ABSTRAK
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan mikro yang berbasis
syariah muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat untuk mengatasi
permasalah yang dihadapi. BMT merupakan lembaga keuangan syariah berbadan
hukum koperasi yang bisa dibilang paling sederhana. Keberadaan BMT diharapkan
dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Di balik
perkembangan BMT saat ini, baik dari sisi kuantitas maupun asset, terdapat berbagai
permasalahan yang harus segera dicari solusinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan BMT di wilayah kota dan
kabupaten Magelang. Penelitian ini adalah penelitian survey (field research), tepatnya
survey eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini didesain untuk
mengetahui permasalahan yang hadapi BMT-BMT di Kota dan Kabupaten Magelang
dengan menggunakan sumber data primer (wawancara dengan pengelola BMT) dan
data sekunder (referensi dan dokumentasi dari pihak BMT), dengan metode
pengambilan sampel purposive random sampling, yaitu BMT yang tergabung dalam
FORSILA sebagai sampelnya. Metode pengambilan data yang digunakan adalah
observasi lapangan, wawancara (depth interview), dan dokumentasi. Data yang
terkumpul dianalisis untuk diambil simpulan dengan menggunakan metode kualitatif
dengan pengamatan dan penelaahan dokumen.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh BMT secara
umum hampir sama, yaitu (1)permasalahan kelembagaan (2) Permasalahan sumber
daya manusia (3) Permasalahan yang terkait dengan tingkat kepercayaan dan
pemahaman masyarakat terhadap BMT.
Kata Kunci: Inventarisasi, permasalahan, BMT
A. PENDAHULUAN
Pasca krisis moneter pada tahun 1998, hingga saat ini Indonesia
dihadapkan pada kondisi ekonomi yang cenderng labil. Bencana alam, kenaikan
minyak mentah dunia yang berimbas pada pengurangan subsidi, indeks kurs
rupiah yag nak turun, kenaikan beberapa komponen harga yang menjadi
bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta
membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal
awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem
ekonomi yang salaam(keselamatan berintikan keadilan, kedamaian dan
kesejahteraan) (Ahmad: 174).
Selain pengertian diatas, visi BMT juga harus mengarah pada upaya untuk
mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah
anggota (ibadah dalam arti luas), sehingga mampu berperan sebagai wakilpengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya.Dengan demikian masing-masing BMT dapat saja
merumuskan visinya sendiri.Karena visi sangat dipengaruhi oleh lingkungan
bisnisnya, latar belakang masyarakatnya serta visi para pendirinya.Adapun misi
BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan
struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran-berkemajuan, serta
makmur-maju berkeadilan berlandaskan Syariah dan ridho Allah SWT (Ridwan,
2004: 127). Dengan visi dan misinya tersebut, kelahiran BMT diharapkan dapat
menunjang system perekonomian pada masyarakat yang berada di daerah karena
disamping sebagai lembaga keuangan
b. Penyaluran Dana
Dana yang dikumpulkan dari anggota harus disalurkan dalam bentuk
pinjaman kepada anggotanya. Pinjaman dana kepada anggota tersebut
disebut sebagai pembiayaan, yaitu suatu fasilitas yang diberikan BMT
kepada anggota yang membutuhkan untuk menggunakan dana BMT yang
telah dihimpun dari anggota. Terdapat berbagai jenis pembiayaan yang
dikembangkan oleh BMT, yang semuanya mengacu pada dua jenis akad,
yaitu akad tijarah dan syirkah, dengan uraian sebagai berikut:
1) Akad Tijarah (jual beli), yaitu suatu perjanjian pembiayaan yang
disepakati antara BMT dengan anggota, dimana BMT menyediakan
dananya untuk pembelian barang modal dan usaha anggotanya dan
kemudian proses pembayarannya dilakukan dengan angsuran atau
pengembalia saat jatuh tempo.
2) Akad syirkah (penyertaan dan bagi hasil), meliputi:
a) Musyarakah, yaitu penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam
suatu usaha yang mana antaa resiko dan keuntungan ditanggung
bersama secara seimbang dengan porsi penyertaan
b) Mudharabah, yaitu suatu perjanjian pembiayaan antara BMT
dengan Anggota, dimana BMT menyediakan dana untuk
penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola
dana tersebut untuk mengembangkan usahanya.
