Anda di halaman 1dari 2

Konsep Sejarah Menurut Ali Syariati

Senin, 30 Maret 2009 17:42:22 - oleh : admin


Oleh AHMAD SAHIDIN
(Alumni Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam IAIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Dr. Ali Syariati (1933-1977) adalah seorang intelektual Muslim Iran. Sebagai pemikir, ia
punya pandangan bahwa Islam adalah agama progresif. Yakni sebuah sikap dari
ketidaktundukkan pada kemapanan dan anti kezaliman yang kemudian melakukan resistensi
dengan apa yang disebutnya sebagai Islam protes. Islam versi penafsiran Syariati ini sangat
yakin bahwa Islam itu bersifat dinamis dan dalam mewujudkannya harus disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan zaman. Karenanya, untuk mewujudkannya umat Islam harus berani
melakukan penafsiran terhadap nash-nash agama (al-quran dan tradisi kenabian) secara
kontekstual atau sesuai dengan jiwa zamannya. Hal yang demikian, menurut Syariati, apabila
dilakukan oleh kaum intelektual Muslim yang tercerahkan dapat membangkitkan dan
menumbuhkan kembali khazanah Islam yang sudah dilupakan umatnya.
Dengan sikap penentangan Syariati terhadap pemerintahan Muhammad Reza Pahlevi yang
dikenal rezim tiranik (zalim) telah membawa keberhasilan kaum revolusioner Iran dalam
Revolusi Islam Iran di Abad XX Masehi. Karena itulah Syariati dianggap sebagai salah
seorang yang menegakkan kembali nilai-nilai Islam agar terbebas dari hegemoni dan
dominasi
dari
kekuatan
maupun
kekuasaan
tertentu.
Dalam konteks revolusi Islam Iran, Syariati tidak hanya berperan sebagai arsitek Revolusi
Islam Iran yang menyuntikkan spirit perlawanan kaum tertindas (mustadhafin) terhadap
pemerintah zalim dan sistem kekuasaan yang menindas (mustakbarin), bahkan telah
mengupayakan adanya proses integratif antara khazanah Islam dan Barat sehingga menjadi
satu kesatuan yang melahirkan gagasan-gagasan baru. Bukan hanya konteks sosial kultural
masyarakat Iran yang dianalisis lewat interpretasi teks suci (nash-nash), tetapi juga konsepkonsep atau pemikiran-pemikiran yang berkembang saat itu diperbarui menjadi sesuatu yang
segar dan mencerahkan (secara intelektual). Contohnya dalam pemikiran kesejarahan yang
dihasilkannya atas penafsiran al-quran dan realitas sosial kultural yang ada dan dialaminya
sehingga
menjadi
sebuah
konsep
sejarah.
Konsep sejarah versi doktor sejarah lulusan Universitas Sorbone, Perancis, ini berbeda
dengan para pemikir atau filsuf sejarah lainnya yang hanya berbicara secara teoritis saja. Bagi
Syariati, sejarah sangat berkaitan dengan ruang dan waktu serta berkenaan pula dengan
sejarah
masa
depan.
Berkenaan dengan konsep sejarah versi Ali Syariati ini, penulis mencoba menelaah dan
mengkajinya dengan tujuan mengetahui konsep dan pemikiran-pemikiran kesejarahan yang
dikemukakannya.
Adapun pendekatan yang dipakai adalah deskripsi analitis, yaitu menjelaskan dan
memaparkan data-data yang diperoleh dengan analisa-analisa yang relevan dengan masalah
tersebut. Penulis melakukan analisa terhadap karya-karya tulis Ali Syariati dan beberapa
tulisan dari para cendekiawan Muslim Indonesia dan ilmuwan lainnya yang menulis tentang
Syariati.

Dari pendekatan tersebut penulis menemukan bahwa konsep sejarah yang dikemukakan
Syariati berlandaskan pada paradigma modern (Barat) dan nilai-nilai Islam (Al-Quran) yang
diramu
menjadi
satu
konsep,
yaitu
Teologi
Sejarah
(Islam).
Konsep ini berkenaan dengan konteks manusia dalam ruang dan waktu, yang dalam
aktivitasnya menghasilkan perubahan-perubahan sejarah. Menurut Syariati, perubahan
sejarah terjadi karena dialektika dua kutub, yang disimbolkan dengan Habil dan Qabil
sebagai konflik awal peradaban manusia, yang berakhir dengan peniadaan pada salah satu
pihak. Dialektika dua kutub inilah yang menjadikan sejarah terus-menerus berkembang
secara dinamik. Dalam pemikiran ini, Syariati dipengaruhi wacana pemikiran dialektika
historis dan materialisme historis yang dikembangkan G.W.F. Hegel dan Karl Marx.
Bahkan menurut Syariati, bahwa perubahan sejarah tidak hanya terjadi karena dialektika dua
kutub yang bersifat alamiah, akan tetapi dengan kehendak untuk berubah dengan cara
berhijrah (migrasi) dari satu tempat ke tempat lainnya adalah hal yang mendasar dari
perubahan
dan
perkembangan
dalam
peradaban
umat
manusia.
Maka dilektika dua kutub dan hijrah adalah proses dari adanya perubahan-perubahan yang
berkelanjutan menuju akhir sejarah. Akhir sejarah yang dimaksud adalah lebih berupa upayaupaya untuk menyongsong masa depan. Dalam hal ini, segitiga kerucut adalah metode yang
coba ditawarkan Syariati dalam rangka melihat atau menengok sejarah masa depan.
Namun kepastian akan adanya sejarah masa depan tersebut sangat berhubungan dengan
doktrin Imamah Syiah, yaitu penantian terhadap Imam Mahdi sebagai pembebas dan
penyelamat umat manusia dari berbagai bentuk kezaliman dan yang menjadi pemenang
sekaligus
pemegang
tonggak
kebenaran
di
akhir
zaman.
Meskipun yang mencetuskannya seorang Muslim-Syiah, tapi pemikiran ini sangat berguna
untuk membaca atau meneropong bagaimana masa depan sejarah umat manusia, khususnya
umat Islam, dengan menggunakan konsep dan metode historis yang digulirkannya. Penulis
yakin bahwa sekarang ini umat Islam sudah dewasa dan bisa melihat segala persoalan dengan
penuh kearifan sehingga paradigma sekterian dan dogmatisme ajaran bukan perkara yang
urgen untuk dipersoalkan lagi. Kebenaran dan hikmah bisa datang dari siapa pun dan bersifat
lintas ruang dan waktu, bahkan zaman. Yang perlu dipersoalkan adalah seberapa besar
kontribusinya bagi umat Islam.

Anda mungkin juga menyukai