Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi
atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Menurut WHO (2008), Efusi
Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya.
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi merupakan suatu tanda
adanya penyakit. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5
20 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura
bergerak tanpa adanya gesekan antara kedua pleura saat bernafas. Penyakitpenyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah tubercolusis, infeksi paru
nontubercolusis, sirosis hati, gagal jantung kongesif.
Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema
utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negaranegara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per 100.000 orang.
Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita Efusi Pleura
terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Sementara di Negara berkembang seperti Indonesia, diakibatkan oleh infeksi
tubercolusis.
Menurut catatan medik rumah sakit dokter kariadi Semarang jumlah pravalensi
penderita efusi pleura bertambah setiap tahunnya yaitu terdapat 133 penderita
pada tahun 2001(medical record rsdk dr.kariadi 2002).[1] Sedangkan menurut
Berdasarkan data Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati selama 3
bulan terakhir (Mei Juli 2011) di Lantai IV Selatan Ruang IRNA B Gedung Teratai
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta didapatkan pasien yang dirawat
dengan Efusi Pleura sebanyak 20 kasus ( 3,61 % ) dari 544 kasus penyakit yang
ditemukan. Dan berdasarkan Depkes RI ( 2006 ), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 %
dari penyakit infeksi saluran napas lainnya[2].
Tingginya angka kejadian Efusi Pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk
memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat Efusi Pleura masih
sering ditemukan faktor resiko terjadinya Efusi Pleura karena lingkungan yang tidak
bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial
ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan
kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.
B.

Tujuan Penulisan

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.
1.

Anatomi dan Fisiologi Pleura


Definisi Efusi Pleura

Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ektravasasi cairan ke
dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis
yang terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera perietalis. Sehingga
dapat disimpulkan Efusi Pleura adalah ekstravasasi cairan yang terjadi di antara
lapisan viseralis perietalis. (Sudoyo, 2006)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura. (Imran Sumantri, 2008).[3]
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau
dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal,
ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai

pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi


(Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995).

2.

Anatomi Pleura

Pleura adalah membrane serosa yang licin, mengkilat, tipis, dan transparan yang
membungkus paru (pulmo). Membran ini terdiri dari 2 lapis:
a.
Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan
paru.
b.

Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding dada.

Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas :


1)

Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)

Merupakan pleura parietalis yg terletak di atas costa I namun tdk melebihi dr collum
costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial os.
Clavicula
2)

Pleura Parietalis pars Costalis

Pleura yg menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage costae, SIC/ ICS,


pinggir corpus vertebrae, dan permukaan belakang os. Sternum.
3)

Pleura Parietalis pars Diaphragmatica

Pleura yg menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yg dipisakan oleh fascia


endothoracica.
4)

Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)

Pleura yg menghadap ke mediastinum / terletak di bagian medial dan membentuk


bagian lateral dr mediastinum.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi
cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.
Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes

keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh
pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah.
Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yg disebut dg cavum
pleura. Dimana di dalam cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yg
berfungsi agar tdk terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernapasan. Rongga
pleura mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang
tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl dan 1.500 sel/ml. Sel cairan
pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel.
Sel polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat
kecil didalam cairan pleura. Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus
berjalan seimbang agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan.[4]
3.

Fisiologi Pleura

Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks kedalam paruparu, sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada
waktu istirahat (resting pressure) dalam posisi tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm
H2O; sedikit bertambah negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi
tekanan negatif meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O.
Selain fungsi mekanis, rongga pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan
fagositosis benda asing dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.
Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan
konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi kemungkinan besar
ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga pleura. Resorbsi terjadi
terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15
ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan
terjadinya pleural effusion.[5]

B.

Etiologi

Berdasarkan jenis cairan yang terbetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat dan
eksudat.
a.

Transudat

Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi


pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Transudat ini
disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik,
asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma
meig, hipoalbumenia, dialysis peritoneal, Hidrothoraks hepatik .
b.

Eksudat

Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan
dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru,
radiasi, penyakit kolagen.

Tabel 1 Perbedaan cairan transudat dan eksudat


Kriteria
transudat
eksudat
Warna
Kuning pucat, dan jernih
Jernih, keruh, purulen, dan hemoragik
Bekuan
-/+
Berat jernis
< 1018
> 1018
Leukosit
< 1000/ul
Bervariasi >1000/ul
Eritrosit
Sedikit
Biasanya banyak
Hitung jenis
MN (limfosit/mesotel)
Terutama PMN

Protein total
< 50 % serum
> 50 % serum
LDH
< 60 % serum
>60 % serum
Glukosa
- plasma
-/< plasma
Fibrinogen
0.3-4 %
4-6 % atau lebih
Amylase
>50% serum
Bakteri
-/+

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi dua yaitu
a.

Unilateral

Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya
b.

