Anda di halaman 1dari 57

g.

Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan.
h. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja.
i.

Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya
keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya. 75

Seluruh pemberian tersebut diatas, dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, apabila


ada hubungan kerja atau kedinasan antara pemberi dengan pejabat yang
menerima, dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau
kedudukan pejabat tersebut.

BAB III
KAITAN ANTARA PELARANGAN GRATIFIKASI
TERHADAP PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA
A. Latar Belakang, Konsep, Definisi dan Prinsip-Prinsip Dasar Good
Corporate Governance Dalam Pengelolaan Badan Usaha Milik Negara
75

http://www.kesad.mil.id/index.php?option=com_content&view=article&id=170:gratifik
asi&catid=52:umum, 18 April 2010, pkl 16.28

Universitas Sumatera Utara

1. Latar Belakang
Dalam suatu negara, korporasi memegang suatu peranan sentral dalam
sistem perekonomian. Korporasi menjalankan fungsi-fungsi produksi dan
distribusi barang dan jasa. Korporasi juga memegang peranan penting karena
terlibat secara langsung dalam proses alokasi sumber daya alam yang bersifat
ekonomis bagi masyarakat. Peranan ini sangat penting mengingat keberadaan
sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas dan oleh karenanya
harus dapat dialokasikan seoptimal mungkin.
Pada dasarnya korporasi atau perusahaan didirikan oleh pemilik
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (profit motive) dan tujuantujuan lain yang diinginkan pemilik, termasuk sustainable profit. Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang mayoritas atau bahkan seratus persen
sahamnya dimiliki pemerintah diharapkan mampu menjadi penggerak
(powerhouse)

perekonomian

Indonesia

dan

sumber

peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Secara sederhana, BUMN diharapkan mampu


memberikan kontribusi berharga bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders). 76
Namun dalam aktivitasnya, korporasi atau BUMN tidak terlepas dari
masalah-masalah, baik secara internal maupun eksternal. Rendahnya
penerapan Good Corporate Governance biasanya menjadi salah satu masalah
yang kerap muncul. Masalah lain yang juga acap kali terjadi adalah adanya
praktik korupsi di dalam tubuh BUMN atau korporasi, yang bukan hanya

76

I. Nyoman Tjager. dkk, Op.cit, hlm: 186

Universitas Sumatera Utara

menyerang dan menimbulkan kekacauan pada daya tahan perusahaan, tetapi


juga membuat daya tahan perekonomian Indonesia ambruk.
Maraknya praktik korupsi di BUMN disebabkan oleh beberapa hal.
Lingkungan bisnis yang memungkinkan untuk melakukan, rendahnya
regulasi dan pengawasan, minimnya edukasi dan tingkat moral pada pegawai
BUMN, menjadi pemicu maraknya praktik korupsi di BUMN.
Dengan demikian, praktik korupsi sangat bertentangan dengan prinsipprinsip Good Corporate Governance (GCG), sehingga diperlukan regulasi
yang jelas, baik dari sisi internal perusahaan (soft law) maupun dari
pemerintah yang melarang adanya praktik korupsi di dalam korporasi
ataupun BUMN.

2. Definisi dan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance


Pertama kali, Istilah corporate goverance diperkenalkan oleh Cadbury
Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadburry
Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang
menentukan praktik Corporate Gorvernance di seluruh dunia 77. Cadbury
Committee mendefinisikan corporate governance sebagai: A set of rules
that define the relationship between shareholder, managers, creditors, the
government, employees and other internal and external stakeholders in
respect to their rights and responsibilities 78
The Organization for Economic Corporation and Development (OECD),
mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: Corporate
77

Siswanto Sutojo & E Jhon Aldridge, Op.cit, hlm: 4.


Hassel Nogi S. Tangkilisan, Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance,(
Yogyakarta: Balairung&Co, 2003), hlm:12
78

Universitas Sumatera Utara

governance is the system by which business corporations are directed and


control. The corporate governance structure specifies the distributian of right
and responsibilities among different participant in the corporattion, such as
the board, the managers, shareholders and other staheholder, and spells out
the rule and procedure for making decision on corprate affairs. By doing this,
it also provides the structure through which the company objectives are
set,and the means of attaining those objectives and monitoring
performance 79
Sedangkan menurut Bank Dunia, yang dimaksud dengan Corporate
Governance ialah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib
dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja
secara

efisien,

menghasilkan

nilai

ekonomi

jangka

panjang

yang

berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar


secara keseluruhan. 80
Menurut Ernst & Young, Corporate Governance consists of an interrelatedset of mechanisms comprising institutional shareholders,boards of
directors and commissioners, managers remunerate according to
performance, the market for corporate control, ownership structure, financial
structure, relational investors, and product market competition. A companys
management of its business risks if of crucial importance ( corporate
governance terdiri atas sekumpulan mekanisme yang saling berkaitan yang
terdiri dari pemegang saham institusional, dewan direksi dan komisaris, para
manager yang dibayarkan berdasarkan kinerjanya, pasar sebagai pengendali
perseroan, struktur kepemilikan, struktur keuangan, investor terkait dan
persaingan produk. Manajemen perusahaan terhadap risiko bisnis merupakan
hal yang sangat penting) 81
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan
Corporate Governance sebagai: seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang, pengurus (pengendali) perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan

79

OECD dalam Siswanto Sutojo & E Jhon Aldridge, Good Corporate Governance,
(Jakarta : PT. Damar Mulia Pustaka, 2005), hlm:2.
80
Bank Dunia dalam Amin Widjaja Tunggal, Tata Kelola Perusahaan Teori dan Kasus,
(Jakarta : Harvarindo, 2008), hlm: 4
81
Ibid, hlm:7.

Universitas Sumatera Utara

Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua


pihak yang berkepentingan (stakeholders). 82

Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance


Dalam konteks tumbuhnya kesadaran akan arti penting Corporate
Governance ini, Organization for Economic Corporation and Development
(OECD) telah mengembangkan seperangkat prinsip-prinsip Good Corporate
Governance yang mencakup :
1. Landasan hukum yang diperlukan untuk menjamin penerapan good
corporate governance secara efektif (ensuring the basis for an
effective corporate governance framework),
2. Hak pemegang saham dan fungsi pokok kepemilikan perusahaan (the
rights of shareholders and key ownership functions),
3. Perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham (the equitable
treatment of shareholders),
4. Peranan the stakeholders dalam corporate governance (the role of
stakeholders in corporate governance),
5. Prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan
(disclosure and transparency), dan
6. Tanggung jawab Dewan Pengurus (the responsibilities of the Board) 83
Seiring dengan itu, pemerintah Republik Indonesia melalui Kantor
Kementrian BUMN telah mengeluarkan berbagai keputusan yang mewajibkan
BUMN-BUMN menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance,
82
83

I. Nyoman Tjager. dkk, Op.cit, hlm: 26.


Siswanto Sutojo & E Jhon Aldridge,Op.cit, hlm: 9-10.

Universitas Sumatera Utara

misalnya Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tentang


penerapan praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dimana di dalamnya juga dijabarkan prinsip-prinsip good
corporate governance yang sejalan dengan prinsip-prinsip yang dirumuskan
oleh OECD yaitu:
1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan.
2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
3. Akuntabilitas,

yaitu

pertanggungjawaban

kejelasan
organ

fungsi,

sehingga

pelaksanaan

pengelolaan

dan

perusahaan

terlaksana secara efektif.


4. Pertanggungjawaban,

yaitu

kesesuaian

di

dalam

pengelolaan

perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan


prinsip-prinsip korporasi.
5. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 84
Kelima prinsip Corporate Governance OECD di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut: 85
84

I. Nyoman Tjager. Dkk, Op.cit, hlm: 53

Universitas Sumatera Utara

1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham.


Kerangka kerja corporate governance harus dapat melindungi hakhak pemegang saham :
a. Hak-hak pemegang saham mencakup :
1) Metode

yang

aman

dalam

pencatatan

kepemilikan

(ownership registration);
2) Mengalihkan (convey) atau pemindahan saham;
3) Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan
pada waktu yang tepat dan berkala;
4) Berpartisipasi dan memberi suara dalam rapat umum
pemegang saham;
5) Memilih anggota dewan komisaris (board of directors);
6) Mendapatkan pembagian laba perusahaan.
b. Pemegang saham mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam, dan
secara memadai diberi informasi tentang keputusan yang berkaitan
dengan perubahan perusahaan yang fundamental, seperti :
1) Perubahan anggaran dasar (statute atau articles of
incorporation) atau dokumen sejenis dari perusahaan;
2) Otoritas tambahan saham; dan
3) Transaksi-transaksi yang luar biasa sebagai akibat dari
penjualan perusahaan.
c. Pemegang

saham

harus

mempunyai

kesempatan

untuk

berpartisipasi secara efektif dan member suara dalam rapat umum


85

Amin Widjaja Tunggal, Tata Kelola Perusahaan Teori dan Kasus, (Jakarta :
Harvarindo, 2008), hlm:12-19

