KELAINAN MORFOLOGI
SEL DARAH MERAH
OLEH :
A.A. LIDYA NIRMALA DEWI
(P07134014008)
SEMESTER IV
PRAKTIKUM II
KELAINAN MORFOLOGI SEL DARAH MERAH
I.
II.
III.
METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode Indirect Preparat.
IV.
PRINSIP
Sediaan apusan darah diamati pada lensa objektif pembesaran 100x dengan penambahan
oil immersi pada counting area.
V.
DASAR TEORI
A. Sel Darah Merah (Eritrosit)
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak dianggap
sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan mengedarkan
oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang
yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia.
B. Kelainan Morfologi Sel Darah Merah
Eritrosit normal berukuran 6-8 m. Dalam sediaan apusan, eritrosit normal
berukuran sama dengan inti limposit kecil dengan area ditengah berwarna pucat.
Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size), bentuk (shape), warna
(staining characteristics) dan benda-benda inklusi.
a. Kelainan ukuran eritrosit :
1. Mikrositer
Diameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Sel ini
dapat berasal dari fragmentasi eritrosit yang normal seperti pada anemia
hemolitik, anemia megaloblastik dan dapat pula terjadi pada anemia defisiensi
besi.
2. Makrositer
Makrosit adalah eritrosit yang berukuran lebih dari 8 m. Sel ini didapatkan
pada anemia megaloblastik.
3. Anisositosis
Anisositosis adalah suatu keadaan dimana ukuran diameter eritrosit yang
terdapat di dalam suatu sediaan apusan berbeda-beda (bervariasi). Anisositosis
10. Poikilositosis
Poikilositosis adalah istilah yang menunjukkan bentuk eritrosit yang bermacammacam dalam sediaan apus darah tepi.
11. Rouleaux atau auto aglutinasi
Reuleaux tersusun dari 3-5 eritrosit yang membentuk barisan sedangkan auto
aglutinasi adalah keadaan dimana eritrosit bergumpal. ( Arjatmo Tjokronegoro
dan Hendra Utama, 1996 )
VI.
VII.
CARA KERJA
1, Alat dan bahan disiapkan
2. Mikroskop disetting
3. Preparat diletakkan di meja mikroskop
4. Lensa objektif diarahkan ke pembesaran 10x untuk mencari lapang pandang
5. Preparat ditetesi oil imersi, lalu pembesaran lensa objektif diubah ke 100x
6. Diamati kelainan warna, ukuran, dan bentuk eritrosit yang ada
Keterangan
Kode preparat : 460
Eritrosit Hipokrom
Eritrosit Normokrom
Lapang Pandang IX
Eritrosit Hiperkrom
Lapang Pandang X
b. Pengamatan Kelainan Ukuran Pada Eritrosit
Gambar
Keterangan
Kode preparat : 460
Limfosit matur
Eritrosit makrositer
Eritrosit mikrositer
Eritrosit normositer
Lapang Pandang I
Eritrosit makrositer
Eritrosit mikrositer
Eritrosit normositer
Lapang Pandang II
Eritrosit
makrositer
Limfosit
Eritrosit
Eritrosit
Lapang Pandang IV
c. Pengamatan Kelainan Bentuk Pada Eritrosit (Poikilositosis)
Gambar
Keterangan
Kode preparat : 460
Sferosit
Burr Cell
Hellment Cell
Lapang Pandang I
Akantosit
Ovalosit
Burr Cell
Lapang Pandang II
Teardrop Cell
Rouleaux
Target Cell
Stomatosi
t
Rouleau
x
Lapang Pandang IV
Rouleaux
Ovalosit
Burr Cell
Lapang Pandang VI
Burr Cell
Stomatosit
Ovalosit
IX.
Sferosit
Burr Cell
Helment Cell
Akantosit
Ovalosit
Teardrop Cell
7. Target Cell
8. Stomatosit
9. Rouleaux
Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa preparat dengan kode 460
memiliki gambaran darah tepi eritrosit : Anisositosis, Mikrositer, Sferosit, Burr Cell,
Helment Cell, Ovalosit, Teardrop Cell, Target Cell, Stomatosit, Rouleaux, Hipokromik,
Polikromasi.
Kelainan warna hipokrom pada eritrosit adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
Hb kurang dari normal sehingga sentral akromia atau sentral palor melebar (>1/2 sel).
Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel sangat tipis disebut dengan eritrosit
berbentuk cincin (anulosit). Hipokromia ditemukan pada:
Anemia defesiensi fe
Anemia sideroblastik
Penyakit menahun (misalnya Gagal ginjal kronik)
Talasemia
Hemoglobinopati (C dan E)
Anemia hemolitik
2. Burr Cell
Burr cell merupakan eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang lebih banyak ( 10 30
buah), berukuran sama, jarak antara tonjolan satu dengan lainnya sama, dan tersebar
merata pada permukaan sel. Kelainan ini terjadi akibat mekanisme fragmentasi, dapat
ditemukan pada :
Penyakit ginjal menahun (uremia)
Karsinoma lambung
Hepatitis
Bleeding peptic ulcer
Pyruvate kinase deficiency
Sirosis hepatic
Anemia hemolitik
3. Helment Cell
Helment cell merupakan ritrosit yang berbentuk seperti helm. Terjadi akibat
mekanisme fragmentasi. Dapat dijumpai pada:
Emboli paru
Metaplasia meiloid
4. Akantosit
Merupakan eritrosit yang memiliki 3-12 duri dengan ujung tumpul dan tidak sama
panjang. Dapat dijumpai pada :
Abetalipoproteinemia congenital
Penyakit hati kronik
Hipotiroidisme
Defisiensi vitamin E
5. Ovalosit
Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu dengan konsentrasi Hb
umumnya tidak menunjukkan hipokromik. Hb berkumpil pada kedua kutub sel.
Ditemukan pada:
Elliptositosis herediter ( 90 95% eritrosit berbentuk ellips)
Anemia megaloblastik dan anemia hipokromik (gambaran elliptosit tidak > 10 %)
Elliptositosis dapat menyolok pada mielosklerosis
6. Teardrop Cell
Eritrosit memperlihatkan tonjolan plasma yang mirip ekor sehingga seperti tetes air
mata atau buah pir. Ditemukan pada:
Anemia megaloblastik
Myelofibrosis
Hemopoesis ekstramedullar
Kadang-kadang pada talasemia
Metaplasia meiloid
7. Target Cell
Merupakan eritrosit yang berbentuk seperti lonceng, dimana pada bagian tengah dari
sentral palor terdapat bagian yang lebih gelap atau merah. Dapat terjadi pada :
Peningkatan kadar kolesterol dan fosfolipid pada membrane eritrosit misalnya
pada penyakit hati kronik
Talasemia
Hemoglobinopati
Pasca splenektomi
8. Stomatosit
Eritrosit dengan sentral akromia tidak berbentuk lingkaran tetapi memanjang seperti
celah bibir mulut. Jumlahnya biasanya sedikit, apabila jumlahnya banyak disebut
stomatositosis. Ditemukan pada:
Stomasitosis herediter
Keracunan timah
Alkoholisme akut
Penyakit hati menahun
Talasemia
Anemia hemolitik
9. Rouleaux
Merupakan suatu eritrosit yang kelihatn tersusun seperti mata uang logam, oleh
karena peninggian kadar hemoglobin yang normal, karena artefak. Harus dibedakan
dari aglutinasi yang dijumpai pada AIHA. Ditemukan pada:
Multiple myeloma
Makroglobulonemia
memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah merah dengan
mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean tersebut.
Angka dispersi tersebut merupakan koefisien variasi volume sel darah merah atau RBC
distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW
menunjukkan adanya variasi ukuran sel. Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia
diklasifikasikan menjadi:
Anemia makrositik
Anemia mikrositik
Anemia normositik
Pada praktikum ini didapatkan kesimpulan gambaran hapusan darah tepi probandus
dengan preparat kode 460 adalah mikrositik hipokrom. Dimana diduga probandus
mengalami anemia mikrositik hipokrom. Anemia mikrositik merupakan anemia dengan
karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik
biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH ( mean
concentration hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom
pada apusan darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom :
Berkurangnya Fe: anemia defisiensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia inflamasi,
defisiensi tembaga.
Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital
dan didapat.
Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.
