(ANALISIS PROTEIN)
OLEH :
I Gst Agung Ayu Satwikha Dewi
( 05 )
( 08 )
( 23 )
( 33 )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua makanan yang terbuat dari daging, seafood, kacang, telur dan kedelai
mengandung protein. Protein merupakan salah satu zat terpenting yang dibutuhkan oleh
tubuh manusia karena disamping sebagai bahan bakar tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur. Pada dasarnya protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh
hingga proses kekebalan tubuh. Kebutuhan akan protein bergantung pada jenis kelamin, usia,
dan juga keadaan seseorang.
Pada manusia, protein terdapat di bagian kuku, rambut, kulit, pembuluh darah, saraf, sel
darah, hormone dan enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis,
seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat
dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon,
sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah
satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak
mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).
Protein adalah zat makanan yang paling kompleks. Protein adalah sumber asam-asam
amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau
karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Ada dua sumber dalam memperoleh protein. Protein yang bersumber dari tubuh hewan
dikenal dengan sebutan protein hewani. Sementara itu protein yang bersumber dari tumbuhan
disebut protein nabati. Protein hewani paling bernilai untuk tubuh manusia sebagai materi
pembangun karena komposisinya sama dengan protein manusia. Di lain pihak protein nabati
lebih bermanfaat sebagai bahan bakar tubuh daripada sebagai pembangun tubuh, tetapi
menyediakan asam amino yang dibutuhkan tubuh untuk membangun jaringan.
Semua protein dibuat dari substansi yang lebih sederhana disebut asam amino. Terdapat
kira-kira 20 asam amino, tetapi masing-masing protein mengandung hanya beberapa asam
amino tersebut. Protein dalam bahan makanan yang berbeda mengandung kombinasi asam
amino yang berbeda.
Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh tidak
terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik
langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh.
Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah. Sifat amfoter
protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa dapat mengatur keseimbangan asam-basa
dalam tubuh, selain itu protein juga berfungsi mengatur metabolisme tubuh dan menjaga
stabilitas pH cairan tubuh.
Kekurangan asupan protein dapat menyebabkan dari kerontokan rambut hingga yang
paling fatal disebut dengan kwashiorkor yang umum diderita anak-anak. Kekurangan yang
terus menerus menyebabkan marasmus bahkan kematian. Kadar protein yang terkandung
dalam setiap bahan berbeda-beda. Karena itu, pengukuran kadar protein suatu bahan sangat
diperlukan. Secara umum analisa protein dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti
metode Kjeldahl, metode Biuret, dan metode Lowry.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan fungsi protein.
2. Untuk mengetahui cara analisis kadar protein dengan menggunakan metode kualitatif dan
kuantitatif.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode yang
digunakan untuk menganalisis protein.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Fungsi Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena paling erat hubungannya dengan
proses-proses kehidupan. Nama protein berasal dari bahasa Yunani (Greek) proteus yang
berarti yang pertama atau yang terpenting. Seorang ahli kimia Belanda yang bernama
Mulder, mengisolasi susunan tubuh yang mengandung nitrogen dan menamakannya protein,
terdiri dari satuan dasarnya yaitu asam amino (biasa disebut juga unit pembangun protein)
(Suhardjo dan Clara, 1992)
Protein merupakan suatu polimer dengan asam amino sebagai monomer yang
dihubungkan dengan ikatan peptide (CONH). Dengan demikian protein juga disebut
polipeptida. Protein mempunyai berat molekul tinggi dan bervariasi antara 5.000 sampai
jutaan. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan
virus.
Dalam proses pencernaan, protein akan dipecah menjadi satuan-satuan dasar kimia.
Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan karbohidrat dan lemak
yaitu terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), akan tetapi ditambah
dengan unsur lain yaitu nitrogen (N). Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan
ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Satu molekul protein dapat terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino dan dapat
mencapai jumlah ratusan asam amino (Suhardjo dan Clara, 1992).
Beberapa ciri molekul protein antara lain:
1) Berat molekulnya besar, hingga mencapai ribuan bahkan jutaan sehingga merupakan
suatu makromolekul.
2) Umumnya terdiri dari 20 macam asam amino, asam amino tersebut berikatan secara
kovalen satu dengan yang lainnya dalam variasi urutan yang bermacam-macam
membentuk suatu rantai polipeptida.