Universitas Sumatera Utara

pemegang saham (general shareholder meetings) dan harus diberi


informasi tentang aturan-aturan, mencakup prosedur pemberian
suara, yang mempengaruhi rapat umum pemegang saham, yaitu :
1) Para pemegang saham harus dilengkapi dengan informasi
yang memadai dan tepat waktu yang berkaitan dengan
tanggal, tempat, dan agenda rapat umum, dan juga
informasi yang lengkap dan tepat waktu tentang masalahmasalah yang akan diputuskan dalam rapat;
2) Peluang harus diberikan kepada pemegang saham untuk
menanyakan tentang dewan komisaris dan mencantumkan
hal-hal dalam agenda rapat umum, dengan bergantung pada
pembatasan-pembatasan yang masuk akal;
3) Pemegang suara harus dapat member suara secara pribadi
atau in absentia, dan pengaruh yang sama harus diberikan
terhadap suara apakah dilakukan secara pribadi atau in
absentia.
d. Struktur modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu
untuk memperoleh suatu tingkat pengendalian yang tidak seimbang
atau

sepadan

dengan

kepemilikan

ekuitas

mereka

harus

diungkapkan.
e. Markets for corporate control harus dapat berfungsi dalam
keadaan yang efisien dan transparan.
1) Aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang mempengaruhi
akuisisi tentang pengendalian korporat dalam pasar modal,

Universitas Sumatera Utara

dan transaksi-transaksi yang luar biasa seperti merger,dan


penjualan porsi yang substansial dari aktiva korporat, harus
secara jelas diungkapkan agar investor memahami hak
mereka. Transaksi harus terjadi pada harga yang transparan
dan di bawah kondisi yang wajar dan melindungi hak dari
seluruh pemegang saham sesuai dengan kelompoknya;
2) Alat-alat yang anti pengambilalihan seharusnya tidak
digunakan

untuk

melindungi

manajemen

dari

kelembagaan,

harus

akuntabilitas/tanggungjawab.
f. Pemegang

saham,

termasuk

investor

mempertimbangkan biaya dan manfaat untuk melaksanakan hak


pemberian suara (voting rights).
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham.
Kerangka kerja corporate governance harus memastikan perlakuan
yang sama (equitable treatment) terhadap seluruh pemegang saham,
mencakup pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Semua
pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk memperoleh ganti
rugi pelanggan (redress for violation) yang efektif atas hak-hak mereka :
a. Semua pemegang saham dari kelompok yang sama harus
diperlakukan secara sama rata/adil :
1) Dalam setiap kelompok, semua pemegang saham harus
mempunyai hak pemberian suara yang sama. Semua
investor

dapat

memperoleh

informasi

tentang

hak

Universitas Sumatera Utara

pemberian suara yang melekat pada seluruh kelompok


saham sebelum saham tersebut dibeli;
2) Suara harus diberikan Kustodian atau nominess dalam suatu
keadaan sesuai dengan manfaat pemilik saham;
3) Proses dan prosedur untuk rapat pemegang saham harus
memungkinkan

perlakuan

yang

sama

bagi

seluruh

pemegang saham. Prosedur perusahaan seharusnya tidak


mengakibatkan terlalu sulit atau mahal untuk memberikan
suara.
b. Praktik-praktik insider trading dan self dealing yang bersifat
penyalahgunaan harus dilarang.
c. Anggota Dewan Komisaris (board of directors) dan manajer
disyaratkan untuk mengungkapkan setiap kepentingan yang
material dalam transaksi-transaksi atau hal-hal yang mempengaruhi
perusahaan.
3. Peranan stakeholders dalam corporate governance.
Kerangka kerja corporate governance harus mengakui hak-hak
stakeholders seperti yang ditetapkan hukum dan mendorong kerjasama
yang aktif antara perusahaan dan stakeholders dalam menciptakan
kemakmuran (creating wealth), pekerjaan dan kelangsungan dari
perusahaan yang sehat secara finansial sehat :
a. Kerangka kerja corporate governance harus memastikan hak-hak
stakeholders yang dilindungi hukum dihargai.

Universitas Sumatera Utara

b. Apabila kepentingan stakeholders dilindungi oleh hukum, maka


stakeholder harus mempunyai kesempatan untuk memperoleh ganti
rugi pelanggaran yang efektif dari hak-hak mereka.
c. Kerangka

kerja

mekanisme

corporate

penguatan

governance

kinerja

memperbolehkan

(performance-enchancing

mechanism) untuk partisipasi stakeholders.


d. Apabila stakeholders berpartisipasi dalam proses corporate
governance, maka mereka harus mempunyai akses terhadap
informasi yang releven.
4. Keterbukaan dan transparansi.
Kerangka kerja corporate governance harus memastikan bahwa
pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan terhadap semua hal
yang material berkaitan dengan perusahaan, mencakup situasi keuangan,
kinerja, kepemilikan dan tata kelola perusahaan.
a. Pengungkapan mencakup, akan tetapi terbatas pada, informasi
yang material:
1) Hasil keuangan dan operasi perusahaan.
2) Tujuan perusahaan.
3) Kepemilikan saham utama dan hak-hak pemberian suara.
4) Anggota Dewan komisaris (board of directors) dan
eksekutif kunci dan remunerasi mereka.
5) Faktor-faktor risiko material yang dapat diperkirakan.
6) Isu

material

yang

berkaitan dengan pekerja dan

stakeholders yang lain.

Universitas Sumatera Utara

7) Struktur dan kebijakan tata kelola.


b. Informasi harus disiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan
standar akuntansi, pengungkapan keuangan dan non-keuangan, dan
audit yang bermutu tinggi.
c. Audit tahunan harus dilaksanakan oleh auditor independen agar
memberi keyakinan eksternal dan obyektif atas cara laporan
keuangan disusun dan disajikan.
d. Saluran penyebaran informasi harus memberikan akses yang wajar,
tepat waktu dan efisien biaya terhadap informasi yang relevan
untuk pemakai.
5. Akuntabilitas dewan komisaris.
Kerangka corporate governance harus memastikan pedoman
strategis perusahaan, pemonitoran manajemen yang efektif oleh dewan
komisaris, dan akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan
pemegang saham.
a. Anggota dewan komisaris bertindak dengan dasar informasi yang
lengkap, itikad baik, penelitian yang cermat dan hati-hati, dan
kepentingan yang paling baik bagi perusahaan dan pemegang
saham.
b. Apabila

keputusan

dewan

komisaris

dapat

mempengaruhi

kelompok pemegang saham yang berbeda dengan cara yang


berbeda, dewan komisaris harus memperlakukan semua pemegang
saham secara layak.

Universitas Sumatera Utara

c. Dewan komisaris harus memastikan ketaatan terhadap hukum yang


berlaku dan mempertimbangkan kepentingan stakeholders.
d. Dewan komisaris harus memenuhi fungsi-fungsi kunci tertentu,
mencakup :
1) Menelaah dan mengarahkan strategi korporat, rencana
tindakan utama, kebijakan risiko, anggaran tahunan dan
rencana usaha, menetapkan sasaran kinerja, memonitor
implementasi dan kinerja korporat, dan mengawasi
pengeluaran modal yang pokok, akuisisi dan divestures.
2) Memilih, memberi kompensasi, memonitor dan, bila perlu,
mengganti eksekutif kunci dan mengawasi perencanaan
suksesi (succession planning).
3) Menelaah eksekutif kunci dan remunerasi dewan komisaris,
dan memastikan suatu proses nominasi dewan komisaris
yang formil dan transparan.
4) Memonitor dan mengelola benturan kepentingan yang
potensial dari manajemen, anggota dewan komisaris dan
pemegang

saham,

mencakup

penyalahgunaan

aktiva

korporat dan penyalahgunaan dalam transaksi-transaksi


pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related party
transactions).
5) Meyakini

integritas

akuntasi

dan

sistem

pelaporan

keuangan perusahaan, mencakup audit independen dan


sistem pengendalian yang tepat berjalan, khususnya sistem

Universitas Sumatera Utara

pemonitoran risiko, pengendalian keuangan, dan ketaatan


terhadap hukum.
6) Memonitor efektifitas praktik-praktik tata kelola yang
beroperasi dan melakukan perubahan-perubahan bila perlu.
7) Mengawasi proses pengungkapan dan komunikasi.
e. Dewan komisaris harus dapat melaksanakan pertimbangan yang
obyektif tentang urusan korporat secara independen, khususnya
terhadap manajemen.
1) Dewan komisaris harus mempertimbangkan menugaskan
sejumlah dewan komisaris non-eksekutif yang memadai
untuk melakukan pertimbangan yang independen tentang
tugas-tugas dimana terdapat suatu potensial benturan
kepentingan. Contoh dari tanggung jawab penting demikian
adalah pelaporan keuangan, nominasi dan remunerasi
eksekutif dan dewan komisaris.
2) Anggota dewan komisaris harus mencurahkan waktu yang
memadai terhadap tanggungjawab mereka.
f. Agar dapat memenuhi tanggungjawab mereka, anggota dewan
komisaris harus mempunyai akses terhadap informasi yang akurat,
relevan dan tepat waktu.

