Historisitas PMII
PMII, atau yang disingkat dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Indonesian
Moslem Students Movement), dalam bahasa jawanya adalah Anak Cucu organisasi NU yang lahir
dari rahim Departemen perguruan Tinggi IPNU.
Lahirnya PMII bukannya berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat
mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak. namun pihak NU belum memberikan green
light. Belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang
belajar di perguruan tinggi. melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak muda itu tak
pernah kendur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke kampus. hal ini bisa
dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan
untuk lahirnya organisasi baru. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan
payung induknya. misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI
dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah AlWashliyah. Wajar saja jika kemudiaan anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan
bernaung dibawah panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam
bentuk IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 yang diprakarsai oleh
beberapa tokoh pimpinan pusat IPNU.
Namun IMANU tak berumur panjang, dikarenakan PBNU menolak keberadaannya. ini
bisa kita pahami kenapa Nu bertindak keras. sebab waktu itu, IPNU baru saja lahir pada 24
Februari 1954. Apa jadinya jika organisasi yang baru lahir saja belum terurus sudah menangani
yang lain? hal ini logis seakli. Jadi keberatan NU bukan terletak pada prinsip berdirinya IMANU
( PMII ), tetapi lebih pada pertimbangan waktu, pembagian tugas dan efektifitas organisasi.
Oleh karenanya, sampai pada konggres IPNU yang ke-2 (awal 1957 di pekalongan) dan
ke-3 (akhir 1958 di Cirebon). NU belum memandang perlu adanya wadah tersendiri bagi anakanak mahasiswa NU. Namun kecenderungan ini nsudah mulai diantisipasi dalam bentuk
kelonggaran menambah Departemen Baru dalam kestrukturan organisasi IPNU, yang kemudian
dep[artemen ini dikenal dengan Departemen Perguruan Tinggi IPNU.
Dan baru setelah konferensi Besar IPNU (14-16 Maret 1960 di kaliurang), disepakati untuk
mendirikan wadah tersendiri bagi mahsiswa NU, yang disambut dengan berkumpulnya tokohtokoh mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU, dalam sebuah musyawarah selama tiga
hari(14-16 April 1960) di Taman Pendidikan Putri Khadijah(Sekarang UNSURI) Surabaya.
Dengan semangat membara, mereka membahas nama dan bentuk organisasi yang telah lama
mereka idam-idamkan.
Bertepatan dengan itu, Ketua Umum PBNU KH. Idam Kholid memberikan lampu hijau.
Bahkan memberi semangat pada mahasiswa NU agar mampu menjadi kader partai, menjadi
mahasiswa yang mempunyai prinsip: Ilmu untuk diamalkan dan bukan ilmu untuk ilmu
maka, lahirlah organisasi Mahasiswa dibawah naungan NU pada tanggal 17 April 1960.
Kemudian organisasi itu diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ).
Disamping latar belakang lahirnya PMII seperti diatas, sebenarnya pada waktu itu anakanak NU yang ada di organisasi lain seperti HMI merasa tidak puas atas pola gerak HMI.
Menurut mereka ( Mahasiswa NU ) , bahwa HMI sudah berpihak pada salah satu golongan yang
kemudian ditengarai bahwa HMI adalah anderbownya partai Masyumi, sehinggga wajar kalau
mahasiswa NU di HMI juga mencari alternatif lain. Hal ini juga diungkap oleh Deliar Nur
( 1987 ), beliau mengatakan bahwa PMII merupakan cermin ketidakpuasan sebagian mahasiswa
muslim terhadap HMI, yang dianggap bahwa HMI dekat dengan golongan modernis (
Muhammadiyah ) dan dalam urusan politik lebih dekat dengan Masyumi.
Dari paparan diatas bisa ditarik kesimpulan atau pokok-pokok pikiran dari makna
dari kelahiran PMII:
Bahwa PMII karena ketidakmampuan Departemen Perguruan Tinggi IPNU dalam
menampung aspirasi anak muda NU yang ada di Perguruan Tinggi .
Bahwa PMII lahir dari ketidakpuasan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena
HMI tidak lagi mempresentasikan paham mereka ( Mahasiswa NU ) dan HMI
ditengarai lebih dekat dengan partai MASYUMI.
Dengan demikian ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri
Bahwa kemudian harus bernaung dibawah panji NU itu bukan berarti sekedar pertimbangan
praktis semata, misalnya karena kondisi pada saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim
dependensi sebagai suatu kemutlakan. Tetapi, keterikatan PMII kepada NU memang sudah
terbentuk dan sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan bahkan
pola berpikir, bertindak dan berperilaku.
Kemudian PMII harus mengakui dengan tetap berpegang teguh pada sikap Dependensi
timbul berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak dalam bersikap dan berperilaku untuk
sebuah kebebasan menentukan nasib sendiri.
