Pembangkit Listrik Tenaga Matahari
Pembangkit Listrik Tenaga Matahari
NAMA
: TRIYONO
NIM
: 41413320030
PENDAHULUAN
Radiasi Energi Surya
Matahari memancarkan energy dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Radiasi tersebut hanya sekitar
50 % yang dapat diserap oleh bumi . Menurut pengukuran radiasi surya oleh Badan Angkasa Luar
Amerika Serikat NASA ( National Aeronautics and Space Administration ) melalui misi ruang angkasa
tahun 1971 diperoleh data tentang besaran konstanta matahari yang harganya sama dengan 1353
Watt/m . Dari besaran tersebut 7,85 % atau 105,8 Watt/m dipancarkan melalui sinar ultraviolet ,
atau 640,4 47,33% Watt/m dipancarkan oleh sinar yang dapat dilihat oleh manusia ( visible light )dan
44,85 % atau 606,8 Watt/m dipancarkan oleh sinar inframerah .
satunya alternative yang paling dimungkinkan untuk menyuplai tenaga listrik secara langsung melalui
radiasi surya .
Sel Surya
Sel surya dapat berupa alat semikonduktor penghantar aliran listrik yang dapat secara langsung
mengubah energy surya menjadi tenaga listrik secara efisien . Alat ini digunakan secara individual
sebagai alat pendeteksi cahaya pada kamera maupun digabung seri maupun parallel untuk
memperoleh suatu harga tegangan listrik yang dikehendaki sebagai pusat penghasil tenaga listrik .
Hampir semua sel surya dibuat dari bahan silicon berkristal tunggal . Bahan ini sampai saat ini masih
menduduki tempat paling atas dari urutan biaya pembuatan bila dibanding energy listrik yang
diproduksi oleh pesawat konvensional . Hal ini disebabkan oleh harga silicon murni yang masih
sangat mahal . Meskipun berbahan dasar plastic silikat (Si02) , tetapi untuk membuatnya diperlukan
biaya produksi yang tinggi . Para ahli telah melakukan penelitian secara intensif untuk menekan
ongkos produksi sel silicon agar dapat bersaing dengan pembangkit tenaga listrik konvensional .
Dapat disebutkan di sini bahwa untuk membuat pembangkit listrik dengan sel surya pada perhitungan
tahun 1970 adalah $15,000,00/kW-jam terpasang , sedang yang menggunakan bahan bakr batu bara
hanya $ 500,00/kW-jam terpasang dan yang menggunakan tenaga nuklir adalah $ 150,00/kW-jam
terpasang . Menurut Matthew Buresch , untuk sepuluh tahun kemudian ( tahun 1980) harga tiap kWjam terpasang untuk pembangkit tenaga listrik tenaga surya telah turun menjadi $ 7.000,00. Dengan
kemajuan teknologi pembuatan sel surya akhir akhir ini diharapkan harganya dapat ditekan hingga
$ 500,00/kW-jam terpasang .
Panel Surya
Panel surya adalah alat yang terdiri dari sel surya yang mengubah cahaya menjadi listrik . Mereka
disebut surya atas matahari atau sol karena matahari merupakan sumber cahaya terkuat yang dapat
dimanfaatkan . Panel surya seringkali disebut sel photovoltaic . Photovoltaic dapat diartikan sebagai
cahaya listrik . Sel surya atau sel PV bergantung pada efek photovoltaic untuk menyerap energy
matahari dan menyebabkan arus megalir antra dua lapisan bermuatan yang berlawanan . Jumlah
penggunaan panel surya diporsi pemroduksian listrik dunia sangat kecil , tertahan oleh biaya tinggi
per wattnya dibandingkan dengan bahan bakar fosil dapat lebih tinggi sepuluh kali lipat , tergantung
keadaan . Mereka telah menjadi rutin dalam beberapa aplikasi yang terbatas seperti buoy atau alat
di gurun dan area terpencil lainnya , dan dalam eksperimen lainnya mereka telah digunakan untuk
memberikan tenaga untuk mobil balap dalam kontes seperti Tantangan surya dunia di Australia .