B. Dasar Hukum Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada


Badan Usaha Milik Negara di Indonesia

Universitas Sumatera Utara

Dalam praktiknya di masa lalu, banyak korporasi ataupun BUMN yang


masih berfokus pada mencari profit dengan cara-cara yang tidak dapat dapat
dianggap sehat. Tingkat moral para pelaku usaha berada pada titik yang amat
rendah demi mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya yang mendorong
terjadinya praktik bad corporate governance termasuk di dalamnya
korupsi,kolusi dan nepotisme. Hal inilah yang pada kemudian hari menjadi
alasan runtuhnya banyak korporasi dan BUMN-BUMN pada masa krisis
ekonomi 1998.
Dengan demikian tidak ada pilihan lain bahwa korporasi-korporasi di
Indonesia

baik

perusahaan-perusahaan

publik

maupun

perusahaan-

perusahaan terbukadi pasar modal harus mulai melihat good corporate


governance bukan sebagai aksesoris belaka, tetapi suatu sistem nilai dan best
practices yang sangat fundamental bagi peningkatan modal perusahaan dan
menuntut pendekatan holistik dalam penerapannya. 86
Penerapan good corporate governance (GCG) dapat didorong dari tiga
sisi, yaitu etika, pasar dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven)
datang dari kesadaran individu-individu pelaku bisnis untuk menjalankan
praktik

bisnis

kepentingan

yang

mengutaman

stakeholders,

dan

kelangsungan

menghindari

hidup

cara-cara

perusahaan,
menciptakan

keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan (regulatory driven)


memaksa perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Yang ketiga ialah berupa market driven, dimana lebih
menekankan pada kinerja pasar, dimana masyarakat dan investor menilai
86

Ibid, hlm: 4

Universitas Sumatera Utara

sebuah perusahaan dari kinerja (performance), jika ada dorongan pasar


(market driven) maka akan terbentuk sebuah sistem di pasar yang secara
otomatis akan memberikan penghargaan dan penilaian yang lebih tinggi pada
perusahaan yang terbukti menerapkan GCG dan memiliki kinerja baik, juga
menghukum mereka yang tidak, dengan terefleksikan pada penurunan harga
saham perusahaan, atau penurunan kepercayaan investor dan masyarakat
internasional kepada suatu negara. 87

Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance


(KNKCG) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor:
KEP/31/M.EKUIN/08/1999 telah mengeluarkan Pedoman Good Corporate
Governance (GCG) yang pertama. Pedoman tersebut telah beberapa kali
disempurnakan, terakhir pada tahun 2001. Yang menjadi dasar hukum
penerapan good corporate governance dalam BUMN ialah dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri BUMN No.23 Tahun 2000, tanggal
31 Mei 2000, tentang Pengembangan Praktik Good Corporate Governance
Perusahaan Perseroan yang kemudian disempurnakan melalui Surat
Keputusan Menteri BUMN No Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002
tentang penerapan praktik GCG pada BUMN, dimana dalam Pasal 2 ayat (1)
ditentukan bahwa BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan atau
menjadikan GCG sebagai landasan operasional. Ini berarti khusus BUMN

87

I. Nyoman Tjager. Dkk, Op.cit, hlm: 8

Universitas Sumatera Utara

merupakan kewajiban dan BUMN dijadikan contoh dalam penerapan GCG di


Indonesia. 88
Dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut, diharapkan
pelaksaaan GCG di BUMN dapat terlaksana dengan baik. Namun ternyata
peraturan-peraturan tersebut dirasa belum cukup oleh sebagian pihak akan
pengelolaan BUMN. Mereka menilai prinsip good corporate governance
dalam beberapa kasus diabaikan oleh manajemen. Sehingga pada tanggal 19
Juni 2003 di sahkan UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. Peraturan ini
diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan
restrukturisasi, privatisasi, penerapan GCG serta korporatisasi di BUMN. Karena

Apabila berbicara mengenai good corporate governance, sudah sewajarnya


BUMN sebagai satu

motor utama penggerak perekonomian lebih

meningkatkan profesionalisme melalui penerapan prinsip transparansi,


kewajaran,

kemandirian

dan

akuntabilitas.

Agar

tidak

terjadi

kesalahpahaman, semua pihak perlu kiranya memahami karakteristik UU


BUMN, yaitu bahwa UU BUMN bersifat komplementer/melengkapi
terhadap UUPT serta hanya mengatur sistem pengelolaan dan pengawasan
serta restrukturisasi dan privatisasi. Hal yang lebih penting lagi adalah bahwa
pengaturan mengenai Persero mengacu kepada UUPT serta UU BUMN tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang sektoral. 89
Dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN ini terdapat
ketentuan untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance

88

Ibid, hlm: 206.


http://www.isicom.or.id/publikasi_detail.asp?Pub_ID=15&nav=pubdetail, 01 Agustus
2010, pkl 17.23 WIB
89

Universitas Sumatera Utara

yaitu pada Pasal 5 ayat (3) : Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi
harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan
serta

wajib

transparansi,

melaksanakan

prinsip-prinsip

kemandirian,

akuntabilitas,

profesionalisme,

efisiensi,

pertanggungjawaban,

serta

kewajaran. 90
Selain itu juga telah dikeluarkan Keputusan Menteri BUMN No. 103 Tahun
2002 tentang Pembentukan Komite Audit.
Badan Pengawas Pasar Modal melalui Surat Edarannya No. SE-03/PM/2000
telah merekomendasikan pada perusahaan publik untuk memiliki Komite
Audit.
Khusus untuk perbankan, termasuk juga bank BUMN, Bank Indonesia juga
telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum.

Dalam Road Map Reformasi BUMN, terdapat visi dan misi dari
Kementrian BUMN yang dirumuskan dalam Master Plan BUMN tahun 20022006 adalah Menjadikan BUMN sebagai badan usaha yang tangguh dalam
persaingan global dan mampu memenuhi harapan stakeholders.
Sedangkan misinya adalah :
1. melaksanakan reformasi dalam ruang lingkup budaya kerja, strategi dan
pengelolaan

usaha

untuk

mewujudkan

profesionalisme

dengan

berlandaskan kepada prinsip-prinsip good corporate governance di dalam


pengelolaan BUMN.

90

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

Universitas Sumatera Utara

2. Meningkatkan nilai perusahaan melalui restrukturisasi, privatisasi dan


kerjasama usaha antar BUMN berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang
sehat.
3. Meningkatkan daya saing melalui inovasi dan peningkatan efisiensi untuk
dapat menyediakan produk barang dan jasa yang berkualitas dengan harga
yang kompetitif serta pelayanan yang bermutu tinggi.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN kepada negara.
5. Meningkatkan peran BUMN dalam kepedulian terhadap lingkungan
(community development) dan pembinaan koperasi, usaha kecil dan
menengah dalam program kemitraan. 91

C. Gratifikasi Sebagai Pemicu Konflik Kepentingan ( Conflict of Interest )


Dalam Perusahaan (BUMN)

Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, gratifikasi dapat


bersifat positif maupun negatif. Dalam arti positif, gratifikasi merupakan
suatu pemberian yang bersifat tulus tanpa didasari adanya keinginan untuk
mendapatkan balasan. Namun, dalam arti negatif, gratifikasi merupakan suatu
pemberian yang didasari pada suatu balas jasa pada suatu waktu dimasa yang
akan datang, atau dengan kata lain pemberian yang menanamkan budi buruk
bagi si penerima, apalagi diketahui bahwa sipenerima adalah orang yang
mempunyai posisi strategis dalam pengambilan kebijakan dari suatu lembaga

91

I. Nyoman Tjager. Dkk, Loc.cit, hlm:199

Universitas Sumatera Utara

pemerintah ataupun korporasi. Sehingga dengan adanya gratifikasi tersebut,


dapat diperoleh suatu kesempatan untuk melakukan kegiatan memperkaya
diri sendiri ataupun korporasi dengan cara melawan hukum. Pemberian
gratifikasi, biasanya dilakukan karena adanya interaksi kepentingan antara si
pemberi terhadap si penerima.
Akibat dari pemberian dari gratifikasi bagi sipenerima adalah dengan
munculnya konflik kepentingan. Konflik kepentingan adalah situasi dimana
seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan

dan

kewenangan

atau

berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki

diduga memiliki kepentingan pribadi

atas setiap penggunaan wewenang

yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi

kualitas dan kinerja yang

seharusnya.
Istilah konflik ini secara etimologis berasal dari bahasa Latin con
yang berarti bersama, dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya. 92

De Dreu dan Gelfand menyatakan bahwa conflict as a process that


begins when an individual or group perceives differences and opposition
between itself and another individual or group about interests and resources,
beliefs, values, or practices that matter to. Dari definisi tersebut tampak
92

http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik, 06 Agustus 2010, pkl 17.32 WIB

Universitas Sumatera Utara

bahwa konflik merupakan proses yang mulai ketika individu atau kelompok
mempersepsi terjadinya perbedaan atau opisisi antara dirinya dengan individu
atau kelompok lain mengenai minat dan sumber daya, keyakinan, nilai atau
paktik-praktik lainnya. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa konflik adalah suatu hasil persepsi individu ataupun kelompok yang
masing-masing kelompok merasa berbeda dan perdebaan ini menyebabkan
adanya pertentangan dalam ide ataupun kepentingan, sehingga perbedaan ini
menyebabkan terhambatnya keinginan atau tujuan pihak individu atau
kelompok lain. 93

Konsep dan definisi konflik kepentingan menurut OECD (2003)


adalah a conflict between the public duty and private interests of a public
official, in which the public officials private-capacity interests could
improperly influence the performance of their official duties and
responsibilities. 94
Konsep konflik kepentingan dalam sistem hukum administrasi dan
hukum pidana di Indonesia belum berakar. Bahkan sejarah pemerintahan
Indonesia membuktikan bahwa praktik konflik kepentingan merupakan suatu
hal yang biasa. Misalnya saja seorang Direktur Jenderal Departemen
Keuangan dapat merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.

