Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan.
h. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja.
i.
Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya
keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya. 75
BAB III
KAITAN ANTARA PELARANGAN GRATIFIKASI
TERHADAP PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA
A. Latar Belakang, Konsep, Definisi dan Prinsip-Prinsip Dasar Good
Corporate Governance Dalam Pengelolaan Badan Usaha Milik Negara
75
http://www.kesad.mil.id/index.php?option=com_content&view=article&id=170:gratifik
asi&catid=52:umum, 18 April 2010, pkl 16.28
1. Latar Belakang
Dalam suatu negara, korporasi memegang suatu peranan sentral dalam
sistem perekonomian. Korporasi menjalankan fungsi-fungsi produksi dan
distribusi barang dan jasa. Korporasi juga memegang peranan penting karena
terlibat secara langsung dalam proses alokasi sumber daya alam yang bersifat
ekonomis bagi masyarakat. Peranan ini sangat penting mengingat keberadaan
sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas dan oleh karenanya
harus dapat dialokasikan seoptimal mungkin.
Pada dasarnya korporasi atau perusahaan didirikan oleh pemilik
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (profit motive) dan tujuantujuan lain yang diinginkan pemilik, termasuk sustainable profit. Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang mayoritas atau bahkan seratus persen
sahamnya dimiliki pemerintah diharapkan mampu menjadi penggerak
(powerhouse)
perekonomian
Indonesia
dan
sumber
peningkatan
76
efisien,
menghasilkan
nilai
ekonomi
jangka
panjang
yang
79
OECD dalam Siswanto Sutojo & E Jhon Aldridge, Good Corporate Governance,
(Jakarta : PT. Damar Mulia Pustaka, 2005), hlm:2.
80
Bank Dunia dalam Amin Widjaja Tunggal, Tata Kelola Perusahaan Teori dan Kasus,
(Jakarta : Harvarindo, 2008), hlm: 4
81
Ibid, hlm:7.
yaitu
pertanggungjawaban
kejelasan
organ
fungsi,
sehingga
pelaksanaan
pengelolaan
dan
perusahaan
yaitu
kesesuaian
di
dalam
pengelolaan
yang
aman
dalam
pencatatan
kepemilikan
(ownership registration);
2) Mengalihkan (convey) atau pemindahan saham;
3) Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan
pada waktu yang tepat dan berkala;
4) Berpartisipasi dan memberi suara dalam rapat umum
pemegang saham;
5) Memilih anggota dewan komisaris (board of directors);
6) Mendapatkan pembagian laba perusahaan.
b. Pemegang saham mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam, dan
secara memadai diberi informasi tentang keputusan yang berkaitan
dengan perubahan perusahaan yang fundamental, seperti :
1) Perubahan anggaran dasar (statute atau articles of
incorporation) atau dokumen sejenis dari perusahaan;
2) Otoritas tambahan saham; dan
3) Transaksi-transaksi yang luar biasa sebagai akibat dari
penjualan perusahaan.
c. Pemegang
saham
harus
mempunyai
kesempatan
untuk
Amin Widjaja Tunggal, Tata Kelola Perusahaan Teori dan Kasus, (Jakarta :
Harvarindo, 2008), hlm:12-19
sepadan
dengan
kepemilikan
ekuitas
mereka
harus
diungkapkan.
e. Markets for corporate control harus dapat berfungsi dalam
keadaan yang efisien dan transparan.
1) Aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang mempengaruhi
akuisisi tentang pengendalian korporat dalam pasar modal,
untuk
melindungi
manajemen
dari
kelembagaan,
harus
akuntabilitas/tanggungjawab.
f. Pemegang
saham,
termasuk
investor
dapat
memperoleh
informasi
tentang
hak
perlakuan
yang
sama
bagi
seluruh
kerja
mekanisme
corporate
penguatan
governance
kinerja
memperbolehkan
(performance-enchancing
material
yang
keputusan
dewan
komisaris
dapat
mempengaruhi
saham,
mencakup
penyalahgunaan
aktiva
integritas
akuntasi
dan
sistem
pelaporan
baik
perusahaan-perusahaan
publik
maupun
perusahaan-
bisnis
kepentingan
yang
mengutaman
stakeholders,
dan
kelangsungan
menghindari
hidup
cara-cara
perusahaan,
menciptakan
Ibid, hlm: 4
87
kemandirian
dan
akuntabilitas.
