KATETERISASI
1. Definisi
Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung
kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine. Kateterisasi dapat
menyebabkan hal - hal yang mengganggu kesehatan sehingga hanya dilakukan
bila benar - benar diperlukan serta harus dilakukan dengan hati hati ( Brockop
dan Marrie, 1999 ).
a. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal
seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena
adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Berat ginjal : Pria (150-170 gr) Panjang ginjal : 6-7 cm
Wanita (115-150 gr) Tebal ginjal : 1,5-2,5 cm
Fungsi ginjal :
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
c. Vesika Urinaria
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Referensi
Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedsc. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Menurut ( Brockop dan Marrie, 1999 ) Jenis jenis pemasangan kateter urine
terdiri dari :
1. Indewelling catheteter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter / folley
cateter indewelling catheter dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah
lepas dari kandung kemih.
2. Intermitten catheter yang digunakan untuk jangka waktu yang pendek ( 5-10
menit ) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri.
3. Suprapubik catheter kadang - kadang digunakan untuk pemakaian secara
permanent. Cara memasukan kateter dengan jenis ini dengan membuat sayatan
kecil diatas suprapubik
Saat ini ukuran kateter yang biasanya dipergunakan adalah ukuran dengan
kalibrasi French ( FR ) atau disebut juga Charriere ( CH ). Ukuran tersebut
didasarkan atas ukuran diameter lingkaran kateter tersebut misalkan 18 FR atau
CH 18 mempunyai diameter 6 mm dengan patokan setiap ukuran 1 FR = CH 1
berdiameter 0,33 mm. Diameter yang diukur adalah diameter pemukaan luar
kateter. Besar kecilnya diameter kateter yang digunakan ditentukan oleh tujuan
pemasangan kateter urine tersebut untuk klien dewasa,ukuran kateter urine yang
biasa digunakan adalah 16-19 FR. Kateter yang mempunyai ukuran yang sama
belum tentu mempunyai diameter lumen yang sama karena perbedaan bahan
dan jumlah lumen pada kateter tersebut.
Bahan kateter dapat berasal dari logam ( Stainlles ), karet ( Latteks), latteks
dengan lapiasan silicon ( Siliconized ). Perbedaan bahan kateter menentukan
biokompabiliti kateter didalam buli-buli sehingga akan mempengaruhi daya tahan
kateter yang terpasang di buli - buli.
Menurut ( Brunner dan Suddart, 1986 ), Prosedur pemasamgan kateter urine
melalui beberapa tahap :
a. Persiapan alat
1. Sterill
- Kateter yang akan dipasang sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan satu ( 1 )
buah disiapkan dalam bak steril.
- Pinset anatomis 1 buah.
- Sarung tangan 1 pasang.
- Spuit 10-20 cc 1 buah.
b. Persiapan klien
Terutama untuk tindakan kateterisasi urine klien harus diberi penjelasan secara
adekuat tentang prosedur dan tujuan pemasangan kateter urine. Posisi yang
biasa dilakukan adalah dorsal recumbent,berbaring di tempat tidur / diatas meja
perawatan khususnya bagi wanita kurang memberikan fasa nyaman karena
panggul tidak ditopang sehingga untuk melihat meatus urethra menjadi sangat
sulit. Posisi sims / lateral dapat dipergunakan sebagai posisi berbaring / miring
sama baiknya tergantung posisi mana yang dapat memberikan praaan nyaman
bagi klien dan perawat saat melakukan tindakan kateterisasi urine.