Bilateral

Effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini : Kegagalan


jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus
systemic, tumor dan tuberkolosis.[6]

C.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang menurut ( Tierney, 2002 dan Tucker 1998 ) adalah
1.

Sesak nafas

2.

Nyeri dada

3.

Kesulitan bernafas

4.

Peningkatan suhu tubuh jika terjadi infeksi

5.

Keletihan

6.

Batuk

Manifestasi klinis menurut Suzanne & Brenda, 2002 yang dapat ditemukan pada
Efusi Pleura adalah
a.

Demam

b.

Menggigil

c.

Nyeri dada pleuritis

d.

Dispnea

e.

Batuk Suara nafas ronchi

Manifestasi klinis menurut Irman Somantri, 2008 adalah


Kebanyakan efusi pleura bersifat asimpomatik, timbul gejala sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritik. Ketika efusi sudah membesae dan menyebar kemungkinan
timbul dispenea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan nafas
sesak. Tanda fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dullness pada
perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi yang terkena.
D.

Patofisiologi

Pada umumnya, efusi pleura terjadi karena pleura hamper mirip plasma (eksudat)
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma
(transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pleura parientalis sekunder (efek samping dari)
peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan pleura
normal adalah payah jantung kongesif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal
pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongesif.
Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh
tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostastik pada kapiler yang selanjutnya
menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh
darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura.
Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parientalis karena hipertensi kapiler
sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan abnormal cairan
pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi, hal tersebut berdasarkan
adanya penurunan pada tekanan onkontik intravaskuler (tekanan osmotic yang
dilakukan oleh protein)
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung
atas kekakuan relative paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernafasan
normal, dinding dada cenderung untuk recoil ke dalam (paru-paru tidak dapat
berkembang secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis).[7]

E.

Pathway

Etiologi

Transudat disebsbkab oleh


-payah jantung
-penyakit ginjal
-penyakit hati
Eksudat disebabkan oleh infeksi

Efusi Pleura

Pengumpulan cairan pada rongga pleura

Ekspansi paru-peru
menurun
Pertukaran O2
dialveoli
Normal cairan 10-20ml
Dyspnea
Sebagai pelicin gesekan
Pola nafas tidak efektif
Antara 2 pleura saat bernafas

Serosa jernih

Batuk

Darah

Nanah

cairan seperti
susu

F.

Komplikasi Klien dengan Efusi Pleura

1.

Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan
ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan
hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.
Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan
membrane-membran pleura tersebut.
2.

Atalektasis

Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3.

Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan.
Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4.

Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan
kolaps paru.[8]

G.

Pemeriksaan Penunjang

1.

Pemeriksaan diagnostic

a.

Rongent dada atau thoraxs

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari bagian medial. Bila
permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga
tersebut yang dapat berasal dari luar dan dari dalam paru paru itu sendiri.
b.

Torakoskopi (Fiber optik pleurascopy)

Dilakukan pada kasus kasus dengan neoplasma atau tuberkulosis pleura. Biasanya
dilakukan sedikit insisi pada dindidng dada (dengan resiko kecil terjadinya
pneumotoraks) cairan ditemukan penghisapan dan udara dimasukkan supaya dapat
melihat kedua pleura.

c.

Biopsi pleura

Pemeriksaan histologi atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan


50% - 75% diagnosa kasus kasus pluritistuberkulosa dan tumor paru.
d.

Ultrasonografi

Untuk menentukan adannya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat
membatu sebagai penentu waktu melakkukan aspirasi cairan tersebut, terutama
pada efusi yang terlokalisir.

2.

Pemeriksaan laboratorium

a.

Darah lengkap : Leukosit meningkat, Hemoglobin menurun, LED meningkat

b.

Kimia darah : Albumin menurun, protein total menurun

c.

Sputum : kultur, basil asam dan PH

d.

Sitologi cairan pleura.[9]

A.
1.

Penatalaksanaan
Medis

Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah


penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis).
a.
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.

b.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa
hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein
dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi
dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system
drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan
pengembangan paru.
c.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam
ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan
lebih lanjut.
d.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.[10]
2.

Keperawatan

a.
Memberikan posisi nyaman pada pasien dengan bagian kepala agak
ditinggikan.
b.

Memberikan manajemen nyeri seperti mengajarkan teknik relaksasi.

c.

Mengajarkan batuk efektif

d.

Mengatur posisi semi fowler agar pasien nyaman

3.

Diet

Tujuan diet pada pasien effusi pleura adalah memberikan makanan secukupnya,
mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet
pada pasien effusi pleura antara lain:
a.
energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang
normal.
b.

protein yang cukup yaitu 0,8 gram/KgBB

c.
lemak sedang yaitu 25-30 % dari kebutuhan energi total (10 % dari lemak
jenuh dan 15 % dari lemak tidak jenuh).
d.

vitamin dan mineral yang cukup.

e.

diet rendah garam (2-3 gram/hari).

f.

makanan mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas.

g.

serat yang cukup untuk menghindari konstipasi.

h.

cairan cukup 2 liter/hari

bila kebutuhan gizi dapat dipenuhi melalui makanan maka dapat diberikan berupa
makanan enteral, parenteral atau suplemen gizi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.
1.