Sekarang ini biaya panel listrik surya membuatnya tidak praktis untuk pengunaan sehari hari
dimana tenaga listrik kabel telah tersedia . Bila biaya energy naik dalam jangka tertentu , atau bila
penerobosan produksi terjadi yang mengurangi ongkos produksi panel surya , ini sepertinya tidak
akan terjadi dalam waktu dekat . Pada 2001 Jepang telah memasang kapasitas 0,6 MWp tenaga
surya puncak , sementara itu Jerman memiliki 0,26 MWp dan Amerika 0,16 MWp . Pada saat ini
tenaga listrik surya seluruh dunia kira kira sama dengan yang diproduksi oleh satu kincir angin bear
. Di AS biaya pemasangan panel surya ini telah jatuh dari $55 per watt puncak pada 1976 menjadi $
4 per watt peak di 2001
Energi Surya adalah energy yang berupa sinar dan panas dari matahari . Energi ini dapat
dimanfaatkan dengan menggunakan serangkaian teknologi seperti pemanas surya , fotovoltaik surya
, listrik panas surya , arsitektur surya , dan fotosintesis buatan . Teknologi energy surya secara umum
dikategorikan menjadi dua kelompok , yakni teknologi pemnafaatan pasif dan teknologi pemanfaatan
aktif . Pengelompokkan ini tergantung pada proses penyerapan , pengubahan , dan penyaluran
energy surya . Contoh pemnafaatan energy surya secara aktif adalah penggunaan panel fotovoltaik
dan panel penyerap panas . Contoh pemanfaatan energy surya secara pasif meliputi mengarahkan
bangunan kea rah matahari , memilih bangunan dengan massa termal atau kemampuan disperse
cahaya yang baik , dan merancang ruangan dengan sirkulasi udara alami . Pada tahun 2011 , Badan
Energi Internasional menyatakan bahwa perkembangan teknologi energy surya yang terjangkau ,
tidak habis , dan bersih akan memebrikan keuntungan jangka panjang yang besar . Perkembangan
ini akan meningkatkan keamanan energy Negara Negara melalui pemanfaatan sumber energy
yang sudah ada , tidak habis , dan tidak tergantunng pada impor , meningkatkan kesinambungan ,
mengurangi polusi , mengurangi biaya mitigasi perubahan iklim , dan menjaga harga bahan bakar
fosil tetap rendah dari sebelumnya . Keuntungan keuntungan ini berlaku global . Oleh sebab itu ,
biaya insentif tambahan untuk pengembangan awal selayaknya dianggap sebagai investasi untuk
pembelajaran ; investasi ini harus digunakan secara bijak dan perlu dibagi bersama . Bumi menerima
174 petawatt (PW) radiasi surya yang dating ( insolasi ) di bagian atas dari atmosfer . Sekitar 30 %
dipantulkan kembali ke luar angkasa , sedangkan sisanya diserap oleh awan , lautan , dan daratan .
Sebagian besar spectrum cahaya matahari yang sampai di permukaan Bumi berada pada jangkauan
spectrum sinar tampak dan inframerah dekat . Sebagian kecil berada pada rentang ultraviolet dekat .
Permukaan darat, samudra dan atmosfer menyerap radiasi surya , dan hal ini mengakibatkan
temperature naik . Udara hangat yang mengandung upa iar hasil penguapan air laut meningkat dan
menyebabkan sirkulasi atmosferik atau konveksi . Ketika udara tersebut mencapai posisi tinggi , di
mana temperature lebih rendah , uap air mengalami kondensasi membentuk awan , yang kemudian
turun ke Bumi sebagai hujan dan melengkapi siklus air . Panas laten kondensasi air menguatkan
konveksi , dan menghasilkan fenomena atmosferik seperti angin , siklon , anti siklon . Cahaya
matahari yang diserapoleh lautan dan daratan menjaga temperature rata rata permukaan pada
suhu 14 C . Melalui proses fotosintesis , tanaman hijau mengubah energy surya menjadi energy kimia
, yang menghasilkan makanan , kayu, dan biomassa yang merupakan komponen awal bahan bakar
fosil . Total energy yang diserap oleh atmosfer , lautan , dan daratan Bumi sekitar 3.850.000
eksajoule (EJ) per tahun . Pada tahun 2002 , jumlah energy ini dalam waktu satu jam lebih besar
dibandingkan jumlah energy yang digunakan dunia selama satu tahun . Fotosintesis menyerap
sekitar 3000 EJ per tahun dalam bentuk biomassa . Potensi teknis yang tersedia dari biomassa .