c. Persiapan perawat
1. Mencuci tangan meliputi :
o Melepaskan semua benda yang ada di tangan
o Menggunakan sabun
o Lama mencuci tangan 30 menit
o Membilas dengan air bersih
6. Mengetahui perbaikan atau perburukan pada trauma ginjal dari urin yang
bertambah merah atau jernih yang keluar dari kateter
Tindakan kateterisasi untuk tujuan terapi, antara lain :
1. Mengeluarkan urin pada retensio urinae
2. Membilas / irigasi buli-buli setelah operasi batu buli-buli, tumor buli atau
prostat
3. Sebagai splint setelah operasi uretra seperti pada hipospadia
4. Untuk memasukkan obat ke buli-buli, misalnya pada carcinoma buli-buli
Macam kateter uretra
Kateter uretra bisa terbuat dari logam, karet atau silikon. Bermacam bentuk
kateter dibuat, dan umumnya dinamai sesuai dengan pembuatnya, seperti
kateter Nelaton, Tiemann, de Pezzer, Malecot dan Foley. Saat ini yang paling
populer dan mudah didapat adalah kateter Foley. Selain mudah ditemui,
keunggulan kateter Foley adalah merupakan kateter menetap (indwelling
catheter=self retaining), tidak iritatif, tersedia dalam berbagai ukuran dan ada
yang cabang tiga (three way catheter). Kateter Foley dapat dipasang menetap
karena terdapat balon yang dapat dikembangkan sesudah kateter berada dalam
buli-buli melalui pangkal kateter.
Ukuran kateter uretra
Ukuran pada kateter uretra menunjuk pada diameter luar, bukan lumennya. Pada
bungkus kateter dan pangkal kateter selalu tercetak ukuran diameter kateter dan
jumlah cairan yang diizinkan untuk dimasukkan dalam balon kateter. Ukuran
diameter luar kateter ditulis dalam satuan Ch = Cheriere atau F/Fr = French
(bukan Foley), dimana 1 Ch / 1 F sama dengan 0.33 milimeter; atau dengan kata
lain 1 milimeter sama dengan 3 Ch atau 3 F. Pada orang dewasa Indonesia
biasanya dipasang kateter no 16 atau 18.
Persiapan pemasangan kateter uretra
Karena pemasangan kateter merupakan tindakan invasif, menimbulkan nyeri dan
dapat menimbulkan komplikasi permanen, pemasangannya harus melalui
persetujuan tertulis (informed consent). Kateterisasi juga dapat menimbulkan
infeksi pada uretra dan buli-buli, karenanya harus dilakukan secara aseptik.
Peralatan yang harus disiapkan adalah :
1. Banyak minum, urin cukup sehingga tidak terjadi kotoran yang bisa
mengendap dalam kateter
2. Mengosongkan urine bag secara teratur
3. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita agar urin tidak
mengalir kembali ke buli-buli
4. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan
antiseptik secara berkala
5. Ganti kateter paling tidak 2 minggu sekali
Komplikasi pemasangan kateter
Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan
perdarahan uretra yang berakhir dengan striktur uretra seumur hidup
1. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat
menimbulkan luka pada uretra. Karenanya, balon dikembangkan bila yakin balon
akan mengembnag dalam buli-buli dengan mendorong kateter sampai ke
pangkalnya
2. Infeksi uretra dan buli-buli
3. Nekrosis uretra bila ukuran kateter terlalu besar atau fiksasi yang keliru
4. Merupakan inti pembentukan batu buli-buli
5. Pada penderita tidak sadar, kateter dengan balon terkembang bisa dicabut
yang berkibat perdarahan dan melukai uretra
6. Kateter tidak bisa dicabut karena saluran pengembang balon tersumbat
dipastikan tidak ada cedera servikal, maka kepala penderita dapat diputar
menjauhi tempat punksi vena.
2. Bersihkan kulit sekeliling tempat punksi vena dan pasang kain steril keliling
daerah ini. Dalam melakukan prosedur ini harus menggunakan sarung
tanganyang steril.
3. Bila penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal ditempat punksi vena.
4. Gunakan jarum kaliber besar yang disambung kepada suatu semprit 10 ml,
masukkan 0,5 sampai 1 ml air garam (saline), ke dalam pusat segitiga yang
dibentuk oleh kedua caput otot sternokleidomastoideus dan tulang clavicula
(akses melalui vena jugularis interna).
5. Setelah kulit dipunksi, arahkan sudut jarum keatas, untuk mencegah jaringan
kulit (plug) menyumbat jarum.
6. Arahkan jarum keujung bawah (ekor), paralel dengan permukaan sagital,
dengan sudut 30 posterior dengan permukaan depan.
7. Majukan jarum dengan lambat sambil mencabut tutup semprit dengan
perlahan.