Pengkajian Keperawatan
Biodata

Umur, alamat, pekerjaan


2.

Riwayat kesehatan

a.

Keluhan utama

Nyeri dada, sesak nafas, takipneu, hipoksemia


b.

Riwayat penyakit sekarang

Pasien dengan efusi pleura biasanya diawali dengan tanda-tanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan sejak kapan keluhan ini muncul, apa tindakan
yang dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
c.

Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC, pneumoni,
gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya factor predisposisia.
d.

Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit


yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura.
3.

Pola fungsional gardon yang terkait

a.

Pola butrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain itu
juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum pasien sebelum dan selama
MRS pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolism
akan terjadi akibat proses penyakit. Pasien dengan efusi pleura keadaan umumnya
lemah nutrisi dan metabolic.
b.

Pola persepsi sensori dan kognitif

Akibat dari efusi pleura adalah penekanan pada paru oleh cairan sehingga
menimbulkan rasa nyeri.
c.

Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan CO2 pada jaringan akan kurang terpenuhi dan akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Selain itu pasien juga akan
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri pada dada. Dan untuk memenuhi
kebutuhan ADLnyasebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
d.

Istirahat dan tidur

Karena adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahatnya.
4.

Pemeriksaan fisik

a.

Keadaan umum

b.

Tingkat kesadaraan: composmetis

c.

TTV:

: pasien tampak sesak nafas

RR : Takhipnea
N : Thakikardia
S

: jika ada infeksi bias hipertermia

TD : hipotensia
d.

Kepala: mesochepal

e.

Mata : conjungtiva enemis

f.

Hidung: sesak nafas, cuping hidung

g.

Dada : gerakan pernafasan berkurang

h.

Pulmo (paru-paru)

Inspeksi : terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas, tampak penggunaan
otot bantu nafas.
Palpasi

: vocal fremitus menurun

Perkusi : pekak (skonidulnes), menurun


Auskultasi : bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian
terkena.

yang

B.

Diagnosa Keperawatan

1.

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan paru.

2.

Ganggua rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri dada.

3.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.

4.

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

C.

Rencana Keperawatan dan Rasional Tindakan

Diagnosa keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasionalisasi
1.

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan paru.

Pola nafas kembali efektif


KH :
1.

Tidak ada dispenia

2.

Tidak ada penggunaan otot bantu nafas

3.

RR normal (16-20 x/menit)

1.

Observasi pernafasan khususnya bunyi nafas dan perkusi.

2.

Pertahankan posisi yang nyaman dengan kepala di tinggikan.

3.

Anjurkan klien agar tidak terlalu banyak aktivitas.

4.

Kolaborasi pemberian O2

1.

Bunyi nafas dapat menurun.

2.

Meningkatkan inspirasi maksimum.

3.

Aktivitas yang meningkat akan meningkatkan O2.

4.

Dapat membantu meningkatkan O2.

2.

Ganggua rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri dada.

Tidak ada nyeri dada.


KH :
1.

Keluhan nyeri berkurang

2.

Skala nyeri menurun

1.

Kaji perkembangan nyeri

2.

Ajarkan klien teknik relaksasi

3.

Beri posisi yang nyaman.

4.

Kolaborasi dengan pemberian analgetik.

1.

Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dialami.

2.

Untuk meringankan nyeri.

3.

Untuk memberikan kenyamanan klien.

4.

Untuk mengurangi rasa sakit.

3.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret

Jalan nafas menjadi efektif.


KH :
1.

Tidak ada pengumpulan secret.

2.

Tidak ada penggunaan alat bantu nafas.

1.

Observasi karakteristik batuk.

2.

Anjurkan batuk efektif.

3.

Berikan pasien posisi semi fowler.

1.

Untuk mengetahui apakah batuk menetap atau tidak efektif.

2.

Membantu pengeluaran secret.

3.

Membantu memaksimalkan ekspansi paru-paru

4.

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan.


KH :
1.

Nafsu makan meningkat.

2.

Porsi habis

3.

BB tidak turun habis.

1.

Observasi nafsu makan klien.

2.

Beri makan klien sedikit tapi sering.

3.

Beri tahu klien pentingnya nutrisi.

4.

Berikan diit TKTP

1.

Porsi makan yang tidak habis menunjukan nafsu makan yang belum baik.

2.

Meningkatkan masukan secara perlahan.

3.

Klien dapat memahami dan mau meningkatkan masukan nutrisi.

4.

