Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS MASALAH

a. Apa etiologi dan bagaimana mekanisme Bimo hanya bisa mengoceh? (Alba, devia)
Pada kasus penderita autis terjadi pertumbuhan abnormal:
a. Pada sel saraf integratif di korteks frontalis
b. Pematangan mielin terlalu cepat di daerah frontalis dan temporalis
Mielinisasi jaras saraf hambatan proses menterjemahkan gagasan lambat
c. Perkembangan sinaps yang tidak sempurna
Sedangkan fungsi dari lobus frontalis dan temporalis adalah untuk proses berbahasa dan
kognitif, seperti area Broca dan area Wernicke. Pada otak bagian lobus temporalis. Di
bagian posterior dari girus temporalis di lobus temporalis terdapat area yang disebut area
Wernicke dimana sebagai area utama untuk pemahaman bahasa, yaitu

berfungsi

membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan
digunakan serta mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu
sendiri. Jika area ini terganggu maka penderita tak mampu memformulasikan buah
pikirannya untuk dikomunikasikan. Maka dari itu, pertumbuhan abnormal pada kedua
daerah tersebut menyebabkan gangguan berbahasa.
b. Bagaimana riwayat kehamilan dan kelahiran normal? (devia, jeje)
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai sejak
konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, I.B.G, 1998).
1. Pembagian Umur Kehamilan
Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi dalam 3 bagian, masing-masing:

Kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu)

Kehamilan triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu)

Kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai 40 minggu) (Hanifa W, 2005)


2. Gambaran Kehamilan Normal
Gambaran dari kategori diagnosis kehamilan normal adalah:

Ibu sehat

Tidak ada riwayat obstetri buruk

Ukuran uterus sama atau sesuai usia kehamilan

Pemeriksaan fisik dan laboratorium normal (Saifuddin, A.B, 2002)

Persalinan atau partus adalah proses fisiologik dimana uterusmengeluarkan atau berupaya
mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu atau lebih, dapat hidup
diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan batuan atau tanpa bantuan. Pembagian usia
kehamilanmenurut WHO (1992) adalah sebagai berikut:
a.Preterm : usia kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari)
b.Aterm : usia kehamilan 37-42 minggu (259-293 hari)
c.Postterm : usia kehamilan lebih dari 42 minggu (294 hari)
Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup
bulan (aterm), pada janin terletak memanjang dan presentasi belakang kepala, yang disusul dengan
pengeluaran plasenta, dan seluruh proseskelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24
jam, tanpa tindakan/pertolongan buatan, dan tanpa komplikasi (Suradji, 2005).Menurut
Suradji (2005) Persalinan dibagi dalam 4 kala:
Kala I

: kala pembukaan serviks

Kala II

: kala pengeluaran janin

Kala III : kala pengeluaran plasenta


Kala IV : kala ini ditetapkan selama 1 jam sejak plasenta lahir,yaitu kala untuk
mengamati ibu dan untuk menjalin kasih-sayangantara orangtua dan bayinya (menyusui).
Manuaba, I.B.G. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Farrer, H. 1987. Maternity Care. Andry, H. 2001 (alih bahasa). Jakarta: EGC.
Hanifa, W. (Ed). 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
Saifuddin, A.B. (Ed). 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
Judi, J.E. 2002. Mempersiapkan Kehamilan Sehat. Jakarta: Puspa Swara.
Sarwono Prawirohardjo. (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
c. Apa makna klinis dari Anak sadar, tetapi tidak mau melihat dan tersenyum kepada
pemeriksa? (alba, devia)

Gejala tidak mau melihat dan tersenyum kepada orang disekitarnya merupakan salah satu
bentuk gangguan interaksi sosial. Kemungkinan terdapat beberapa penyebab
diantaranya:
a. Respon terhadap suara merupakan bagian dari interaksi sosial yang disebabkan oleh
gangguan pada pada korteks prefrontalis medialis (respon abnormal terhadap stimulus
sensoris). Gangguan ini menyebabkan individu memiliki perhatian yang kurang terhadap
keadaan disekelilingnya sehingga tidak menghiraukan orang lain yang sedang berbicara
dengannya.
b. Sebuah teori mengemukakan bahwa kelainan ini muncul dari gangguan mekanisme
atensi atau dari berlebihnya jumlah striatal beta endorphin.
c. Berkurangnya sel Purkinye di otak kecil yang merangsang pertumbuhan akson, glia
(jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan
otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan
sel Purkinye. Penurunan sel purkinje di serebelum mungkin menyebabkan kelainan
atensi, kesadaran dan proses sensorik. Kelainan atensi ini menyebabkan anak tidak mau
melihat dan tersenyum kepada pemeriksa.
d. Apa makna klinis dari Tidak ada kelainan neurologis? (devia, jeje)
Tidak ditemukannya kelainan neurologis pada Bimo menunjukkan bahwa tidak terdapat
gangguan persarafan berupa defisit neurologis dan gangguan pada refleks fisiologis dan
patologis yang dapat menyebabkan gangguan bicara.
Tidak adanya gangguan neurologis dapat pula menentukan prognosis pada kasus. Autis
yang disertai kelainan neurologis memiliki prognosis yang buruk.
e. Apa diagnosis kerja dan definisi? (alba, devia)
Bimo mengalami Gangguan Komunikasi, Gangguan Intraksi social, dan Gangguan
perilaku karena Autis Spectrum Disorder.
Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif dimana kelompok kelainan ini
memiliki gambaran seperti gangguan dalam interaksi sosial, gangguan dalam komunikasi
serta minat dan aktivitas yang terbatas, stereotipik, dan berulang-ulang. Dapat terlihat
pada usia < 3 tahun.
f. Bagaimana pathogenesis pada kasus? (asyin, devia)

