Anda di halaman 1dari 14

HIPERURISEMIA

(ASAM URAT)

Pembimbing :
dr. Carmen M. Siagian, SpGK

Penyusun :
Vicky Chrystine, S.ked
(1061050052)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN


ILMU KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 09 MEI 11 JUNI 2016

BAB I
PENDAHULUAN
Arthritis Pirai (asam urat) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia,
yang menempati peringkat kedua setelah osteoarthritis. gangguan metabolisme dasar
arthritis Pirai adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) yang
merupakan hasil akhir dari metabolisme purin normal. pada wanita menopause
mengalami penurunan estrogen, yang estrogen dapat membantu meningkatkan
ekskresi asam urat.
Di Indonesia, arthritis pirai (asam urat) menduduki urutan kedua setelah
osteoartritis (Dalimartha, 2008). Prevalensi artritis pirai pada populasi di USA
diperkirakan 13,6/100.000 penduduk, sedangkan di Indonesia sendiri diperkirakan 1,6
- 13,6/100.000 orang, prevalensi ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur.
Prevalensi hiperurisemia kira-kira 2,6-47,2% yang bervariasi pada berbagai populasi.
Sedangkan prevalensi gout juga bervariasi antara 1-15,3%. Pada suatu studi
didapatkan insidensi gout 4,9% pada kadar asam urat darah >9 mg/dL, 0,5% pada
kadar 7-8,9%, dan 0,1% pada kadar <7 mg/dL. Insidensi kumulatif gout mencapai
angka 22% setelah 5 tahun, pada kadar asam urat >9 mg/dL.
Hiperurisemia dapat terjadi bisa terjadi akibat peningkatan metabolisme asam
urat (overproduction), penurunan ekskresi asam urat urin (underexcretion), atau
gabungan keduanya. Sedangkan gout (pirai) adalah penyakit yang sering ditemukan,
merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium
urat pada jaringan, akibat gangguan metabolism berupa hiperurisemia. Manifestasi
klinik deposisi urat meliputi arthritis gout, akumulasi kristal di jaringan yang merusak
tulang (tofus), batu urat, dan nefropati gout.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi arthritis pirai (asam urat) adalah
makanan yang dikonsumsi, umumnya makanan yang tidak seimbang (asupan protein
yang mengandung purin terlalu tinggi) (Utami, 2009). Di dalam tubuh, perputaran
purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan
DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam
jumlah yang substansial (Sacher, 2004).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat
darah diatas normal. Secara biokomiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan
asam urat di serum yang melewati ambang batasnya. Batasan hiperurisemia
secara ideal yaitu kadar asam urat >7 mg% pada laki-laki, dan >6 mg% pada
perempuan, berdasarkan berbagai studi epidemologi selama ini. Keadaan
hiperurisemia akan beresiko timbulnya arthritis gout, nefropati gout, atau batu
ginjal. Hiperurisemia yang terjadi dapat menimbulkan penumpukan kristal asam
urat. Gout akan terjadi jika kristal asam urat tersebut berada dalam cairan sendi.
B. Epidemiologi
Penyakit Artritis Pirai (Asam Urat) merupakan salah satu penyakit yang
banyak dijumpai pada laki-laki usia antara 30-40 tahun, sedangkan pada wanita
umur 55-70 tahun, insiden wanita jarang kecuali setelah menopause
(Tjokroprawiro, 2007). Pada suatu studi didapatkan insidensi gout 4,9% pada
kadar asam urat darah >9 mg/dL, 0,5% pada kadar 7-8,9%, dan 0,1% pada kadar
<7 mg/dL.
C. Etiologi
Penyebab hiperurisemia sebagai suatu proses metabolik yang bisa
menimbulkan manifestasi gout, dibedakan menjadi penyebab primer pada
sebagian besar kasus, penyebab sekunder dan idiopa- tik. Penyebab primer berarti
tidak penyakit atau sebab lain, berbeda dengan kelompok sekunder yang
didapatkan adanya penyebab yang lain, baik genetik maupun metabolik. Pada
99% kasus gout dan hiper- urisemia dengan penyebab primer, ditemukan
kelainan molekuler yang tidak jelas (undefined) meskipun diketahui adanya
mekanisme undersecretion pada 80-90% kasus dan overproduction pada 10-20%
kasus.
Sedangkan kelompok hiperurisemia dan gout sekunder, bisa melalui
mekanisme overproduction, seperti ganguan metabolism pu- rin pada defisiensi