Cara kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan
makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah
nitrogennya. Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama
Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen
yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang
ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel. Prinsip dasar yang sama
masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk mempercepat
proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan
metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak
menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk
menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,5 (setara dengan
0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk banyak jenis makanan, namun
angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda
tergantung komposisi asam aminonya.
Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,5, diperoleh
nilai protein dalam bahan makanan itu. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah, mula-mula
bahan didekstruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida
atau butiran Zn. Amonia yang terjadi didestilasi dengan zat pengikat, kemudian jumlah
nitrogennya ditentukan dengan menitrasi destilat. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat
dibedakan atas tiga cara, yaitu cara makro, semimakro, dan mikro. Cara makro Kjeldahl
digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 gram,
semimakro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari
bahan yang homogen, dan cara mikro digunakan untuk contoh yang lebih kecil lagi
yaitu 10-30 mg. Cara Kjeldahl ini terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:
a) Tahap Destruksi atau Digesti
Dalam tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat (sebagai oksidator)
sehingga terurai menjadi unsur-unsurnya. Nitrogen dalam sampel (selain yang
dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain
menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam
karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat
(SO42-) sehingga berubah menjadi (NH4)2HSO4. Untuk mempercepat tercapainya
titik didih digunakan natrium sulfat anhidrat dan sebagai katalis digunakan
logam seperti tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium.
Reaksi :
NH3 + H2SO4
(NH4)2HSO4
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari
labu destruksi masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat 2% berlebih.
Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion
amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat:
NH3 + H3BO3
NH4+ + H2BO3-
Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung
tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam larutan asam. Destilasi
diakhiri apabila semua ammonia terdestilasi sempurna yaitu destilasi tidak basa
lagi.
c) Tahap Titrasi
Pada tahap ini destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan menggunakan
indikator methyl orange (MO) sampai terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi orange.
(NH4)3 BO3 + 3HCl
3NH4Cl + H3BO3
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir
titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan. Persamaan berikut
dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel
menggunakan larutan HCl x M untuk titrasi. Penetapan blanko biasanya
dilakukan pada saat yang sama dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen
residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar nitrogen
katalis.
4. Teknik ini membutuhkan waktu lama.
2) Metode Dumas Termodifikasi
Akhir-akhir ini, teknik instrumen otomastis telah berkembang dengan kemampuan
penentuan kadar protein dalam sampel dengan cepat. Teknik ini berdasarkan metode
yang dikembangkan oleh Dumas lebih dari 1,5 abad yang lalu, dan mulai berkompetisi
dengan metode Kjeldahl sebagai metode standart penentuan kadar protein karena lebih
cepat.
Prinsip Umum :
Sampel dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas pada suhu tinggi (sekitar
900oC) dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan CO2, H2O dan N2. Gas CO2
dan H2O dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom khusus untuk menyerapnya.
Kandungan nitrogen kemudian dihitung dengan melewatkan sisa gas melalui kolom
dengan detector konduktivitas termal pada ujungnya. Kolom ini akan membantu
memisahkan nitrogen dari sisa CO2 dan H2O. Alat dikalibrasi dengan senyawa analis
yang murni dan telah diketahui jumlah nitrogennya, seperti EDTA (= 9,59 %N).
Dengan demikian sinyal dari detektor dapat dikonversi menjadi kadar nitrogen.
Keuntungan :
1. Jauh lebih cepat dari pada metode Kjeldahl (di bawah 4 menit per
pengukuran, dibandingkan dengan 1-2 jam pada Kjeldahl).
2. Metode ini tidak menggunakan senyawa kimia atau katalis toksik.
3. Banyak sampel dapat diukur secara otomatis.
4. Mudah digunakan.
Kerugian :
1. Mahal.
2. Tidak memberikan ukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen
dalam makanan berasal dari protein.
3. Protein yang berbeda membutuhkan faktor koreksi yang berbeda karena
susunan asam amino yang berbeda.
4. Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang
representatif.
Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan ikatan
peptida dalam suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua bahan kimia
yang diperlukan untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen ini dicampurkan
dengan larutan protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian diukur serapannya
pada 540 nm. Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan
dari senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah. Teknik
ini kurang sensitif terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi melibatkan
ikatan peptida yang ada di semua protein, bukan pada gugus samping spesifik.
