Abortus Inkomplit
Abortus Inkomplit
PENDAHULUAN
Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi
tersering pada kehamilan. Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus ditentukan sebagai pengakhiran
kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.1
Abortus dapat dibagi menjadi abortus spontan, abortus buatan dan abortus
terapeutik Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens
(inevitable abortion), abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan
abortus habitualis (recurrent abortion), abortus servikalis, abortus infeksiosus,
dan abortus septik.1,2
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. 2,4
Angka kejadian abortus sangat tergantung kapada riwayat obstetri terdahulu,
dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya mengalami
keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir dengan kelahiran
hidup.4 Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana
pada wanita berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah
50%.4 Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan. 2
Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun yang penting
diketahui adalah sekitar 60 % dari wanita hamil yang mengalami abortus
inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi.2,3,4
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam
keselamatan ibu karena adanya perdarahan masif yang bisa menimbulkan
kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat. Selain itu juga dapat mengalami guncangan
psikis pada ibu dan keluarga.3,4
Mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit menjadi penting bagi para
pelayan kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis kemudian memberikan
penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah komplikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya
kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi Sampai
saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim, mempunyai berat
badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan
dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka abortus dapat
ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat
500 gram atau kurang dari 20 minggu. Menurut WHO, abortus didefinisikan
sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau
berat janin kurang dari 500 gram.1
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus1.
2.2 Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun
diperkirakan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara
umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan.5
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka
tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada
trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan
5-10 % pada trimester ketiga.5
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di
samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia
paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus
b.Penyakit Kronis
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
keadaan ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang
menyebabkan abortus. Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin dan persalinan prematur.5,9 Diabetes maternal pernah
ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor predisposisi abortus
spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti lainnya.5
c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme,
diabetes
mellitus,
dan
defisiensi
progesteron.5,9
Diabetes
tidak
Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam
proses timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom sperma
dapat menimbulkan zigot yang mengandungt bahan kromosom terlalu sedikit
atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus.5,7
Faktor fetal
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin
atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian janin pada hamil
muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan janin
antara lain kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna dan pengaruh
dari
luar
seperti
radiasi,virus,
obat-obat
yang
sifatnya
teratogenik.2,3,5
evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase
uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai.4
2.6. Diagnosis Banding
Abortus inkomplit dapat di diagnosis banding:
2.7. Penatalaksanaan
Sebelum dilakukan penatalaksanaan pada pasien, sebaiknya dilakukan
penilaian mengenai keadaan pasien (keadaan umum dan kesadaran) dan diperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medikamentosa. Teknik
pembedahan dapat dilakukan dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara
kuretase maupun aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi, dilatasi dan ekstrasi dan
teknik induksi haid. Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan
preparat antara lain : oksitosin intravenus, larutan hiperosmotik intraamnion
seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin E2, F2a dan analog
prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi
vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486
(mefepriston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas.1,5
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase
sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal
terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium
eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin.
Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi
10
dan pengalaman operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara
95 - 100%. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus
inkomplit. Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 310 menit.5,3
Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase
disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih
dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika
diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar
dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia eksterna,
vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks
dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disondase dengan hati-hati untuk
menentukan besar dan arah uterus. Masukkan kanula yang sesuai dengan dalam
kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4
mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg
pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahanlahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360. Bila kavum uteri
sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula
dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan
timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30
menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum.
Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian.10
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif.
Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada
kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit,
metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai
ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol)
diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron
digunakan secara luas, bekerja dengan cara mengikat reseptor progesteron,
sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang
digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan pemberian
prostaglandin 800 g insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut
yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi.3
11
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut yang
disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase yang
memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi
penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut,
kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi.3
2.8. Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil
konsepsi yang lama didalam uterus. Sinekia intrauterin dan infertilitas juga
merupakan komplikasi dari abortus.5
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti
perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak
lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah
trimester pertama. Panas bukan merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila
pengobatan dengan antibiolik yang memadai segera dimulai.5
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain5 :
Komplikasi Jangka pendek
1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi
dan cardiac arrest.
2. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila
perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator.
Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan
antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila
ada keraguan, pasien dirawat.
3. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan
sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4. Perdarahan
yang
biasanya
disebabkan
sisa
jaringan
konsepsi.
