terbatas untuk terlalu banyak murid yang
mengakibatkan menurunnya kualitas dan efektifitas sedemikian rupa sehingga
pendidikan menjadi sesuatu bentuk penanaman modal yang diragukan.
2.
4.
Pendekatan ini menitik beratkan pada tujuan pendidikan yang mengandung misi
pembebasan terutama bagi negara-negara berkembang yang kemerdekaannya
baru saja diperoleh setelah melalui perjuangan pembebasan yang sangat lama.
Pendidikan membebaskan rakyat dari rasa ketakutan, dari penjajahan,
5.
Pertumbuhan penduduk
6.
d.
e. Motif untuk maju yang ada pada masayarakat ataupun yang sudah
berkembang khususnya pada anak-anak usia sekolah.
f.
Selain itu, menurut Arifin (2010), hal yang perlu diperhatikan oleh penyusun
dalam merancang perencanaan pendidikan dengan pendekatan kebutuhan
sosial, antara lain adalah:
a.
C.
Selain itu kesalahan penerapan pendekatan man power antara lain: pertama,
pendekatan ini memberi bimbingan terbatas kepada para perencana pendidikan.
Tidak pernah membicarakan pendidikan dasar (karena memang kurang
berhubungan dengan pekerjaan), bahkan implikasinya menghambat perluasan
pendidikan dasar. Sebagian besar studi man power mengarahkan perhatiannya
kepada man power tingkat tinggi yang dibutuhkan oleh sektor modern(sebagian
besar tenaga kerja kota). Jadi perencana diberi data yang tidak berguna bagi
pendidikan orang-orang yang akan menjadi tenaga kerja bangsa di masa depan
yang sebagian besar memerlukan tenaga kerja semi-terampil dan tidak terampil
di kota, serta tenaga kerja yang sebagian besar hidup di desa.
Kedua, klasifikasi pekerjaan dan rasio tenaga kerja(umpamanya, rasio yang
diinginkan antara insinyur dan tenaga teknis, dokter dan perawat) yang
digunakan dalam mengadakan studi man power di negara-negara sedang
berkembang, begitu juga asumsi kualifikasi pendidikan bagi setiap pekerjaan,
biasanya dipinjam dari negara industri dan tidak sesuai dengan kenyataan di
negara sedang berkembang tersebut. Rencana pendidikan yang didasarkan pada
asumsi yang salah dapat berakibat salahnya persiapan generasi muda untuk
jabatan yang akan dipangkunya.
Ketiga adalah ketidakmungkinan membuat perkiraan yang dapat dipercaya
tentang kebutuhan man power untuk menjadi nilai nyata perencanaan
pendidikan, karena banyaknnya faktor terlibat. Makin terperinci dan makin
panjangnya suatu perkiraan, makin tidak dapat dipercaya kebenarannya.
Menurut Vembrianto(1985: 48) Pendekatan man power ini mempunyai
kelemahan-kelemahan, yaitu :
1. Pendekatan ini mempunyai peranan yang terbatas terhadap perencanaan
pendidikan, pendekatan ini mengabaikan sekolah dasar karena dipandang
sebagai tidak berhubungan dengan dunia kerja sehingga hanya mengutamakan
pendidikan yang menghasilkan man power tingkat tinggi yang diperlukan oleh
sektor dunia pekerjaan modern, padahal di masa depan masih tetap diperlukan
tenaga-tenaga semi-skilled dan unskilled baik di kota-kota maupun di desa-desa
2. Pendekatan ini menggunakan klasifikasi dan ratio manpower (ratio dokterjuru rawat, insinyur-tukang, dll), yang didasarkan atas keadaan masyarakat yang
telah mencapai taraf ekonomi industri, dengan demikian tidak sesuai dengan
kenyataan-kenyataan di Negara-negara berkembang, akibatnya terjadi
pendidikan yang salah atau berlebihan yang dipersiapkan untuk jabatan-jabatan
tertentu.
3. Kesulitan ketiga ialah disebabkan oleh tidak mungkinnya membuat
forecasting yang dapat dipercaya mengenai kebutuhan man power yang
diperlukan bagi perencanaan pendidikan, karena adanya ketidak pastian
ekonomik, teknologik,dll., lebih-lebih di Negara-negara berkembang; makin
terperinci jabatan-jabatan itu, dan makin panjang jangka waktu yang
dimasukkan dalam perencanaan itu, makin tidak dapat dipercaya perencanaan
tersebut; pasaran kerja itu sangat labil, bergerak dari keadaan kekurangan ke
kelebihan.
1. Kualitas layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik dan secara
langsung akan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
2. Sumbangan seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding
dengan tingkat pendidikannya.
3. Perbedaan pendapat seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas
pendidikan bukan ditentukan oleh latar belakang sosialnya.
c. Perencanaan pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya
meningkatkan kualitas SDM (penguasan IPTEK), dan dengan tersedianya kualitas
SDM, maka diharapkan income masyarakat akan meningkat
d. Program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati
prioritas pembiayaan yang besar.
Selain itu, salah satu kelemahan dan kritik khusus bagi pendekatan cost benefit
adalah masalah the estimate income for gone by student yang dimasukkan ke
dalam perhitungan biaya, terutaman di negara yang dilanda masalah
pengangguran. Kelemahan yang lebih serius berhubungan dengan perhitungan
keuntungan dimasa yang akan datang. Cara yang biasanya dipergunakan adalah
menghitung perbedaan life time learning setiap orang yang merupakan akibat
dari pendidikan yang diperolehnya, dikurangi dengan presentase yang dibuat
sebagai ganti dari sebab-sebab non-pendidikan terhadap pndapatan ini
(umpamanya: motivasi, latar belakang keluarga dan relasi). Tetapi perbedaan
pendapat di masa mendatang, sehubungan dengan berbagai perbadaan
pendidikan dihitung atas dasar perbedaan masa lampau dan masa sekarang
secara implisit.