Keunggulan BMT
Menurut Rodoni dan Hamid (2008), BMT memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya, yaitu:
a) Adanya jaminan pelayanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah dan
bebas dari praktik riba; b) prinsip bagi hasil; c) masing-masing pihak antara
BMT dan anggota dapat berbagi risiko karena masing-masing memiliki hak
dan kewajiban yang sama sesuai proporsinya; d) terhindarnya praktik-praktik
C. HASIL PENELITIAN
1. BMT Bina Insan Mulia (BIMA) Cabang Kota Magelang
BMT BIMA Cabang Kota Magelang didirikan pada tahun 2007. Saat
ini kantor cabang ini sudah mengelola keuangannya secara mandiri, dan
hanya memberikan laporan keuangan secara periodik ke kantor Pusat
BIMA yang ada di Muntilan. Produk jasa yang ditawarkan BMT Bima
Kantor Cabang Kota Magelang adalah si supra (simpanan suka rela
praktis), si kurba (simpanan kurban dan aqiqah), simpati (simpanan idul
fitri), si padi (simpanan pendidikan). Sedangkan pembiayaan terbanya
menggunakan akad ijarah dan murabahah (multi jasa).
bahwa
adalah payung hukum BMT yang belum tepat karena selama ini BMT
menggunaan koperasi sebagai payung hukumnya. Permasalahan lain yang
terkait
dengan
non
administrative
masyaratakat,
terutama
trust
bahwa
10
11
dari total asset. Hal ini menurut manajer BMT Al-Khusna tidak
mudah dicapai mengingat pengelola BMT sebagian besar dari
masyarakat kalangan Ekonomi menengah kebawah.
b) Sumber Daya Manusia
Sumber
daya
manusia
menurut
BMT
al-Khusna
adalah
BMT akan
mengalami kesulitan.
d) Permasalahan yang terkait dengan data debitur
Data debitur yang bermasalah belum bisa diakses dengan mudah,
sehingga debitur sering memanfaatkannya untuk mengambil
keuntungan. Permasalahan tersebut disebabkan antara lain karena
belum tersediannya data center nasabah/debitur. Belum terjalinya
komunikasi yang menyeluruh antara pengelola BMT, sehingga
peristiwa yang dihadapi oleh satu BMT belum tentu diketahui oleh
BMT yang lain. Hal ini menyebabkan sering terjadi debitur nakal
bisa berpindah dari satu BMT ke BMT yang lain, selain itu
perbedaan persepsi antar pengelola BMT juga menjadi kendala
tersendiri bagi terbukanya informasi yang berkaitan dengan
debitur bermasalah.
12
4. BMT KHARISMA
BMT Karisma didirikan dan diresmikan tanggal 21 April 1995 oleh
Prof. Dr. Ir. Ing. BJ. Habibie. BMT ini dikukuhkan sebagai unit
otonomi dari KSU Harapan Makmur pada tanggal 26 Juli 1996 dengan
Badan Hukum No. 12734/ BH/KWK.II/ VI/ 1996. Pada tahun 2009
bentuk koperasi diubah menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syariah
(KJKS) BMT Karisma dengan badan hukum 12734 a/PAD/BH/ KW K.II35/V/ 1999.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola BMT Kharisma,
permasalah yang dihadapi oleh BMT Kharisma antara lain sebagai berikut:
a. Tingginya Pembiayaan bermasalah yang dipicu oleh faktor faktor
antara lain :
1) Birokrasi pembiayaan yang sederhana dan mudah sehingga semua
segmen masyarakat bisa mengakses pembiayaan BMT. Implikasinya
budaya khusnuddon yang tinggi terhadap calon nasabah menyebabkan
rendahnya sikap kehati-hatian (prudensial ) dalam penyaluran
pembiayaan.
2) Pendekatan kekeluargaan dan kepercayaan yang kental sehingga aspek
profesionalisme sering diabaikan seperti tidak dilakukannya proses
survey dan lain-lain.
3) Perikatan yuridis formal yang tidak kuat sehingga BMT tidak memiliki
akses untuk melakukan tindakan-tindakan hukum seperti menyita,
menjual, melelang dan lain-lain . BMT hanya melakukan pendekatan
persuasif dalam menangani pembiayaan bermasalah sehingga hasilnya
seringkali kurang efektif.
4) Pembiayaan lebih banyak untuk konsumtif dengan akad murabahah
bukan untuk kegiatan produktif.
13
antar BMT
14
BMT yang berdiri lebih bersifat sporadis, bukan gerakan massif yang
terorganisir dengan baik. Disamping itu fatsoen/etika
yang masih
adanya
LPS sehingga
15
16
3) Kelembagaan
Permasalahan yang terkait dengan kelembagaan antara lain:
a) Badan hukum koperasi dianggap kurang prestise dibandingkan
perbankan
sehingga
kepercayaan
masyarakat
dalam
d) Pemerintah
hanya
berorientasi
pada
pertumbuhan
bukan
cenderung
bersifat
paternalistik,
artinya
tingkat
ditangani BMT
dengan nama seragam BMT Bina Martabat Insani (BMT BMI) dengan Badan
Hukum masing-masing daerah sendiri-sendiri.