93

http://suryanto.blog.unair.ac.id/2010/02/02/mengenal-beberapa-definisi-konflik/,
06
Agustus 2010, pkl 17.32 WIB
94
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/279788/, 06 Agustus 2010,
pkl 17.32 WIB

Universitas Sumatera Utara

Demikian pula kajian mengenai konflik kepentingan dan dampaknya


terhadap tindak pidana korupsi juga masih sangat miskin. Padahal,
berdasarkan UU No 7 Tahun 2006, Indonesia telah meratifikasi United
Nation Convention Anti-Corruption (UNCAC) yang salah satu pasalnya
adalah penanganan konflik kepentingan sebagai langkah pemberantasan
korupsi. Ketentuan konflik kepentingan diatur dalam Konvensi PBB
Menentang Korupsi (UNCAC), khususnya Pasal 7 ayat 4 dan Pasal 8 ayat 5.
Pasal 7 ayat 4 UNCAC menyebutkan bahwa "Setiap negara peserta wajib,
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dari hukum nasionalnya, berusaha keras
mengadopsi, memelihara, dan memperkuat sistem-sistem yang meningkatkan
transparansi dan mencegah konflik-konflik kepentingan".
Selanjutnya, Pasal 8 ayat 5 UNCAC berbunyi "Setiap negara peserta
wajib berusaha keras untuk di mana cocok dan sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar hukum nasionalnya, menetapkan tindakan-tindakan dan sistem yang
mewajibkan pejabat-pejabat publik membuat pernyataan-pernyataan kepada
otoritas-otoritas yang tepat mengenai antara lain kegiatan-kegiatan mereka di
luar pekerjaan, investasi-investasi, aset-aset, dan hadiah-hadiah atau
keuntungan-keuntungan yang berarti, yang dapat menimbulkan konflik
kepentingan".
Suatu pemberian atau gratifikasi, dapat menimbulkan konflik
kepentingan bagi si penerima, baik disadari atau tidak. Maksud dari hal ini,
bahwa gratifikasi dapat menjadi sebuah niat dari si penerima untuk
memberikan keuntungan bagi si pemberi karena dimasa yang akan datang
diharapkannya sebuah balasan atas perbuatannya, baik dalam bentuk

Universitas Sumatera Utara

gratifikasi, maupun dalam bentuk lainnya. Sedangkan dalam hal tidak


disadari, si penerima merasa perlu untuk membalas budi yang telah
ditanamkan oleh si pemberi, tanpa disadari bahwa maksudnya adalah untuk
memberi keuntungan bagi si pemberi dikemudian hari.
Dengan demikian, perlu adanya suatu perubahan mendasar dalam
paradigma para pembuat kebijakan atau keputusan sehingga dapat membuat
suatu keputusan atau kebijakan yang bebas dari pengaruh konflik
kepentingan, sehingga dapat menciptakan suatu hasil yang maksimal atas
keputusannya. Pemberian edukasi yang tepat bagi para pembuat kebijakan
dan pemberian suatu komitmen untuk tidak melakukan tindakan yang
berpotensi konflik kepentingan adalah langkah yang seharusnya dilakukan
oleh semua korporasi ataupun BUMN. Sehingga tindakan-tindakan yang
dapat merugikan bagi korporasi, khususnya korupsi, dapat diminimalisasi
demi kepentingan semua pihak terutama para stakeholder.
Bentuk konflik kepentingan yang sering terjadi dalam BUMN ialah :
1. Kebijakan

Direksi

yang

berpihak

kepada

suatu

pihak

akibat

pengaruh/hubungan dekat/ketergantungan
2. Pengeluaran ijin oleh Direksi kepada suatu pihak yang mengandung unsur
ketidakadilan atau pelanggaran terhadap hukum atau atas subyektivitas
Direksi
3. Pengangkatan personil pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas
jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat terkait
4. Pemilihan partner/rekanan kerja perusahaan berdasarkan keputusan
pejabat terkait yang tidak profesional

Universitas Sumatera Utara

D. Pelanggaran Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Sebagai Akibat


Dari Penerimaan Gratifikasi

Corporate governance memiliki prinsip-prinsip dalam pelaksaaannya


sehingga dapat memberi dan meningkatkan nilai atau value dari sebuah
korporasi bagi para stakeholdernya. Namun seringkali hal tersebut
tersampingkan atau tidak terlaksana akibat hal-hal yang ada di dalam
korporasi itu sendiri ataupun akibat dari human factor yang menjadi
penggerak dalam korporasi. Dalam hal ini, akan dibahas secara khusus faktor
manusia, terutama yang berkaitan dengan gratifikasi.
Pertama, pelanggaran prinsip keterbukaan (disclosure and transparency).
Dalam pelaksanaan good corporate governance, prinsip keterbukaan
ini berkaitan dengan informasi kinerja korporasi baik ketepatan waktu
maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, decision making, control,
fairness, quality, standardization, efficiency time & cost). Transparansi adalah
keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Dengan
transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami
bagaimana dan atas dasar apa keputusan-keputusan tertentu dibuat serta
bagaimana perusahaan dikelola.. namun, hal tersebut tidak berarti masalahmasalah

strategik

harus

dipublikasikan,

sehingga

akan

mengurangi

keunggulan bersaing perusahaan. 95

95

Amin Widjaja Tunggal, Tata Kelola Perusahaan Teori dan Kasus, (Jakarta
:Harvarindo, 2008), hlm:7

Universitas Sumatera Utara

Pelanggaran yang kerap terjadi seiring dengan gratifikasi terhadap


prinsip ini ialah pemberian informasi yang tidak sesuai dari perusahaan
sehingga memberikan gambaran yang menyesatkan bagi pihak yang
membutuhkan informasi. Dengan gratifikasi, diharapkan informasi tersebut
dibatasi, sehingga pihak pemberi dapat mengambil keuntungan dengan cara
melawan hukum (insider trading), atau bertujuan untuk menghalang-halangi
pihak lain yang berkepentingan seperti para stakeholder, auditor baik internal
maupun eksternal, dan pihak-pihak lain.
Bagi dunia korporasi, informasi merupakan salah satu komoditas
utama. Karena dengan informasi, dapat ditentukan kebijakan-kebijakan
ataupun keputusan yang dapat mempengaruhi suatu korporasi, apakah akan
semakin berkembang atau tetap, bahkan bangkrut di kemudian hari.
Kedua, pelanggaran prinsip kemandirian (independency).
Dalam setiap pembuatan suatu kebijaksanaan atau keputusan dalam
korporasi, haruslah berpegang pada prinsip kemandirian, dimana hal ini
berarti perusahaan harus bebas dari pengaruh ataupun tekanan pihak lain
yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. Hal yang dilanggar dengan
adanya gratifikasi pada prinsip ini adalah terutama pada hal pengaruh.
Dengan adanya gratifikasi, pihak yang mempunyai posisi strategis ataupun
dominan dalam penentuan suatu kebijakan akan terpengaruh dan tidak dapat
memberikan suatu penilaian yang netral dan cenderung memihak si pemberi
gratifikasi. Akibatnya, korporasilah yang akan menderita atas misjudgement
tersebut.96

96

Ibid,hlm: 8

Universitas Sumatera Utara

Ketiga, pelanggaran atas prinsip akuntabilitas (accountability).


Akuntabilitas ialah pertanggungjawaban atas pelaksaaan fungsi dan
tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ
korporasi. 97
Prinsip ini antara lain diwujudkan dengan menyiapkan Laporan Keuangan
(Financial Statement) pada waktu yang tepat dan cara yang tepat;
mengembangkan Komite Audit dan Risiko untuk mendukung fungsi
pengawasan oleh Dewan Komisaris; mengembangkan dan merumuskan
kembali peran dan fungsi Internal Audit sebagai mitra bisnis strategik
berdasarkan best practices; penegakan hukum (sistem penghargaan dan
sanksi); menggunakan eksternal auditor yang memenuhi syarat (berbasis
profesionalisme). 98
Pelanggaran yang sering terjadi akibat gratifikasi terhadap prinsip ini ialah
dengan adanya pemalsuan data atau penyampaian data yang tidak benar dan
sesuai dalam laporan keuangan, dikarena pihak si pemberi telah, sedang
ataupun akan melakukan suatu kecurangan atas keuangan korporasi.
Sehingga, disinilah salah satu peran dari Komite Audit.
Keempat, pelanggaran terhadap prinsip pertanggungjawaban (responsibility).
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh
hukum dan kerjasama yanga aktif antara perusahaan serta para pemegang
kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja, dan perusahaan
yang sehat dari aspek keuangan. Ini merupakan tanggungjawab korporasi
sebagai anggota masyarakat yang tunduk kepada hukum dan bertindak
97
98

Ibid,hlm: 7
I. Nyoman Tjager. dkk, Op.cit, hlm :52

Universitas Sumatera Utara

dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat sekitar. Prinsip ini diwujudkan


dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan konsekuensi logis dari
adanya

wewenang;

menyadari

akan

adanya

tanggungjawab

sosial;

menghindari penyalahgunaan kekuasaan;menjadi profesional dan menjunjung


etika; dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat. 99
Pelanggaran akibat gratifikasi disini ialah dalam bentuk penyalahgunaan
kekuasaan. Sehingga pihak penerima, diharapkan dapat mengesampingkan
tanggungjawabnya terhadap korporasi atas suatu perbuatan yang dilarang
oleh hukum yang berlaku. Misalnya perbuatan korupsi.
Kelima, pelanggaran atas prinsip keadilan (fairness).
Yang menjadi fokus dari prinsip ini ialah perlindungan kepentingan
minority shareholders dari penipuan, kecurangan, perdagangan dan penyalah
gunaan oleh orang dalam (selfdealing atau insider trading). Keadilan adalah
kesetaraan

perlakuan

dari

perusahaan

terhadap

pihak-pihak

yang

berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. 100


Dari kelima prinsip good corporate governance, prinsip inilah yang
paling banyak dilanggar dengan adanya gratifikasi. Selain karena melanggar
hukum akibat perbuatan gratifikasi itu sendiri, juga menimbulkan kerugian
bagi para stakeholders dan juga minority shareholders khususnya. Gratifikasi
dapat menjadi latar belakang terjadinya insider trading yang notabene sangat
merugikan. Akibatnya, perusahaan dapat mengalami dampak sistemik, yaitu
dampak secara yuridis maupun hilangnya kepercayaan dari stakeholders dan
masyarakat.
99

