Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN ASFIKSIA DI RUANG PICU/NICU


RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners


Stase Keperawatan Anak di Ruang PICU/NICU Rumah Sakit Umum Kudus

Disusun Oleh :
Yuli Rakhmayani Aryuanda

PROGRAM PENDIDIKAN PROFFESI NERS


SEKOLA TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
2015/2016

ASFIKSIA
A. PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah melahirkan (Prawirohardjo, 2008).
Asfiksia adalah keadaan dimana fetus atau neonates mengalami kekurangan
oksigen (hipoksia) dan atau menurunnya perfusi (iskemia) ke berbagai macam organ
(Soetomo, 2004).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Wiknjosastro, 2008).
B. KLASIFIKASI
APGAR SCORE
Score
A: Appearance
(warna kulit)

0
Biru, pucat

P: Pulse (denyut nadi)

Tidak ada

G: Grimace (refleks)

Tidak ada respon

A: Activity (tonus
otot)
R: Respiration (usaha
bernafas)

Lemah

1
Badan merah
muda, ekstremitas
biru
Lambat (dibawah
100x/menit)
Gerakan sedikit

2
Seluruhnya merah
muda
Diatas 100x/menit
Menangis, batuk,
atau bersin
Gerakan aktif

Ekstremitas fleksi
sedikit
Tidak ada
Tangisan kuat
Tangisan lemah,
hipoventilasi
Menurut Wiknjosastro (2007) klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya asfiksia menurut Wiknjosastro (2008) antara lain :
1. Keadaan Ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu ke plasenta
berkurang, sehinga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi gawat
janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia:
a. Preeklampsia dan eklampsia

b. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)


c. Partus lama atau partus macet yaitu persalinan yang berjalan lebih dari 24
jam pada primigravida dan atau 18 jam pada multigravida
d. Demam selama persalinan
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
f. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Keadaan bayi
Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia meskipun tanpa didahului
tanda gawat janin:
a. Bayi premature (sebelum 37 minggu)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (congenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Menurut Stright (2004) penyebab asfiksia yaitu sebagai berikut :
1. Faktor Ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensi yang diinduksi oleh
2.
3.
4.
5.

kehamilan, obat-obatan, infeksi


Faktor uterus, meliputi persalinan lama, presentasi janin abnormal
Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta
Faktor umbilikal, melipti prolaps tali pusat, lilitan tali pusat
Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan congenital, kesulitan
kelahiran

D. PATOFISIOLOGI
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O 2 selama
kehamilan/ persalinan, maka akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya
asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode apneu, disertai
penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukkan usaha nafas, yang
kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak
tampak sehingga bayi berada dalam periode apneu yang kedua, dan ditemukan pula
bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi
gangguan metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi
pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi
pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi
pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakn sel otak yang dapat
menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Jika tidak

meninggal, asfiksia akan meninggalkan masalah bayi dengan cacat (Prawirohardjo,


2008).
Asfiksia pada BBL dapat memberikan dampak terhadap berbagai sistem organ,
sehingga akan memberikan macam-macam gejala. Derajat manifestasi gejala asfiksia
janin akan bervariasi, tergantung pada berat, kekerapan timbul, dan kronisitas asfiksia.
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis.
Apabila asfiksia berlanjut, bayi dapat mengalami apneu (henti nafas) yang ditandai
berhentinya gerakan pernafasan, penurunan denyut jantung, dan tonus otot bayi.
Dengan adanya hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah
jantung menurun, dan aliran darah ke alat-alat vital berkurang. Apabila kondisi terus
berlanjut tanpa mendapat penanganan dapat menyebabkan kematian (Wiknjosastro,
2007)
Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai oksigen ke tubuh menjadi
terhambat, jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma, walaupun sadar dari koma
bayi akan mengalami cacat otak. Pada awal asfiksia, darah lebih banyak dialirkan ke
otak dan jantung, dengan adanya hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium
menurun, curah jantung menurun dan aliran darah kea lat-alat vital juga berkurang.
Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak,
kerusakan otak, dan kemudian gangguan tumbuh kembang (Saifuddin, 2006). Asfiksia
juga dapat menimbulkan kematian jika terlambat di tangani, mengakibatkan cacat
seumur hidup seperti buta, tuli, dan cacat otak (Retayasa, 2007)
Gangguan pertukaran gas dan transport O2 dapat terjadi karena kelainan dalam
kehamilan atau persalinan yang bersifat menahun atau mendadak. Kelainan menahun
seperti gizi buruk pada ibu, atau penyakit menahun pada ibu (anemia, hipertensi,
penyakit jantung dan lain-lain) dapat ditanggulangi dengan melakukan pemeriksaan
antenatal ibu yang teratur. Kelainan yang bersifat mendadak, umumnya terjadi pada
persalinan hamper selalu mengakibatkan anoksia/ hipoksia yang berakhir dengan
asfiksia bayi (Mansjoer, 2005).
E. PATHWAY
FAKTOR MATERNAL
Hipoksia, anemia
maternal, penyakit paru,
malnutrisi, asidosis dan
dehidrasi, hipoventilasi

FAKTOR PLASENTA
DAN TALI PUSAT
Solusio plasenta, kompresi
tali pusat, simpul mati
lilitan tali pusat

FAKTOR UTERUS
Gangguan vascular, aktivitas
kontraksi memanjang/
hiperaktivitas

FAKTOR JANIN
Presentasi abnormal, infeksi,
anemia janin, perdarahan,
trauma persalinan, stenosis
saluran nafas

ASFIKSIA
Janin kekurangan O2 dan kadar CO2
Sumber:
Prawirohardjo
(2008), Wiknjosastro
Nafas cepat
Suplai O2 ke
JaninSaifuddin
tidak bereaksi
Proses keluarga
(2007),
(2006), Pola
Retayasa
nafas
paru otak
DJJ
APNEU
dan
TD
Kerusakan
Kematian
terhadap
rangsangan
terhentibayi
(2007),
Mansjoer
(2005). inefektif

Paru-paru terisi cairan


Resiko
Suplai
O2 dalam
Resiko
ketidakseimbangan
darah
Cidera
suhu tubuh

Gangguan
Gangguan
Asidosis
metabolisme
Bersihan jalan
Kerusakan
dan perubahan
perfusi
Respiratorik
ventilasi
asam basa
nafas inefektif
pertukaran gas

F. TANDA DAN GEJALA


1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/menit atau kurang dari 100 x/menit,
halus, dan irregular serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium: janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ > 160 x/menit dan ada mekonium: janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ < 100 x/menit dan ada mekonium: janin dalam keadaan gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolic atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Bayi tidak bernafas atau bernafas cepat, denyut jantung < 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap reflex rangsangan
h. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologi: kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul pada asfiksia neonatus antara lain:
1. Edema otak dan perdarahan otak
2. Kejang
3. Koma
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Fisik
Kulit
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Thorax
Abdomen

Umbilikus
Genitalia
Anus
Ekstremitas
Refleks

Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru


(sianosis), pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung
Warna konjungtiva anemis/tak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva,
warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya
Terdapat pernapasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek
Bentuk simetris, terdapat tarikan interkostal, perhatikan suara
wheezing dan ronkhi, frekuensi bunyi jantung > 100 x /menit
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada
garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites/ tumor, perut cekung karena adanya hernia diafragma, bising
usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi
GI Tract belum sempurna
Tali pusat layu, prhatikan ada perdarahan atau tidak, adanya tandatanda infeksi pada tali pusat
Pada neonatus aterm terstis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretrapada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia
mayora dan labia minora, adanya sekresi mucus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari feses
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya
Pada neonatus preterm post asfiksia berat refleks moro dan sucking
lemah. Refleks moro dapat memberi keterangan mengenai susunan
saraf pusat atau adanya patah tulang