Potensi teknis yang tersedia dari biomassa adalah 100-300 EJ per tahun . Jumlah energy surya yang
mencapai permukaan planet bumi dalam waktu satu tahun sangatlah besar . Jumlah ini diperkirakan
dua kali lebih banyak dibandingkan dengan semua sumber daya alam Bumi yang tidak terbarukan
yang bias diperoleh digabungkan , seperti batubara , minyak bumi , gas alam , dan uranium .
PEMBAHASAN
Dari teknis penerapannya system PLTS dapat diterapkan dengan System Sentralisasi ( pembangkit
listrik dipasang pada suatu tempat tertentu dan listrik yang dihasilkan didistribusikan kepada
masyarakat melalui jaringan kabel distribusi . Teknik penerapan seperti ini umumnya digunakan untuk
PLTS Hybrid ), ataupun System Desentralisasi ( pembangkit listrik dipasang pada setiap rumah
penduduk yang membutuhkan . Listrik pedesaan dengan PLTS dimana letak rumah pedesaan sangat
menyebar , umunya menggunakan model ini . Dengan system ini tidak diperlukan jaringan kabel
distribusi yang mahal .
PLTS terdiri dari tiga subsystem sebagai berikut :
Sub- System Pembangkit , Modul Surya : melalui proses photovoltaic , modul surya berfungsi
merubah cahaya matahari menjadi listrik . Umur teknis minimum 20 Tahun . Jumlah listrik yang
dihasilkan dalam Wattpeak ( Wp ) dan insolasi ( Incoming Solar Radiation ) setempat yang
dipengaruhi oleh altitude dan latitude . Modul surya bersifat moduler sehingga dapat dirangkai untuk
memenuhi berbagai skala kebutuhan .
Sub-system Penyimpan , Battery & Regulator , berfungsi menyimpan dan mengatur arus listrik
yang dihasilkan oleh modul surya sebelum dimanfaatkan , jenis dan kapasitas penyimpan
disesuaikan dengan kapasitas pembangkit dan pola pemakaian listrik . Regulator berfungsi untuk
melindungi battery . Pada system PLTS untuk pompa air , system penyimpanan dapat saja tidak
berbentuk battery , tetapi dalam bentuk air yang disimpan di menara penyimpan air .
Sub-system Beban ( LOAD ) , Lampu Penerangan /Alat Listrik ; adalah segala jenis peralatan yang
dioperasikan dengan listrik . .
Penerapan di Indonesia
Indonesia adalah Negara tropis dimana terletak tepat di bawah garis khatulistiwa yang memiliki
tingkat penyinaran sinar matahari yang tinggi karunia , hamper di setiap pelosok Indonesia , matahari
menyinari dari pagi sampai sore . Sehingga energy matahari yang dipancarkan dapat diubah menjadi
energy listrik dengan pembangkit listrik tenaga surya . Sehingga penggunaan pembangkit listrik
tenaga surya ini sangat berpotensi . Pemanfaatan energy matahari sebagai sumber energy
alternative untuk mengatsi krisis energy , khususnya minyak bumi , yang terjadi sejak tahun 1970-an
mendapat perhatian yang cukup besar dari banyak Negara di dunia . Di samping jumlahnya yang
tidak terbatas , pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak lingkungan .
Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversikan menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel
surya atau fotovoltaik . Potensi energy surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m atau
setara dengan 112.000 GWp . Indonesia memanfaatkan baru sekitar 10 MWp . Untungnya
pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energy surya yang menargetkan kapasitas 0
PLTS terpasang hingga tahun 2025 mencapai sebesar 0.87 GW atau sekitar 5 MWp /tahun. Jumlah
ini merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energy surya pada
masa datang . Meski pengembangan PLTS telah mempunyai basis yang cukup kuat dari aspek
kebijakan , namun pada tahap implementasi , potensi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal .
Secara teknologi , industry photovoltaic (PV) di Indonesia baru mampu melakukan pada tahap hilir
memproduksi modul surya dan mengintegrasikannya menjadi PLTS . Harga yang masih tinggi
menjadi isu penting dalam perkembangan industry sel surya . Berbagai teknologi pembuatan sel
surya terus diteliti dan dikembangkan dalam rangka upaya penurunan harga produksi sel surya agar
mampu bersaing dengan sumber energy lain . Ratio eletrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60 %
dan hampir seluruh pedesaan belum dialiri listrik jauh dari pusat pembangkit listrik. Oleh sebab itu ,
PLTS yang dibangun hampir di semua lokasi merupakan alternative sangat tepat untuk
dikembangkan . Dalam kurun waktu tahun 2005-2025 , pemerintah telah merencanakan
menyediakan 1 juta Solar Home System berkapasitas 50 Wp untuk masyarakat berpendapatan
rendah serta 346, 5 MWp PLTS hybrid untuk daerah terpencil . Hingga tahun 2025 pemerintah
merencanakan aka nada sekitar 0,87 GW kapasitas PLTS terpasang . Dengan asumsi penguasaan
pasar hingga 50 % pasar energy surya di Indonesia sudah cukup besar untuk menyerap keluaran dari
suatu pabrik sel surya berkapasitas hingga 25 MWp per tahun . Hal ini tentu merupakan peluang
besar bagi industry local untuk mengembangkan bisnisnya ke pabrikan sel surya . Dengan wilayah
yang luas dan intensitas cahaya matahari yang tinggi , pasokan listrik dari tenaga surya bias menjadi
andalan , demikian Principal Advisor Deutsche Gessllschaft fur Internationale Zusammenarbeit
Indonesia Rudolf Rauch . Ia menambahkan Jerman dengan intensitas matahari yang tidak terlalu
tinggi , bias membangkitkan listrik 25 ribu Mega Watt . Indonesia memiliki potensi 6 hingga 10 kali
dari Jerman , kata Rudolf pada April 2012 . Rudolf mengakui bahwa pengembangan pembangkit
listrik tenaga surya menyerap investasi yang besar . Pembangunan pembangkit surya berkapasitas
7.500 Megawatt di Jerman yang menelan investasi 50 Milliar Euro ( Rp 606,5 trilliun ) Sedangkan
biaya pembangunan pembangkit surya di Indonesia bisa lebih murah karena paparan sinar matahari
50 % lebih banyak ketimbang Eropa . Pembangunan pembangkit berkapasitas 10.000 MW misalnya ,
diperkirakan memerlukan investasi 10 Milliar Euro ( Rp121,3 Trilliun ) Padahal Indonesia mensubsidi
sekitar 20 Milliar Euro atau Rp 242,6 Trilliun setahun seperti diungkapkan oleh Martin krummerck
Deputi Managing director German Indonesian Chamber of Industry and Commerce ( Ekonid ) .
Kunci keberhasilan PLTS terletak pada penyusunan receiver dengan bahan dan susunan yang dapat
menyerap energy panas dari matahari dengan baik dan memiliki harga yang ekonomis . Untuk
mampu menyerap energy panas diperlukan struktur film yang kristalin . Dalam pembuatan satu sel
dengan struktur kristalin diperlukan teknologi yang baik dan cukup mahal . Umumnya bahan ini
berbasiskan silicon . Selain dalam hal receiver panas kendala lain dalam aplikasi sel surya adalah
pembuatan baterai penyimpan energy listrik yang murah . Oleh karena itu , penelitian kea rah
teknologi sel surya dan komponen komponen yang lebih ekonomis dan praktis sangat diperlukan .
Dengan demikian , teknologi ini diharapkan tidak hanya menjadi teknologi yang berguna bagi Negara
maju namun juga bagi daerah yang mengalami keterbatasan pasokan listrik .
KESIMPULAN
Teknologi Sel Surya merupakan teknologi yang cocok dikembangkan untuk mengantisipasi krisis
energy yang akan terjadi di era yang akan datang , Di Indonesia sendiri memiliki peluang yang sangat
besar untuk mengembangkan teknologi ini karena terletak di wilayh tropis . Berdasarkan data yang
didapat potensi energy surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m atau setara dengan
112.000 GWp . Keunggulan PLTS dengan Pembangkit Konvensional adalah menggunakan sumber
energy yang tak terbatas , green and reliable technology . Sudah sepatutnya kita menyiapkan
kebutuhan energy yang terus meningkat dengan beralih ke penghasil energy yang re-newable dimulai
dari PLTS ini .
DAFTAR REFERENSI
1. http://id.im.wikipedia.org//panel surya
2. http://id.im.wikipedia.org//energi surya
3. http://www.energi.lipi.go.id
4. http://www.litbang.esdm.go.id.
5. Pudjanarso , Astu & Nursuhud , Djati.2013. Mesin Konversi Energi.Yogyakarta:ANDI