enzim gucose-6-phosphatase atau fructose-1-phospate aldolase. Hal yang sama


juga terjadi pada keadaan infark miokard, status epileptikus, penyakit hemolisis
kronis, polisitemia, psoria- sis, keganasan mieloproliferatif dan limfoproliferatif;
yang mening- katkan pemecahan ATP dan asam nukleat dari inti sel. Sedangkan
mekanisme undersecretion bisa ditemukan pada keadaan penyakit ginjal kronik,
dehidrasi, diabetes insipidus, peminum alkohol, myxo- dema, hiperparatiroid,
ketoasidosis dan keracunan berilium. Selain itu juga dapat terjadi pada pemakaian
obat seperti diuretik, salisilat dosis rendah, pirazinamid, etambutol dan
siklosporin.
Hiperurisemia diketahui juga berkaitan dengan adanya berbagai keadaan
gangguan metabolik seperti diabetes melitus, hipertrigliseri- demia, obesitas,
sindrom metabolik, dan hipotiridism.1 Dan sebalik- nya hiperurisemia diduga
menjadi faktor risiko hipertensi, ateroskle- rosis dan penyakit jantung coroner.
D. Patogenesis
Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara produksi
dan sekresi. Dan ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut maka
terjadi keadaan hiperurisemia, yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu
kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga
merangsang timbunan urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di
berbagai tempat/jaringan. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur
yang lebih rendah seperti pada sendi perifer tangan dan kaki, dapat menjelaskan
kenapa kristal MSU (monosodium urat) mudah diendapkan di pada kedua tempat
tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1
(MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada
daerah tersebut.
Awal serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat
serum, meninggi atau menurun. Pada kadar asam urat yang stabil jarang muncul
serangan. Pengobatan dengan allopurinol pada awalnya juga dapat menjadi faktor
yang mempresipitasi serangan gout akut. Penurunan asam urat serum dapat
mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya di sinovium atau
tofi (crystals shedding). Pelepasan kristal MSU akan merangsang proses
inflamasi dengan mengaktifkan kompleman melalui jalur klasik maupun

alternatif. Sel makrofag (paling penting), netrofil dan sel radang lain juga
teraktivasi, yang akan menghasilkan mediator- mediator kimiawi yang juga
berperan pada proses inflamasi.
E. Diagnosis (Manifestasi Klinis)
Gambaran klinik dapat berupa:
1. Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia (kadar asam
urat serum tinggi) tanpa adanya manifestasi klinik gout. Fase ini akan
berakhir ketika muncul serangan akut arthritis gout, atau urolitiasis, dan
biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik. Terdapat
10-40% subyek dengan gout mengalami sekali atau lebih serangan kolik
renal, sebelum adanya serangan arthritis.
2. Arthritis gout, meliputi 3 stadium:
a. Artritis gout akut Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 4060 tahun pada laki-laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Onset
sebelum 25 tahun merupakan bentuk tidak lazim arthritis gout, yang
mungkin merupakan manifestasi adanya gangguan enzimatik spesifik,
penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin. Pada 85-90% kasus,
serangan berupa arthritis monoartikuler dengan predileksi MTP-1
yang biasa disebut podagra. Gejala yang muncul sangat khas, yaitu
radang sendi yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu
singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur
terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan
monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai
keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah, disertai
lekositosis dan peningkatan laju endap darah. Sedangkan gambaran
radiologis hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak
periartikuler. Keluhan cepat membaik setelah beberapa jam bahkan
tanpa terapi sekalipun.
Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama jika tanpa terapi
yang adekuat, serangan dapat mengenai sendi-sendi yang lain seperti
pergelangan tangan/kaki, jari tangan/kaki, lutut dan siku, atau bahkan
beberapa sendi sekaligus. Serangan menjadi lebih lama durasinya,