Agar
tidak
terjadi
88
yaitu pada Pasal 5 ayat (3) : Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi
harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan
serta
wajib
transparansi,
melaksanakan
prinsip-prinsip
kemandirian,
akuntabilitas,
profesionalisme,
efisiensi,
pertanggungjawaban,
serta
kewajaran. 90
Selain itu juga telah dikeluarkan Keputusan Menteri BUMN No. 103 Tahun
2002 tentang Pembentukan Komite Audit.
Badan Pengawas Pasar Modal melalui Surat Edarannya No. SE-03/PM/2000
telah merekomendasikan pada perusahaan publik untuk memiliki Komite
Audit.
Khusus untuk perbankan, termasuk juga bank BUMN, Bank Indonesia juga
telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum.
Dalam Road Map Reformasi BUMN, terdapat visi dan misi dari
Kementrian BUMN yang dirumuskan dalam Master Plan BUMN tahun 20022006 adalah Menjadikan BUMN sebagai badan usaha yang tangguh dalam
persaingan global dan mampu memenuhi harapan stakeholders.
Sedangkan misinya adalah :
1. melaksanakan reformasi dalam ruang lingkup budaya kerja, strategi dan
pengelolaan
usaha
untuk
mewujudkan
profesionalisme
dengan
90
91
dan
kewenangan
atau
seharusnya.
Istilah konflik ini secara etimologis berasal dari bahasa Latin con
yang berarti bersama, dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya. 92
bahwa konflik merupakan proses yang mulai ketika individu atau kelompok
mempersepsi terjadinya perbedaan atau opisisi antara dirinya dengan individu
atau kelompok lain mengenai minat dan sumber daya, keyakinan, nilai atau
paktik-praktik lainnya. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa konflik adalah suatu hasil persepsi individu ataupun kelompok yang
masing-masing kelompok merasa berbeda dan perdebaan ini menyebabkan
adanya pertentangan dalam ide ataupun kepentingan, sehingga perbedaan ini
menyebabkan terhambatnya keinginan atau tujuan pihak individu atau
kelompok lain. 93
93
http://suryanto.blog.unair.ac.id/2010/02/02/mengenal-beberapa-definisi-konflik/,
06
Agustus 2010, pkl 17.32 WIB
94
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/279788/, 06 Agustus 2010,
pkl 17.32 WIB
Direksi
yang
berpihak
kepada
suatu
pihak
akibat
pengaruh/hubungan dekat/ketergantungan
2. Pengeluaran ijin oleh Direksi kepada suatu pihak yang mengandung unsur
ketidakadilan atau pelanggaran terhadap hukum atau atas subyektivitas
Direksi
3. Pengangkatan personil pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas
jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat terkait
4. Pemilihan partner/rekanan kerja perusahaan berdasarkan keputusan
pejabat terkait yang tidak profesional
strategik
harus
dipublikasikan,
sehingga
akan
mengurangi
95
Amin Widjaja Tunggal, Tata Kelola Perusahaan Teori dan Kasus, (Jakarta
:Harvarindo, 2008), hlm:7
96
Ibid,hlm: 8
Ibid,hlm: 7
I. Nyoman Tjager. dkk, Op.cit, hlm :52
wewenang;
menyadari
akan
adanya
tanggungjawab
sosial;
perlakuan
dari
perusahaan
terhadap
pihak-pihak
yang
Ibid,hlm 52
Amin Widjaja Tunggal, Op.cit, hlm:7
100
dunia
usaha
development)
dalam
adalah
pengembangan
dengan
berkelanjutan
mengembangkan
program
101
bentuk
obligasi
moral
dan
etika
perusahaan
terhadap
104
105
Ibid.
satu program CSR selain juga dalam pelaksanaan GCG dari suatu korporasi.
Hal ini dikarenakan korupsi sudah menjadi masalah sosial yang harus segera
diberantas. Maksud dan tujuan memasukkan larangan gratifikasi sebagai
salah satu program CSR adalah untuk mencegah terjadinya praktek korupsi di
dalam badan korporasi melalui gratifikasi, juga sebagai pemenuhan atas
prinsip-prinsip GCG yang akan dilanggar melalui praktik gratifikasi ini.
Selain itu, program ini juga untuk mengedukasi para stakeholders untuk
menghindarkan diri dari perbuatan korupsi yang dapat merugikan dengan
cara meningkatkan taraf moral stakeholders dan masyarakat.
BAB IV
LARANGAN GRATIFIKASI DALAM RANGKA GOOD
CORPORATE GOVERNANCE DI PTPN III
Sejarah Perseroan diawali dengan proses pengambilalihan perusahaanperusahaan perkebunan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958
yang dikenal sebagai proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing
menjadi
Perseroan
Perkebunan
Negara
(PPN).
Tahun
1968,
PPN
(PNP) yang selajutnya pada tahun 1974 bentuk badan hukumnya diubah
menjadi PT Perkebunan (Persero).
Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegitan usaha perusahaan
BUMN, Pemerintah merestrukturisasi BUMN subsektor perkebunan dengan
melakukan penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan
perampingan struktur organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan
manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN Perkebunan yang terdiri dari PT
Perkebunan III (Persero), PT Perkebunan IV (Persero) , PT Perkebunan V
(Persero) disatukan pengelolaannya ke dalam manajemen PT Perkebunan
Nusantara III (Persero).
Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1996 tanggal
14 Pebruari 1996, ketiga perseroan tersebut digabung dan diberi nama PT
Perkebunan Nusantara III (Persero) yang berkedudukan di Medan, Sumatera
Utara.
PT Perkebunan Nusantara III (Persero) didirikan dengan Akte Notaris
Harun Kamil, SH, No. 36 tanggal 11 Maret 1996 dan telah disahkan Menteri
Kehakiman
Republik
Indonesia
dengan
Surat
Keputusan
No.
C2-
2.
Status Perusahaan
106
4. Tujuan Perusahaan
Meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham dan mensejahterakan
karyawan melalui pelaksanaan program secara sinergis dari semua pihak yang terkait
terutama dukungan dan peran serta segenap karyawan melelui kerja keras, disiplin,
kesungguhan dn ketekunan, kerjasama yang serasi dan terpadu, penuh dedikasi dan
loyalitas, serta sikap proaktif yang konsisten dan berkesinambungan. 109
107
Ibid.
Ibid.
109
Ibid.
108
5. Kebun-kebun
PTPN III memiliki 32 unit usaha kebun, sebagai berikut:
Tabel 1.
Unit Usaha Kebun PTPN III
1. Sungai Putih
2. Tanah raja
3. Sarang Ginting
14. Sei
Dadap/Hessa
4. Silau Dunia
26. Hapesong
5. Rambutan/Sei
bamban
16. Ambalutu
6. Gunung Pamela
28. Torgamba
7. Gunung Monako
8. Gunung para
9. Bangun
Sumber :
http://www.ptpn3.c
o.id
6. Unit-unit Kegiatan/Usaha
Selain unit usaha kebun PTPN III juga memiliki sejumlah 26 unit pabrik
pengolahan
Tabel 2.
Unit-Unit Kegiatan /Usaha PTPN III
1.
Pabrik CPO
10 unit
2.
Pabrik RSS
3 unit
3.