Perumusan tujuan :
b.
2.
3.
Buku dan sarana belajar yang memadai dan selalu dalam kondisi siap pakai.
4.
5.
E. Pendekatan Integratif
Pengertian Pendekatan Integratif
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu)
dianggap sebagai pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik daripada
ketiga pendekatan di atas. Pendekatan ini sering disebut dengan pendekatan
sistemik atau pendekatan sinergik (Arifin, 2010).
Diantara ciri atau karakteristik pendekatan integratif adalah, bahwa perencanaan
pendidikan yang disusun berdasarkan pada (Arifin, 2010):
1. Keterpaduan orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu
dan pengembangan sosial (kelompok)
2. Keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat
pragmatis) dan juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik (bersifat
idealis) untuk mempersiapkan studi lanjut
3. Keterpaduan antara pertimbangan ekonomis (untung rugi), dan
pertimbangan layanan sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi
terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya
4. Keterpaduan pemberdayaan terhadap sumber daya lembaga, baik sumber
daya internal maupun sumber daya eksternal
5. Konsep bahwa seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan
(pelaksanaan program) di setiap satuan pendidikan merupakan suatu sistem
6. Konsep bahwa kontrol dan evaluasi pelaksanaan program (perencanaan
pendidikan) melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan
kualitas pendidikan, dengan tetap berada dalam komando pimpinan atau kepala
satuan pendidikan.
1.
Kepala sekolah
2.
Guru
3.
Siswa
4.
Komite Sekolah
5.
Pengawas sekolah
b.
Pendukung (supporting)
c.
Pengontrol (controlling)
d.
Ada beberapa tipe atau jenis perencanaan dalam pendidikan. Pertama yaitu tipe
atau jenis perencanaan yang ditinjau dari dari segi ruang lingkupnya ada tiga
yaitu perencanaan mikro, perencanaan meso dan perencanaan makro. Kedua
adalah tipe atau jenis perencanaan ditinjau dari segi waktu yang dapat dibagi
menjadi tiga juga yaitu perencanaan jangka pendek , perencanaan jangka
menengah dan juga perencanaan jangka panjang. Dan yang selanjutnya yaitu
ketiga perencanaan ditinjau dari segi sifatnya dapat dibagi menjadi tiga juga
yaitu tipe atau jenis perencanaan strategi dan operasi.
Perncanaan Makro
2.
Perencanaan meso
3.
Perencanaan mikro
Menurut Tingkatannya
1.
Perencanaan Strategic
Ruang lingkup
2.
Hasil persaingan
3.
Target
4.
Penataan sumber-sumber
2.
3.
4.
7.
Berlandaskan kebijakan
8.
9.
2.
Perencanaan Koordinatif
Sedangkan ada pendapat lain yang menyimpulkan yang hampir sama dengan
pengertian diatas yaitu menurut dalam buku system informasi manajemen dan
perencanaan pembangunan pendidikan yang disusun Idocdi Anwar, dkk yang
dikutip dari H. Ozbehkan (D. Cleland & W.R king. 1975, Hal, 31) mengemukaka
tiga jenis perencanaan, yaitu: polici planning. Strategic planning dan
operational planning.
1. Perencanaan strategis berbagai upaya untuk mempersiapkan seperangkat
desisi dimasa yang akan datang yang mempengaruhi keseluruhan kegiatan yang
dilaksanakan oleh suatu organisasi
2. Perencanaan taktis adalah sebagai upaya dalam mempersiapkan berbagai
desisi untuk kegiatan-kegiatan jangka pendek terutama dalam mengalokasi
berbagai sumber yang diperlukan dalam pencapaian tujuan
3. Perencanaan teknis adalah proses upaya untuk mempersiapkanberbagai
desisi untuk dilaksanakan terutama dalam jangka waktu yang pendek dan untuk
pelaksanaan tugas-tugas yang spesifik dalam rangka pencapaian tujuan yang
sudah pasti (target-target)
2.
3.
1.
2.
3.
4.
Penyempurnaan program
5.
6.
Identifikasi proyek
7.
8.
9.
10.
Penyusunan UKOP
11.
12.
13.
Penyempurnaan UKOP
14.
Seperangkat tindakan
b.
c.
d.
dan top-down planning], pendidikan harus berorientasi pada peserta didik dan
pendidikan harus bersifat multikultural serta pendidikan dengan perspektif
global (Fasli Jalal dalam Sanaky : 2003)
Sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi, khususnya di bidang
informasi, perencanaan bidang pendidikan juga harus mengantisipasi perubahan
kondisi seperti saat sekarang ini. Jadi perencanaan pendidikan harus lebih kreatif
dalam beradaptasi dan berkembang sesuai dengan improvisasi yang tepat.
Pendidikan selalu dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan
melakukan upaya yang tepat secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakat
madani Indonesia. Maka, pendidikan selalu bersifat progresif tidak resisten
terhadap perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan mengantisipasi arah
perubahan (Sanaky : 2003).
Sumber :
http://renggani.blogspot.com/2008/03/makalah-perencanaan-pendidikan.html
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2077094-pengertian-dansejarah-perencanaan-pendidikan/
http://desiwidiasari.wordpress.com/2011/05/05/teori-perencanaan-pendidikan/
http://attawijasa20.wordpress.com/2011/05/06/jenis-jenis-perencanaanpendidikan/
http://simpangmahar.blogspot.com/2010/05/konsep-perencanaanpendidikan.html