Aspek Neuroanatomi

Pada Pasien dengan autisme studi neuroanatomi dan neuroimaging mengungkapkan kelainan
konfigurasi seluler di beberapa daerah otak. Termasuk lobus frontal dan temporal dan otak
kecil. Pembesaran dari amigdala dan hipokampus umum terjadi pada masa anak-anak. Pada
korteks prefrontal lebih banyak terddapat neuron berdasarkan otopsi beberapa anak dengan
autisme. Penelitian dengan MRI menunjukkan bukti perbedaan neuronatomi dan konektivitas
pada orang dengan autisme dibandingkan dengan orang normal. Secara khusus, studi ini
menunjukkan berkurangnya konektivitas atipikal didaerah otak frontal serta penipisan dari
korpus kalosum pada anak-anak dan orang dewasa dengan autisme dan kondisi terkait.
Neuron yang abnormal ditemukan dalam lobus frontal dan temporal, daerah yang terlibat
dalam fungsi kontrol, fungsi sosial, emosional, komunikasi dan bahasa. Otak pada anak
dengan autisme menunjukkan mielinisasi di persimpangan temporoparietal kiri serta
didapatkan penurunan reseptor gamma-aminobutiric-acid B (GABA-B) di korteks cingulate
yang merupakan wilayah kunci untuk evaluasi hubungan sosial, emosi dan kognisi dan gyrus
fusiform yang merupakan daerah penting untuk mengevaluasi wajah dan ekspresi wajah.
Gangguan pada serebelum dapat menyebabakan reaksi atensi yang lebih lambat, kesulitan
dalam memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas dan gagal
mengeksplorasi lingkungan. Kerusakan pada jaras serebelum-taalamus-frontal menyebabkan
kesulitan dalam hal belajar suatu prosedur.
Aspek Biokimia
Sekurangnya sepertiga
1. Kaplan, Sadocks. 2007. Synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical
psychiatry :Autism tenth edition. E-book. Lippincot Williams&wilkins.

LEARNING ISSUE

GANGGUAN AUTISTIK
1. Gangguan Autistic
a. Sejarah
Pada tahun 1867 Henry Maudsley merupakan dokter psikiatrik pertama yang
memberikan perhatian serius kepada anak-anak yang sangat kecil dengan gangguan
mental yang parah yang berupa penyimpangan, keterlambatan dan distorsi yang jelas
pada proses perkembangan. Pada aalnya semua gangguan tersebut dianggap sebagai
psikosis. Pada tahun 1943 Leo Kanner, dalam tulisan klasiknya Autistic
Disturbance of Affective Contact, menyebutkan istilah autisme infantile dan
memberikan sumbangan yang jelas dan menyeluruh untuk sindrom masa anak-anak
awal. Ia menggambarkan anak-anak yang menunjukkan kesepian autistic yang
ekstrem, gagal untuk menerima sikap antisipasi, perkembangan bahasa yang
terlambat atau menyimpang dengan ekolalia dan pemakaian kata sebutan yang
terbalik (menggunakan kamu untuk saya), pengulangan monoton bunyi atau
ungkapan verbal, daya ingat jauh yang sangat baik, keterbatasan rentang dalam
berbagai aktivitas spontan, stereotipik dan menerisme, keinginan yang obsesif untuk
mempertahankan kesamaan dan rasa takut akan perubahan, kontak mata yang buruk
dan hubungan yang abnormal dengan orang dan lebih menyukai gambar dan benda
mati. Kanner mencurigai sindrom tersebut lebih sering terjadi dibandingkan
kelihatannya dan menyatakan bahwa beberapa anak telah keliru diklasifikasikan
sebagai retardasi mental atau skizofrenik.
Terdapat kebingungan antara apakah gangguan statistic merupakan manifestasi awal
skizofrenia atau merupakan kesatuan klinis yang terpisah, tetapi bukti-bukti
mengarahkan bahwa gangguan stastik dan skizofrenia merupakan kesatuan yang
terpisah.
b. Epidemiologi
Prevalensi. Gangguan autistic terjadi dengan angka 2 sampai 5 kasus per 10.000
anak 90,02-0,05%) di bawah usia 12 tahun. Jika retardasi mental berat dengan ciri
autistic dimasukkan, angka dapat meningkat sampai setinggi 20 per 10.000.pada
sebagian besar kasus autism mulai sebelum 36 bulan tetapi mungkin tidak terlihat
bagi prang tua, tergantung pada kesadaran mereka dan keparahan gangguan.
Distribusi jenis kelamin.Gangguan autistic ditemukan lebih sering pada anak lakilaki dibandingkan pada anak perempuan.Tiga sampai empat kali lebih banyak pada
anak laki-laki yang memiliki gangguan autistic dibandingkan anak perempuan.Tetapi