Peningkatan energy dan protein pada tubuh sebagai pembangun.[11]

DAFTAR PUSTAKA

Dwipayana , I Made Krisna.2011.ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN


EFUSI PLEURA DEXTRA,(Online),( http://crisnacash23. blogspot
.com/2011/08/asuhan-keperawatan-pada-tn-m-dengan.html, diakses 15 Oktober
2012)
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1311
http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdlkurniasafi-5149&PHPSESSID=1e67af6fa4bdd962b254ed311c991538
Nn.2012.Jenis Cairan Pleura,(Online),(http://worldhealthbokepzz.blogspot.no/2012/03/jenis-cairan-pleura.html, diakses 15 Oktober 2012)
Nn.2011.ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA,(Online),
(http://nursecharisma.blogspot.no/2011/02/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan_16.html, diakses 15 Oktober 2012)
Nn.2012.Anatomi Fisiologi Pleura,(Online),(http://medicina-islamicalg.blogspot.no/2012/02/anatomi-fisiologi-pleura.html, diakses 15 Oktober 2012)
Noviyanto ,Dwi.2011. ASKEP Effusi Pleura,(Online),
(http://blogedwinoviyanto.blogspot.no/2011/06/askep-effusi-pleura.html, diakses 15
Oktober 2012)
Rasyid, Ahmad.2012.ANATOMI FISIOLOGI PLEURA DAN MEKANISME EFUSI,(Online),
(http://edisampetondok.blogspot.no/2012/01/anatomi-fisiologi-pleura-danmekanisme.html, diakses 15 Oktober 2012)
somantri ,Irman.2008.asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
pernafasan. Jakarta:salemba medika

Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernapasan masih menduduki


peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Efusi
pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan Efusi
pleura sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya
lebih merupakan symptom atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah
suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi
ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995,
Waspadji Sarwono (1999, 786)
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya
neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari
organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik,
hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh, 1998, 68)
Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru. Jika efusi luas, expansi
paru akan terganggu dan pasien akan mengalami sesak, nyeri dada, batuk non
produktif bahkan akan terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah gagal

nafas. Kondisi-kondisi tersebut diatas tidak jarang menyebabkan kematian pada


penderita efusi pleura.
Berdasarkan data dari medical record di UPF ilmu penyakit paru RSUD Dr. Soetomo
tahun 1998, didapatkan data bahwa effusi pleura menduduki peringkat kedua
setelah TB paru dengan jumlah kasus yang datang sebanyak 364 orang dan angka
mortalitasnya mencapai 26 orang. Sedangkan tahun 1999 menduduki peringkat ke
lima dengan angka mortalitasnya mencapai 31 orang dan prosentase 8,0% dari 387
kasus efusi pleura yang ada, sementara tahun 2000 mencapai 7,65% dari 366 kasus
efusi pleura dan menduduki peringkat kedua setelah TB paru atau angka
mortalitasnya mencapai 38 orang, (medical record RSUD Dr Soetomo tahun 2000).
Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul baik masalah aktual maupun
potensial akibat adanya efusi pleura antara lain adalah ketidak efektifan pola nafas,
gangguan rasa nyaman, gangguan pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat,
kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, gangguan pemenuha kebutuhan
nutrisi yang menyebabkan penurunan berat badan pasien serta masih banyak lagi
permasalahan lain yang mungkin timbul.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

KONSEP DASAR

1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit
paru, 1994, 111).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
a.

Anatomi

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru
kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru
kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD,
1995, 121).
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru
dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).

Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua
lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal
menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut
pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.
b.

Fisiologi

Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti bernafas lagi
mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan
carbon dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2
merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan.
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :
1)

Ventilasi

Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2
tahap :
Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi terjadi dengan
adanya kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang menyebabkan
volume thorax membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan udara
masuk ke dalam paru.
Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-otot
expirasi relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis menekan
intra pleura dan volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga
udara keluar dari paru.
2)

Pertukaran gas di dalam alveol dan darah.

3)

Transport gas

Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan
bantuan darah (aliran darah).
4)
Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan.Metabolisme
penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang juga disebut pernafasan
seluler. (Alsagaff H, Abdul Moekty, 1995, 15).
Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke
yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya
tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat
sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak
secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga
pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka
kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka
secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior

dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis disamping adanya
keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura
viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena
ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang
jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).
c.

Etiologi

Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava
superior, tumor, sindroma meig.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya,
paru, radiasi, penyakit kolagen.
3) Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,
tuberkulosis.

tumor, ifark
infark paru,

4) Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakitpenyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark
paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
d.

Patofisiologi

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan
bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma,
bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif
intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase
limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler
paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi
cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan
osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan
(4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari
rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran
protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc,
1997, 623-624).

2.
a.

Dampak Masalah
Dampak masalah terhadap individu

Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura akan
mengalami suatu perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu
menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau pengobatan dan
perawatan. Pada umumnya Px dengan effusi pleura akan tampak sakit, suara nafas
menurun adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan
yang lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada akibat adnya
akumulasi cairan di kavum pleura.
b.