Ibid,hlm 52
Amin Widjaja Tunggal, Op.cit, hlm:7

100

Universitas Sumatera Utara

E. Larangan Gratifikasi Sebagai Bentuk Corporate Social Responsibility


(CSR) Terhadap Masyarakat

Peranan korporasi sebagai salah satu penggerak utama roda


perekonomian tidak dapat dipungkiri lagi. Korporasi menjadi pemain kunci
atau key player yang juga menentukan pembangunan perekonomian, dan juga
berperan untuk memajukan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat,
daerah dan juga negara. Dalam menjalankan usahanya suatu perusahaan tidak
hanya mempunyai kewajiban secara ekonomis saja tetapi mempunyai
kewajiban yang bersifat etis. Adanya suatu etika bisnis yang merupakan
tuntunan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang boleh
dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Dalam pemenuhan etika
dalam berbisnis memang tidak hanya profit yang menjadi tujuan utama, akan
tetapi pemberdayaan masyarakat sekitar juga harus menjadi tujuan utama
bagi perusahaan. Dikarenakan hal itu merupakan salah satu perwujudan dari
Good Corporate oleh perusahaan terhadap Stakeholder.
Corporate Social Responsibility menjadi jamak terdengar karena
adanya kebutuhan akan standar bisnis yang lebih tinggi daripada era-era
sebelumnya, yaitu perusahaan harus dapat melampaui berhasil dengan
baik, dengan cara mendapatkan laba, dan melakukan dengan baikdengan
cara berbuat sesuai dengan tanggung jawab sosial mereka. Tanggung jawab
sosial adalah kepedulian para manajer suatu perusahaan berkenaan dengan
konsekuensi sosial, lingkungan, politik, manusia dan keuangan, atas

Universitas Sumatera Utara

tindakan-tindakan yang mereka ambil. Suatu bisnis yang bertanggung jawab


secara sosial tidak hanya mempertimbangkan apa yang terbaik bagi
perusahaannya saja, tetapi juga kepada masyarakat umum. 101
Corporate Social Responsibility merupakan suatu usaha yang bertujuan
sebagai sustainable development, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan
bersama yang berkelanjutan. Sustainable development menghendaki adanya
hubungan yang harmonis antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
(stakeholders). 102
Partisipasi
(sustainable

dunia

usaha

development)

dalam

adalah

pengembangan

dengan

berkelanjutan

mengembangkan

program

kepedulian perusahaan kepada masyarakat di sekitarnya yang disebut


tanggung jawab sosial perusahaan/corporate social responsibility. Corporate
Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu upaya juga untuk
menciptakan keberlangsungan usaha dalam menciptakan dan memelihara
keseimbangan antara mencetak keuntungan, fungsi-fungsi sosial dan
pemeliharaan lingkungan hidup (triple bottom line).
Konsep CSR sebenarnya bukan merupakan konsep baru dalam dunia
bisnis. Bank Dunia pun sudah mendefinisikan CSR sebagai the commitment
of business to contribute to sustainable economic development working with
employees and their representatives the local community and society at large
to improve quality of life, in ways that are both good for business and good
for development". Apabila diterjemahkan secara bebas kurang lebih berarti
komitmen dunia usaha untuk memberikan sumbangan guna menopang
bekerjanya pembangunan ekonomi bersama karyawan dan perwakilanperwakilan mereka dalam komunitas setempat dan masyarakat luas untuk
meningkatkan taraf hidup, intinya CSR tersebut adalah baik bagi keduanya,
untuk dunia usaha dan pembangunan. 103

101

Jackie Ambadar, Corporate Social Responsibility Dalam Praktik Di Indonesia,


(Jakarta: Gramedia, 2008), hlm :29-30
102
Ibid,hlm:31
103
Ibid,hlm: 33

Universitas Sumatera Utara

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) pada dasarnya


merupakan

bentuk

obligasi

moral

dan

etika

perusahaan

terhadap

keberlangsungan pembangunan termasuk kelangsungan hidup perusahaan itu


sendiri. Dengan memandang bahwa implementasi CSR sebagai upaya
perusahaan untuk mencapai keseimbangan jangka panjang dalam kaitannya
dengan eksistensi perusahaan tersebut, semestinya penerapan CSR tidak
harus dipaksakan melalui undang-undang. Namun banyak perusahaan yang
tidak melaksanakannya dikarenakan akan mengurangi profit perusahaan dan
menambah beban biaya berkurangnya produksi yang dapat dihasilkan, dan
adanya kesan pajak tambahan kepada perusahaan untuk melakukan CSR.
Sehingga pemerintah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan perusahaan
untuk melaksanakan program CSR ini melalui Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pada pasal 74 Ayat (1) yang
berbunyi : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan. 104
Dalam pasal 74 ayat (1) jo. Penjelasan pasal 74 ayat (1) UU PT no.40
tahun 2007 ditentukan bahwa perseroan yang diwajibkan melakukan CSR
adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan
sumber daya alam dan Perseroan yang tidak mengelola dan tidak

104

http://pustahalaw.wordpress.com/2009/06/23/urgensi-penerapan-corporate-socialresponsibility-dan-analisisnya-berdasarkan-uu-no-40-tahun-2007-tentang-pt/, 15 september 2010,


pkl 22.30 WIB.

Universitas Sumatera Utara

memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada


fungsi kemampuan sumber daya alam. 105
Aturan tentang tanggung jawab sosial perusahaan khususnya pada
Badan Usaha Milik Negara diatur melalui Keputusan Menteri BUMN No.
KEP-236/MBU/2003 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik
Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Keputusan
tersebut didalamnya mengatur tentang hal-hal khusus mengenai tata cara atau
prosedur pelaksanaan program kemitraan dan bina lingkungan yang wajib
dilaksanakan oleh semua BUMN
Konsep CSR yang dikemukakan dalam peraturan ini terbatas pada
perseroan yang berhubungan dengan sumber daya alam dan lingkungan,
sehingga sehingga ruang lingkup konsep ini menjadi sempit. Konsep ini
memusatkan pada tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat sekitar dari
sisi eksternal perusahaan. Tanggung jawab internal perusahaan, seperti bersih
dari praktik korupsi, tidak terlingkupi.
Mengingat nilai positif dari penerapan GCG, dan CSR sebagai
turunannya, dalam korporasi, maka untuk dapat tetap bertahan dan
berkembang serta tetap meningkatkan value dari korporasi, adalah harus
dilaksanakan oleh setiap korporasi secara konsisten.
CSR sebagai suatu program sosial dari perusahaan adalah untuk
melakukan pengembangan yang berkelanjutan. Namun, pelaksanaan CSR itu
sendiri masih terbatas pada hal-hal yang bersifat sosial. Atas dasar
tersebutlah, maka hendaknya larangan atas gratifikasi dapat menjadi salah

105

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

satu program CSR selain juga dalam pelaksanaan GCG dari suatu korporasi.
Hal ini dikarenakan korupsi sudah menjadi masalah sosial yang harus segera
diberantas. Maksud dan tujuan memasukkan larangan gratifikasi sebagai
salah satu program CSR adalah untuk mencegah terjadinya praktek korupsi di
dalam badan korporasi melalui gratifikasi, juga sebagai pemenuhan atas
prinsip-prinsip GCG yang akan dilanggar melalui praktik gratifikasi ini.
Selain itu, program ini juga untuk mengedukasi para stakeholders untuk
menghindarkan diri dari perbuatan korupsi yang dapat merugikan dengan
cara meningkatkan taraf moral stakeholders dan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
LARANGAN GRATIFIKASI DALAM RANGKA GOOD
CORPORATE GOVERNANCE DI PTPN III

A. Profil Perusahaan PTPN III

1. Sejarah PTPN III

PT Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN III (Persero), merupakan


salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang
bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil
perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan
pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah
Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet.

Sejarah Perseroan diawali dengan proses pengambilalihan perusahaanperusahaan perkebunan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958
yang dikenal sebagai proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing
menjadi

Perseroan

Perkebunan

Negara

(PPN).

Tahun

1968,

PPN

direstrukturisasi menjadi beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan

Universitas Sumatera Utara

(PNP) yang selajutnya pada tahun 1974 bentuk badan hukumnya diubah
menjadi PT Perkebunan (Persero).
Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegitan usaha perusahaan
BUMN, Pemerintah merestrukturisasi BUMN subsektor perkebunan dengan
melakukan penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan
perampingan struktur organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan
manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN Perkebunan yang terdiri dari PT
Perkebunan III (Persero), PT Perkebunan IV (Persero) , PT Perkebunan V
(Persero) disatukan pengelolaannya ke dalam manajemen PT Perkebunan
Nusantara III (Persero).
Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1996 tanggal
14 Pebruari 1996, ketiga perseroan tersebut digabung dan diberi nama PT
Perkebunan Nusantara III (Persero) yang berkedudukan di Medan, Sumatera
Utara.
PT Perkebunan Nusantara III (Persero) didirikan dengan Akte Notaris
Harun Kamil, SH, No. 36 tanggal 11 Maret 1996 dan telah disahkan Menteri
Kehakiman

Republik

Indonesia

dengan

Surat

Keputusan

No.