anak perempuan yang memiliki gangguan autistic cenderung lebih serius dan lebih
mungkin memiliki riwayat keluarga gangguan kognitif dibandingkan anak laki-laki.
Status sosioekonomi.Belum ada hubungannya secara langsung.
c. Etiologi dan pathogenesis
Gangguan autistic adalah suatu gangguan perkembangan perilaku.Walaupun
gangguan autistic pertama kali dianggap berasal dari psikologis atau psikodinamik,
banyak bukti-bukti yang terkumouk mendukung adanya substrat biologis.
Faktor psikodinamika dan keluarga.Dalam laporan awalnya Kanner menulis bahwa
beberapa orang tua dengan anak-anak autistic adalah benar-benar peramah dan untuk
sebagian besarnya, orang tua dan anggota keluarganya memiliki preokupasu dengan
abstraksi intelektual dan cenderung sedikit mengekspresikan perhatian yang murni
terhadap anak-anaknya.Tetapi, temuan tersebut tidak ditiru selama 50 tahun terakhir.
Teori lain, seperti kekerasan dan penolakan orang tua yang mendorong gejala
autistic, juga tidak jelas. Penelitian terakhir yang membandingkan orang tua dari
anak-anak autistic denbgan orang tua dari anak-anak yang normal tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam membesarkan anak.Tidak ada bukti
memuaskan yang menyatakan bahwa jenis tertentu fungsi keluarga yang
menyimpang

atau

kumpulan

faktor

psikodinamika

yang

menyebabkan

perkembangan gangguan autistic.Namun demikian, beberapa anak autistic berespons


terhadap stressor psikososial, seperti kelahiran seseorang adik atau pindah ke rumah
baru dengan eksaserbasi gejala.
Kelainan organic-neurologis-biologis.Gagguan

autistic

dan

gejala

autistic

berhubungan dengan kondisi yang memiliki lesi neurologis, terutama rubella


congenital, PKU, sklerosis tuberosus, dan gangguan Rett. Anak autistic
menunjukkan lebih banyak tanda komplikasi perinatal dibandingkan kelompok
pembanding dari anak-anak normal dan anak-anak dengan gangguan lain.
Faktor genetika.Dalam beberapa penilitian, antara 2 sampai 4 %sanak saudara orang
autistic ditemukan terkena gangguan autistic. Angka kesesuaian gangguan autistic
pada dua penilitian besar terhadap anak kembar adalah 36 persen pada pasangan
monozigotik dibandingkan 0 persen pada pasangan dizigotik pada salah satu
penelitian dan kira-kira 96% pada pasangan monozigotik dibandingkan kira-kira
27% pada pasangan dizigotik pada penelitian yang kedua.
Faktor imunologis.Beberapa bukti menyatakan bahwa inkompatibilitas imunologi
antara ibu dan embrio atau janin dapat menyebabkan gangguan autistic.Limfosit
beberapa anak autistic bereaksi dengan antibody maternal, yang meningkatkan

