Anda di halaman 1dari 22

LP Kateterisasi

KATETERISASI

1. Definisi
Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung
kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine. Kateterisasi dapat
menyebabkan hal - hal yang mengganggu kesehatan sehingga hanya dilakukan
bila benar - benar diperlukan serta harus dilakukan dengan hati hati ( Brockop
dan Marrie, 1999 ).

2. Tujuan Pemasangan Kateter


a. Menghilangkan distensi kandung kemih
b. Mendapatkan spesimen urine
c. Sebelum operasi
d. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya
dikosongkan

3. Indikasi dan Kontra Indikasi Pemasangan Kateter


Indikasi
Tindakan kateterisasi untuk tujuan diagnosis, misalnya ;
a. Memperoleh contoh urin pada wanita guna pemeriksaan kultur urin.
b. Mengukur residual urin pada pembesaran prostate
c. Memasukkan bahan kontras pemeriksaan seperti pada sistogram
d. Mengukur tekanan tekanan buli-buli seperti pada sindrom kompartemen
abdomen
e. Mengetahui perbaikan atau perburukan pada trauma ginjal dari urin yang
bertambah merah atau jernih yang keluar dari kateter
Tindakan kateterisasi untuk tujuan terapi, antara lain :

a. Mengeluarkan urin pada retensio urin


b. Membilas / irigasi buli-buli setelah operasi batu buli-buli, tumor buli atau
prostate
c. Sebagai splint setelah operasi uretra seperti pada hipospadia
d. Untuk memasukkan obat ke buli-buli, misalnya pada carcinoma buli-buli
Kontra Indikasi : Ruptur urethra

4. Jenis-jenis Pemasangan Kateter


Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 ) Jenis jenis pemasangan kateter urine
terdiri dari :
a) Indewelling catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter / folley
cateter indewelling catheter dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah
lepas dari kandung kemih.
b) Intermitten catheter yang digunakan untuk jangka waktu yang pendek ( 5-10
menit ) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri.
c) Prapubik catheter kadang - kadang digunakan untuk pemakaian secara
permanent. Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan membuat sayatan
kecil diatas suprapubik

5. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan

a. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal
seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena
adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Berat ginjal : Pria (150-170 gr) Panjang ginjal : 6-7 cm
Wanita (115-150 gr) Tebal ginjal : 1,5-2,5 cm

Fungsi ginjal :
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.

Hormon-hormon yang dihasilkan oleh ginjal :


1. Eritropoietin (EPO) yang membantu merangsang sumsum tulang membuat
sel-sel darah merah
2. Renin yang membantu mengatur tekanan darah
3. Kalsitriol yaitu bentuk aktif vitamin D yang membantu proses penyerapan
kalsium dan menjaga keseimbangan kimia dalam tubuh.

b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
c. Vesika Urinaria
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.

Dinding kandung kemih terdiri dari:


1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2. Tunika muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika submukosa.
4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
d. Uretra
Panjang uretra wanita : 4-5 cm, laki-laki : 16-20 cm.
Dinding uretra terdiri dari 3 lapisan :
a) Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria.
Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar
urethra tetap tertutup.
b) Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
c) Lapisan mukosa.
Fisiologi Sistem Perkemihan
Cairan masuk ke dalam tubuh dan diproses oleh ginjal melalui 3 proses yaitu
filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi. Cairan masuk ke vesika urinaria melalui ureter.
Setelah penuh akan menekan dinding vesika urinaria dan merangsang saraf
sensorik. Saraf sensorik akan merangsang medulla spinalis, medulla spinalis
akan merangsang pusat berkemih yang ada di korteks serebri kemudian medulla
spinalis akan mengimpuls otak untuk memerintahkan spingter internal untuk
membuka kemudian cairan akan masuk dan menekan dinding spingter eksternal.
Spingter eksternal akan membuka dan urin akan keluar.