C2-

8331.HT.01.01.TH.96 tanggal 8 Agustus 1996 yang dimuat di dalam Berita


Negara Republik Indonesia No. 81 Tahun 1996 Tambahan Berita Negara No.
8674 Tahun 1996. 106

2.

Status Perusahaan

106

http://www.ptpn3.co.id, 05 Agustus 2010, pkl 14.50WIB

Universitas Sumatera Utara

PT Perkebunan Nusantara III (Persero), disingkat PTPN III, dibentuk


berdasarkan PP No. 8. Tahun 1996, tanggal 14 Pebruari 1996. Perusahaan
yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan
penggabungan kebun-kebun di Wilayah Sumatera Utara dari eks PTP III, PTP
IV dan PTP V. 107
3. Komoditi Usaha

PTPN III mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, kakao dengan


areal konsesi seluas 166.909,94 hektar. Budidaya kelapa sawit diusahakan
pada areal seluas 88.287 ha, karet 45.327 ha dan kakao seluas 8.761 ha. Selain
penanaman komoditi pada areal sendiri + inti, PTPN III juga mengelola areal
Plasma milik petani seluas 19.553,94 ha untuk tanaman kelapa sawit seluas
10.403,14 ha dan tanaman karet 9.150,80 ha. 108

4. Tujuan Perusahaan
Meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham dan mensejahterakan
karyawan melalui pelaksanaan program secara sinergis dari semua pihak yang terkait
terutama dukungan dan peran serta segenap karyawan melelui kerja keras, disiplin,
kesungguhan dn ketekunan, kerjasama yang serasi dan terpadu, penuh dedikasi dan
loyalitas, serta sikap proaktif yang konsisten dan berkesinambungan. 109

107

Ibid.
Ibid.
109
Ibid.
108

Universitas Sumatera Utara

5. Kebun-kebun
PTPN III memiliki 32 unit usaha kebun, sebagai berikut:
Tabel 1.
Unit Usaha Kebun PTPN III

1. Sungai Putih

2. Tanah raja

12. Sungai Silau

13. Huta Padang

23. Aek Nabara


Selatan
24. Sisumut

3. Sarang Ginting

14. Sei
Dadap/Hessa

25. Batang Toru

4. Silau Dunia

15. Pulau Mandi

26. Hapesong

5. Rambutan/Sei
bamban

16. Ambalutu

27. Aek Torop

6. Gunung Pamela

17. Bandar Selamat

28. Torgamba

7. Gunung Monako

18. Membang Muda 29. Sei Daun

8. Gunung para

19. Labuhan Haji

30. Sei Baruhur

9. Bangun

20. Rantau Prapat

31. Sei Moranti

10. Bandar Betsy

21. Merbau Selatan

32. Bukit Tujuh

11. Sei Mangkei

22. Aek Nabara


Utara

Sumber :
http://www.ptpn3.c

o.id

6. Unit-unit Kegiatan/Usaha

Selain unit usaha kebun PTPN III juga memiliki sejumlah 26 unit pabrik
pengolahan
Tabel 2.
Unit-Unit Kegiatan /Usaha PTPN III

Universitas Sumatera Utara

1.

Pabrik CPO

10 unit

2.

Pabrik RSS

3 unit

3.

Pabrik Crumb Rubber

4 unit

4.

Pabrik Centrifuge Lateks

3 unit

5.

Pabrik Kakao

5 unit

6.

Industri Karet

1 unit

Sumber : http://www.ptpn3.co.id

Kapasitas Produksi per tahun :


Tabel 3.
Kapasitas Produksi PTPN III

Kelapa Sawit
CPO

: 399.858 ton

Inti Sawit

: 95.836 ton

Universitas Sumatera Utara

Industri Karet
Karet gelang

: 2.400 ton

Rubber articles

: 29 ton

Rubber fender

: 2 ton

Rubber cowmats

: 24 ton

Conveyor belt

: 14 ton

Toy balloon

: 68 ton

Rubber gloves

: 400 ton

Rubber thread

: 7.200 ton

Resiprene

: 700 ton

Karet
RSS
Cutting
SIR 3 CV
SIR 3 L
SIR 3 WF

: 2.885 ton
: 6 ton
: 2.329 ton
: 1.250 ton
: 155 ton

SIR 10

: 12.334 ton

SIR 20

: 1.370 ton

Sediment

: 1.496 ton

Kakao

: 7.749 ton

Sumber : http://www.ptpn3.co.id

Tabel 4.
Bagan Organisasi PTPN III

Universitas Sumatera Utara

Sumber : http://www.ptpn3.co.id

B. Instrumen Penerapan Good Corporate Governance Di PTPN III


Dalam

melaksanakan

aktivitasnya,

PTPN

III

telah

berupaya

menerapkan prinsip good corporate governance. Penerapan itu didukung oleh


berbagai instrumen untuk dapat mencapai hasil yang terbaik bagi peningkatan
value perusahaan bagi para stakeholdernya, dimana PTPN III menyadari
bahwa dengan implementasi GCG dapat menjadi kunci sukses suatu
perusahaan.
Sistem yang dianut oleh PTPN III sebagaimana yang dianut di
Indonesia dalam melakukan pengurusan pada umumnya adalah two tier
system, dimana pengawasan dilakukan oleh Board (Dewan Komisaris), dan
Key Executives (Direksi).
Instrumen GCG yang mendasari tata kelola perusahaan PTPN III, terdiri dari:
1. Pedoman Tata Kelola Perusahaan.
Merupakan panduan bagi Dewan Komisaris, Direksi dan segenap Pegawai
yang menguraikan tentang pelaksanaan prinsip GCG, struktur, dan proses
yang ada pada setiap Organ Perusahaan yang penyusunannya mengacu
pada berbagai peraturan dan perundang undangan yang berlaku dan
praktik terbaik dalam pengelolaan perusahaan.
2. Board Manual.

Universitas Sumatera Utara

Merupakan panduan bagi Dewan Komisaris dan Direksi dalam


menjalankan tugas, wewenang, tanggung-jawab, hak dan kewajiban baik
selaku dewan maupun individu. Dokumen ini juga mengatur tata
hubungan antara Komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Anak
Perusahaan, sehingga Board Manual lebih merupakan cerminan penerapan
prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas Dewan
Komisaris dan Direksi.
3. Piagam Komite Audit
Merupakan panduan bagi Komite Audit agar pelaksanaan tugasnya dapat
diterima dan dipertanggung-jawabkan secara professional oleh semua
pihak yang berkepentingan. Komite Audit

juga berperan dalam

pengendalian manajemen internal perusahaan, manajemen risiko, dan juga


untuk penerapan GCG.
Komite audit dapat berfungsi membantu kelancaran tugas
komisaris, antara lain komite audit melakukan penelaahan terhadap
kebenaran informasi yang disampaikan oleh direksi kepada komisaris
Selain itu komite audit juga dapat berfungsi menilai efektivitas
pengendalian internal (internal control), termasuk fungsi Internal Auditor
atau Satuan Pengawasan Intern (SPI), sehingga dapat memberikan
rekomendasi tentang peningkatan efektivitas internal auditor untuk
meningkatkan sistem pengendalian internal perusahaan.

Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional


yang independen kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal

Universitas Sumatera Utara

yang

disampaikan

oleh

direksi

kepada

dewan

komisaris

serta

mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris,


yang antara lain meliputi : 110
a. melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan
oleh perusahaan seperti, laporan keuangan, proyeksi dan informasi
keuangan lainnya,
b. menelaah independensi dan objektifitas akuntan publik,
c. melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan
oleh akuntan publik untuk memastikan semua resiko yang penting
telah dipertimbangkan,
d. melakukan

penelaahan

atas

efektivitas

pengendalian

internal

perusahaan,
e. menelaah tingkat kepatuhan Perusahaan terhadap peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, dan
f. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan adanya kesalahan dalam
keputusan rapat direksi. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan oleh
komite audit atas biaya Perusahaan.

Kedudukan komite audit berada sejajar dengan Dewan Komisaris


(lihat bagan RUPS PTPN III). Hal ini disebabkan komite audit dibentuk
langsung

oleh

dewan

komisaris

untuk

melaksanakan

tugas

pengawasannya. Keberadaan Komite Audit di BUMN diatur melalui


Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 (bagi BUMN).
110

http://muhariefeffendi.wordpress.com/2007/11/08/peranan-komite-audit-dalammeningkatkan-kinerja-perusahaan/, 02 Mei 2010, pkl 09.40 WIB

Universitas Sumatera Utara

Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh Komisaris
Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta
menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Komite Audit mempunyai fungsi membantu Dewan
Komisaris untuk :111
a. meningkatkan kualitas Laporan Keuangan
b. menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi

kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan


c.

meningkatkan efektifitas fungsi internal audit (SPI) maupun eksternal


audit, serta

d. Mengidentifikasi

hal-hal

yang

memerlukan

perhatian

Dewan

Komisaris/Dewan Pengawas.

Kewenangan Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai


alat bantu Dewan Komisaris, sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi
apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada Dewan Komisaris), kecuali
untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari Dewan
Komisaris, misalnya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor
eksternal, dan memimpin suatu investigasi khusus. Peran dan tanggung
jawab Komite Audit akan dituangkan dalam Charter Komite Audit yang
secara umum dikelompokkan menjadi tiga bagian besar, yaitu financial
reporting, corporate governance, dan risk and control management.