Dampak masalah terhadap keluarga

Pada umumnya keluarga pasien akan merasa dituntut untuk selalu menjaga dan
memenuhi kebutuhan pasien. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit
sehingga keluarga pasien akan memberi perhatian yang lebih pada pasien. Keluarga
menjadi cemas dengan keadaan pasien karena mungkin sebagai orang awam
keluarga pasien kurang mengerti dengan kondisi pasien dan tentang bagaimana
perawatannya. Lamanya perawatan pasien banyaknya biaya pengobatan
merupakan masalah bagi pasien dan keluarganya terlebih untuk keluarga dengan
tingkat ekonomi yang rendah.
Secara langsung peran pasien sesuai statusnya pun akan mengalami perubahan
bahkan gangguan selama pasien dirawat di rumah sakit.

B.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan


hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut
yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat
dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah
keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu
sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang
membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).
1.

Pengkajian

Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :

a.

Identitas Pasien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b.

Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari


pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik
akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk
dan bernafas serta batuk non produktif.
c.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhankeluhannya tersebut.
d.

Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e.

Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit


yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
f.

Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya


serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
g.
1)

Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan


Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan


persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan

merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor


predisposisi timbulnya penyakit.
2)

Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga
perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan
terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya
lemah.
3)

Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan
defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik
otot-otot tractus degestivus.
4)

Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
5)

Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,
dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6)

Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus
suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
7)

Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba
mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin

akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.


Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8)

Pola sensori dan kognitif

Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.
9)

Pola reproduksi seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu
untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya
masih lemah.
10) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress
dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan
dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
h.
1)

pemeriksaan fisik
Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien
terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan
dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan
pasien.
2)

Sistem Respirasi

Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis

ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada,
kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i e artinya bila
penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau,
yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
3)

Sistem Cardiovasculer

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya
denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4)

Sistem Pencernaan

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35
kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal
tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar,
asites, vesika urinarta, tumor).
5)

Sistem Neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan
bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6)

Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan

capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7)

Sistem Integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit,
pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan
sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit
(dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor
kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
i.

Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium


1.

Pemeriksaan Radiologi

Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa
terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus.
Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc,
frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan
dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan
memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990,
786-787).
2.

Biopsi Pleura

Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui
biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel
ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor
pleura) (Soeparman, 1990, 788).
j.

Pemeriksaan Laboratorium

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :


a.

Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat

Eksudat

Kadar protein dalam effusi 9/dl

<3

>3

Kadar protein dalam effusi

< 0,5

> 0,5

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam effusi (1-U)


Kadar LDH dalam effusi

< 200

> 200

< 0,6

> 0,6

Kadar LDH dalam serum


Berat jenis cairan effusi

< 1,016

Rivalta

> 1,016

Negatif

Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan


pleura :
Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma
Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b.

Analisa cairan pleura

Transudat

: jernih, kekuningan

Eksudat

: kuning, kuning-kehijauan

Hilothorax

: putih seperti susu

Empiema

: kental dan keruh

Empiema anaerob

: berbau busuk

Mesotelioma

: sangat kental dan berdarah

c.

Perhitungan sel dan sitologi

Leukosit 25.000 (mm3):empiema


Banyak Netrofil

: pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru

Banyak Limfosit

: tuberculosis, limfoma, keganasan.

Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan

jamur

Eritrosit
: mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak
kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit >
100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak

: Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.

Sitologi
: Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan
sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat
mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)

d.

Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, Ecoli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap
kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %
(Soeparman, 1998: 788).
Analisa Data
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga
dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi pleura.
Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.

2.

Diagnosa Keperawatan

Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil


pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi
diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi
pleura antara lain :
1.
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan
Martin Tucleer, dkk, 1998).
2.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan
akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara
Engram, 1993).
3.
Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
4.
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap
dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
5.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

6.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan
dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)

3.

Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk


mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994,
16)

1.

Diagnosa Keperawatan I

Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru


sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal,
pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi
nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
a.

Identifikasi faktor penyebab.

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis


effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b.
Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita
dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c.
Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
d.
Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.

e.

Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paruparu.
f.

Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g.
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta
foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan
dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

2.

Diagnosa Keperawatan II

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan


dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak
nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a.

Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.

Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,


kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi
bagi tubuh.
b.

Auskultasi suara bising usus.

Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya


gangguan pada fungsi pencernaan.
c.

Lakukan oral hygiene setiap hari.

Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d.

Sajikan makanan semenarik mungkin.

Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.


e.

Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan
memudahkan reflek.
f.

Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP

Rasional : Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan
antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
g.
Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity,
ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam
lemak dalam tubuh.

3.

Diagnosa Keperawatan III

Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan
: Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga
tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas
teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan :
a.
Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi
fowler.
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak
kerjasama dalam perawatan.
a.