18
konteks
muamalah,
yang menentukan
proses
19
terlalu positip, karena sama saja dengan lembaga ekonomi yang bukan
syariah.
e. Pertumbuhan asset di lembaga KJKS BMT Ya Ummi Fatimah tidak
dibarengi dengan perkembangan modal yang signifikan. Hal ini karena
prinsip permodalan yang berlaku dalam lembaga
koperasi seperti
disebutkan
pada
bab
sebelumnya
bahwa
penelitian
ini
menggunakan sampel tujuh BMT di wilayah kota dan kabupaten Magelang yang
tergabung dalam FORSILA. Dari hasil wawancara peneliti dengan pengelola
daru ke tujuh BMT, yaitu BMT Kharisma, BMT Amman, BMT BIMA cabang
kota magelang, BMT Al-Khusna, BMT ARMA Mertoyudan, BMT Ya Ummi
Fatimah dan BMT Bumi Mulia, peneliti mendapatkan bahwa permasalahan yang
dihadapi ketujuh BMT tersebut identik sama, yaitu permasalahan payung hukum
Koperasi yang dianggap tidak tepat, permasalahan yang berkaitan dengan sumber
daya manusia, dimana ketersediaan SDM yang berbasis ekonomi syariah sangat
minim, kalaupun ada namun masih sangat sedikit yang tertarik untuk bergabung
dengan BMT. Keterbatasan kuantitas SDM yang berbasis ekonomi syariah
inilah yang kemudian mendorong banyak BMT menggunakan SDM yang berasal
dari basic keilmuan selain ekonomi syariah. Hasilnya, tidak semua karyawan
bisa memahami esensi dan peran BMT itu sendiri, demikian juga hal-hal yang
20
berkaitan dengan filosofi, etika, akad serta hal lain yang terkait dengan
oerasional BMT yang notabene-nya harus didasarkan pada spirit ekonomi
syariah.
E. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
permasalahan yang dihadapi oleh BMT adalah: (1) Permasalahan kelembagaan,
permasalahan ini diantaranya terkait dengan penggunaan badan hokum koperasi
sebagai payung hukum BMT dan penjaminan simpanan, saat ini BMT belum
mempunyai Lembaga Penjamin simpanan sehingga investor besar atau kalangan
atas belum tertarik untuk menempatkan dananya di BMT (2) Permasalahan
sumber daya manusia, terkait dengan keterbatasan sumber daya manusia
pengelola BMT yang sebagian besar belum memahami konsep dan pelaksanaan
ekonomi syariah secara utuh. (3) Permasalahan yang terkait dengan trust
masyarakat terhadap keberadaan lembaga keuangan syariah, termasuk BMT.
21
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari dan Donni Juni Priansa. 2009.Manajemen Bisnis Syariah. Bandung:
Alfabeta
Ghafur, Muhammad W. 2007. Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini (Kajian
Kritis Perkembangan Perbankan Syariah). Yogyakarta: Biruni Press
Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research Jilid I. Yogyakarta: Andi Offset
Jannah, Nasyitotul. 2009. Evaluasi Sistem Pengendalian Internal di Lembaga
Keuangan Syariah (Studi Terhadap Lembaga Keuangan Syariah di Kota dan
Kabupaten Magelang).
Piliyanti, Indah. 2010. Peran BMT Dalam Pemberdayaan Ekonomi Dhuafa(Studi
Pinjaman Qardhul Hasan Pada BMT-BMT Anggota FORSILA Magelang).
Ridwan, Muhammad. 2005. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), cetakan
kedua. Yogyakarta: UII Press
Rodoni, Ahmad dan Abdul Hamid. 2008. Lembaga keuangan syariah. Jakarta: Zikrul
Hakim
Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: PT Gramedia
Sumiyanto, Ahmad. 2008. BMT Menuju Koperasi Modern. Solo: ISES
Triyanto, Andi. 2009. Studi Komparasi Penerapan Akad Murabahah Pada Baitul
Maal Wa Tamwil (Studi Kasus BMT LeSyariah Magelang dengan BMT
Arafah Surakarta).
Internet
http://www.puskopsyahbmtjateng.com/2012/02/daftar-bmt-anggota-dan-calonanggota.html
22