6 Nyeri, Analgetika Opioid, Analgetika Non Opioid
6 Nyeri, Analgetika Opioid, Analgetika Non Opioid
Nyeri inflamasi
- Inflamasi : proses unik baik secara
biokimia
atau seluler
yang disebabkan
kerusakan
jaringan atau
adanya benda asing
- Tanda utama inflamasi :
1.
2.
3.
4.
5.
Rubor (merah )
Kalor (panas)
Tumor (bengkak)
Dolor (nyeri)
Functio laesa (kehilangan fungsi)
Reseptor nyeri
reseptor nyeri : ujung saraf bebas
nyeri stress peningkatan sirkulasi
katekolamin mual-muntah
Sumber
Menimbulka
n nyeri
Efek pada
Aferen
primer
Kalium
Sel-sel rusak
++
Aktivasi
Serotonin
Trombosit
++
Aktivasi
Bradikinin
Kininogen
+++
Aktivasi
Histamin
Plasma
Aktivasi
Prostaglandin
Sel-sel mast
Sensitisasi
Lekotrien
Asam
arkidonat dan
sel rusak
Sensitisasi
Substansi P
Asam
arakidonat
dan sel rusak
Aferan primer
Sensitisasi
Skala nyeri
Verbal Rating Scales (VRS)
Visual Analogue Scales (VAS)
Dikategorikan :
- tidak nyeri (none)
- nyeri ringan (mild, slight)
- nyeri sedang (moderate)
- nyeri berat (severe)
- sangat nyeri (very severe, intolerable)
apendektomi
jantung
Reseptor opioid :
- Reseptor (mu)
: -1 analgesi supraspinal,
sedasi
-2 analgesia spinal, depresi
nafas,
eforia, ketergantungan
fisik,
kekakuan otot
- Reseptor (delta) : analgesi spinal, eileptogen
- Reseptor (kappa): -1 analgesi spinal
-2 tak diketahui
-3 analgesia supraspinal
- Reseptor (sigma): disforia, halusinasi,
stimulasi
jantung
- Reseptor (epsilon) : respon hormonal
Klasifikasi opioid :
1.Natural
=mengaktifkan reseptor
(e.g morfin, papaveretum, petidin, fentanil,
alfentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin)
2.Antagonis = tidak mengaktifkan reseptor
dan pada saat bersamaan mencegah
agonis merangsang reseptor
(e.g nalokson, naltrekson)
3.Agonis-antagonis
(e.g pentasosin, nalbufin, butarfanol,
buprenorfin)
Opioid natural
Paling mudah larut dalam air
Kerja analgesianya cukup panjang
Sifat :
a. Depresi ->analgesia, sedasi, perubahan
emosi, hypoventilasi
alveolar
b. Stimulasi ->stimulasi parasimpatis, miosis,
mual-muntah, hipereaktif refleks spinal,
konvulsi, dan sekresi ADH
Efek Morfin :
Jantung-sirkulasi : bradikardi tapi tidak
Toleransi :
peningkatan dosis pada pemakaian
berulang
hanya tampak pada efek depresinya
kembali normal setelah puasa morfin
selama 1-2 minggu
Withdrawal syndrome :
Takut, gelisah, lakrimasi, rhinorea,
berkeringat, mual-muntah, diare,
menguap, bulu roma berdiri, midriasis,
hipertensi,takikardi, kejang perut, nyeri
otot
Opioid sintetik
Larut lemak
Metabolisme di hepar lebih cepat
Lama kerja lebih pendek
Bersifat seperti atropin->mulut kering,
pandangan kabur, takikardi
Sebabkan konstipasi,tp efek pada
sfingter oddi lebih ringan
Efektif untuk menghilangkan gemetar
pasca bedah (bukan hipotermi) dosis
20-25 mg iv
Indikasi :
Arthritis rheumatoid
Osteiarthritis
Spondilitis spongiosa
Dosis :
50-100 mg/8-12 jam per oral
75 mg suntikan
50-100/12 jam suppositoria
Antipiretik <<
Anti inflamasi <<
Efek analgesi: 30 menit, lama kerja : 4-6 jam
Menghambat sintesis PG di perifer tanpa
menganggu resepor opioid di SSP
KI :
Tidak dianjurkan wamil, menyusui, usila, anak < 4
tahun, gangguan perdarahan, bedah tonsilektomi
30 mg ketorolak = 12 mg morfin = 100 mg petidin
Dosis :
10 -30 mg/hari
max 90 mg/hari
Dosis :
100-300mg per oral
1-2 supp /hari per rectal
100-300 mg/hari im, perinfus,
dihabiskan dalam 20 menit
Dosis :
20 mg/hari im, iv dilanjutkan dengan
oral
Ekskresi : ginjal, empedu
Efektivitas sebanding
diklofenak/piroksikam
Mengurangi nyeri dengan ESO minimal
Inhibitor selektif Cox-2
Dosis : 7,5- 15 mg/hari
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Efek NSAID :
1.Efek puncak (cailing)
Bila kita menambah dosis yang sudah
maksimal atau dosis maksimal
dinaikkan, maka tidak mempunyai efek
meningkatkan anelgesik, bahkan
meningkatkan side effect
2. Efek sparing
Golongan NSAID + golongan opioid
sehingga meningkatkan kualitas
analgesic (inhibitor COX-2 )