111

http://www.reindo.co.id/reinfokus/edisi24/peranan.htm, 02 Mei 2010, pkl 09.40 WIB

Universitas Sumatera Utara

4. Pedoman Etika dan Perilaku (Code of Conduct).


Merupakan panduan bagi Dewan Komisaris, Direksi, Perusahaan, dan
segenap Pegawai dalam beretika dan berperilaku dalam proses bisnis, baik
interaksi dengan eksternal maupun interaksi dengan internal / antar Organ
Perusahaan yang bersandarkan kepada nilai-nilai moral. Code of Conduct,
secara umum merupakan panduan tentang keharusan yang wajib
dilaksanakan dan larangan yang harus dihindari sebagai penjabaran
pelaksanaan prinsip GCG dan berbagai peraturan / perundang undangan
yang berlaku dan praktik terbaik.
5. Piagam Internal Audit.
Merupakan piagam yang mendasari dibentuknya Satuan Pengawasan
Internal yang merupakan aparat pengawasan internal perusahaan. Satuan
ini bertugas untuk membantu Direktur Utama dalam melaksanakan audit
keuangan dan operasional serta menilai pengendalian, pengelolaan dan
pelaksanaannya dan memberikan saran-saran perbaikan. Satuan ini juga
merupakan instrumen konsultan peningkatan penerapan manajemen resiko
dan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
Setiap BUMN,termasuk PTPN III membentuk Satuan Pengawasan
Intern (SPI) yang merupakan aparat pengawasan internal perusahaan yang
bertanggung jawab kepada Direktur Utama. SPI adalah aparat pengawasan
internal yang berperan tidak saja membantu manajemen dalam
menjalankan fungsi pengawasan tetapi juga merupakan mitra strategis bagi
manajemen dalam rangka penerapan system pengendalian inter (internal

Universitas Sumatera Utara

control system), manajemen risiko (risk management), dan penerapan


good corporate governance (GCG).
Landasan Pembentukan Bagian Satuan Pengawasan Internal (SPI)
didasarkan : 112
1. Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara, bahwa :
a. Pada setiap BUMN membentuk Satuan Pengawasan Internal yang
merupakan aparat pengawas internal perusahaan yang dipimpin oleh
seorang kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
b. Atas permintaan tertulis Komisaris/Dewan pengawas, Direksi
memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan
tugas Satuan Pengawasan Internal.
c. Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkahlangkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan
dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh Satuan
Pengawasan Intern.
2. Peraturan Pemerintah Nomor. 3 Tahun 1983 pasal 45, bahwa pada
setiap BUMN dibentuk Satuan Pengawasan Internal yang merupakan
aparatur pengawasan internal perusahaan. Satuan Pengawasan Internal
dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Utama.
3. Peraturan Pemerintah Nomor. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan
Perseroan, bahwa :

112

http://www.ptpn3.co.id, 02 Mei 2010, pkl 09.05 WIB

Universitas Sumatera Utara

a. Pada setiap Perseroan dibentuk Satuan Pengawasan Internal.


b. Bagian Satuan Pengawasan Internal dipimpin oleh Kepala yang
bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
c. Bagian Satuan Pengawasan Internal bertugas membantu Direktur
Utama dalam melaksanakan audit keuangan dan operasional serta
menilai pengendalian, pengelolaan dan pelaksanaannya dan
memberikan saran-saran perbaikan.
d. Direktur Utama memberikan keterangan mengenai hasil audit atau
hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Internal kepada
Komisaris, atas permintaan tertulis dari Komisaris.
e. Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkahlangkah yang diperlukan atas segala yang dikemukakan dalam
setiap Laporan Hasil Audit yang dibuat oleh Bagian Satuan
Pengawasan Internal.
Hal ini ditegaskan lagi melalui SK Menteri BUMN Nomor : KEP-117/MMBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002, pasal 22 (1) yang menyebutkan
Direksi harus menetapkan suatu Sistem Pengendalian Internal yang
efektif untuk mengamankan investasi dan aset BUMN.
Kedudukan dan Fungsi Bagian SPI. 113
Kedudukan.
Sesuai Surat Keputusan Direksi Nomor : 3.00/SKPTS/R/03/2005 tanggal
15 Desember 2005 tentang Revisi Struktur Organisasi PT. Perkebunan

113

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Nusantara III (Persero), bahwa kedudukan Bagian SPI berada dan


bertanggung jawab langsung dibawah Direktur Utama.
Sesuai dengan kedudukannya, Bagian SPI independen terhadap Bagian
dan Unit-Unit lainnya. Independen Bagian SPI dijamin oleh :
a. Adanya tanggung jawab langsung kepada Direktur Utama.
b. Adanya kewenangan yang jelas bahwa Bagian SPI mempunyai akses
terhadap seluruh Bagian dan Unit-Unit lainnya, catatan dan
dokumentasi, sumber daya perusahaan termasuk sumber daya manusia
dalam rangka mendapatkan informasi untuk kepentingan pelaksanaan
tugas Bagian SPI.
c. Tidak terlibat dalam aktivitas sehari-hari atau bertanggung jawab
langsung atau memiliki kewenangan operasional terhadap kegiatan
unit kerja yang diaudit oleh Bagian SPI.
d. Tidak diberinya tanggung jawab penuh dalam pengembangan suatu
sistem baru, kecuali memberikan pendapatnya atas metode dan standar
pengendalian dari sistem baru tersebut.
Sesuai Surat Keputusan Direksi Nomor ; 3.00/SKPTS/R/01/2005 tanggal 8
Desember 2005 Bagian SPI dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang
membawahi Pengawas Wilayah dan Pengawas Wilayah membawahi
Ketua Tim serta Ketua Tim membawahi beberapa Staf Audit.
Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya Bagian SPI menjalankan fungsi sebagai
berikut :

Universitas Sumatera Utara

a. Memastikan bahwa Sistem Pengendalian Internal perusahaan telah


memadai dan berjalan sesuai dengan ketentuan.
b. Merupakan mitra dalam penyempurnaan kegiatan pengelolaan
perusahaan, memberikan nilai tambah melalui rekomendasi atas hasil
audit yang dilakukannya.
c. Merupakan konsultan peningkatan penerapan manajemen resiko dan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance.

Wewenang dan Tanggung Jawab Bagian SPI


Bagian SPI mempunyai akses terhadap seluruh dokumen, pencatatan,
personil dan fisik kekayaan perusahaan diseluruh Bagian dan Unit-unit
lainnya untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas auditnya.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Bagian SPI bertanggung jawab memberikan
analisa, penilaian, rekomendasi, konsultasi dan informasi mengenai
aktivitas yang diaudit sesuai dengan yang disyaratkan oleh Kode Etik dan
standar Profesi Internal Audit.
Tanggung jawab dari bagian SPI termasuk :
a. Menyusun rencana kerja audit tahunan.
b. Menyusun pedoman, mekanisme kerja SPI dan prosedur audit yang
berbasis risiko.
c. Melaksanakan rencana kerja audit tahunan termasuk penugasan
khusus/investigasi dari Direktur Utama.

Universitas Sumatera Utara

d. Menjaga integritas dan obyektivitas serta bertindak secara profesional


seperti yang dipersyaratkan dalam Standar Profesi Audit Internal
(SPAI) termasuk menjamin tidak terdapat benturan kepentingan
anggota SPI dengan auditan dan kegiatan yang diaudit.

Hubungan Bagian SPI dengan Komite Audit.


Bentuk hubungan Bagian Satuan Pengawasan Internal (SPI) dengan
Komite Audit yang dilakukan melalui Komisaris, adalah sebagai berikut :
1. Bagian SPI membantu Komite Audit untuk memastikan bahwa
pedoman Komite Audit, aktivitas dan proses komite audit telah
memadai untuk memenuhi tanggung jawabnya.
2. Komite Audit memastikan bahwa Pedoman Internal Audit, peranan,
dan aktivitas dari audit internal dapat dipahami dan menjawab
kebutuhan Komite Audit dan Komisaris.
3.

Memelihara komunikasi yang terbuka dan efektif dengan Komite


Audit, untuk menyamakan persepsi tentang tugas Komite Audit,
sehingga mekanisme kerja dapat terbentuk dengan baik.

Hubungan Bagian SPI dengan Direksi.


Bagian SPI adalah unit pendukung Direksi dalam bidang pengawasan.
Bentuk hubungan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bagian SPI sebagai mitra Direksi dalam mendiskusikan hal-hal yang
mempengaruhi kegiatan perusahaan baik keuangan maupun non
keuangan.

