Anda di halaman 1dari 8

10 KASUS KORUPSI DI INDONESIA

Untuk memenuhi tugas


Matakuliah Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi
Yang dibimbing oleh Bapak Supono, S.Kep, Ns., M.Kep, SpMB

Disusun oleh
Titis Elija Saadah (1301460043)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MALANG
September 2015

10 KASUS KORUPSI DI INDONESIA


Korupsi telah merajalela di bumi pertiwi Indonesia. Korupsi inilah yang
membuat jati diri bangsa kita rusak, mengikis nilai-nilai Pancasila yang telah
diajarkan oleh leluhur kita sejak lama. Dalam upaya pemberantasan Korupsi di
Indonesia dibentuklah komisi yang Independent yakni Komisi Pemberantasan
Korupsi atau yang lebih kit kenal sebagai KPK.
Sejak didirikan pada 2003 silam, Komisi Pemberantasan Korupsi, atau biasa
disingkat KPK, telah membongkar kasus-kasus korupsi yang melibatkan sejumlah
nama besar di tanah air. Sedikitnya, 385 kasus telah ditangani dalam kurun waktu
10 tahun sejak berdirinya lembaga yang menjadi harapan besar masyarakat untuk
memberantas berbagai bentuk tindak pidana korupsi yang menjadi momok
bangsa. Sejumlah kasus mengalami perkembangan signifikan hingga menyeret si
pelaku ke penjara. Beberapa lainnya masih dalam proses peradilan.
1.

Akil Mochtar (Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi)


Akil Mochtar dinyatakan terbukti bersalah menerima hadiah dan tindak

pidana pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada di MK. Akil sebelumnya
dikenai enam dakwaan karena diduga menerima suap terkait sengketa pemilihan
kepala daerah di sejumlah daerah, seperti Kabupaten Lebak, Palembang,
Lampung Selatan, dan Pulau Morotai.
Akil Mochtar ditangkap oleh KPK atas dugaan penyuapan pada awal Oktober
2013 di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra, Jakarta. KPK menyita mata uang
dollar Singapura serta AS senilai kurang lebih Rp3 miliar di kediamannya. KPK
kemudian menyatakan Akil Mochtar sebagai tersangka kasus suap penanganan
perkara pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten
Lebak, Banten.
Setelah menjadi tersangka menerima suap Rp. 3 miliar dari bupati Gunung
Mas dan tindak pidana pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada, mantan
ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, resmi dijemput oleh KPK. Ia adalah
satu-satunya terpidana korupsi yang mendapat vonis seumur hidup dari Tipikor.

2.

Ahmad Fathanah (Kasus Kuota Impor Daging Sapi)


Penangkapan Ahmad Fathanah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

pada Januari 2013 lalu mendapat perhatian besar dari publik. Saat itu, KPK
menangkap Fathanah ketika dirinya tengah berada di sebuah kamar hotel bersama
seorang perempuan muda bernama Maharani Suciyono. Sebelumnya Fathanah
dikabarkan bertemu Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishak
pada pukul 12.30 di Komplek Parlemen, Senayan. Pada November 2013,
Fathanah yang didakwa gratifikasi penetapan kuota impor sapi dan pencucian
uang, dijatuhi vonis 14 tahun penjara serta denda Rp1 miliar oleh Majelis Hakim
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Lima anggota Majelis Hakim sepakat bahwa Fathanah terbukti melakukan
korupsi dan bersama-sama melakukan tindak pencucian uang. Dalam sidang
sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi
menuntut terdakwa dijatuhi vonis 7,5 tahun dan denda Rp500 juta untuk dugaan
suap pengurusan kuota impor daging sapi, dan 10 tahun penjara serta denda Rp 1
miliar untuk dugaan tindak pidana pencucian uang. Pria yang kemudian diketahui
dekat dengan tokoh-tokoh PKS ini diduga menerima gratifikasi sebesar Rp
1,3miliar rupiah daribos PT Indoguna. Uang itu disebut akan diberikan kepada
Luthfi Hasan Ishak guna memuluskan pengurusan penetapan kuota impor daging
sapi dari Kementerian Pertanian. Tak lama setelah penangkapan Ahmad Fathanah,
KPK kembali mengumumkan penetapan status tersangka terhadap Luthfi Hasan
Ishak yang berujung pada pengunduran diri Luthfi dari posisi Presiden PKS. Ia
kemudian dijatuhi vonis 16 tahun penjara karena dianggap melanggar Pasal 12
huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
3.

Luthfi Hassan Ishaaq (Kasus Kuota Impor Daging Sapi)


Luthfi Hasan Ishaaq dijemput dan ditahan KPK pada

Januari 2013

dengan dugaan menerima hadiah atau janji terkait dengan pengurusan kuota
impor daging pada Kementerian Pertanian. Pria yang saat ditangkap

menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini divonis 16


tahun penjara.

