Anda di halaman 1dari 4

Nama

No

: Vita Cahyaningsih
: 36

Kelas : XI IPA-2

SINOPSIS NEGERI 5 MENARA

Negeri 5 Menara merupakan novel pertama yang ditulis


oleh A. Fuadi, terinspirasi dari kisah nyata. A. Fuadi adalah alumni
Pondok Modern Gontor, lulusan kuliah Hubungan Internasional
UNPAD, serta pernah menjadi wartawan Tempo dan VOA. Selain
itu Fuadi juga pernah mendapatkan beasiswa Fulbright untuk
kuliah S2 di School of Media and Public Affairs, George
Washington University pada tahun1998. Selang beberapa tahun
kemudian, yaitu tahun 2004 dia kembali mendapatkan beasiswa
Chevening untuk belajar di Royal Holloway, University of London
untuk bidang film dokumenter. Terakhir, penyuka fotografi ini
menjadi Direktur Komunikasi di sebuah NGO konservasi: The
Nature Conservancy.
Novel Negeri 5 Menara merupakan novel yang diniatkan
untuk menjadi ibadah sosial oleh A. Fuadi ini menyajikan cerita
yang berbeda dengan novel-novel yang lain, yang biasanya
menyajikan masalah percintaan sebagai hal yang diutamakan,
tetapi novel ini lebih menekankan pada semangat untuk
mewujudkan cita-cita dan kuatnya persahabatan antartokoh
utama dan pendukung. Selain itu, latar tempat juga dijelaskan
secara detail, tidak heran jika pada bagian belakang buku banyak
yang bekomentar positif terhadap novel Negeri 5 Menara ini.

Cerita ini dimulai dari Arif Fikri, bocah dari pinggiran Danau
Maninjau Sumatra Barat, yang tidak pernah menginjak tanah di
luar ranah Minangkabau. Alif bercita-cita menjadi Habibie dan
melalui sekolah umum ia dapat mewujudkan semua itu, apalagi
nilainya cukup mendukung. Namun Ibunya menginginkan Alif
menjadi seorang ulama besar seperti Buya Hamka. Pilihan yang
sulit bagi Alif, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mondok di
suatu pesantren di Jawa Timur meskipun dengan keputusan
setengah hati. Tiga hari tiga malam Alif bersama ayahnya
melintasi punggung Sumatra dan Jawa menuju sebuah desa di
pelosok Jawa Timur. Alif tidak mengira dia akan menjadi santri
Pondok Madani yang terkenal dengan kegiatan belajar mengajar
sedemikian padat dengan aturan-aturan kedisiplinan ekstraketat.
Hari pertama, Alif terkesima dengan sebuah pepatah arab man
jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan
mendapatkannya. Akhirnya pepatah arab tersebut menjadi
mantera ampuh untuk membangun mimpi masa depan dan
mewujudkan cita-citanya.
Dipersatukan

oleh

hukuman

jewer

berantai

Alif

dipertemukan dengan Baso dari Gowa yang berusaha matimatian

menghafal

menggapai

30

impiannya

jus

Alquran

bersekolah

di

sebagai

syarat

Madinah,

untuk

Atang

dari

Bandung, Raja dari Medan yang mempunyai hobi membaca buku


tebal, Dulmajid dari Sumenep dan Said dari Surabaya. Di bawah
menara masjid Pondok Madani yang berdiri kokoh, para Sahibul
Menara sering berkumpul menunggu magrib sambil menatap
awan lembayung yang bergerak ke ufuk. Awan itu mereka
gambarkan seperti benua impian mereka masing-masing. Aturan
berbahasa yang ketat membuat para Sahibul Menara harus
berusaha

keras

menyesuaikan

diri.

Cobaan

demi

cobaan

menghadang mereka mulai dari menjadi Jasus hingga menjadi


Shaolin Temple. Namun, Alif cobaan terberat adalah menahan
keinginannya untuk bersekolah seperti Randai. Empat tahun
berlalu para Mahibul Menara berpisah untuk menggapai cita-cita
masing-masing. Akhirnya, para Sahibul Menara, yaitu Alif dari
Washington

DC, Atang dari

bernostalgia bersama di

Kairo, dan Raja

dari

London

London, sebuah impian yang tak

terduga.
Novel ini mampu mengungkapkan tentang dahsyatnya
sebuah mimpi serta menguak sisi positif dari sebuah pondok
pesantren.

Kebanyakan

orang

menganggap

bahwa

pondok

pesantren hanya untuk belajar agama, tetapi dalam novel ini


pondok pesantren adalah gerbang untuk mengetahui dunia luar
dengan cara mempelajari bahasanya. Bagian akhir cerita yaitu
sebelum para Sahibul Menara bernostalgia, tidak digambarkan
secara jelas. Hal ini

membuat pembaca merasa seperti ada

bagian yang hilang. Selain itu, alur campuran yang digunakan


oleh penulis dalam novel ini juga membuat pembaca sedikit
kesulitan untuk memahaminya.
Gaya bahasa yang digunakan dalam penulisan novel ini
adalah gaya bahasa Asosiasi, yaitu membandingkan sesuatu
yang berbeda namun dianggap sama. Contohnya pada kalimat,
jauh di kedalaman hatiku, bagai api dalam sekam.
Pengarang juga mengibaratkan tokoh Rajab Sujai seperti Tyson
dan Pondok Madani laksana kampung di atas awan.
Negeri 5 Menara karangan A. Fuadi ini memberikan
motivasi dan inspirasi bagi para pembaca, khususnya bagi
remaja dan pelajar agar tidak mudah putus asa dan jangan

pernah berhenti untuk bermimpi karena man jaddda wajada,


siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya.

Anda mungkin juga menyukai