8. Kalau tampak aliran darah bebas didalam semprit yang berwarna agak gelap,
cabut semprit dan tutup jarumnya untuk mencegah emboli udara. Kalau
pembuluh belum dimasuki, cabut jarum dan arahkan jarumnya kembali dengan
5-10 ke lateral.
Catatan: apabila akses yang dipakai vena femoralis, vena cubiti atau vena
subclavia, maka jarum punksi dimasukkan ke vena cubiti atau vena femoralis
atau vena subclavia. Khusus untuk vena subclavia arah jarum punksidari lateral
masuk di daerah sulkus deltoideo-pektoralis di bawah 1/3 tengah tulang klavikula
ke arah ingulum
9. Masukkan kawat pemandu sambil memantau electrocardiogram untuk
ketidaknormalan irama atau bisa dipakai c-arm x-ray.
10. Cabut jarum sambil menahan kawat pemandu dan majukan kateter melalui
kawat pemandu sampai ke vena cava superior dekat atrium kanan.
Sambungkanlah kateter dengan pipa/ selang infus.
11. Tambatkanlah kateter ke kulit (misalnya dengan jahitan), berikan salep
antiseptik dan tutup dengan kasa steril.
12. Kateter bisa disambung dengan selang monitor tekanan vena sentral atau
botol infus.
13. Dapatkan film dada untuk mengetahui posisi kateter intravena dan komplikasi
pneumothorax atau hematothorax yang mungkin terjadi.
Komplikasi Operasi
a. Pneumo- atau hematothorax
b. Trombosis vena
c. Cedera arteri atau syaraf
d. Fistula arteriovena
e. Chylothorax
f. Infeksi
g. Emboli udara
Morbiditas (Morbiditas 0 15%) Cedera pada beberapa bangunan pada pintu
masuk thorax telah pernah dilaporkan: pneumotharax, hemothorax, tertusuknya
arteri dan kerusakan ductus thoracicus serta nervus phrenicus. Angka komplikasi
yang pernah dilaporkan setelah kateterisasi pada vena-vena profunda berkisar 015% dan boleh jadi tergantung pada pengalaman operator.
B. Perawatan Pascabedah
Penderita pasca pemasangan kateter vena sentral (KTS), dirawat diruangan
Intensive Care Unit, dilakukan observasi dan monitoring ketat selain untuk
kepentingan pemberian cairan, mengevaluasi hasil pemberian cairan juga
kemungkinan terjadinya komplikasi seperti: Pneumo- atau hematothorax,
Trombosis vena, Cedera arteri atau syaraf, Fistula arteriovena, Chylothorax,
Infeksi, Emboli udara
Follow up
Penderita pasca pemasangan kateter vena sentral (KTS), di lakukan monitoring
ketat di Intensive Care Unit, diobservasi tanda-tanda vital, seperti sistem
pernafasan, sistem sirkulasi, keseimbangan cairan, analisis gas darah bila
diperlukan. Diamati juga perbaikan kondisi pasien dengan pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi.
2. Pengalas
3. Bengkok
4. Lidi waten steril
5. Kapas steril
6. Kasa steril
7. Antiseptic (Bethadin)
8. Aquadest / air hangat
9. Korentang
10. Plester
11. Gunting
12. Bensin
13. Pinset
14. Kantung sampah
Pelaksanaan:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Beritahu pasien maksud dan tujuan tindakan
3. Dekatkan alat dan bahan yang sudah disiapkan
4. Pasang tirai, gorden yang ada
5. Cuci tangan
6. Oles bensin pada plester dan buka dengan pinset
7. Buka balutan pada kateter
8. Pakai sarung tangan steril
9. Perhatikan kebersihan dan tanda-tanda infeksi dari ujung penis serta kateter
10. Oles ujung uretra dan kateter memakai kapas steril yang telah dibasahi
dengan aquadest / air hangat dengan arah menjauhi uretra
11. Oles ujung uretra dan kateter memakai lidi waten + bethadin dengan arah
menjauhi uretra
12. Balut ujung penis dan kateter dengan kasa steril kemudian plester
13. Posisikan kateter ke arah perut dan plester
14. Rapikan klien dan berikan posisi yang nyaman bagi pasien
15. Kembalikan alat ke tempatnya
16. Cuci tangan
17. Dokumentasikan tindakan
DAFTAR PUSTAKA