Universitas Sumatera Utara

2. Menilai efektifitas sistem pengendalian intern (internal control system),


termasuk

didalamnya

memberikan

rekomendasi

mengenai

penyempurnaan sistem pengendalian intern dan mengidentifikasikan


hal-hal yang memerlukan perhatian Direksi serta tindak lanjut atas
hasil audit. 114

C. Larangan Gratifikasi Di PTPN III


Salah satu tujuan dari implementasi GCG pada sektor usaha adalah
agar tercipta kondisi usaha yang bersih dari praktek-praktek korupsi, baik
secara internal perusahaan maupun dalam kaitannya dengan perusahaan atau
lembaga lain. Oleh karena itu, perlu didalami bagaimana upaya-upaya yang
dilakukan oleh perusahaan dalam mencegah tindakan korupsi.
PTPN III secara jelas melarang adanya praktik-praktik korupsi atau
yang berpotensi untuk menimbulkan benturan kepentingan. Hal ini tertuang
Code of Conduct dari perusahaan. Upaya lainnya ialah dengan membentuk
suatu Komite Audit. Adapun yang menjadi landasan dari komite audit adalah
Pedoman Good Corporate Governance (Maret 2001) yang menganjurkan
semua perusahaan di Indonesia memiliki Komite Audit. Keputusan Menteri
Badan Usaha Milik Negara No. 103 tahun 2002, yang merupakan revisi
terhadap Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Nomor : KEP133/M-PBUMN/1999 tanggal 8 Maret 1999 tentang pembentukan komite
audit bagi BUMN. Selain itu berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No.
114

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

KEP-117/M-MBU/2002

tentang

penerapan

praktek

Good

Corporate

Governance pada BUMN. 115


Selain itu, tertuang jelas dalam Code of Conduct PTPN III, dalam
Komitmen Atas Hal-Hal Khusus bagian F. tentang Hadiah/cinderamata,
Donasi, Komisi dan Suap. Khusus mengenai gratifikasi, diatur dalam poin 1.)
yaitu: Pemberian tanda terima kasih untuk kepentingan bisnis kepada/dari
relasi berupa hadiah/cinderamata (souvenir)/parcel, tidak boleh dilakukan
pada suatu keadaan yang dapat dianggap sebagai perbuatan yang tidak
memenuhi azas kepatutan dan kewajaran.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa PTPN III telah mempunyai dasar yang
jelas untuk melarang adanya kegiatan gratifikasi bagi individu di dalam
perusahaan karena hal tersebut dianggap tidak memenuhi asas kepatutan dan
kewajaran.

D. Penegakan Terhadap Larangan Gratifikasi.


Sesuai dengan Code of Conductnya, PTPN III telah menyebutkan
dengan jelas larangan terhadap gratifikasi. Bahkan terdapat Pernyataan
Kepatuhan yang dibuat bagi seluruh karyawan, sehingga menjadi bukti
persetujuan dan kepatuhan untuk menjalankan code of conduct. Dengan
demikian, bagi setiap yang melanggarnya akan dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan dari perusahaan.

115

http://muhariefeffendi.wordpress.com/2007/11/08/peranan-komite-audit-dalammeningkatkan-kinerja-perusahaan/, 5 Februari 2010, pkl 09.40 WIB

Universitas Sumatera Utara

Penegakan ini juga didukung dengan adanya Komite Audit yang


berkedudukan langsung dibawah Dewan Komisaris. Komite audit dapat
berfungsi membantu kelancaran tugas komisaris, antara lain komite audit
melakukan penelaahan terhadap kebenaran informasi yang disampaikan oleh
direksi kepada komisaris Selain itu komite audit juga dapat berfungsi menilai
efektivitas pengendalian internal (internal control), termasuk fungsi Internal
Auditor atau Satuan Pengawasan Intern (SPI), sehingga dapat memberikan
rekomendasi

tentang

peningkatan

efektivitas

internal

auditor

untuk

meningkatkan sistem pengendalian internal perusahaan. Dengan demikian,


apabila terdapat pelanggaran yang berhubungan dengan korupsi akan dapat
terdeteksi dengan cepat.

Mekanisme Penegakan Pelanggaran.


Berdasarkan ketentuan Code of Conduct PTPN III, mekanisme
penegakan pelanggaran dilakukan sesuai dengan mekanisme penegakan Code
of Conduct itu sendiri, yang meliput i : 116
A. Pemantauan Pelaksanaan Code of Conduct
Pelaksanaan Code of Conduct diawasi oleh Dewan Kehormatan yang
bertugas mengawasi pelaksanaan pedoman ini. Pembentukan Dewan
Kehormatan (terdiri dari unsur Dewan Komisaris, Direksi, Karyawan yang
ditunjuk, dan Serikat Pekerja) dan mekanisme kerjanya diatur dalam Surat
Keputusan Direksi.
B. Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct

116

http://www.ptpn3.co.id, 02 Mei 2010, pkl 09.05 WI

Universitas Sumatera Utara

1. Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code


of Conduct yang dilakukan individu lain dengan bukti yang cukup
kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima
sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.
2. Dewan Kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran
pedoman peri laku perusahaan dan melaporkannya kepada Direksi
dengan

didukung

oleh

bukti

yang

cukup

dan

dapat

dipertanggungjawabkan.
3. Dewan Kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
C. Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
1. Pemberian sanksi atas pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan
oleh karyawan diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang
sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Pemberian sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi dan
Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku.
3. Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap
terjadinya pelanggaran pedoman ini.

Terhadap kasus yang bersifat suap atau dalam hal ini yang termasuk
korupsi, sesuai dengan Code of Conduct PTPN III, dalam Komitmen Atas HalHal Khusus bagian F poin 1 (satu) dan 4 (empat), maupun kasus-kasus
pelanggaran lainnya, PTPN III mempunyai mekanisme dalam penjatuhan

Universitas Sumatera Utara

sanksi. Sehingga hak maupun kewajiban perusahaan ataupun pelaku


pelanggaran tidak tersampingkan.
Apabila terjadi suatu pelanggaran, maka kasus pelanggaran tersebut akan
dibawa kepada Dewan Kehormatan. Dewan Kehormatan kemudian akan
melakukan analisis terhadap apa dan bagaimana pelanggaran tersebut serta
pengaruhnya terhadap perusahaan. Hasil analisis tersebut kemudian akan
diteruskan kepada Dewan Direksi untuk kemudian ditentukan sanksi yang
dijatuhkan. Adapun sanksi yang dapat dijatuhkan dapat berupa :
a. Penundaan kenaikan pangkat atau jabatan;
b. Penurunan pangkat atau jabatan;
c. Pemecatan;
d. Ganti rugi; atau
e. Gabungan dari sanksi-sanksi di atas. 117

117

Hasil wawancara dengan Ibu Anastasia Indriyani, bidang Manajemen Risiko PTPN

III.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.
Berdasarkan uraian-uraian pada Bab-Bab sebelumnya, selanjutnya
dapat dirumuskan sebagai jawaban permasalahan sebagai berikut :
1. Latar belakang pelarangan gratifikasi di BUMN, sesuai dengan prinsip
Good Corporate Governance adalah untuk menjaga independensi,
transparansi dan akuntabilitas dari BUMN. Dengan demikian, melalui
kebijakan ini, perusahaan dapat semakin meningkatkan value serta kinerja
dan pada akhirnya dapat menguntungkan semua stakeholder dan
masyarakat.

BUMN

sebagai

salah

satu

penggerak

utama

roda

perekonomian Indonesia harus bebas dari praktik-praktik korupsi.


2. Pengaturan gratifikasi dalam perusahaan, di luar KUHP dan UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, harus diatur secara

Universitas Sumatera Utara

tersendiri dan mandiri serta applicable bagi seluruh elemen perusahaan.


Sehingga dapat diterapkan bagi seluruh lapisan perusahaan. Bentuk
penerapan peraturan ini dapat berupa code of conduct dari perusahaan,
pembentukan sebuah komite audit yang dapat lebih terspesialisasi lagi
dengan pembentukan suatu sistem pengawasan internal dibawah komite
audit.
3. Pelarangan gratifikasi dapat menjadi sebuah code of conduct dalam sebuah
perusahaan. Hal ini dikarenakan pelarangan tersebut mengacu pada kode
etik perusahaan untuk dapat melaksanakan kegiatan maupun kebijakan
perusahaan secara independen melalui perseorangan terutama yang
mempunyai posisi strategis dalam menentukan kebijakan maupun suatu
corporate action.
Pelarangan gratifikasi pun dapat menjadi sebuah bentuk program CSR
perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan juga mempunyai tanggung
jawab moral kepada masyarakat untuk beroperasi dan dikelola secara
bersih. Pada akhirnya, dengan semakin tingginya tingkat moral dari para
eksekutif perusahaan juga akan meningkatkan tingkat kepedulian
perusahaan terhadap masyarakat sekitar.

Universitas Sumatera Utara

B. Saran.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat diajukan saran sebagai berikut :
1. Perusahaan harus meningkatkan standar etika bagi para eksekutifnya,
terutama

dalam

hal-hal

yang

dapat

memotivasi

ataupun

dapat

memudahkan terjadinya praktik korupsi. Perusahaan juga harus melakukan


edukasi melalui publikasi, baik kepada stakeholder maupun masyarakat,
bahwa perusahaan tersebut telah menjalankan larangan gratifikasi kepada
seluruh karyawan dan eksekutif perusahaan.
2. Perusahaan, berkenaan dengan permasalahan korupsi, hendaknya menjalin
kerjasama dengan KPK dalam upaya menerapkan larangan gratifikasi
dalam perusahaan. Kerjasama tersebut juga bertujuan untuk memudahkan
proses monitoring serta akuntabilitas, selain sebagai upaya preventif
terhadap kemungkinan terjadinya praktik korupsi.
3. Perusahaan, dalam upaya menerapkan pelarangan atas gratifikasi sebagai
code of conduct, hendaknya melakukan upaya edukasi bagi para
stakeholder terutama dalam hal etika perusahaan maupun etika bisnis yang

Universitas Sumatera Utara

benar. Edukasi ini bertujuan untuk meningkatkan moralitas, sehingga


dapat

terbentuk

self

awareness

bagi

para

stakeholder

untuk

menghindarkan diri dari praktik korupsi.


Sebagai sebuah bentuk program CSR, pelarangan gratifikasi yang
dilakukan oleh sebuah perusahaan hendaknya dipublikasikan secara luas
dan berkala kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat
tertingkatkan kepercayaannya terhadap perusahaan akan praktik berusaha
yang bersih, disamping program-program CSR lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai