Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

KARSINOMA NASOFARING
Disusun Untuk memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan THT di RSUD Salatiga

Disusun oleh :
Candra Widhi Wicaksono
20110310204

Dosen Pembimmbing :
Dr Yunie Wulandarri Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

Karsinoma Nasofaring

Dipresentasikan tanggal

Oktober 2015

Menyetujui,
Dokter Pembimbing

Dr. Yunie Wulandarrie Sp. THT-KL

BAB I
PENDAHULUAN
Keganasan nasofaring banyak terjadi di Asia. Di Cina Selatan karsinoma
nasofaring menempati kedudukan tertinggi yaitu dengan 2500 kasus baru pertahun
untuk propinsi Guang Dong. Ras Mongoloid menjadi faktor penting timbulnya
karsinoma nasofaring, yang tersebar di Cina dan beberapa daerah di Asia Tenggara.
Ditemukan pula kasus yang cukup banyak di daerah Afrika yang diduga
penyebabnya adalah konsumsi makanan yang diawetkan dengan bahan pengawet
nitrosamine.
Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah yang
menjadikan karsinoma nasofaring adalah penyakit keganasan yang paling sering
ditemukan dibidang penyakit Telinga Hidung Tenggorokan (THT) Kepala Leher.
Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,
kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%) serta
dalam prosentase rendah terdapat tumor ganas rongga mulut, tonsil dan hipofaring.
Diagnosis dini menentukan prognosis pasien namun hal tersebut tidak mudah
dilakukan mengingat letak nasofaring yang tersembunyi dibelakang langit-langit
(palatum) dan di bawah tengkorak (cranii). Oleh karena letaknya yang tidak mudah
diperiksa serta gejala dini yang tidak khas, sering kali tumor ditemukan terlambat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel epitel yang
menutupi permukaan nasofaring, dengan predileksi yaitu fossa Rosenmuller yang
merupakan daerah transisional perubahan epitel.
II.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOFARING

Nasofaring adalah bagian teratas faring yang berhubungan langsung dengan


cavum nasi. Batas-batas nasofaring adalah sebagai berikut :
Superior : basis cranii
Inferior : Palatum mole
Anterior : Choane
Posterior : Vertebra Cervicalis I & II
Lateral : Ostium tuba Eustachius, fossa Rosenmuller

II.2.1. Bangunan Penting Pada Nasofaring


i.

Ostium tuba Eustachius


Tuba Eustachius merupakan kanal yang menghubungkan nasofaring dan telinga
tengah. Disekitar ostium tersebut terdapat bangunan yang menonjol bernama torus

ii.

tubarius.
Tonsila Faringea
Tonsila faringea atau adenoid adalah bangunan yang terletak pada dinding
superior dan dorsal nasofaring serta berfungsi sebagai pertahanan tubuh

iii.

(imunitas).
Fossa Rosenmuller
Fossa Rosenmuller adalah area atau daerah yang terletak di belakang torus
tubarius, pada area ini terjadi peralihan epitel

kuboid menjadi squamous yang

merupakan predileksi terjadinya Ca nasofaring.


II.2.2. Fungsi Nasofaring
i.
ii.
iii.

Sebagai jalan udara saat respirasi


Jalan udara ke tuba eustachius
Rosonansi udara

II.3. ETIOLOGI
Terdapat keterkaitan antara kejadian karsinoma nasofaring dengan Virus EpsteinBarr, karena pada semua pasien karsinoma nasofaring didapatkan titer anti virus EB
yang cukup tinggi melebihi titer orang sehat. Virus tersebut dapat masuk kedalam
tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka
waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator.
Kebiasaan mengkomsumsi ikan asin, merupakan mediator utama yang dapat
mengaktifkan virus ini.
Beberapa mediator lain yang dapat berpengaruh pada kejadian karsinoma
nasofaring adalah :
1. Nitrosamin yang banyak terdapat pada ikan asin, makanan yang diawetkan
2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup
3. Sering kotak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti :
- Gas kimia
- Asap industri

- Asap kayu
4. Genetik / Keturunan
Ditengarai ada hubungan cell-mediated immunity dari virus Epstein-Barr dan
t

umor associated antigens pada karsinoma nasofaring.

II.4. DIAGNOSA
II.4.1. Anamnesis
Gejala dan Tanda Karsinoma Nasofaring
1. Gejala pada nasofaring
a. Epistaksis
Dapat terjadi berulang ulang, keluar lewat hidung maupun mengalir ke
tenggorokan (post nasal drip) dan dapat bercampur dengan ingus.
b. Napas terganggu
Aliran udara terganggu oleh besarnya tumor
2. Gejala Telinga
Tinitus, rasa penuh ditelinga, penurunan pendengaran sampai otalgia
Tumor dapat menekan jaringan disekitarnya termasuk pula muara tuba
eustachius sehingga terjadi oklusi tuba yang menyebabkan tekanan di
kavum timpani menjadi turun (negatif).
3. Gejala Mata dan Saraf
a. Diplopia dan gerakan terbatas bola mata
Besarnya tumor dan penjalarannya dapat menimbulkan gangguan pada N
III, N IV, N V, N VI sehingga dapat timbul diplopia dan gerakan bola mata
menjadi terbatas
b. Neuralgia Trigeminal
Khusus untuk Nervus V ( trigeminus ) berfunsi (sensorik) untuk
menerima rangsang sentuhan pada wajah. Bila nervus tersebut terganggu
bisa menimbulkan sensibilitas yang berkurang hingga nyeri pada wajah
(neuralgia).
c. Sindrom Jackson
Bila karsinoma semakin berlanjut maka gangguan pada saraf semakin
meluas mengenai N IX, X, XI, XII. Manifestasi yang timbul adalah reflek
muntah negative, gerakan lidah terganggu, fungsi menelan terganggu. Bila
sudah mengenai semua nervus otak sering disebut sindrom unilateral.
4. Metastasis atau gejala dileher

Gejala yang timbul biasanya adalah berupa benjolan hingga luka di


leher, hal inilah yang sering membuat pasien pergi ke dokter.

II.4.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Nasofaring
Dengan kaca nasofaring.

II.4.3. Pemeriksaan Penunjang


a. Nasofaringoskop

b. Biopsi Nasofaring ( gold standard )


Blind biopsy yaitu biopsi melalui hidung tanpa melihat langsung

tumornya.
Biopsi lewat mulut dengan bantuan kateter nelaton yang dimasukkan
lewat hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar
dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihidung. Demikian juga
dengan kateter pada hidung sebelahnya, sehingga palatum mole tertarik
keatas. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca nasofaring
atau bisa juga dengan bantuan nasofaringoskop yang dimasukkan melalui

mulut. Biopsi dilakukan dengan analgesia topical Xylocain 10 %.


c. Histopatologi
Setelah dilakukan biopsi maka secara mikroskopis dapat diketahui jenis
atau klasifikasi dari karsinoma nasofaring. Terdapat 3 klasifikasi karsinoma
nasofaring yaitu :
Karsinoma sel squamous (berkeratinisasi)
Sel tumor berbentuk seperti pulau, batas jelas dan dipisahkan oleh

interseluler bridge.
Karsinoma sel squamous (tidak berkeratinisasi)
Sel tumor berbentuk seperti pulau, batas jelas namun interseluler
bridge samar-samar.

Karsinoma tak berdiferensiasi


Sel tumor terlihat tumpang tindih
d. Radiologi
CT-SCAN
Computed Tomography Scan atau biasa disebut CT-Scan merupakan
salah satu pencitraan diagnostik dengan cara penggabungan atau
kombinasi antara pencitraan yang dilakukan oleh sinar-x dengan teknologi

komputer dalam mengolah, menganalisa dan merekonstruksi data menjadi


gambaran irisan transversal tubuh. CT-Scan mampu untuk membedakan
bermacam densitas pada daerah nasofaring, baik itu jaringan lunak
maupun keras. Selain itu juga dapat mengetahui bila terdapat peruasan
tumor ke jaringan sekitarnya khususnya intra cranial.