dengan interval serangan yang lebih singkat, dan masa penyembuhan


yang lama. Faktor pencetus serangan akut antara lain trauma lokal,
diet tinggi purin, minum alkohol, kelelahan fisik, stress, tindakan
operasi, pemakaian diuretik, pemakaian obat yang mening- katkan
atau menurunkan asam urat. Diagnosis yang definitif/gold standard,
yaitu ditemukannya kristal urat (MSU) di cairan sendi atau tofus.
Untuk memudahkan penegakan diagnosis arthritis gout akut,
dapat

digunakan

kriteria

dari

ACR

(American

College

of

Rheumatology) tahun 1977:


A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau
B. Adanya tofus yang berisi kristal urat, atauC.
C. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris dan radiologis
berikut:

Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut

Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu satu hari

Arthritis monoartikuler

Kemerahan pada sendi

Bengkak dan nyeri pada MTP-1

Artritis unilateral yang melibatkan MTP-1

Artritis

unilateral

yang

melibatkan

sendi

tarsal8.

Kecurigaan adanya tofus

Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis)

Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)

Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi yang


harus menjadi catatan, adalah diagnosis gout tidak bisa
digugurkan meskipun kadar asam urat darah normal.

1. Stadium interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana
secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada
aspirasi

cairan

sendi

masih

ditemukan

kristal

urat,

yang

menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung


progresif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa tahun sampai 10

tahun tanpa serangan akut. Dan tanpa tata laksana yang adekuat
akan berlanjut ke stadium gout kronik.
2. Artritis gout kronik = kronik tofaseus gout
Stadium ini ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di
poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, MTP-1, olekranon,
tendon Achilles dan jari tangan. Tofi sendiri tidak menimbulkan
nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di sekitarnya, dan menyebabkan
destruksi yang progresif pada sendi serta menimbulkan deformitas.
Selain itu tofi juga sering pecah dan sulit sembuh, serta terjadi
infeksi sekunder. Kecepatan pembentukan deposit tofus tergantung
beratnya dan lamanya hiperurisemia, dan akan diperberat dengan
gangguan fungsi ginjal dan penggunaan diuretic. Pada beberapa
studi didapatkan data bahwa durasi dari serangan akut pertama kali
sampai masuk stadium gout kronik berkisar 3-42 tahun, dengan
rata-rata 11,6 tahun. Pada stadium ini sering disertai batu saluran
kemih sampai penyakit ginjal menahun/gagal ginjal kronik.
Timbunan tofi bisa ditemukan juga pada miokardium, katub
jantung, system konduksi,beberapa struktur di organ mata terutama
sklera, dan laring.
Pada analisa cairan sendi atau isi tofi akan didapatkan Kristal
MSU, sebagai kriteria diagnostik pasti. Gambaran radiologis
didapatkan erosi pada tulang dan sendi dengan batas sklerotik dan
overhanging edge.1,2
F. Tatalaksana
Kontrol hiperurisemia dilakukan dengan diet rendah purin, serta menghindari
obat-obatan yang meningkatkan kadar asam urat serum terutama diuretik.
Tujuan terapi gout adalah:
1. Menghentikan serangan akut secepat mungkin
2. Mencegah serangan akut berulang
3. Mencegah komplikasi akibat timbunan Kristal urat di sendi, ginjal atau