4.

Rudi Rubiandini (SKK Migas)


Pertengahan 2013 lalu, KPK kembali menyita perhatian publik melalui aksi

operasi tangkap tangan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini. Sarjana Teknik
Perminyakan Institut Teknologi Bandung 1985 tersebut ditangkap saat menerima
uang suap senilai US$ 700 ribu (sekitar Rp 7,2 miliar).Rudi Rubiandini ditangkap
di rumahnya bersama dua kolega dari sebuah perusahaan swasta, tanpa
perlawanan. Dengan mengenakan baju lengan pendek warna putih tampak
tersenyum kepada para penangkapnya. Penyidik KPK juga menahan beberapa
orang lainnya. Di antaranya sopir Rudi Rubiandini. Dalam penangkapan itu, KPK
juga memboyong tas hitam, sejumlah kardus, dan sepeda motor gede BMW.
Penangkapan Rudi dianggap sebagai sebuah pukulan, mengingat mantan
Kepala Satuan Kerja Khusus Migas ini dikenal sebagai pribadi yang bersih
dan jujur. Nyatanya Rudi menerima suap dari Kernel Oil senilai US$ 400
ribu. Ketua KPK Abraham Samad mengecam Rudi sebagai figur yang serakah,
karena menerima suap kendati mengantongi gaji tinggi sebagai pejabat SKK
Migas.

5.

Ahmad Jauhari (Korupsi Proyek Pengadaan Al Quran

Kemenag)
September 2013 lalu, KPK memeriksa Direktur Urusan Agama Islam dan
Pembinaan Syariah, Direktorat Jenderal Pembinaan Masyarakat (Bimas) Islam
Kementerian Agama, Ahmad Jauhari. Jauhari diperiksa terkait posisinya sebagai
tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Al Quran dan laboratorium
periode 2011-2013 di Kementerian Agama.KPK menetapkan Jauhari sebagai
tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain, namun justru merugikan keuangan Negara yang
melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Penetapan Jauhari sebagai tersangka merupakan pengembangan

penyidikan kasus dugaan penerimaan suap terkait kepengurusan anggaran proyek


Al Quran dan laboratorium Kementerian Agama (Kemenag) yang telah lebih dulu
menjerat anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Zulkarnaen Djabar
berserta putranya, Dendy Prasetya.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis
delapan tahun penjara bagi Ahmad Jauhari, serta kewajiban membayar denda
Rp200 juta, subsider enam bulan kurungan penjara. Kemudian, ia juga harus
membayar uang ganti rugi kepada negara sebesar Rp100 juta dan USD15 ribu
namun dikurangkan lantaran sudah mengembalikannya ke KPK.Vonis ini lebih
ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK selama 13 tahun penjara,
denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan, serta dituntut membayar uang
pengganti sebesar Rp100 juta dan USD15 ribu. Usai vonis tersebut, Jauhari
sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, namun ditolak.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bahkan menjatuhkan pidana penjara lebih berat
terhadap Ahmad Jauhari, dari delapan tahun menjadi 10 tahun penjara.
6.

Irjen Djoko Susilo


Kasus yang menimpa bekas kepala korps lalu lintas Polri ini banyak

dikutip setelah calon Kapolri Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka.


Serupa dengan Gunawan, Djoko Susilo yang terjerembab lantaran kasus
korupsi dalam proyek simulator ujian surat izin mengemudi itu sempat
melawan KPK yang kemudian memicu perang Cicak versus Buaya jilid
pertama. Namun begitu, Irjen Djoko Susilo dijebloskan ke penjara selama 18
tahun oleh Tipikor.

Pada 2011, KPK melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat
simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korlantas Polri. Penyidikan proyek
senilai Rp 198 tersebut menyeret nama-nama petinggi Mabes Polri, salah satunya
yakni Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Djoko
Susilo. Djoko ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan beberapa orang
lainnya, yakni Brigjen Didik Purnomo, Direktur PT CMMA Budi Susanto, dan
Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, Sukotjo Bambang. Perbuatan tersebut
menurut penghitungan BPK mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp121,3
miliar. Djoko, jenderal bintang dua yang juga Gubernur Akademi Kepolisian itu