Foto polos
Foto polos dapat digunakan untuk mengetahui tumor apabila sudah
berukuran besar , selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui
apabila ada metastasis karsinoma nasofaring ke organ lain misalnya foto
thorax dapat dilakukan bila ada kecurigaan metastasis di paru-paru.

e. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan IgA anti VCA
(virus capsid antigen) untuk infeksi virus Epstein-Barr menunjukkan titer
yang tinggi pada pasien dengan karsinoma nasofaring.
II.5. DIAGNOSIS BANDING
1

Hiperplasia adenoid
Biasanya terdapat pada anak-anak, jarnag pada orang dewasa, pada anakanak hyperplasia ini terjadi Karena infeksi berulang. Pada foto polos akan
terlihat suatu massa jaringan lunak pada atap nasofaring umunya berbatas

tegas dan umunya simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda2

tanda infiltrasi seprti tampak pada karsinoma.


Angiofibroma juvenilis
Baisanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai
KNF. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative.
Pada foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofairng yang berbatas
tegas. Proses dapat meluas seperti pada penyebaran karsinoma, walaupun
jarang menimbulkan destruksi tulang hanay erosi saja karena penekanan
tumor. Biasanya ada pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus
maksilaris yang dikenal sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan
vascular maka arterigrafi carotis eksterna sangat diperlukan sebab gambaranya
sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan angiofibroma

juvenils dengan polip hidung pada foto polos.


Tumor sinus sphenoidalis
Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya
tumor sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien datang untuk

pemeriksaan pertama.
Tumor kelenjar parotis
Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak
dalam mengenai ruang para faring dan menonjol kearah lumen nasofaring.
pada sebagian besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring kearah medial

yang tampak pada pemeriksaan C.T.Scan.


Chordoma
Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi
mengingat KNF pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul
kesulitan untuk membedakanya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi
atau destruksi terutama di daerah clivus. CT dapat membantu melihat apakah
ada pembesaran kelenjar cervical bagian atas karena chordoma umunya tidak
memperhatikan kelainan pada kelenjar tersebut sedangkan KNF sering

bermetastasis ke kelenjar getah bening.


Menigioma basis kranii
Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambaranya kadang-kadang
meyerupai KNF dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii.
Ganbaran CT meningioma cukup karakteristikk yaitu sedikit hiperdense

sebelum penyuntikan zat kontras dan akan menjadi sangat hiperdense setelah
7

pemberian zat kontras intravena.


Ca Lidah, Ca Tonsila Faringea, Ca Laring : Pembesaran KGB di leher.

II.6. STADIUM BERDASARKAN UICC ( UNION INTERNATIONAL


CENTER CANCER )
Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada nasofaring
T2 Tumor meluas ke jaringan lunak nasofaring dan/atau nasal fossa
T2a Tanpa perluasan ke parafaringeal
T2b Dengan perpanjangan parafaringeal
T3 Tumor masuk ke struktur tulang dan atau sinus paranasal / orofaring
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau keterlibatan saraf kranial
infratemporal fossa, hipofaring atau orbita
KGB regional (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak terdapat metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis bilateral di KGB, 6cm atau kurang di atas fosa suprakavikula
N2 Metastasis bilateral di KGB, 6cm atau kurang dalam dimensi terbesar di atas fosa
suprakalvikula
N3 Metastasis di KGB, ukuran >6cm
N3a Ukuran >6cm
N3b Perluasan ke fosa supraklavikula
Metastasis Jauh (M)
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

Stage 0
Stage 1
Stage IIA
Stage IIB

Stage III

Stage IVA

Stage IVB
Stage IVC

Tis
T1
T2a
T1
T2
T2a
T2b
T1
T2a
T2b
T3
T4
T4
T4
Any T
Any T

N0
N0
N0
N1
N1
N1
N1
N2
N2
N2
N0
N0
N1
N2
N3
Any N

M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1

II.7. PENATALAKSANAAN
a. Radioterapi
Radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
karsinoma nasofaring untuk semua stadium. Penatalaksanaan pertama untuk
karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring
adalah radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang bersifat
radiosensitif.

Radioterapi

dilakukan

dengan

radiasi

eksterna,

dapat

menggunakan pesawat kobal (Co60 ) atau dengan akselerator linier ( linier


Accelerator atau linac). Radiasi ini ditujukan pada kanker primer didaerah
nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher
atas, bawah serta klavikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan
sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar.
Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber radiasi kedalam
rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna memberikan dosis
maksimal pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan cidera yang serius
pada jaringan sehat disekitarnya.
Prinsip pengobatan radiasi adalah menghambat metabolisme DNA dan
menghentikan aktifitas enzim nukleus. Akibatnya pada inti sel terjadi
khromatolisis dan plasma sel menjadi granular serta timbul vakuola-vakuola
yang akhirnya berakibat sel akan mati dan menghilang. Pada suatu keganasan
ditandai oleh mitosis sel yang berlebihan ; stadium profase mitosis merupakan
stadium yang paling rentan terhadap radiasi.
a.1. Respon radiasi
Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan
pengecilan tumor primer di nasofaring. Berdasarkan kriteria WHO :
- Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang
besar.
- Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau
lebih.
- No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.

- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau


lebih.
a.2. Komplikasi radioterapi dapat berupa :
Komplikasi dini ( selama atau satu minggu post terapi )
Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi,
seperti : mual, muntah, mulut kering, hilang perasa pada lidah,
nafsu makan turun.
Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :
Penurunan pendengaran, gangguan pertumbuhan.
b. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan (adjuvan) pada karsinoma nasofaring
ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Dapat diberikan mulai stadium II
sampai lanjut. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan
kambuh.
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi
yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :
-

kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif

kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis.

pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko
kekambuhan dan metastasis jauh).
Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas

kepala leher dibagi menjadi :

neoadjuvant atau induction chemotherapy (yaitu pemberian kemoterapi

mendahului pembedahan dan radiasi)


concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy (diberikan

bersamaan dengan penyinaran)


post definitive chemotherapy (sebagai terapi tambahan paska pembedahan
dan atau radiasi )

b.1. Efek Samping Kemoterapi


Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang
membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus
gastro intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum
tulang yang memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa
terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel
rambut mengakibatkan kerontokan rambut. Jaringan tubuh normal yang cepat
proliferasi misalnya sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan
mudah terkena efek obat sitostatika.
c. Kemoradioterapi
Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan dengan
radioterapi dalam rangka mengontrol tumor dan meningkatkan survival pasien
dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik lewat mikrosirkulasi.
Manfaat Kemoradioterapi

Mengecilkan massa tumor.

Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.

Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif


terhadap radiasi.

Secara sinergi agen kemoterapi seperti Cisplatin 5-fluorourasil mampu


menghalangi perbaikan kerusakan DNA akibat induksi radiasi. Sedangkan
Hidroksiurea dan Paclitaxel dapat memperpanjang durasi sel dalam keadaan fase
sensitif terhadap radiasi.
d. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher.
Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya
kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi.

II. 8. PROGNOSIS
Stage

Relative 5-year
survival rates

72%

II

64%

III

62%

IV

38%

II. 9. PENCEGAHAN

Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran glikoprotein virus Epstein


Barr yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan
resiko tinggi.

Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat lainnya.

Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan
untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.

Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan


sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinankemungkinan faktor penyebab.

BAB III
KESIMPULAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu dengan kejadian


terbanyak pada kasus THT di Indonesia.

Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu


(1) Aadanya infeksi EBV
(2) Faktor lingkungan
(3) Genetik

Terapi utama karsinoma nasofaring adalah terapi radiasi, sedangkan sebagai terapi
adjuvan adalah kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Survival rates for nasopharyngeal cancer by stage, online dalam :


http://www.cancer.org/cancer/nasopharyngealcancer/detailedguide/nasopharyngea
l-cancer-survival-rates
2.
Kanker nasofaring, online dalam : http://kankernasofaring.org/
3.
Nasopharyngeal Carcinoma online dalam :
4.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov /pmc/articles/PMC1559589/
Panduan Nasonal Penanganan Karsinoma Nasofaring online dalam
:

5.

http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKKNF.pdf#page=6&zoom=auto,0,499
Arsyad, Efiaty. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepal-Leher edisi ketujuh. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.

Anda mungkin juga menyukai