4 unit
4.
3 unit
5.
Pabrik Kakao
5 unit
6.
Industri Karet
1 unit
Sumber : http://www.ptpn3.co.id
Kelapa Sawit
CPO
: 399.858 ton
Inti Sawit
: 95.836 ton
Industri Karet
Karet gelang
: 2.400 ton
Rubber articles
: 29 ton
Rubber fender
: 2 ton
Rubber cowmats
: 24 ton
Conveyor belt
: 14 ton
Toy balloon
: 68 ton
Rubber gloves
: 400 ton
Rubber thread
: 7.200 ton
Resiprene
: 700 ton
Karet
RSS
Cutting
SIR 3 CV
SIR 3 L
SIR 3 WF
: 2.885 ton
: 6 ton
: 2.329 ton
: 1.250 ton
: 155 ton
SIR 10
: 12.334 ton
SIR 20
: 1.370 ton
Sediment
: 1.496 ton
Kakao
: 7.749 ton
Sumber : http://www.ptpn3.co.id
Tabel 4.
Bagan Organisasi PTPN III
Sumber : http://www.ptpn3.co.id
melaksanakan
aktivitasnya,
PTPN
III
telah
berupaya
yang
disampaikan
oleh
direksi
kepada
dewan
komisaris
serta
penelaahan
atas
efektivitas
pengendalian
internal
perusahaan,
e. menelaah tingkat kepatuhan Perusahaan terhadap peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, dan
f. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan adanya kesalahan dalam
keputusan rapat direksi. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan oleh
komite audit atas biaya Perusahaan.
oleh
dewan
komisaris
untuk
melaksanakan
tugas
Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh Komisaris
Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta
menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Komite Audit mempunyai fungsi membantu Dewan
Komisaris untuk :111
a. meningkatkan kualitas Laporan Keuangan
b. menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi
d. Mengidentifikasi
hal-hal
yang
memerlukan
perhatian
Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas.
111
112
113
Ibid.
didalamnya
memberikan
rekomendasi
mengenai
Ibid.
KEP-117/M-MBU/2002
tentang
penerapan
praktek
Good
Corporate
115
tentang
peningkatan
efektivitas
internal
auditor
untuk
116
didukung
oleh
bukti
yang
cukup
dan
dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Dewan Kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
C. Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
1. Pemberian sanksi atas pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan
oleh karyawan diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang
sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Pemberian sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi dan
Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku.
3. Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap
terjadinya pelanggaran pedoman ini.
Terhadap kasus yang bersifat suap atau dalam hal ini yang termasuk
korupsi, sesuai dengan Code of Conduct PTPN III, dalam Komitmen Atas HalHal Khusus bagian F poin 1 (satu) dan 4 (empat), maupun kasus-kasus
pelanggaran lainnya, PTPN III mempunyai mekanisme dalam penjatuhan
117
Hasil wawancara dengan Ibu Anastasia Indriyani, bidang Manajemen Risiko PTPN
III.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
Berdasarkan uraian-uraian pada Bab-Bab sebelumnya, selanjutnya
dapat dirumuskan sebagai jawaban permasalahan sebagai berikut :
1. Latar belakang pelarangan gratifikasi di BUMN, sesuai dengan prinsip
Good Corporate Governance adalah untuk menjaga independensi,
transparansi dan akuntabilitas dari BUMN. Dengan demikian, melalui
kebijakan ini, perusahaan dapat semakin meningkatkan value serta kinerja
dan pada akhirnya dapat menguntungkan semua stakeholder dan
masyarakat.
BUMN
sebagai
salah
satu
penggerak
utama
roda
B. Saran.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat diajukan saran sebagai berikut :
1. Perusahaan harus meningkatkan standar etika bagi para eksekutifnya,
terutama
dalam
hal-hal
yang
dapat
memotivasi
ataupun
dapat
terbentuk
self
awareness
bagi
para
stakeholder
untuk