6. Prosedur Pemasangan Kateter


Persiapan Alat :

1) Bak instrumen berisi :


Poly kateter sesuai ukuran 1 buah
Urine bag steril 1 buah

Pinset anatomi 2 buah


Duk steril
Kassa steril yang diberi jelly
2. Sarung tangan steril
3. Kapas sublimat dalam kom tertutup
4. Perlak dan pengalasnya 1 buah
5. Sampiran
6. Cairan aquades atau Nacl
7. Plester
8. Gunting perban
9. Bengkok 1 buah
10. Korentang pada tempatnya

Prosedur Pemasangan Kateter

Posisi pemasangan kateter pria Posisi pemasangan kateter wanita

Pemasangan kateter pada pria


a) Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian
alat-alat didekatkan ke pasien
b) Pasang sampiran
c) Cuci tangan

d) Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien


e) Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien
terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien
f) Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu
bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
g) Bersihkan genitalia dengan cara : Penis dipegang dengan tangan non
dominan penis dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh tangan
dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan
beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok
h) Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra
kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine
keluar. Masukkan Cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang
tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan
berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih
i) Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat
tidur
j) Fiksasi kateter
k) Lepaskan sarung tangan
l) Pasien dirapihkan kembali
m) Alat dirapihkan kembali
n) Mencuci tangan
o) Dokumentasi

Pemasangan kateter pada wanita


a) Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian
alat-alat didekatkan ke pasien
b) Pasang sampiran
c) Cuci tangan
d) Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien

e) Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien


terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien
f) Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu
bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
g) Bersihkan genitalia dengan cara : dengan tangan nondominan perawat
membuka vulva kemudian tangan kanan memegang pinset dan mengambil satu
buah kapas sublimat. Selanjutnya bersihkan labia mayora dari atas kebawah
dimulai dari sebelah kiri lalu kanan, kapas dibuang dalam bengkok, kemudian
bersihkan labia minora, klitoris, dan anus. Letakkan pinset pada bengkok.
h) Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam
bengkok
i) Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra
kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine
keluar. Masukkan Cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang
tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan
berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih
j) Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat
tidur
k) Fiksasi kateter
l) Lepaskan sarung tangan
m) Pasien dirapihkan kembali
n) Alat dirapihkan kembali
o) Mencuci tangan
p) Dokumentasi

Referensi
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedsc. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama

PEMASANGAN DAN PERAWATAN

DOWER CATETER (DC)

Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung


kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine. Kateterisasi dapat
menyebabkan hal - hal yang mengganggu kesehatan sehingga hanya dilakukan
bila benar - benar diperlukan serta harus dilakukan dengan hati hati (Brockop
dan Marrie, 1999 ).
Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 ) pemasangan kateter urine dapat dilakukan
untuk diagnosis maupun sebagai terapi. Indikasi pemasangan kateter urine untuk
diagnosis adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan
menghindari kontaminasi.
2. Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada
klien segera setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine yang
keluar.
Untuk pemeriksaan cystografi, kontras dimasukan dalam kandung kemih melalui
kateter.
1. Untuk pemeriksaan urodinamik yaitu cystometri dan uretral profil pressure.
Indikasi Pemasangan Kateter urine sebagai Terapi adalah :
1. Dipakai dalam beberapa operasi traktus urinarius bagian bawah seperti secsio
alta, repair reflek vesico urethal, prostatatoktomi sebagai drainage kandung
kemih.
2. Mengatasi obstruksi infra vesikal seperti pada BPH, adanya bekuan darah
dalam buli-buli, striktur pasca bedah dan proses inflamasi pada urethra.
3. Penanganan incontinensia urine dengan intermitten self catheterization.
4. Pada tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala ( KBMB ).
5. Memasukan obat-obat intravesika antara lain sitostatika / antipiretika untuk
buli - buli.
6. Sebagai splint setelah operasi rekontruksi urethra untuk tujuan stabilisasi
urethra,

Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 ) Jenis jenis pemasangan kateter urine
terdiri dari :
1. Indewelling catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter / folley
cateter indewelling catheter dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah
lepas dari kandung kemih.
2. Intermitten catheter yang digunakan untuk jangka waktu yang pendek ( 5-10
menit ) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri.
3. Suprapubik catheter kadang - kadang digunakan untuk pemakaian secara
permanent. Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan membuat sayatan
kecil diatas suprapubik
Saat ini ukuran kateter yang biasanya dipergunakan adalah ukuran dengan
kalibrasi French ( FR ) atau disebut juga Charriere ( CH ). Ukuran tersebut
didasarkan atas ukuran diameter lingkaran kateter tersebut misalkan 18 FR atau
CH 18 mempunyai diameter 6 mm dengan patokan setiap ukuran 1 FR = CH 1
berdiameter 0,33 mm. Diameter yang diukur adalah diameter pemukaan luar
kateter. Besar kecilnya diameter kateter yang digunakan ditentukan oleh tujuan
pemasangan kateter urine tersebut untuk klien dewasa,ukuran kateter urine yang
biasa digunakan adalah 16-19 FR. Kateter yang mempunyai ukuran yang sama
belum tentu mempunyai diameter lumen yang sama karena perbedaan bahan
dan jumlah lumen pada kateter tersebut.
Bahan kateter dapat berasal dari logam ( Stainlles ), karet ( Latteks), latteks
dengan lapiasan silicon ( Siliconized ). Perbedaan bahan kateter menentukan
biokompabiliti kateter didalam buli-buli sehingga akan mempengaruhi daya tahan
kateter yang terpasang di buli - buli.
Menurut ( Brunner dan Suddart, 1986 ), Prosedur pemasamgan kateter urine
melalui beberapa tahap :
a. Persiapan alat
1. Sterill
- Kateter yang akan dipasang sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan satu ( 1 )
buah disiapkan dalam bak steril.
- Pinset anatomis 1 buah.
- Sarung tangan 1 pasang.
- Spuit 10-20 cc 1 buah.

- Kain kassa 2 lembar.


- Kapas sublimate dalam tempatnya.
- Air / aquabidest NaCl 0,9 % secukupnya.
- Xylocain jelly 2 % atau sejenisnya
- Slang dan kantong untuk menampung urine.
2. Tidak Steril
- Bengkok 1 buah.
- Alas bokong 1 buah
- Lampu sorot bila perlu
- sampiran tangan 1 pasang
- Selimut mandi / kain penutup
- Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril.

b. Persiapan klien
Terutama untuk tindakan kateterisasi urine klien harus diberi penjelasan secara
adekuat tentang prosedur dan tujuan pemasangan kateter urine. Posisi yang
biasa dilakukan adalah dorsal recumbent,berbaring di tempat tidur / diatas meja
perawatan khususnya bagi wanita kurang memberikan fasa nyaman karena
panggul tidak ditopang sehingga untuk melihat meatus urethra menjadi sangat
sulit. Posisi sims / lateral dapat dipergunakan sebagai posisi berbaring / miring
sama baiknya tergantung posisi mana yang dapat memberikan praaan nyaman
bagi klien dan perawat saat melakukan tindakan kateterisasi urine.
c. Persiapan perawat
1. Mencuci tangan meliputi :
o Melepaskan semua benda yang ada di tangan
o Menggunakan sabun
o Lama mencuci tangan 30 menit
o Membilas dengan air bersih

o Mengeringkan dengan handuk / lap kering


o Dilakukan selama dan sesudah melakukan tindakan kateterisasi urine
- Memakai sarung tangan
- Menjelaskan prosedur tindakan kepada klien.
d. Pelaksanaan
a) Pasang sampiran dan pintu ditutup
b) Perlak dan alasnya dipsang dibawah gluteus
c) Letakan 2 bengkok diantara kedua tungkai klien
d) Cuci tangan
e) Pada klien pria :
Klien berbaring, perawat berada di sebelah klien, meatus uretra dan glandula
penis disinfeksi dengan cairan antiseptic, pasang doek bolong dan perawat
memakai handscone steril, selang kateter diberi jelly secukupnya pada
pemukaan yang akan dimasukan pada uretra, penis ditegakkan lurus keatas dan
tanpa ukuran kateter urine dimasukan perlahan kedalam buli-buli, anjurkan klien
untuk menarik nafas panjang.
f) Pada klien wanita
Labia mayora dibuka dengan ibu jari dan telunjuk tangan perawat yang
dibungkus dengan kapas savlon, bersihkan vulva sekurang - kurangnya tiga kali,
perawat memakai sarung tangan dengan menggunakan kassa steril dan
bethadin 10% disinfeksi labia mayora dan lipat paha, pasang doek bolong steril,
kateter urine dimasukan perlahan - lahan yang sebelumnya telah diberi jelly dan
klien dianjurkan menarik nafas dalam.
g) Urine yang keluar ditampung dalam urine bag.
h) Isi balon kateter urine dengan aquabidest / nacl 0,9% = 10 cc sesuai dengan
petunjuk yang tertera pada pembungkus kateter urine.
i) Fiksasi kateter urine di daerah pangkal paha
j) Letakan urine bag lebih rendah daripada kandung kemih atau gantung urine
bag di bed.
k) Disinfeksi sambungan urine bag dengan kateter urine.