kemungkinan bahwa jaringan neural embrionik atau ekstraembrioal mungkin


mengalami kerusakan selama kehamilan.
Faktor perinatal.Tingginya insidensi berbagai komplikasi perinatal tampaknya
terjadi pada anak-anak dengan gangguan autistic, walaupun tidak ada komplikasi
yang secara langsung dinyatakan sebagai penyebabnya.Selama gestasi, perdarahan
maternal setelah trimester pertama dan mekonium dalam cairan amnion telah
dilaporkan lebih sering ditemukan pada anka autistic dibandingkan populasi
umum.Dalam periode neonates, anak autistic memiliki insidensi tinggi sindrom
gawat pernapasan dan anemia neonates.Beberapa bukti menyatakan tingginya
insidensi pemakaian medikasi selama kehamilan oleh ibu dari anak autistic.
Faktor neuroanatomi.Lobus temporalis telah diperkirakan sebagai bagian penting
dalam otak yang mungkin abnormal dalam gangguan autistic. Temuan lain pada
gangguan autistic adalah penurunan sel purkinje di serebelum, kemungkinan
menyebabkan kelainan atensi, kesadaran dan proses sensorik.
Temuan biokimiawi.Sekurangnya sepertiga pasien dnegan gangguan autistic
mengalami peningkatan serotonin plasma.Pada beberapa anak autistic peningkatan
hormone asam vanillic (suatu metabolit utama dopamine) dalam cairan serebrospinal
adalah disertai dengan peningkatan penarikan diri dan stereotipik.
d. Karakteristik, Gambaran Klinis, Kriteria Diagnosis, dan Diagnosis Banding
Autisme Infantil
1. Karakteristik
a. Kecenderungannya untuk melengkungkan punggungya ke belakang menjauhi
pengasuhnya atau yang merawatnya, untuk menghindari kontak fisik. Mereka
umumnya digambarkan sebagai bayi-bayi yang pasif atau kelewat gaduh
(overlay agitated). Bayi yang pasif adalah mereka yang kebanyakan diam
sepanjang waktu dan tidak banyak tuntutan pada orangtuanya. Sedangkan bayi
yang gaduh adalah yang hampir selalu menangis tidak ada hentinya pada waktu
terjaga (Rapin, 1997).
Kira-kira separuh dari anak-anak autistik menunjukkan perkembangan yang
normal sampai pada usia 1,5-3 tahun; kemudian gejala-gejala autisme mulai
timbul. Individu demikian ini sering disebut sebagai menderita autisme
regresif. Dibandingkan teman-teman sebayanya, anak-anak autistik seringkali
ketinggalan dalam hal komunikasi, ketrampilan sosial dan kognisi. Di samping
itu, perilaku disfungsional mulai tampak, seperti misalnya, aktivitas repetitif dan
perilaku yang tidak bertujuan (non-goal directed behavior) (mengayun-ayunkan

badan tiada hentinya, melipatlipat tangan), mencederai diri sendiri, bermasalah


dalam makan dan tidur, tidak peka terhadap rasa sakit. Perilaku mencederai diri
sendiri seperti menggigit diri sendiri dan membenturkan kepala mungkin
merupakan bentuk stereotipi yang berat dan menurut teori yang baru disebabkan
oleh peningkatan endorphin (Rapin, 1997).
b. Salah satu karakterisitk yang paling umum pada anak-anak autistik adalah
perilaku yang perseverative, kehendak yang kaku untuk melakukan atau berada
dalam keadaan yang sama terus-menerus. Apabila seseorang berusaha untuk
mengubah aktivitasnya, meskipun kecil saja, atau bilamana anak-anak ini merasa
terganggu perilaku ritualnya, mereka akan marah sekali (tantrum). Sebagian dari
individu yang autistik ada kalanya dapat mengalami kesulitan dalam masa
transisinya ke pubertas karena perubahan-perubahan hormonal yang terjadi;
masalah gangguan perilaku bisa menjadi lebih sering dan lebih berat pada
periode ini. Namun demikian, masih banyak juga anak-anak autistik yang
melewati masa pubertasnya dengan tenang. Umumnya gejala autisme berupa
suatu gangguan sosiabilitasnya, kelainan komunikasi timbal-balik verbal dan
nonverbal serta defisit minat dan aktivitas anak. Meskipun kurangnya dorongan
untuk berkomunikasi atau menahan bicara memegang peranan pada semua anak
yang pendiam, anak-anak dengan autisme benar-benar mengalami gangguan
berbahasa. Pemahaman dan penggunaan bahasa untuk komunikasi serta
geraktubuh

(gesture)

benar-benar

defisien.

Ketidak

mampuan

untuk

menerjemahkan stimuli akustik menyebabkan anak-anak autistik mengalami


agnosia auditorik verbal; mereka tidak mengerti bahasa atau hanya mengerti
sedikit sehingga tidak dapat berbicara dan tetap tinggal dalam situasi nonverbal
(Rapin, 1997).
c. Anak-anak dengan autisme yang tidak begitu berat, dengan kelainan reseptifekspresif, menunjukkan daya pengertian (comprehension) yang lebih baik dari
pada kemampuannya untuk berekspresi sehingga pada mereka itu tampak
artikulasinya buruk dan mereka tidak memiliki kepandaian gramatis. Kelompok
anak-anak autistik lain yang kepandaian bicaranya terlambat, mungkin dapat
berkembang cepat dari keadaan diam menjadi lancar berbicara dengan kalimatkalimat yang jelas dan tersusun baik, tetapi mereka ini cenderung repetitif, nonkomunikatif dan sering pula ditandai dengan echolalia yang berkelebihan (Rapin,
1997).