12
kecuali adanya
inkompetensi serviks
antifosfolipid. Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi
memberikan prognosis yang baik terhadap ibu.5,9
BAB III
13
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama
: Wayan Pushistayani
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 28 tahun
Status Nikah
: Menikah
Agama
: Hindu
Suku/Bangsa
: Bali/Indonesia
Pekerjaan
:-
Alamat
Tanggal MRS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Perdarahan pervaginam
Perjalanan Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak empat setengah jam
sebelum masuk rumah sakit (17.30 WITA) dan dikatakan bahwa perdarahan awalnya
berupa flek-flek yang warnanya merah kecoklatan, kemudian bertambah berat sejak
sebelum masuk rumah sakit dan keluar darah berupa gumpalan. Pasien juga mengeluh
nyeri pada perut bagian bawah sejak terjadi perdarahan. Nyeri dirasakan bertambah
keras setelah keluar flek.
Tes kehamilan pada urin positif sebulan yang lalu dilakukan di bidan. Riwayat trauma,
panas badan disangkal. Riwayat APC disangkal.
Riwayat menstruasi
Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 4 hari tiap
kali menstruasi.
Riwayat perkawinan
Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama 7 tahun.
Riwayat kehamilan
1. Lai-laki, 3400 gr, p spt b, dokter Sp.OG, 5,5 tahun
2. Ini
14
Kesadaran
: E4V5M6(CM)
Nadi
: 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu tubuh
: 36,8 C
Tinggi badan
: 169 cm
Berat badan
: 55 kg
2. Status General
Kepala
Jantung
Pulmo
Abdomen
: ~ status ginekologi
Ekstremitas
3. Status Ginekologi
Abdomen
cairan
: - Kuretase
- Amoxycilin 3x 500 mg
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- Methyl ergometrin 3 x 1 tab
15
- SF 2 x 1 tab
Mx : dua jam post tindakan (keluhan, tanda vital, perdarahan pervaginam)
KIE : pasien dan keluarga
16
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Seorang pasien 28 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan perdarahan
pervaginam sejak pukul 17.30 (19/08/15) awalnya dikatakan perdarahan berupa
flek-flek yang warnanya merah kecoklatan,terdapat gumpalan-gumpalan darah
berwarna hitam, kemudian bertambah berat sejak sebelum masuk rumah sakit dan
keluar darah berupa gumpalan. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut bagian bawah
sejak terjadi perdarahan. Nyeri dirasakan bertambah keras setelah keluar flek. Riwayat
trauma dan pingsan disangkal. Riwayat keputihan juga disangkal. Tes kehamilan
pada urin positif sebulan yang lalu dilakukan di bidan. Riwayat trauma, panas badan
disangkal. Hari pertama haid terakhir 18/5/2015
17
mola hidatidosa. Untuk abortus itu sendiri, masih harus dipikirkan berdasarkan
mekanismenya apakah abortus spontan atau abortus provokatus oleh karena
penatalaksanaannya yang berbeda.
Kemungkinan lainnya yang harus disingkirkan adalah kehamilan ektopik,
namun pada kehamilan ektopik, nyeri merupakan keluhan utamanya. Apalagi jika
sudah terjadi kehamilan ektopik terganggu. Perdarahan pervaginam merupakan
tanda penting kedua yang dapat menandakan kematian janin, dimana perdarahan
tidak banyak dan berwarna coklat tua. Meskipun gejala klinisnya dapat bervariasi
dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai gejala yang
tidak jelas, ada trias klasik yang sering didapatkan yaitu, amenore, perdarahan dan
nyeri perut bagian bawah.
Sedangkan kemungkinan yang paling jauh yang dapat dipikirkan adalah
adanya suatu mola hidatidosa. Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah
kehamilan yang berkembang tidak wajar, dimana tidak ditemukan janin dan
hampir seluruh vili korealis mengalami perubahan hidrotik. Pada mola perdarahan
merupakan gejala utama, dimana sifat perdarahannya bisa intermitten, sedikitsedikit atau sekaligus banyak yang dapat menyebabkan syok. Pada kasus dengan
perdarahan yang banyak sering disertai dengan pengeluaran gelembung dari
jaringan mola. Pada pemeriksaan fisik, besar uterus tidak sesuai dengan usia
kehamilan (50% kasus menunjukkan besar uterus lebih dari usia kehamilan
sesungguhnya), tidak ditemukan balotement dan denyut jantung janin. Selain itu
pada permulaan kehamilan biasanya pasien mengalami hiperemesis gravidarum,
mual, muntah pusing dengan derajat keluhan yang lebih berat. Perkembangan
kehamilan adalah lebih pesat sehingga pada umumnya didapatkan uterus lebih
besar dari umur kehamilan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah pemeriksaan
laboratorium berupa darah lengkap dan tes kehamilan, dan ultrasonografi (USG).
Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan Hb yang rendah akibat dari
perdarahan yang bermakna. Hitung sel darah putih dan laju endap darah
meningkat bahkan tanpa adanya gejala infeksi. Menurunnya atau kadar plasma
yang rendah dari -hCG adalah penanda kehamilan abnormal, baik blighted ovum,
abotus spontan, ataupun kehamilan ektopik.
18
Pemeriksaan
USG
transvaginal
berguna
untuk
mendokumentasikan
19
paternal, serta paparan obat-obatan dan toksin lingkungan. Pada kasus abortus
inkomplit ini mungkin dapat lebih diperdalam lagi sehingga dapat diketahui
etiologinya (eksplorasi kausa). Hal ini penting sebagai data dasar untuk nantinya
dapat membantu dalam menghubungkan dengan kejadian ROB.
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan
TORCH, laboratorium terhadap penyakit kelamin, USG. Pemeriksaan TORCH
dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi dari virus-virus tersebut karena dapat
menyebabkan terjadinya abortus maka diperlukan pengobatan terlebih dahulu.
Infeksi dari kelamin juga dapat menyebabkan abortus karena kebanyakan infeksi
kelamin pada wanita bersifat asimtomatik sehingga memerlukan eksplorasi yang
lebih lanjut. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya
suatu mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu
faktor mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti
adanya mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai
keluhan dan harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan
adanya Riwayat Obstetri Buruk pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma
yang mengganggu mutlak dilakukan operasi.
Uraian diatas penting disampaikan kepada pasien agar ia dapat memahami
apa kira-kira yang melatarbelakangi penyakitnya. Pilihan lain yang dapat
disarankan adalah mengenai adopsi anak. Maka dari itu, konseling pada pasien ini
perlu melibatkan pihak lain, khususnya suaminya untuk ikut memberi dukungan
kepada pasien.
4.3 Penatalaksanaan
Pada kasus ini pada saat pasien MRS keadaan umumnya stabil, dan tidak
didapatkan tanda-tanda syok. Oleh karena pada pemeriksaan fisik teraba massa
jaringan maka harus dilakukan evakuasi isi uterus dengan kuretase dan
selanjutnya diberikan medikamentosa berupa antibiotika, analgetika dan
uterotonika. Yang penting setelah tindakan adalah observasi dua jam setelah
kuretase untuk monitoring vital sign dan adanya keluhan. Maka dari itu adanya
komplikasi seperti perdarahan ringan sampai berat, infeksi, dan kelainan fungsi
pembekuan darah dapat dihindari.
20
Mengingat komplikasi tindakan ini cukup banyak, maka perlu dilakukan dengan
prosedur yang benar dan hati-hati untuk mengurangi resiko tersebut seminimal
mungkin. Adapun penanganan kasus ini adalah dengan:
Kuretase
Medikamentosa
Amoksisilin 3x500 mg
Asam Mefenamat 3x500 mg
Metil Ergometrin 3x 0,125 mg
SF 2 x 1 tab
KIE
21
kuretase tidak didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu
pada pasien ini tidak didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang berbahaya
misalnya perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
22
BAB V
SIMPULAN
Telah dilaporkan kasus wanita 28 tahun, umur kehamilan 13 minggu 2 hari
mengalami perdarahan pervaginam. Penatalaksanaan awal pada kasus abortus
adalah melakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan
selanjutnya diperiksa apakah ada tanda-tanda syok. Untuk mengurangi resiko
perdarahan dan komplikasi lain yang mungkin timbul, maka pada kasus abortus
inkomplit ini dilakukan pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase, kemudian
diberikan medikamentosa seperti golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik.
Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan abortus inkomplit. Setelah
dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik dan dipulangkan 1
hari setelah kuretase. Penderita diberikan obat per oral yaitu Amoxicilin 3x500
mg mg, Asam Mefenamat 3x500 mg, Metil Ergometrin 3x1 tablet.
Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian
untuk mengetahui perkembangan penderita. Abortus inkomplit yang di evakuasi
lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi
T, Wiknjosastro GH (editor), In: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010.
2. Pedoman Diagnosis Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS
Sanglah Denpasar. 2003
3. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health
Profile
2003.
2003.Available
at:
http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-
4. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap
LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGrawHills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
5. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA:
McGraw-Hill Companies, 2003 : p. 45 55
6. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all.
Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.
7. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus
Abortion. American Family Physician. October 01 2005;72;1.
8. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In:
American Family Physician. December 1993.
9. Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In : Campbell S,
Monga A, editors. Gynaecology. London : Arnold, 2000 ; p. 102-6.
10. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.
11. Valley.V.T.Abortion,Incomplete.In:Emedicine.http://www.emedicine.com/emer
24