Ajarkan teknik relaksasi

Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan


b.

Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.

Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat


bermanfaat dalam mengatasi stress.
c.

Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.

Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik


d.

Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi
klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
e.

Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

4.

Diagnosa Keperawatan IV

Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
nyeri pleuritik.
Tujuan

: Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40
menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
a.

Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.

Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar
peredaran O2 dan CO2.
b.
Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan
pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
c.

Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.

Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.


d.

Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.

Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi


pasien.
5.

Diagnosa Keperawatan V

Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan


(keadaan fisik yang lemah).
Tujuan

: Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
a.
Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas
serta adanya perubahan tanda-tanda vital.
Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas.
a.

Bantu Px memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.


b.

Awasi Px saat melakukan aktivitas.

Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.


c.

Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.


d.
Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
e.

Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan


pasien pada kondisi normal.
6.

Diagnosa Keperawatan VI

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan


kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
a.

Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.

b.
PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik.
c.
Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan
perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
Rencana tindakan :
a.

Kaji patologi masalah individu.

Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan


pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi
terapeutik.
b.

Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.

Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
c.
Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh,
nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi.
d.

Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).

Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan


dapat mencegah kekambuhan.
4.

Pelaksanaan

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap


pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien.

Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan
yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

5.

Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi


adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a.

Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.

b.

Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

c.

Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

d.
Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk
mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
e.
Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti
sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat
yang merawatnya.
f.

Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.

g.
Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang
berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak
menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan
pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University
Press, Surabaya ; 1995

Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2,


Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995

Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit


Buku Kedokteran EGC ; 1999

Ganong F. William, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 1998

Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ; 1995

Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991

Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar Dasar Diagnostik Fisik Paru,
Surabaya; 1994
Lismidar,proses keperawatan H,dkk, Proses keperawatan, AUP, 1990

Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999

/.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF
Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994

B.AC,Syaifudin, Anatomi dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992

Soeparman A. Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990

Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien, Jakarta EGC ; 1998

Soedarsono, Guidelines of Pulmonology, Surabaya ; 2000


Tweet
Share
Share
Share
Share

ABOUT SICHESSE

Di blog ini juga Saya membagikan beberapa hasil karya tulis Saya seperti yang bisa
sobat baca secara gratis. Harapan Saya yaitu semoga blog ini dapat memberikan
kontribusi yang bermanfaat bagi sobat semua.

undefined

undefined

undefined

undefined
NEXT
EFUSI PLEURA
PREVIOUS
EFFUSI PLEURA MALIGNA

Conversion Emotic

Makalah Diabetes MellitusBAB I

PENDAHULUAN
A. Latar BelakangDiabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai
oleh ketiadaan absolute insulinatau insensivitas terhadap insulin. Diabetes mellitus
disebabkan oleh oenurunan kecepataninsulin oleh sel-sel beta pula Langerhans.
Biasanya dibagi dalam dua jenis berbeda: diabetes javanilis, yang biasanya tetapi
tak selalu, dimulai mendadak pada awal kehidupan dandiabetes dengan awitan
maturitas yang dimulai di usia lanjut dan terutama pada orangkegemukan.Penderita
penyakit diabetes mellitus dapat meninggal karena penyakit yang dideritanya
ataukarena komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit ini, misalnya penyakit ginjal,
gangguan jantung dan gangguan saraf. Penyebab diabetes mellitus dapat
disebabkan oleh berbagai hal,dan juga terdapat berbagai macam tipe diabetes
mellitus. Ada beberapa gejala yangditiimbulkan bagi penderita diabetes mellitus,
serta cara mengobatinya. Kesemuanya akandibahas di dalam makalah ini.B.
Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dari makalah yang dibuat, yaitu:1. Apa
itu diabetes mellitus?2. Berapa macam penyakit diabetes mellitus?3. Apa penyebab
dari diabtes mellitus?4. Apa gejala-gejala penderita diabetes mellitus?5. Bagaimana
cara pengobatan penderita penyakit diabetes mellitus?C. TujuanAdapun tujuan
pembuatan makalah, yaitu untuk mengetahui lebih spesifik mengenai
penyakitdiabetes mellitus.

D. ManfaatAdapun manfaat yang diperoleh, yaitu dapat mengetahui mengenai


penyakit diabetesmellitus, penyebab penyakit, gejala penyakit, dan pengobatan
untuk penyakit diabetesmelltus, serta komplikasi dari penyakit.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes
adalah kata Yunani yang berarti mengalirkan/ mengalihkan (
siphon
).
Mellitus
adalah kata Latin untuk madu, atau gula. Diabetes mellitus adalah penyakit di
manaseseorang mengeluarkan/mengalirkan sejumlah besar urin yang terasa
manis.Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon
yangmengakibatkan sel-sel dalam tubuh tidak dapat menyerap glukosa dari darah.
Penyakit initimbul ketika di dalam darah tidak terdapat cukup insulin atau ketika selsel tubuh kita dapat bereaksi normal terhadap insulin dalam darah.B. Tipe Diabetes
MellitusTerdapat tiga macam tipe diabetes mellitus, yaitu:1. Diabetes Mellitus Tipe
IDiabetes mellitus tipe I adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolute
insulin.Penyakit ini disebut diabetes mellitus dependen insulin (DMDI). Pengidap
penyakit ini harusmendapatkan insulin pengganti. Diabetes tipe I biasanya dijumpai
pada orang yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan
laki-laki sedikit lebih banyak daripada wanita. Karena insidens diabetes tipe I
memuncak pada usia remaja dini, makadahulu bentuk ini disebu sebagai diabetes
juvenile. Namun, diabetes tipe I dapat timbul padasegala usia.2. Diabetes Mellitus
Tipe IIDiabetes mellitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas sel
terhadapinsulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang
normal. Karenainsulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pancreas, maka diabetes
mellitus tipe II dianggap

sebagai noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe II


biasanyatimbul pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun, dan dahulu disebut
sebagai diabetesawitan dewasa. Pasien wanita lebih banyak daripada pria.3.
Diabetes GestasionalDiabetes gestasiional terjadi pada wanita hamil yang
sebelumnya tidak mengidap diabetes.Sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini
akan kembali ke status nondiabetes setelahkehamilan berakhir. Namun, risiko
mengalami diabetes tipe II pada waktu mendatang lebih besar daripada normal.C.
Etiologi1. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe IDiabetes tipe I diperkirakan timbul akibat

destruksi otoimun sel-sel beta pulau Langerhansyang dicetuskan oleh lingkungan.


Serangan otoimun dapat timbul setelah infeksi virusmisalnya gondongan (
mumps
), rubella, sitomegalovirus kronik, atau setelah pajanan obat atautoksin (misalnya
golongan nutrosamin yang terdapat pada daging yang diawetkan.2. Etiologi
Diabetes Mellitus Tipe IIDiabetes mellitus tipe II tampaknya berkaitan dengan
kegemukan. Selain itu, pengaruhgeneti, yang menentukan kemungkinan seseorang
mengidap penyakit ini, cukup kuat.Diperkirakan bahwa terdapat suatu sifat genetik
yang belum teridentifikasi yangmenyebabkan pancreas mengeluarkan insulin yang
berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara kedua tidak dapat
berespons secara adekuat terhadap insulin. Jugamungkin terdapat kaitan genetic
antara kegemukan dan tangsangan berkepanjangan reseptor-reseptor insulin.
Rangsangan berkepanjangan atas reseptor-reseptor tersebut dapatmenyebabkan
penurunan jumlah reseptor insulin yang terdapat di sel-sel. Hal ini disebut
downregulation
.3. Etiologi Diabetes GestasionalPenyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan
dengan peningkatan kebutuhan energi dankadar estrogen dan hormone
pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama kehamilan.Hormon pertumbuhan
dan estrogen merangsang pengeluaran insulin dan dapat menyebabkan
Job BoardAboutPressBlogPeopleTermsPrivacyCopyright We're Hiring! Help Center
Find new research papers in:PhysicsChemistryBiologyHealth SciencesEcologyEarth
SciencesCognitive ScienceMathematicsComputer ScienceEngineering
Academia 2015
gambaran sekresi berlebihan insulin seperti diabetes tipe II yang akhirnya
menyebabkan penurunan responsivitas sel. Hormon pertumbuhan memiliki
beberapa efek anti-insulin,misalnya perangsangan glikogenolisis (penguraian
glikogen) dan penguraian jaringan lemak.Semua faktor ini mungkin berperan
menimbulkan hiperglikemia pada diabetes gestasional.Wanita yang mengidap
diabetes gestasional mungkin sudah memiliki gangguan subklinis pengontrolan
glukosa bahkan sebelum diabetesnya muncul.D. Gejala Diabetes MellitusGejala
awal diabetes adalah penderita merasa lemas, tidak bertenaga, ingin makanan
yangmanis, sering buang air kecil, dan mudah sekali merasa haus. Dan setelah
jangka panjangtanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi
kronis, seperti:- Gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaanGangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal- Gangguan pada
jardiovaskula, disertai lesi membrane basalis yang dapat diketahuidengan
pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron- Gangguan pada sistem saraf
hingga disfungsi autonom,

foot ulcer
, amputasi,
charcit joint
, dan disfungsi seksual.Dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria,
dan hiperosmolar nonketotik yangdapat berakibat pada stupor dan koma. Kata
diabetes mellitus itu sendiri mengacu padasimtoma yang disebut glikosuria, atau
kencing manis, yang terjadi jika tidak segeramendapatkan perawatan.E.
PengobatanTujuan pengobatan diabetes mellitus adalah secara konsisten
menormalkan kadar glukosadarah dengan variasi minimum. Penelitian-penelitian
erakhir mengisyaratkan bahwamempertahankan glukosa darah senormal dan
sesering mungkin dapat mengurangi angkakesakitan dan kematian. Tujuan ini
dicapai melalui berbagai cara, yang masing-masingdisesuaikan secara individual.1.
Insulin: pengidap diabetes tipe I memerlukan terapi insulin. Tersedia berbagai
jenisinsulin dengan asal dan kemurnian yang berbeda-beda.insulin juga berbedabeda dalam aspek saat awitan kerja, waktu puncak kerja, dan lama kerja. .pengidap
diabetes tipe II, walaupundianggap tidak bergantung insulin, juga dapat
memperoleh manfaat dari terapi insulin. Pada pengidap diabetes tipe II, mungkin
terjadi defisiensi pelepasan insulin atau insulin yangdihasilkan kurang efektif karena
mengalami sedikit perubahan.

2. Pendidikan dan kepatuhan terhadap diet: adalah komponen penting lain pada
pengobatan diabetes tipe I dan II. Rencana diet diabetes dihitung secara individual
bergantung pada kebutuhan pertumbuhan, rencana penurunan berat (biasanya
untuk pasiendiabetes tipe II), dan tingkat aktivitas. Distribusi kalori biasanya 5060% dari karbohidratkompleks, 20% dari protein, dan 30% dari lemak. Diet juga
mencakup serat, vitamin, danmineral. Sebagian penderita diabetes tipe II
mengalami pemulihan kadar glukosa darahmendekati normal hanya dengan
intervensi diet karena adanya peran faktor kegemukan.3. Program Olahraga:
terutama untuk pengidap diabetes tipe II, adalah intervensi terapetik ketiga untuk
diabetes mellitus. Olahraga, digabung dengan pembatasan diet, akan mendorong
penurunan berat dan dapat meningkatkan kepekaan insulin. Untuk kedua tipe
diabetes,olahraga terbukti dapat meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel
sehingga kadar glukosadarah turun. Olahraga juga dapat meningkatkan kepekaan
sel terhadap insulin.F. Komplikasi Akut1. Ketoasidosis Diabetes, adalah suatu
komplikasi akut yang hampir selalu dijumpai pada pengidap diabetes tipe I. kelainan
inni ditandai oleh perburukan dastis semua gejala diabetes.Ketoasidosis dapat
timbul setelah stress fisik misalnya kehamilan atau penyakit akut atautrauma.
Individu dengan ketoasidosis diabetes sering mengalami mual dan nyeri
abdomen.Dapat tibmul muntah-muntah, yang memperparah dehidrasi ekstrasel
dan ibtrasel. Kadar kalium tubuh total turun akibat poliura berkepanjangan dan

muntah-muntah.2. Efek Somogyi, ditandai oleh penuruna unit kadar glukosa darah
pada malam hari, diikutioleh penigkatan rebound pada paginya. Penyebab
hipoglikemia malam hari kemungkinan besar berkaitan dengan penyuntikan insulin
di sore harinya. Pengobatan untuk efek fomogyiditujukan untuk memanipulasi
penyuntikan insulin sore hari sedemikian sehingga tidak menimbulkan hipoglikemia.
Intervensi diet juga dapat mengurangi efek somogyi.3. Fenomena Fajar (
dawn phenomenon
), adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5dan 9) yang tampaknya
disebabkan oleh peningkatan sikadian kadar glukosa pada pagi hari.Fenomena ini
dapat dijumpai pada pengidap diabetes tipe I dan tipe II.
BAB III

PENUTUP
A. KesimpulanDari makalah yang dibuat, dapat disimpulkan bahwa Diabetes
mellitus adalah penyakit yangdisebabkan oleh kelainan hormon yang
mengakibatkan sel-sel dalam tubuh tidak dapatmenyerap glukosa dari darah.
Penyakit ini timbul ketika di dalam darah tidak terdapat cukupinsulin atau ketika selsel tubuh kita dapat bereaksi normal terhadap insulin dalam darah.Paling sedikit
terdapat tiga bentuk diabetes mellitus: tipe I, tipe II, dan diabetes gestasional.

Gejala awal dari diabetes adalah merasa lemas, tidak bertenaga, ingin sering
makan, dansering buang air kecil. Untuk pengobatan dapat dilakukan dengan
penyuntukan insulin, pendidikan dan kepatuhan terhadap diet, dan program
olahraga. Diabetes mellitus dapatterjadi komplikasi akut. Macam-macam komplikasi
akut, yaitu ketoasidosis diabetes, efek somogyi, dan fenomena fajar.B.
SaranSebaiknya mahasiswa(i) harus lebih memahami mengenai penyakit diabetes
mellitus, besertadengan gejala dan pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC
Guyton. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit . Jakarta: EGC
Irianto, Kus. 2004.Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Bandung:

Anda mungkin juga menyukai