l) Rapihkan klien,bersihkan alat,


m) Perawat cuci tangan
n) Memberikan penjelasan kembali tentang prosedur tindakan pada klien.
e. Perawatan kateter urine selama terpasang kateter
Perawatan kateter urine sangat pentung dilakukan pada klien dengan tujuan
untuk mengurangi dampak negatif dari pemasangan kateterisasi urine seperti
infeksi dan radang pada saluran kemih, dampak lain yang mengganggu
pemenuhan kebutuhan dasar manusia perawatan yang dilakukan meliputi :
menjaga kebersihan kateter dan alat vital kelamin, menjaga kantong
penampumg urine dengan tidak meletakan lebih tinggi dari buli-buli dan tidak
agar tidak terjadi aliran balik urine ke buli-buli dan tidak sering menimbulkan
saluran penampung karena mempermudah masuknya kuman serta mengganti
kateter dalam jangka waktu 7-12 hari. Semakin jarang kateter diganti, resiko
infeksi makin tinggi, penggantian kateter urine tergantung dari bahan kateter
urine tersebut sebagai contoh kateter urine dengan bahan latteks silicon paling
lama dipakai 10 hari,sedang bahan silicon dapat dipakai selama 12 hari. Pada
tahap pengangkatan kateterisasi urine perlu diperhatikan agar balon kateter
urine telah kempis. Selain itu menganjurkan klien menarik nafas untuk
mengurangi ketegangan otot sekitar saluran kemih sehingga kateterisasi urine
dapat diangkat tanpa menyebabkan trauma berlebihan
Tindakan memasukkan kateter kedalam buli-buli melalui uretra dinamakan
kateterisasi uretra. Indikasi kateterisasi dapat untuk membantu menegakkan
diagnosis dan tindakan terapi.

Tindakan kateterisasi untuk tujuan diagnosis, misalnya ;


1. Memperoleh contoh urin pada wanita guna pemeriksaan kultur urin.
2. Mengukur residual urin pada pembesaran prostat
3. Memasukkan bahan kontras pemeriksaan seperti pada sistogram
4. Mengukur tekanan tekanan buli-buli seperti pada sindrom kompartemen
abdomen
5. Untuk mengukur produksi urin yang merupakan cerminan keadaan perfusi
ginjal pada penderita shock

6. Mengetahui perbaikan atau perburukan pada trauma ginjal dari urin yang
bertambah merah atau jernih yang keluar dari kateter
Tindakan kateterisasi untuk tujuan terapi, antara lain :
1. Mengeluarkan urin pada retensio urinae
2. Membilas / irigasi buli-buli setelah operasi batu buli-buli, tumor buli atau
prostat
3. Sebagai splint setelah operasi uretra seperti pada hipospadia
4. Untuk memasukkan obat ke buli-buli, misalnya pada carcinoma buli-buli
Macam kateter uretra
Kateter uretra bisa terbuat dari logam, karet atau silikon. Bermacam bentuk
kateter dibuat, dan umumnya dinamai sesuai dengan pembuatnya, seperti
kateter Nelaton, Tiemann, de Pezzer, Malecot dan Foley. Saat ini yang paling
populer dan mudah didapat adalah kateter Foley. Selain mudah ditemui,
keunggulan kateter Foley adalah merupakan kateter menetap (indwelling
catheter=self retaining), tidak iritatif, tersedia dalam berbagai ukuran dan ada
yang cabang tiga (three way catheter). Kateter Foley dapat dipasang menetap
karena terdapat balon yang dapat dikembangkan sesudah kateter berada dalam
buli-buli melalui pangkal kateter.
Ukuran kateter uretra
Ukuran pada kateter uretra menunjuk pada diameter luar, bukan lumennya. Pada
bungkus kateter dan pangkal kateter selalu tercetak ukuran diameter kateter dan
jumlah cairan yang diizinkan untuk dimasukkan dalam balon kateter. Ukuran
diameter luar kateter ditulis dalam satuan Ch = Cheriere atau F/Fr = French
(bukan Foley), dimana 1 Ch / 1 F sama dengan 0.33 milimeter; atau dengan kata
lain 1 milimeter sama dengan 3 Ch atau 3 F. Pada orang dewasa Indonesia
biasanya dipasang kateter no 16 atau 18.
Persiapan pemasangan kateter uretra
Karena pemasangan kateter merupakan tindakan invasif, menimbulkan nyeri dan
dapat menimbulkan komplikasi permanen, pemasangannya harus melalui
persetujuan tertulis (informed consent). Kateterisasi juga dapat menimbulkan
infeksi pada uretra dan buli-buli, karenanya harus dilakukan secara aseptik.
Peralatan yang harus disiapkan adalah :