diduga memperkaya diri sendiri (melalui tindak pidana pencucian uang) atau
orang lain atau korporasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi. Pada September 2013, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
menjatuhkan vonis 10 tahun dan denda Rp500 juta bagi sang jenderal.
Djoko Susilo kemudian mengajukan permohonan banding atas vonis tersebut,
namun Pengadilan Tinggi Jakarta justru menambah hukuman Djoko dari 10 tahun
menjadi 18 tahun serta memerintahkan Djoko yang saat ini ditahan di Lapas
Sukamiskin, Bandung, membayar uang pengganti Rp32 miliar, dan sejumlah
pidana tambahan, antara lain: pencabutan hak untuk memilih dan dipilih dalam
jabatan publik.Sementara itu, tersangka lain yakni Brigjen Didik Purnomo, juga
telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Didik selaku Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) dalam proyek ini disebut terbukti menerima Rp 50 juta dari
pengusaha Budi Susanto untuk memuluskan PT CMMA sebagai penggarap
proyek simulator. Budi Santoso sendiri sempat dijatuhi vonis 8 tahun penjara dan
kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp 17,1 miliar pada awal 2014 lalu. Di
tingkat kasasi, MA mengabulkan upaya kasasi yang diajukan oleh Jaksa KPK dan
memvonis Direktur PT CMMA tersebut dengan hukuman lebih berat berupa 14
tahun penjara serta kewajiban membayar ganti rugi ke negara hingga Rp 88,4
miliar. Sementara itu, pada Mei 2012, Sukotjo Bambang divonis Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Bandung selama 3,5 tahun penjara sekitar Rp 38 miliar untuk
pengadaan simulator kemudi di Korlantas Polri. Putusan tingkat pertama ini lalu
diperberat menjadi 3 tahun dan 10 bulan oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Atas
dua putusan tersebut, Bambang melakukan kasasi ke Mahkamah Agung per 8
Agustus 2012, namun ditolak.
7.

Andi Malaranggeng (Kasus Hambalang)


Anas dan Andi Malarangeng sejatinya adalah dua bintang politik

Indonesia yang tengah meroket. Namun tragisnya kedua sosok muda itu
terjerembab oleh kasus yang sama. Berbeda dengan Anas, Andi pergi dengan
diam setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ia mengundurkan diri
dari jabatannya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, sebelum kemudian
divonis empat tahun penjara oleh Tipikor.

Penyelidikan KPK atas dugaan adanya aliran dana proyek Hambalang


dilakukan mulai pertengahan 2012. KPK telah menetapkan sejumlah tersangka,
diantaranya yakni Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Kabinet
Indonesia Bersatu II, Andi Alfian Mallarangeng, serta Kepala Biro Keuangan dan
Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Belakangan, KPK berhasil
mengungkap keterlibatan Anas Urbaningrum berdasarkan kesaksian mantan
bendahara

Partai

Demokrat,

Muhammad

Nazaruddin.

Dalam

berbagai

kesempatan, Nazaruddin mengaku uang hasil dugaan korupsi proyek tersebut


digunakan untuk biaya pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat di
Bandung pada 2010 lalu. Anas sempat membantah telah menerima hadiah
berupauang, barang, dan fasilitas senilai Rp 116, 8miliar dan US$ 5,26 juta. Dia
juga berulang kali menyebut dirinya sebagai pihak yang dikorbankan.
8.

Muhammad Nazaruddin
Nazaruddin ditangkap saat menjabat Bendahara Umum Partai Demokrat.

Ia terjerat kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games. Setelah sempat
melarikan diri, Nazaruddin akhirnya dibekuk di Cartagena, Kolombia. Dalam
perkembangan kasusnya, pria yang kemudian divonis empat tahun sepuluh
bulan penjara ini ikut menyeret nama-nama yang terlibat.

9.

Anas Urbaningrum
Penangkapan terhadap Anas antara lain berhasil berkat "nyanyian"

Nazaruddin. Pria yang kala itu masih menjabat Ketua Umum Partai
Demokrat tersebut kemudian divonis delapan tahun penjara oleh pengadilan.
Tapi ia bukan petinggi Demokrat terakhir yang dijerat oleh KPK terkait kasus
Hambalang.

Namun demikian, dalam persidangan pada awal 2014, pria kelahiran 1969 ini
terbukti menerima hadiah dari berbagai proyek pemerintah serta melakukan
pencucian uang dengan membeli rumah di Jakarta dan sepetak lahan di
Yogyakarta senilai Rp 20,8 miliar. Anas juga disebut menyamarkan asetnya
berupa tambang di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Amar putusan majelis hakim
juga mengungkapkan, uang yang diperoleh Anas sebagian disimpan di Permai

Group untuk digunakan sebagai dana pemenangan untuk posisi Ketua Partai
Demokrat. Atas kesalahannya tersebut, Anas Urbaningrum divonis hukuman 8
tahun pidana penjara serta pidana denda sebesar Rp300 juta dan keharusan
membayar uang pengganti kerugian negara sedikitnya Rp 57,5 miliar. Putusan ini
berbeda dengan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara,
membayar uang pengganti Rp 94,18 miliar, serta mencabut hak politiknya.
10. Suryadharma Ali
Bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali
ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah
haji. Penetapan tersebut diumumkan di tengah sengitnya masa kampanye
jelang Pemilihan Umum Kepresidenan 2014. Hingga kini kasus yang menjerat
bekas menteri agama itu masih diproses KPK.

Anda mungkin juga menyukai