Dalam mendiagnosis suatu anemia tidak cukup hanya dengan evaluasi gambaran
hapusan darah tepi probandus, melainkan harus dikonfirmasi juga dengan alat
pemeriksaan darah lengkap hematology analyzer untuk mengetahui hasil MCV dan
MCH. Hasil MCV akan berkolerasi dengan ukuran eritrosit dan MCH berkolerasi dengan
warna eritrosit. Ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan gambaran sel
darah tepi salah satunya adalah pengecatan.
Syarat agar evaluasi morfologi sel darah dapat dilakukan dengan baik adalah
sediaan apus (preparat) harus baik. Morfologi dan pewarnaan yang optimal dapat
diperoleh dari sampel darah yang tanpa koagulasi baik dari darah vena maupun kapiler.
Apabila menggunakan antikoagulan, maka yang terbaik adalah EDTA, sangat dianjurkan
karena mempunyai efek antikoagulasi sempurna dengan efek minimal terhadap seluruh
sel-sel darah. Heparin tidak berpengaruh terhadap ukuran sel maupun bentuk, namun
dapat menyebabkan warna latar belakang kebiruan apabila sediaan diwarnai dengan
Romanovsky. Heparin sering dipergunakan untuk mencegah hemolisis eritrosit, tes
fragilitas osmotic dan tes-tes hemostasis seperti trombosit dan faktor-faktor koagulasi.
Selain antikoagulan, pemilihan jenis cat juga akan mempengaruhi hasil pengecatan.
Misalnya pada anemia mikrositik hipokrom, dimana akan diikuti oleh adanya fenomena
polikromasi yang disebabkan peningkatan pembentukan retikulosit. Retikulosit tersebut
apabila tidak dalam pengecatan supravital, misalkan pada pengecatan wright atau giemsa
maka akan berwarna abu-abu dan berukuran lebih besar, sehingga dapat saja dibaca
sebagai eritrosit makrositer. Maka dari itu perlu ketelitian dan keahlian yang tinggi dalam
pembuatan hapusan juga dalam pembacaan sediaan hapusan tersebut agar nantinya tidak
terjadi kesalahan dalam pelaporan. Dan juga sebaiknya tetap dikonfirmasi dengan
pemeriksaan darah lengkap menggunakan hematology analyzer serta disesuaikan dengan
gejala klinis pasien, sehingga diagnosis menjadi tepat.
X.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum pemeriksaan hapusan darah tepi probandus dengan kode
preparat 460, didapat hasil mikrositik hipokromik dimana dalam 10 lapang pandang sel
darah merah ditemukan dominan berukuran lebih kecil dari limfosit matur dan
hipokromik dimana eritrosit memiliki daerah pucat >1/2 bagian eritrosit. Selain itu juga
ditemukan berbagai kelainan bentuk eritrosit seperti : Sferosit, Burr Cell, Helment Cell,
Ovalosit, Teardrop Cell, Target Cell, Stomatosit, dan Rouleaux. Diduga probandus
mengalami anemia mikrositik hipokromik.
DAFTAR PUSTAKA
Amaylia Oehadian. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. [online] tersedia :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/04_194CME-Pendekatan%20Klinis%20dan
%20Diagnosis%20Anemia.pdf (diakses : 7 Mei 2016 ; 10:11)
Arief
Nurul.
2015.
Kelainan
Morfologi
Eritrosit.
[online]
tersedia
:
http://dokumen.tips/documents/kelainan-morfologi-eritrosit.html (diakses : 6 Mei 2016 ;
09:08)
Arista
Kurn.
BAB
II
Tinjauan
Pustaka.
[online]
tersedia
:
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=4544 (diakses : diakses : 6 Mei 2016 ;
09:10)
Dardin
Zakaria.
2012.
Kemampuan
Bentuk
Eritrosit.
[online]
tersedia
:
https://zakariadardin.wordpress.com/2012/01/09/morfologi-sel-darah-merah/ (diakses : 6
Mei 2016 ; 09:08)
Fredirikus
Ponce.
2013.
Darah.
[online]
tersedia
:
https://plus.google.com/111182275438355707982/posts/Xyyd7EmdiA4 (diakses : 6 Mei
2016 ; 09:12)
Komang
Juni.
2011.
Hapusan
Darah
Tepi.
[online]
tersedia
:
http://junikomang.blogspot.co.id/2011/01/laporan-hematologi-semester-iii.html (diakses :
6 Mei 2016 ; 09:09)