1. Kateter steril / baru yang masih dalam bungkus 2 lapis


2. Sarung tangan steril
3. Kasa
4. Zat antiseptik, misalnya povidone iodine
5. Doek lubang
6. Pelicin misalnya KY jelly
7. Pinset steril
8. Klem
9. NaCl atau aqua steril
10. Spuit
11. Urine bag
Prosedur pemasangan kateter uretra
Pemasangan kateter pada wanita lebih mudah karena uretranya pendek,
karenanya prosedur pemasangan dibawah ini merupakan kateterisasi pada lakilaki dewasa.
1. Cuci tangan dengan antiseptik
2. Memakai sarung tangan steril
3. Disinfeksi sekitar meatus eksternus, kemudian seluruh penis, pubis, skrotum
dan perineum
4. Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang
5. Masukkan pelicin / lubrikans kedalam spuit tanpa jarum dan semprotkan
pelicin kedalam uretra
6. Tutup meatus agar pelicin tidak keluar
7. Minta asisten untuk membuka bungkus luar, pegang plastik pembungkus
kateter dan robek plastik pembungkus
8. Ujung kateter dipegang dengan pinset, sedang pangkal bisa dibiarkan dalam
plastik pembungkus atau dikeluarkan untuk dipegang dengan jari ke IV dan V

9. Masukkan ujung kateter pelan-pelan


10. Bila ujung kateter sampai pada tempat sempit, yaitu pada sphincter, pars
membranacea uretra atau adanya penyempitan oleh BPH, laju ujung kateter
akan tertahan
11. Minta penderita bernapas dalam dan relaks; tekan beberapa menit sampai
terjadi relaksasi, biasanya kateter dapat melewati tempat sempit dan masuk ke
dalam buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urin
12. Masukkan terus kateter sampai pangkal kateter
13. Masukkan NaCl atau aqua steril untuk mengembangkan balon, jumlah ccnya sesuai dengan yang tertulis pada pangkal kateter dan tarik kateter agar
balon menutup orificium
14. Klem kateter, hubungkan dengan urine bag secara asepsis, buka klem dan
biarkan urin mengalir
15. Lakukan fiksasi kateter pada paha atau inguinal.
Bila kateter tertahan pada sphincter atau terdapat penyempitan uretra karena
BPH, ada beberapa teknik untuk mengatasinya, antara lain :
1. Minta penderita untuk relaks, bernapas panjang
2. Diberi anestesi topikal untuk mengurangi nyeri dan membantu relaksasi
3. Menyemprotkan pelicin melalui pangkal kateter untuk membantu membuka
tempat penyempitan
4. Masase prostat melalui colok dubur (oleh asisten)
5. Ganti dengan kateter yang lebih kecil atau kateter Tiemann yang ujungnya
runcing
6. Bila buli-buli penuh, kosongkan dulu dengan sistostomi; karena buli-buli penuh
dapat mendesak prostat dan uretra. Setelah buli-buli kosong, coba kembali
dilakukan kateterisasi
Perawatan kateter menetap
Kateter merupakan benda asing pada uretra dan buli-buli, bila tidak dirawat
dengan baik akan menimbulkan komplikasi serius. Hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk merawat kateter menetap :

1. Banyak minum, urin cukup sehingga tidak terjadi kotoran yang bisa
mengendap dalam kateter
2. Mengosongkan urine bag secara teratur
3. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita agar urin tidak
mengalir kembali ke buli-buli
4. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan
antiseptik secara berkala
5. Ganti kateter paling tidak 2 minggu sekali
Komplikasi pemasangan kateter
Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan
perdarahan uretra yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup
1. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat
menimbulkan luka pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin balon
akan mengembnag dalam buli-buli dengan mendorong kateter sampai ke
pangkalnya
2. Infeksi uretra dan buli-buli
3. Nekrosis uretra bila ukuran kateter terlalu besar atau fiksasi yang keliru
4. Merupakan inti pembentukan batu buli-buli
5. Pada penderita tidak sadar, kateter dengan balon terkembang bisa dicabut
yang berkibat perdarahan dan melukai uretra
6. Kateter tidak bisa dicabut karena saluran pengembang balon tersumbat