Metode Lowry
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin
Ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam
protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di
sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan
konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat
digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode
ini lebih sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode
biuret.
kompleks tak larut dengan pewarna karena interaksi elektrostatik antar molekul,
tapi masih tersisa pewarna tak terikat yang larut. Pewarna anionik berikatan
dengan gugus kationik dari residu asam amino basa (histidine, arganine dan
lysine) dan pada gugus asam amino bebas di ujung. Jumlah pewarna tak terikat
yang tersisa setelah kompleks protein-pewarna dipisahkan (misalnya dengan
sentrifugasi) ditentukan dengan pengukuran serapan. Jumlah protein yang ada di
larutan awal berhubungan dengan jumlah pewarna yang terikat :
[Pewarna terikat] = [Pewarna awal] - [Pewarna bebas]
Metode Turbimetri
Molekul protein yang umumnya larut dapat dibuat mengendap dengan
penambahan senyawa kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat. Pengendapan
protein menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga konsentrasi protein dapat
ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan (turbiditas).
b.
Kerugian :
Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan
jernih, serta tidak mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi
atau memantulkan cahaya pada panjang gelombang di mana protein akan
dianalisis. Karena diperlukan larutan jernih, maka makanan harus mengalami
sejumlah tahap preparasi sampel sebelum dianalisis, seperti homogenisasi,
ekstraksi pelarut, sentrifugasi, filtrasi, dsb. yang dapat menyita waktu dan tenaga.
Selain itu, kadang-kadang sulit untuk secara kuantitatif mengekstraksi protein dari
jenis makanan tertentu, terutama bila makanan tersebut telah mengalami proses
dimana protein menjadi agregat atau terikat secara kovalen dengan senyawa lain.
Kelemahan lain adalah, serapan tergantung pada jenis protein (karena protein
yang berbeda mempunyai sekuens/urutan asam amino yang berbeda pula).
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya
sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH
sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah
indicator pp, akhir titrasi ditunjukkan oleh perubahan warna larutan menjadi merah
muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
Perhitungan :
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Protein merupakan suatu polimer dengan asam amino sebagai monomer yang
dihubungkan dengan ikatan peptide (CONH). Dengan demikian protein juga disebut
polipeptida. Fungsi protein antara lain sebagai enzim, alat pengangkut dan penyimpanan,
pengatur pergerakan, penunjang mekanis, pertahanan tubuh, media perambatan impuls
syaraf, dan pengendalian pertumbuhan.
2. Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif antara lain dapat dilakukan dengan Reaksi Biuret, Reaksi
Ninhidrin, Reaksi Molish, dan Reaksi Millon. Sedangkan analisis kuantitatif antara lain
dapat dilakukan dengan Cara Kjeldahl, Metode Dumas, Metode Spektroskopi UV-visible,
dan Metode Titrasi Formol.
DAFTAR PUSTAKA
Aini Solihat, Nur. 2015. Protein. [online]. Tersedia: http://laporannurainisolihat.blogspot.
co.id/2015/02/makalah-kimia-pangan-ii-protein.html. [diakses: 1 Maret 2016: 16.23
WITA]
Aisyah. 2008. BAB I.[online]. Tersedia: https://rgmaisyah.files.wordpress.com/2008/12/analisisprotein.pdf. [diakses: 1 Maret 2016: 16.30 WITA]
Anonim. 2009. Reaksi Analisis Protein. [online]. Tersedia: https://mgmpkimiasumbar.wordpress.
com/2009/02/11/reaksi-analisa-protein/. [diakses: 1 Maret 2016: 17.20 WITA]
Anonim. Bab II Tinjauan Pustaka. [online]. Tersedia :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/125/jtptunimus-gdl-lailiratna-6245-3-babii.pdf
[diakses : 1 Maret 2015, 11:00 wita]
Rahmawati, Azzara. 2014. Reaksi Analisa Protein Kuantitatif. [online]. Tersedia: http://azzara
hmawati.blogspot.co.id/2014/08/penentuan-kadar-protein-secara.html. [diakses: 1 Maret
2016: 16.15 WITA]
Zahro,Nurus.2013.
Analisa
Mutu
Pangan
dan
Hasil
Pertanian.
[online].
tersedia:http://nuruszahro.blogspot.co.id/2013/10/laporan-analisa-protein.html?m=1
[ diakses: 1 Maret 2016 : 14.29 WITA]