tempat lain
4. Modalitas yang tersedia untuk terapi gout dan hiperurisemia
5. Edukasi : Sebagian besar kasus gout dan hiperurisemia (termasuk
hiperurisemia asimptomatik) mempunyai latar belakang penyebab primer,
sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat jangka panjang. Perlu
compliance yang baik dari pasien untuk mencapai tujuan terapi di atas, dan
hal itu hanya didapat dengan edukasi yang baik. Pengendalian diet rendah
purin juga menjadi bagian tata laksana yang penting.
Terapi Gizi :
Tujuan diet arthritis gout adalah untuk mencapai dan mempertahankan status gizi
optimal serta menurunkan kadar asam urat dalam darah dan urin. Syarat-syarat
diet penyakit gout arthritis adalah
Energi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Bila berat badan berlebih atau
kegemukan, asupan energi sehari dikurangi secara bertahap sebanyak 5001000 kkal dari kebutuhan energi normal hingga tercapai berat badan normal
(Almatsier, 2005). Penderita gangguan asam urat yang kelebihan berat
badan, berat badannya harus diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah
konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan
kadar asam urat karena adanya badan keton yang akan mengurangi
pengeluaran asam urat melalui urine (Helmi, 2012).
Protein cukup, yaitu 1,0-1,2 g/kg BB atau 10-15% dari kebutuhan energi
total (Almatsier, 2005). Protein terutama yang berasal dari hewan dapat
meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang
mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal,
otak dan limpa. Asupan protein yang dianjurkan adalah sebesar 50-70 g/hari
atau 0.8-1 g/kg berat badan/hari. Sumber protein yang disarankan adalah
protein nabati yang berasal dari susu,keju, dan telur (Helmi, 2012).
Hindari bahan makanan sumber protein yang mempunyai kandungan purin
>150 mg/100gr (Almatsier, 2005). Apabila telah terjadi pembengkakan
sendi, maka penderita gangguan asam urat harus melakukan diet bebas purin.
Namun, karena hampir semua bahan makanan sumber protein mengandung

nukleoprotein, maka hal ini hampir tidak mungkin dilakukan. Tindakan yang
harus dilakukan adalah membatasi asupan purin menjadi 100-150 mg purin
per hari (diet normal biasanya mengandung 600-1000 mg purin per hari)
(Helmi, 2012).
Lemak sedang, yaitu 10-20% dari kebutuhan energi total. Lemak berlebih
dapat menghambat pengeluaran asam urat atau purin melalui urin (Almatsier,
2005). Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15% dari total kalori (Helmi,
2012).
Karbohidrat dapat diberikan lebih banyak, yaitu 65-75% dari kebutuhan
energi total. Karena kebanyakan pasien gout arthritis mempunyai berat badan
lebih, maka dianjurkan untuk menggunakan sumber karbohidrat kompleks.
Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik
dikonsumsi oleh pasien gangguan asam urat karena akan meningkatkan
pengeluaran asam urat melalui urine. Konsumsi karbohidrat kompleks ini
sebaiknya tidak kurang dari 100 gram per hari. Karbohidrat sederhana jenis
fruktosa seperti gula, permen, arum manis, gulali, dan sirup sebaiknya
dihindari karena fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat dalam darah
(Helmi, 2012).
Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan (Helmi, 2012).
Memperbanyak konsumsi sumber makanan berpotasium tinggi, seperti
pisang, avokad, kentang, susu, dan yoghurt. Memperbanyak konsumsi buahbuahan yang mengandung banyak vitamin C, seperti tomat, stroberi dan
jeruk. Memperbanyak konsumsi buah-buahan yang berkhasiat sebagai
diuretik karena kaya air, seperti jambu air, blewah, melon dan semangka.
Dianjurkan mengonsumsi tanaman herbal dan buah-buahan yang berkhasiat
mengatasi penyakit asam urat, seperti daun salam, sidaguri, sirsak, labu siam,
kentang, apel dan suka apel (Noormindhawati, 2014).
Cairan disesuaikan dengan urin yang dikeluarkan setiap hari (Almatsier,
2005). Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat
melalui urine. Oleh karena itu, disarankan untuk menghabiskan minum
minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari (Helmi, 2012).
Diet rendah purin memegang peranan penting untuk mengatasi hiperurisemia.
Pada hiperurisemia asimtomatik, biasanya tidak perlu diberikan pengobatan kecuali

bila kadar asam urat darah lebih dari 9 mg/dL. Diet rendah purin dengan pembatasan
purin 200-400 mg/hari dapat menurunkan kadar asam urat serum sebanyak 1 mg/dL
(Reppie, 2007).
Berdasarkan kadar purinnya, sumber makanan berpurin dikelompokkan
menjadi 3, yakni sumber makanan yang mengandung purin tinggi, sedang dan rendah.
Berikut ini akan diuraikan kriteria masing-masing sumber makanan berdasarkan kadar
purinnya.

Sumber makanan yang mengandung purin tinggi. Dalam kadar yang normal
sebenarnya purin sangat bermanfaat bagi tubuh kita. Namun, jika jumlahnya
melebihi batas normalnya, maka akan meningkatkan produksi asam urat.
Akibatnya terbentuklah kristal-kristal asam urat. Sumber makanan yang
termasuk berkadar purin tinggi bisa dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Sumber
makanan yang mengandung purin tinggi, teobromin (kafein cokelat), limpa
kambing, hati sapi, ikan sarden, jamur kuping, limpa sapi, daun melinjo, paru
sapi, hati ayam, kulit ayam, kedelai, bebek, ayam, tahu, tempe, udang dan ikan
kakap, ikan hering, ikan tuna, salmon, ikan kembung dan aneka jenis seafood
lainnya.
Selain itu minuman yang juga mengandung purin tinggi diantaranya
adalah berikut ini: jeroan, kaldu atau ekstrak daging, soft Drink atau minuman
bersoda, minuman beralkohol, es krim.

Sumber makanan yang mengandung purin sedang Kelompok yang kedua


adalah sumber makanan yang mengandung purin sedang. Kadar purin dalam
makanan terkategori sedang jika jumlahnya berkisar antara 9-100 mg/100
gram. Penderita asam urat sebenarnya boleh mengonsumsi sumber makanan
yang mengandung purin sedang, hanya saja jumlahnya harus dibatasi dan
tidak boleh melebihi batas yang diizinkan (100-150 mg/hari). Untuk daging
pun sebaiknya konsumsi per harinya berkisar antara 1 hingga 1,5 potong.
Sementara itu, sayuran sekitar satu mangkok (100 gram) per harinya.
Konsumsi makanan yang mengandung purin sedang melebihi batas yang
dianjurkan akan menaikan kadar asam urat di dalam darah.
Sumber makanan yang mengandung purin sedang yaitu: daging dan

ikan (kecuali jenis daging dan ikan yang sudah disebutkan dalam kelompok
berpurin tinggi), biji dan daun melinjo, kacang-kacangan, kangkung, jamur,
bayam, daun pepaya, daun singkong, dan kol.

Sumber makanan yang mengandung purin rendah Kelompok yang terahir


adalah sumber makanan yang mengandung purin rendah. Kadar purin dalam
makanan yang terkategori rendah jika jumlahnya kurang dari 9 mg. Penderita
asam urat tidak perlu khawatir mengonsumsi makanan yang termasuk dalam
kelompok ini. Bahkan sumber makanan berpurin rendah bisa dikonsumsi
setiap hari karena tidak beresiko meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
Berikut ini daftar sumber makanan yang mengandung purin rendah yaitu: nasi,
ubi, roti, singkong, jagung, susu, sayuran (kecuali yang telah disebutkan dalam
kelompok berpurin sedang), dan buah-buahan (kecuali nanas,durian,avokad)
(Noormindhawati L, 2014).
b. Medikamentosa
Kontrol hiperurisemia: xanthine oxidase inhibitors, urikosurik agent.
Xanthine oxidase inhibitor, maupun uricosuric agent, dengan catatan tidak
boleh dimulai pada saat serangan akut. Pada hiperurisemia asimptomatik
terapi farmakologik dimulai jika kadar asam urat serum >9 mg/dL.
Sedangkan pada penderita gout telah diketahui bahwa pemberian urate
lowering agent juga menjadi faktor pencetus serangan akut, sehingga
diberikan juga kolkisin dosis prevensi 0,6 mg 1-3 kali perhari, atau OAINS
dosis rendah, dan dimulai setelah tidak adanya tanda-tanda inflamasi akut.
Rilonacept, suatu inhibitor IL-1 sedang dikembangkan sebagai obat
pencegah serangan akut pada awal terapi penurun asam urat. Target terapi
adalah menurunkan kadar asam urat serum sampai di bawah 6,8 mg/dL
(lebih baik sampai 5-6 mg/ dL).

Golongan xanthine oxidase inhibitor dengan cara kerja penghambatan


oksidasi hipoxantin menjadi xantin, dan xantin menjadi asam urat.
Obat yang termasuk golongan ini adalah allopurinol. Diberikan mulai
dosis 100 mg/hari dan dinaikkan tiap minggu sampai tercapai target
(rata-rata diperlukan minimal 300 mg/hari). Pada gangguan fungsi

ginjal dosis harus disesuaikan. Jenis obat yang lain seperti febuxostat,
non-purine xanthine oxidase inhibitor yang juga cukup poten,
maupun pegylated recombinant uricase, masih dikembangkan.

Golongan uricosuric agent, bekerja dengan cara menghambat


reabsorsi urat di tubulus renalis. Yang paling sering dipakai adalah
probenesid dan sulfinpirazon. Probenesid dengan dosis 0,5-3 gram
dibagi 2-3 kali perhari. Sedangkan sulfinpirazon diberikan dengan
do- sis 300-400 mg dibagi 3-4 kali perhari. Pemakaian obat
urikosurik ini lebih diindikasikan pada keadaan dengan ekskresi asam
urat di urin <800 mg perhari, dan dengan fungsi ginjal yang masih
baik (creatinine clearance >80ml/menit). Risiko batu ginjal semakin
besar pada kadar asam urat di urin yang tinggi. Pada beberapa kasus
yang sulit dikendalikan dengan obat tunggal, kombinasi uricosuric
agent dan xanthine oxidase inhibitor dapat dibenarkan

BAB III
KESIMPULAN

Gout dengan latar belakang masalah gangguan metabolik yaitu hiperurisemia,


masih menjadi masalah yang serius. Hal ini karena manifestasinya yang tidak hanya
terbatas pada sendi, namun juga bisa menimbulkan gangguan fungsi ginjal hingga
kondisi gagal ginjal kronik, jantung dan mata. Penegakkan diagnosis dan penanganan
yang tepat diperlukan untuk meminimalisir berbagai komplikasi akibat keadaan ini.
Edukasi yang baik dan perubahan pola hidup termasuk diet harus dilakukan.
Selanjutnya diperlukan juga terapi farmakologis untuk serangan akut, terapi
pencegahan, dan terapi jangka panjang berupa urate-lowering agent, baik golongan
xanthine oxidase inhibitor maupun uricosuric agent.

DAFTAR PUSTAKA


1.

2.
3.

4.

5.

Mulyasari Ade. Faktor Asupan Zat Gizi Yang Berhubungan Dengan Kadar Asam
Urat Darah Wanita Postmenopause. Artikel Penelitian. Universitas Diponegoro .
2015
Hidayat Rudy. Gout dan Hiperurisemia. Dalam. Medicinus Scientific Journal of
Pharmaceutical Development and Medical Application. Vol. 22 No. 2. 2009
Kalim H, Sunarti S, Anindhita P. Identifikasi hubungan pola asupan protein
hewani dengan resiko gout arthritis di kota Batu. Program Faculty of Medicine
Brawijaya University Malang. 2011
Kusindarti S. Penatalaksanaan Diet Rendah Purin. Media Dietetik. Edisi Khusus
2002. Asosiasi Dietitien Indonesia; 2002:9-15
Putra TR. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid II. Edisi IV. Jakarta: PP Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;2006.p 1023-7

Anda mungkin juga menyukai