d. Sekitar 75% penderita autisme adalah mereka dengan keterbelakangan mental


(mentally retarded). Derajat kognitif individu ini secara bermakna berkaitan
dengan beratnya gejala autisme. Tes IQ pra-sekolah tidak dapat meramalkan hasil
yang dapat diandalkan karena beberapa anak dengan program perawatan yang
efektif menunjukkan perbaikan yang nyata. Hasil dari uji neuropsikologis secara
khas menunjukkan suatu profil kognitif yang tidak merata, di mana keterampilan
nonverbal umumnya lebih tinggi dari pada keterampilan verbal (kecuali pada
sindrom asperger di mana pola yang sebaliknya terlihat). Pemahaman yang buruk
dari apa yang orang lain pikirkan, menetap sepanjang hidup dan kreativitas
mereka biasanya terbatas. Anak-anak autistik dapat menunjukan reaksi yang
paradoksikal terhadap suatu stimuli sensori; kadang-kadang hipersensitif dan
kadang-kadang tidak menghiraukan suara atau bunyi tertentu, stimuli taktil atau
rasa sakit. Persepsi visual biasanya jauh lebih baik dari pada persepsi auditorik
(Rapin, 1997).
2. Gambaran Klinis
Tanda-tanda awal pada pasien autisme berkaitan dengan usia anak. Usia anak dimana
sindroma autisme dapat dikenal merupakan kunci untuk segera melakukan intervensi
berupa pelatihan dan pendidikan dini. National Academy of Science USA
menganjurkan bahwa pendidikan dini merupakan kunci keberhasilan bagi seorang
anak dengan sindroma autisme. Pada umumnya semua peneliti sepakat bahwa
sindroma autisme merupakan diagnosis sekelompok anak dengan kekurangan dalam
bidang sosialisasi, komunikasi dan afeksi. Mereka juga sepakat bahwa mengenal
tanda-tanda awal autisme yaitu sejak usia dini (bayi baru lahir bahkan sebelum lahir)
sangat penting untuk upaya penanggulangan.
Gejala autisme infantil dapat timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada
sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Seorang
ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia
satu tahun. Hal yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan kurang minat
untuk berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Acocella (1996) ada banyak tingkah laku yang tercakup dalam
autisme dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu:
a. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak social ke dalam
suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini akan semakin

terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku seakan-akan
orang lain tidak pernah ada. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti
menghindar kontak mata, tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk,
lebih suka bermain sendiri.
b. Kelemahan kognitif
Sebagian besar ( 70%) anak autis mengalami retardasi mental (IQ < 70)
tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang berkaitan dengan
kemampuan sensori montor. Terapi yang dijalankan anak autis meningkatkan
hubungan social mereka tapi tidak menunjukkan pengaruh apapun pada retardasi
mental yang dialami. Oleh sebab itu, retardasi mental pada anak autis terutama
sekali disebabkan oleh masalah kognitif dan bukan oengaruh penarikan diri dari
lingkungan social.
c. Kekurangan dalam bahasa
Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat
bicara. Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya
mengoceh, merengek, menjerit, atau menunjukkan ekolali, yaitu menirukan apa
yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan
TV, atau potongan kata yang terdengar olehnya tanpa tujuan. Beberapa anak autis
menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh. Menyebut diri mereka sebagai
orang kedua kamu atau orang ketiga dia. Intinya anak autism tidak dapat
berkomunikasi dua arah (resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan
normal.
d. Tingkah laku stereotip
Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perlaku yang
berlebih (excessive) dan kekurangan (deficient) seperti impulsif, hiperaktif,
repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan
permainan yang sama dan monoton. Anak autis sering melakukan gerakan yang
berulang-ulang secara terus menerus tanpa tujuan yang jelas. Sering berputarputar, berjingkat-jingkat, dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulangulang ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya
gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-narik
rambut dan menggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan akibat
perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini
sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik pada hanya bagian-bagian