Oleh karena itu haruslah diakui, bahwa peristiwa besar dalam sejarah PMII adalah ketika
dipergunakannya istilah Independent dalam deklarasi Murnajati tanggal 14 Juli 1972 di Malang
dalam MUBES III PMII, seolah telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari induknya.
Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap
independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan. PMII sebagai generasi muda bangsa
yang ingin lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir
pertimbangan yang melatar belakangi sikap independensi PMII tersebut.
Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan
Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan cakap serta tanggung
jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
Kedua, PMII selaku generasi muda indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta
bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secar merata oleh
seluruh rakyat. Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai
moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif,
keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab.
Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai organisasi Independent,
tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya komitmen terhadap
perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskanPancasila.
perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan label 'Pergerakan' yang Islam dan Indonesia yang
mempunyai tujuan:
Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;
(1) Bertaqwa kepada Allah swt
(2) Berbudi luhur
(3) Berilmu
beraktivitas) dan beku, beku dalaam pengertian kaku, tidak kreatif-inovatif. Prasyarat kreatifinovatif adalah kepekaan dan kekritisan, dan kekritisan butuh kecerdasan.
Kenapa 'Pergerakan' bukan 'Perhimpunan'?, kalau berhimpun terus kapan bergeraknya..
Artinya bahwa, 'pergerakan' bukan hanya menerangkan suatu perkumpulan/organisasi tetapi
juga menerangkan sifat dan karakter organisasi itu sendiri.
2. Mahasiswa adalah sebutan orang-orang yang sedang melakukan studi di perguruan tinggi,
dengan predikat sebutan yang melekat, mahasiswa sebagai 'wakil' rakyat, agen perubahan,
komunitas penekan terhadap kebijaakan penguasa dll
3. Islam, Agama Islam yang dijadikan basis landasam sekaligus identitas bahwa PMII adalah
organisasi mahasiswa yang berlandaskan agama. Karenanya jelas bahwa rujukan PMII adalah
kitab suci agama Islam ditambah dengan rujukan selanjutnya, sunnah nabi dan para sahabat,
yang itu terangkum dalam pemahaman jumhur, yaitu ahlussunnah waljama'ah. Jadi Islam ala
PMII adalah Islam yang mendasarkan diri pada aswaja --dengan varian didalamnya-- sebagai
landasan teologis (keyakinan keberagamaan).
4. Indonesia. Kenapa founding fathers PMII memasukkan kata 'Indonesia' pada organisasi ini,
tidak lain untuk menunjukkan sekaligus mengidealkan PMII sebagai organisasi kebangsaan,
organisasi mahasiswa yang berpandangan nasionalis, punya tanggung-jawab kebangsaan,
kerakyataan dan kemanusiaan. Juga tidak tepat jika PMII hanya dipahami sebagai organisasi
keagamaan semata. Jadi keislaman dan keindonesiaan sebagai landasan PMII adalah seimbang.
(kalo' mencari organisasi mahasiswa yang nasionalis dan agamis maka pilihan itu jatuh pada
PMII)
Jadi PMII adalah pergerakan mahasiswa yang Islam dan yang Indonesia, yang mendasarkan pada
agama Islam dan sejarah, cita-cita kemerdekan dan laju perjalanan bangsa ini kedepan.
Islam-Indonesia (dua kata digabung) juga bisa dimaknai Islam yang bertransformasi ke ranah
Nusantara/Indonesia, Islam Indonesia adalah Islam lokal --bukan Islam Arab secara persis--, tapi
nilai universalitas Islam atau prinsip nilai Islam yang 'bersinkretisme' dengan budaya nusantara
menjadi Islam Indonesia. Ini adalah karakter Islam PMII yang sejalan dengan ajaran aswaja.
Kesimpulaan:
Identitas PMII adalah Keislaman dan Keindonesia (kebangsaan)
Kata Kunci: Pergerakan, Mahasiswa, Islam, dan Indonesia
kontekstual tidak pilih kasih (diskriminatif) tidak menindas sehingga layak dijadikan sumber
kebenaran, ketika peran itu masih melekat niscaya ideologi masih diperlukan.
Dibawa dalam ranah PMII, ideologi PMII digali dari sumbernya --yang pada pembicaraan
sebelumnya disebut sebagai identitas PMII-- yaitu keislaman dan keindonesiaan. Sublimasi atau
perpaduan antara dua unsur diatas menjadi rumusan materi yang terkandung dalam Nilai Dasar
Pergerakan PMII, ya semacam qonun azasi di PMII atau itu tadi yang disebut... Ideologi. NDP
berisi rumusan ketauhidan, pengyakinan kita terhadap Tuhan. Bentuk pengyakinan itu terletak
dari pola relasi/hubungan antar komponen di alam ini, pola hubungan antara mikrokosmos dan
makrokosmos, antara Tuhan dan manusia, antar manusia dan antara manusia dengan
sekelilingnya.
Jadi kesimpulaan yang bisa diambil adalah:
(1) Ideologi masih relevan dijadikan sebagai rujukan kebenaran
(2) Ideologi PMII terangkum (terwujud) dalam rumusan Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang
merupakan sublimasi keislaman dan keindonesiaan
transpersonalnya. Lebih dari itu, Keyakinan teologis tersebut tidak semata-mata ditempatkan
sebagai landasan normatifnya, melainkan disertai upaya bagaimana Islam teologis itu mampu
menunjukkan dirinya dalam dunia riel. Ini berarti, PMII akan selalu menempatkan Islam sebagai
landasan normatif yang akan selalu hadir dalam setiap gerakan-gerakan sosial dan keagaamaan
yang dimilikinya.
Selain itu, PMII sebagai konstruksi besar juga begitu menyadari bahwa ia tidaklah hadir
dalam ruang hampa, kosong, berada diawang-awang dan jauh dari latar sosial dan bahkan
politik. Tetapi, ia justru hadir dan berdiam diri dalam satu ruang identitas besar, Indonesia
dengan berbagai kemajemukan watak kulturalnya, sosiologis dan hingga antropologisnya.
Oleh karena, identitas diri yang tak terpisahkan dengan identitas besar Indonesia
mengharuskan PMII untuk selalu menempatkan identitas besar itu menjadi salah satu sublimasi
selain ke-Islaman.
Penempataan itu berarti menempatkan PMII sebagai institusi besar yang harus selalu
melakukan pembacaan terhadap lingkungan besarnya, "Indonesia". Hal ini dalam rangka
membangun aksi-aksi sosial, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang selalu relevant, realistik,
dan transformatik.
Dua penjelasan kaitannya dengan landasan sublimatif PMII diatas, dapat ditarik kedalam
satu konstruksi besar bahwa PMII dalam setiap bangunan gerakan dan institusionalnya tetap
menghadirkan identitas teologisnya, identitas Islam. Tetapi, lebih dari itu, landasan teologis
Islam justru dihadirkan bukan hanya sebatas dalam bentuk pengaminan secara verbal dan
normatif, melainkan bagaimana landasan teologis ini menjadi transformable dalam setiap
gerakan dan aksi-aksi institusionalnya. Dengan begitu, mau tidak mau PMII harus
mempertimbangkan tempat dimana ia lahir, berkembang, dan melakukan eksistensi diri, tepatnya
ruang ke-Indonesiaan. Yang berarti, secara kelembagaan PMII harus selalu mempertimbangkan
gambaran utuh konstruksi besar Indonesia dalam membangun setiap aksi-aksi kelembagaanya.
Endingnya, proses yang runut transformasi landasan teologis Islam dan konstruksi besar
ke-Indonesia-an sebagai medium pembacaan objektifnya, maka akan muncul citra diri kader atau
citra diri institusi yang ulil albab. Citra diri yang tidak hanya semata-mata menampilkan diri
secara personal sebagai manusia beriman yang normatif dan verbalis, melainkan juga sebagai
believer kreatif dan membumi-kontekstual. Citra diri personal ini secara langsung akan
mengujudkan PMII secara kelembagaan sebagai entitas besar yang juga ulil albab.
Kesimpulan:
1. Landasan teologis PMII adalah Islam-Keindonesiaan.
2. Identitas filosofis PMII adalah citra diri yang dibangun melalui Islam sebagai teologi
transformatif dan Ruang ke-Indonesia-an sebagai media pembacaan objektif.
3. Tranformasi dua hal, landasan teologis dan identitas filosofis akan berakhir dengan tampilnya
identitas personal dan kelembagaan yang ulil albab.
Pencipta lambang
: H. Said Budairy
Makna Lambang
I. Bentuk
Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa islam terhadap berbagai tantangan dan
pengaruh dari luar.
Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.
5 (lima) bintang sebelah atas, menggambarkan Rasulullah dengan empat sahabat terkemuka
(Khulafaur Rasyidin)
a. Rasulullah dengan empat orang sahabatnya serta empat imam madzhab ASWAJA itu
laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan
penerang umat manusia.
b. Sembilan bintnag juga menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar Agama Islam
di Indonesia yang disebut Wali Songo.
II. Warna
biru, sebagaimana tulisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki
dan digali oleh warga pergerakan, biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang
mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan nusantara.
Biru muda, sebagaimana dasar perisai sebelah bawah berarti ketinggian ilmu, budi pekerti
dan taqwa.
kuning, sebagaimana perisai sebelah atas, berarti identitas mahasiswa yang menjadi sifat
dasar pergerakan, lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh
harapan menyongsong masa depan.
Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Tharieq