PEMASANGAN KATETER VENA SENTERAL


A. Pengertian
Kateter adalah tindakan memasukan selang karet atau plastic melalui uritera dan
masuk dalam kandung kemih.
Tehnik operasi
1. Terlentangkan penderita, dengan sedikit-dikitnya kepala turun 15 untuk
menggembungkan pembuluh leher dan untuk mencegah emboli udara. Bila telah

dipastikan tidak ada cedera servikal, maka kepala penderita dapat diputar
menjauhi tempat punksi vena.
2. Bersihkan kulit sekeliling tempat punksi vena dan pasang kain steril keliling
daerah ini. Dalam melakukan prosedur ini harus menggunakan sarung
tanganyang steril.
3. Bila penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal ditempat punksi vena.
4. Gunakan jarum kaliber besar yang disambung kepada suatu semprit 10 ml,
masukkan 0,5 sampai 1 ml air garam (saline), ke dalam pusat segitiga yang
dibentuk oleh kedua caput otot sternokleidomastoideus dan tulang clavicula
(akses melalui vena jugularis interna).
5. Setelah kulit dipunksi, arahkan sudut jarum keatas, untuk mencegah jaringan
kulit (plug) menyumbat jarum.
6. Arahkan jarum keujung bawah (ekor), paralel dengan permukaan sagital,
dengan sudut 30 posterior dengan permukaan depan.
7. Majukan jarum dengan lambat sambil mencabut tutup semprit dengan
perlahan.
8. Kalau tampak aliran darah bebas didalam semprit yang berwarna agak gelap,
cabut semprit dan tutup jarumnya untuk mencegah emboli udara. Kalau
pembuluh belum dimasuki, cabut jarum dan arahkan jarumnya kembali dengan
5-10 ke lateral.
Catatan: apabila akses yang dipakai vena femoralis, vena cubiti atau vena
subclavia, maka jarum punksi dimasukkan ke vena cubiti atau vena femoralis
atau vena subclavia. Khusus untuk vena subclavia arah jarum punksidari lateral
masuk di daerah sulkus deltoideo-pektoralis di bawah 1/3 tengah tulang klavikula
ke arah ingulum
9. Masukkan kawat pemandu sambil memantau electrocardiogram untuk
ketidaknormalan irama atau bisa dipakai c-arm x-ray.
10. Cabut jarum sambil menahan kawat pemandu dan majukan kateter melalui
kawat pemandu sampai ke vena cava superior dekat atrium kanan.
Sambungkanlah kateter dengan pipa/ selang infus.
11. Tambatkanlah kateter ke kulit (misalnya dengan jahitan), berikan salep
antiseptik dan tutup dengan kasa steril.

12. Kateter bisa disambung dengan selang monitor tekanan vena sentral atau
botol infus.
13. Dapatkan film dada untuk mengetahui posisi kateter intravena dan komplikasi
pneumothorax atau hematothorax yang mungkin terjadi.
Komplikasi Operasi
a. Pneumo- atau hematothorax
b. Trombosis vena
c. Cedera arteri atau syaraf
d. Fistula arteriovena
e. Chylothorax
f. Infeksi
g. Emboli udara
Morbiditas (Morbiditas 0 15%) Cedera pada beberapa bangunan pada pintu
masuk thorax telah pernah dilaporkan: pneumotharax, hemothorax, tertusuknya
arteri dan kerusakan ductus thoracicus serta nervus phrenicus. Angka komplikasi
yang pernah dilaporkan setelah kateterisasi pada vena-vena profunda berkisar 015% dan boleh jadi tergantung pada pengalaman operator.