tertentu dari sebuah objek. Misalnya pada roda mainan mobil-mobilannya. Anak
autis juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton.
3. Kriteria Diagnosis Gangguan Autisme
Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnosis gangguan autisme adalah:
A. Sejumlah enam hal atau lebih dari 1, 2, dan 3, paling sedikit dua dari 1 dan satu
masing-masing dari 2 dan 3:
1. Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi social sebagai manifestasi
paling sedikit dua dari yang berikut:
a. Hendaya di dalam perilaku non verbal seperti pandangan mata ke mata,
ekspresi wajah, sikap tubuh, dan gerak terhadap rutinitas dalam interaksi
social.
b. Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan sesuai tingkat
perkembangannya.
c. Kurang kespontanan dalalm membagi kesenangan, daya pikat atau
pencapaian akan orang lain, seperti kurang memperlihatkan, mengatakan
atau menunjukkan objek yang menarik.
d. Kurang sosialisasi atau emosi yang labil.
2. Secara fluktuatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai menifestasi
paling sedikit satu dari yang berikut:
a. Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan berbicara (tidak
menyertai usaha mengimbangi cara komunikasialternatif seperti gerak
isyarat atau gerak meniru-niru)
b. Individu berbicara secara adekuat, hendaya dalam menilai atau
meneruskan oembicaraan orang lain.
c. Menggunakan kata berulang kali dan stereotip dan kata-kata aneh.
d. Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah atau pura-pura
bermain seuai tingkat perkembangan.
3. Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai manifestasi
paling sedikit satu dari yang berikut:
a. Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotip atau kelainan dalam
intensitas maupun focus perhatian akan sesuatu yang terbatas.
b. Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas atau ritual pun
tidak fungsional.

c. Gerakan stereotip dan berulang misalnya memukul, memutar arah jari dan
tangannya serta meruwetkan gerakan seluruh tubuhnya.
d. Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotip.
B. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang berikut ini
dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun :
1. Interaksi sosial
2. Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial
3. Permainan simbol atau imaginatif.
C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegrasi
masa anak.
Autisme infantil berdasarkan pedoman diagnostik PPDGJ III, antara lain:
a. Biasanya tidak ada riwayat perkembangan abnormal yang jelas, tetapi jika
dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun.
b. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya. Ini berbentuk tidak
adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio emosional yang tampak bagai
kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi
terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat social
dan lemah dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan
khususnya, kurangnya respon timbal balik sosial emosional.
c. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk
kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam
permainan imaginatif dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya
interaksi timbal balik dalam percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa
ekspresif dan relatif kurang dalam kreativitas dan fantasi dalam proses pikir;
kurangnya respons emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang
lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama atau tekanan modulasi
komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan
komunikasi lisan.
d. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas,
pengulangan dan stereotipik. Ini berbentuk kecendrungan untuk bersikap kaku
dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan
baru atau kebiasaan sehari-hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali
dalam masa kanak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang tak
lembut. Anak dapat memaksa suatu kegiatan rutin seperti upacara dari kegiatan

yang sebetulnya tidak perlu; dapat menjadi preokupasi yang stereotipik dengan
perhatian pada tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipik motorik;
sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda
(seperti bau dan rasa); dan terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas
atau dalam tata ruang dari lingkungan pribadi (seperti perpindahan dari hiasan
dalam rumah).
e. Anak autisme sering menunjukkan beberapa masalah yang tak khas seperti
ketakutan/fobia, gangguan tidur dan makan, mengadat (terpertantrum) dan
agresivitas. Mencederai diri sendiri (seperti menggigit tangan) sering kali terjadi,
khususnya jika terkait dengan retardasi mental. Kebanyakan individu dengan
autis kurang dalam spontanitas, inisiatif dan kreativitas dalam mengatur waktu
luang dan mempunyai kesulitan dalam melaksanakan konsep untuk menuliskan
sesuatu dalam pekerjaan (meskipun tugas mereka tetap dilaksanakan baik).
Abnormalitas perkembangan harus tampak dalam usia 3 tahun untuk dapat
menegakkan diagnosis, tetapi sindrom ini dapat didiagnosis pada semua usia.
4. Diagnosis Banding
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Dr dr Dwidjo Saputro SpKJ (K) mengatakan, ADHD merupakan kelainan psikiatrik
dan perilaku yang paling sering ditemukan pada anak. ADHD dapat berlanjut sampai
masa remaja, bahkan dewasa. Pada anak usia sekolah, ADHD berupa gangguan
akademik dan interaksi sosial dengan teman. Sementara pada anak dan remaja dan
dewasa

juga

menimbulkan

masalah

yang

serius.

Kurangnya perhatian adalah salah satu gejala ADHD. Biasanya anak selalu gagal
memberi perhatian yang cukup terhadap detail. Atau anak selalu membuat kesalahan
karena ceroboh saat mengerjakan pekerjaan sekolah, bekerja atau aktivitas lain.
Sering sulit mempertahankan pemusatan perhatian saat bermain atau bekerja. Sering
seperti tidak mendengarkan bila diajak bicara. Dan atau pelupa dalam aktivitas
sehari-hari.
Gejala kedua yang harus diwaspadai adalah hiperaktivitas yang menetap selama 6
bulan atau lebih dengan derajat berat dan tidak sesuai dengan umur perkembangan.
Gejala hiperaktivitas itu di antaranya anak sering bermain jari atau tidak dapat duduk
diam. Ia sering kali meninggalkan kursi di sekolah atau situasi lain yang
memerlukan duduk di kursi. Anak juga sering lari dan memanjat berlebihan di

situasi

yang

tidak

tepat,

selalu

bergerak

seperti

didorong

motor.

Sedangkan pada gejala implusivitas, misalnya sering menjawab sebelum pertanyaan


selesai ditanyakan, sering sulit menunggu giliran, dan sering menginterupsi atau
mengganggu

anak

lain,

misalnya

menyela

suatu

percakapan.

"Anak ADHD sering dianggap anak nakal, malas, ceroboh, dan lain-lain. Padahal
terapi yang tepat akan menghilangkan gejala pada anak ADH," kata ahli kejiwaan
yang juga pendiri dari Smart Kids Clinic-klinik Perkembangan Anak dan Kesulitan
Belajar ini. Biasanya gejala hiperaktif-impulsif mulai terlihat sebelum umur 7 tahun.
Gejala terjadi di dua situasi berbeda atau lebih, misal di sekolah dan di rumah.
Selain itu gejala bukan merupakan bagian gangguan perkembangan pervasif
(autisme), schizophrenia, atau gangguan jiwa berat lain, dan bukan disebabkan
gangguan mood, kecemasan atau ansietas, gangguan disosiasi atau gangguan
kepribadian. "Orang tua harus hati-hati dalam menentukan apakah anak ADHD atau
tidak," ucap dokter yang kemudian mengambil spesialisasi di FKUI itu.
Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan kombinasi keterangan mengenai riwayat
penyakit, pemeriksaan medis, dan observasi terhadap perilaku anak. Keterangan ini
sebaiknya

diperoleh

dari

orang

tua,

guru,

dan

anak

sendiri.

Observasi bisa dilakukan pada saat anak melakukan pekerjaan terstruktur di kelas,
atau saat anak sedang bermain bebas bersama anak lain. Walaupun ADHD
seharusnya muncul di setiap situasi, gejala mungkin tidak jelas bila penderita sedang
melakukan aktivitas yang disukainya, sedang mendapat perhatian khusus atau berada
dalam situasi yang memberi penghargaan pada tingkah laku yang normal. Dengan
demikian, pengawasan selintas di kamar praktik sering gagal untuk menentukan
ADHD.
Sementara dokter yang juga merupakan pakar autis, Dr Hardiono Pusponegoro SpA
(K) menuturkan bahwa sebenarnya jumlah penderita penyakit ini tidak meningkat.
"Penyakit yang sering disertai dengan gangguan psikiatri lain ini bukan meningkat,
tetapi semakin banyak orang yang tahu tentang penyakit ini," ucap dokter dari
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)
tersebut.
Bila dikelola dengan baik, ADHD bisa dicegah. Namun, bila tidak ditangani secara
dini, kasus ADHD dapat menjadi pemicu pengguna awal minuman beralkohol,
rokok, dan narkoba pada usia muda.

e. Anamnesis dan Pemeriksaan Psikiatri Autisme Infantil


1. Anamnesis
Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada
sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Ada
beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia:
a. Usia 0-6 bulan
1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
4) Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
5) Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
6) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
b. Usia 6-12 bulan
1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan
4) Sulit bila digendong
5) Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
6) Tidak ditemukan senyum sosial
7) Tidak ada kontak mata
8) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
c. Usia 1-2 tahun
1) Kaku bila digendong
2) Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
3) Tidak mengeluarkan kata
4) Tidak tertarik pada boneka
5) Memperhatikan tangannya sendiri
6) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
7) Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
d. Usia 2-3 tahun
1) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
2) Melihat orang sebagai benda
3) Kontak mata terbatas
4) Tertarik pada benda tertentu

5) Kaku bila digendong


e. Usia 4-5 tahun
1) Sering didapatkan ekolalia (membeo)
2) Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
3) Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
4) Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
5) Temperamen tantrum atau agresif
Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat
anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu (Sartika, Dinda. 2011):
a. Interaksi sosial
1) tidak tertarik bermain bersama teman
2) lebih suka menyendiri
3) tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
4) senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan
b. Komunikasi
1) perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada
2) senang meniru atau membeo (ekolali)
3) anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian
sirna
4) mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat
dimengerti orang lain
5) bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa
mengerti artinya
6) sebagian dari anak ini tidak berbicara (nonverbal) atau sedikit bicara (kurang
verbal) sampai usia dewasa
c. Pola bermain
1) tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
2) senang akan benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda,
gasing.
3) tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik atau rodanya
diputar-putar.
4) dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana-mana.
d. Gangguan sensoris
1) bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
2) sering menggunakan indera pencium dan perasanya, seperti senang
mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
3) dapat sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
4) dapat sangat sensitif terhadap rasa takut dan rasa sakit.
e. Perkembangan terlambat atau tidak normal

1) perkembangan tidak sesuai seperti pada anak normal, khususnya dalam


keterampilan sosial, komunikasi, dan kognisi.
2) dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemusian
menurun atau bahkan sirna, misalnya pernah dapat bicara kemudian hilang.
f. Penampakan gejala
1) gejala di atas dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil. Biasanya
sebelum usia 3 tahun gejala sudah ada.
2) pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun, gejala tampak agak berkurang.
Gejala yang juga sering tampak adalah dalam bidang :
a. Perilaku
1) memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke
TV, lari/berjalan bolak-balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang.
2) tidak suka pada perubahan
3) dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
b. Emosi
1) sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa
alasan.
2) kadang suka menyerang dan merusak.
3) kadang berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
4) tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
2. Pemeriksaan Psikiatri
a. Kesan Umum : tampak sakit jiwa
b. Kesadaran : compos mentis
c. Sikap : hipoaktif
d. Tingkah laku : senyum sendiri, bicara sendiri, stereotipi
e. Orientasi : baik/buruk
f. Bentuk pikir : autistik
g. Isi pikir : waham bizarre
h. Progresi pikir : neologisme, ekolali, inkoherensi, irrelevansi
i. Roman muka : sedikit mimik
j. Afek : inappropiate
k. Persepsi : halusinasi (+)
l. Perhatian : sulit ditarik, sulit dicantum
m. Hubungan jiwa : sulit
n. Insigth : buruk
f. Penatalaksanaan Autisme

Sampai saat ini tidak ada obat-obatan atau cara lain yang dapat menyembuhkan
autisme. Meskipun demikian, obat-obat antidepresan yang bersifat seratogenik dapat
mengendalikan gejala-gejala stereotipi dan perubahan-perubahan iklim perasaan, tetapi
masih diperlukan suatu penelitian klinis lebih lanjut dan lebih terkendali dari obat-obat
ini (Kasran, 2003).
Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan yang paling
penting. Metode yang digunakan adalah metode Lovaas. Metode Lovaas adalah metode
modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied Behavior Analysis (ABA).
Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi
enam kemampuan dasar, yaitu:
1. Kemampuan memperhatikan
Program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa
memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya atau disebut
dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk memperhatikan keadaan atau
objek yang ada disekelilingnya.
2. Kemampuan menirukan
Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar
dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar sederhana atau meniru
tindakan yang disertai bunyi-bunyian.
3. Bahasa reseptif
Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap
seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan
nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.
4. Bahasa ekspresif
Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai dari
komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekspresi
wajah, gerakan tubuh dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau
berkomunikasi verbal.
5. Kemampuan praakademis
Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan permainan yang
mengajarkan anak tentang emosi, hubungan ketidakteraturan, dan stimulus-stimulus
di lingkungannya seperti bunyi-bunyian serta melatih anak untuk mengembangkan
imajinasinya lewat media seni seperti menggambar benda-benda yang ada di
sekitarnya.
6. Kemampuan mengurus diri sendiri
Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri. Pertama anak dilatih untuk bisa makan sendiri. Yang kedua, anak

dilatih untuk bisa buang air kecil atau yang disebut toilet traning. Kemudian tahap
selanjutnya melatih mengenakan pakaian, menyisir rambut, dan menggosok gigi.
g. Prognosis
Prognosis anak autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Berat ringannya gejala atau kelainan otak.
2. Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat
dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
3. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
4. Bicara dan bahasa, 20 % anak autis tidak mampu berbicara seumur hidup,
sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbedabeda.
5. Terapi yang intensif dan terpadu.
Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan dengan
intensif dan terpadu. Seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasi
dengan anak. Penanganan anak autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu
yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog, neurolog,
dokter anak, terapis bicara dan pendidik.
Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan autisme, anak
yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan komunikasi bahasa
mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan gangguan pada otak, autisme tidak
dapat sembuh total tetapi gejalanya dapat dikurangi, perilaku dapat diubah ke arah
positif dengan berbagai terapi.
Budiman, Melly, (2003), Gangguan Metabolisme pada Anak Autistik di Indonesia,
(makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I.
Peeters, Theo, (1998), Autism From Theoritical Understanding to Educational
Intervention, London: Whurr Publisher Ltd.
Sasanti, Yuniar, (2003), Masalah Perilaku pada Gangguan Spektrum Autism (GSA),
(makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I

Anda mungkin juga menyukai