B. Perawatan Pascabedah
Penderita pasca pemasangan kateter vena sentral (KTS), dirawat diruangan
Intensive Care Unit, dilakukan observasi dan monitoring ketat selain untuk
kepentingan pemberian cairan, mengevaluasi hasil pemberian cairan juga
kemungkinan terjadinya komplikasi seperti: Pneumo- atau hematothorax,
Trombosis vena, Cedera arteri atau syaraf, Fistula arteriovena, Chylothorax,
Infeksi, Emboli udara
Follow up
Penderita pasca pemasangan kateter vena sentral (KTS), di lakukan monitoring
ketat di Intensive Care Unit, diobservasi tanda-tanda vital, seperti sistem
pernafasan, sistem sirkulasi, keseimbangan cairan, analisis gas darah bila
diperlukan. Diamati juga perbaikan kondisi pasien dengan pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi.

Pengecekan dan pengujianSebelum menyuntikkan cairan, darah supaya


disedot untuk meyakinkan bahwa kateter berada dalam ruangan vaskuler. Bila
kateter dihubungkan dengan botol berisi cairan yang ditempatkan lebih rendah
dibawah pasien maka seharusnya darah mengalir dengan mudah karena
pengaruh gaya berat. Pada waktu kateter dihubungkan dengan kolom cairan
guna pengukuran tekanan vena sentral maka kolom cairan seharusnya
menunjukkan gerakan-gerakan yang lebih kencang sesuai dengan denyut
jantung. X-foto thorax supaya dibuat untuk meyakinkan bahwa posisi ujungnya
berada diatas atrium kanan, sebaiknya tidak lebihdari 2cm dibawah garis yang
menghubungkan kedua tepi bawah clavicula.
Pengawasan untuk mendeteksi infeksi-infeksi karena kateter merupakan hal
penting. Bila terjadi infeksi maka kateter supaya segera dilepas.
Mempertahankan aliran melalui kateter adalah tindakan penting untuk mencegah
aliran balik darah dan bekuan (Clotting). Setelah melakukan pengukuran tekanan
vena secara intermitten maka kesalahanyang paling lazim dilakukan orang
adalah lupa untuk mengalirkan infus kembali sehingga berakibat terjadinya
bekuan yang menyumbat kateter. Akibatnya kateter itu harus dilepas.

Tindakan perawatan kateter


Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara
kateter dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter
bagian luar serta mempertahankan kepatenan posisi kateter
Tujuan:
1. Menjaga kebersihan saluran kencing
2. Mempertahankan kepatenan (fiksasi) kateter
3. Mencegah terjadinya infeksi
4. Mengendalikan infeksi
Persiapan alat dan bahan:
Meja/trolly yang berisi:
1. Sarung tangan steril

2. Pengalas
3. Bengkok
4. Lidi waten steril
5. Kapas steril
6. Kasa steril
7. Antiseptic (Bethadin)
8. Aquadest / air hangat
9. Korentang
10. Plester
11. Gunting
12. Bensin
13. Pinset
14. Kantung sampah
Pelaksanaan:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Beritahu pasien maksud dan tujuan tindakan
3. Dekatkan alat dan bahan yang sudah disiapkan
4. Pasang tirai, gorden yang ada
5. Cuci tangan
6. Oles bensin pada plester dan buka dengan pinset
7. Buka balutan pada kateter
8. Pakai sarung tangan steril
9. Perhatikan kebersihan dan tanda-tanda infeksi dari ujung penis serta kateter
10. Oles ujung uretra dan kateter memakai kapas steril yang telah dibasahi
dengan aquadest / air hangat dengan arah menjauhi uretra

11. Oles ujung uretra dan kateter memakai lidi waten + bethadin dengan arah
menjauhi uretra
12. Balut ujung penis dan kateter dengan kasa steril kemudian plester
13. Posisikan kateter ke arah perut dan plester
14. Rapikan klien dan berikan posisi yang nyaman bagi pasien
15. Kembalikan alat ke tempatnya
16. Cuci tangan
17. Dokumentasikan tindakan
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, C. Suzanne, Bare, G. Brenda. Brunner and Suddarths Text Book of


Medical Surgical Nursing. 8th vol 2 alih bahasa Kuncoro, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC; 2001
Perry, Anne, Griffin, Potter A. Patricia. Pocket Guide to Basic Skills and
Procedures. Alih bahasa: Monica Ester, Jakarta: EGC; 2000
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien, EGC, Jakarta.
http://74.125.153.132/search?
q=cache:W_tbtNDGowAJ:one.indoskripsi.com/click/10791/0+cara+perawatan+k
ateter&cd=12&hl=id&ct=clnk&gl=id
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara,
Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth
edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.
www.blog.ilmukeperawatan.com

Anda mungkin juga menyukai