2. Darah
a. Hb (normal 14,9-23,7 g/dL), biasanya pada bayi asfiksia cenderung turun
karena O2 dalam darah sedikit
b. Leukositnya lebih dari (normal 10.000-26.000/ul) karena bayi preterm imunitas
masih rendah sehingga beresiko tinggi infeksi
c. Trombosit (normal 150.000-400.000/ul)
d. Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena terjadi
hipoglikemi
3. Nilai analisa gas darah
a. pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun karena terjadi asidosis
metabolik
b. pCO2 (normal 35-45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia cenderung
naik karena sering terjadi hiperkapnea

c. pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif
d. HCO3 (normal 24-48 mEq/L)
4. Urine
Nilai serum lektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari
a. Natrium (normal 134-150 mEq/L)
b. Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
c. Kalsium (normal 8,1010,4 mEq/L)
5. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
I. PENATALAKSANAAN
1. MEDIS
Prinsip resusitasi (Prawirohardjo, 2005):
a. Menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap bebasnya
jalan nafas
b. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif kepada bayi dengan usaha
pernapasan buatan
c. Memperbaiki asidosis yang terjadi
d. Menjaga agar peredaran darah tetap baik
Nilai APGAR 7-10 (bayi dinyatakan baik):
Pada keadaan ini bayi tidak memerlukan tindakan istimewa. Penatalaksanan terdiri
dari:
a. Memberikan lingkungan suhu yang baik pada bayi
b. Pembersihan jalan nafas bagian atas dari lendir dan sisa-sisa darah
c. Kalau perlu lakukan rangsangan pada bayi (Mansjoer, 2005)
2. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
1) Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara, identitas orang uta. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
karena berkaitan dengan diagnose asfiksia neonatorum.
2) Keluhan utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3) Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi
belakang kaki atau sungsang
4) Kebutuhan dasar
a) Pola nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia dibatasi intake oralnya karena organ
tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk
mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
b) Pola eliminasi

Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama


pencernaan yang belum sempurna
c) Kebersihan diri
Perawat dan keluarga klien harus menjaga kebersihan klien, terutama
saat BAB atau BAK, popok harus diganti.
d) Pola Tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
e) Sirkulasi
Nadi apical dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/menit. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolic)
b. Diagnosa Keperawatan
I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak
II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/hiperventilasi
III. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
IV. Resiko cidera b.d anomaly congenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius
V. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O 2 dalam
darah
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian status dalam kesehatan anggota
keluarga
c. Intervensi Keperawatan
NO
I

Diagnosa
Keperawatan
Bersihan jalan nafas
tidak efektif b.d
produksi mukus
banyak

Tujuan dan Kriteria


Hasil
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam,
diharapkan jalan nafas
lancar
NOC I: Status
Pernafasan: Kepatenan
jalan nafas
Kriteria Hasil:
1. Tidak menunjukkan
demam
2. Tidak menunjukkan
cemas
3. Rata-rata respirasi
dalam batas normal
4. Pengeluaran sputum
melalui jalan nafas
5. Tidak ada suara
nafas tambahana
NOC II: Status
Pernafasan: Pertukaran
gas
Kriteria Hasil:
1. Mudah dalam

Intervensi Keperawatan
NIC: Suction jalan
nafas
1. Tentukan
kebutuhan
oral/suction
tracheal
2. Auskultasi suara
nafas sebelum dan
sesudah suction
3. Bersihkan daerah
bagian tracheal
setalah suction
selesai dilakukan
4. Monitor status
oksigen pasien,
status hemodinamik
segera sebelum,
selama dan sesudah
suction

Rasional

R: Pengumpulan
data untuk
perawatan optimal
R: Membantu
mengevaluasi
keefektifan upaya
batuk klien
R: Meminimalisasi
penyebaran
mikroorganisme
R: Mengetahui
efektifitas dari
suction

II

III

bernafas
2. Tidak menunjukkan
kegelisahan
3. Tidak adanya
sianosis
4. PaCO2 dalam batas
normal
5. PaO2 dalam batas
normal
6. Keseimbangan
perfusi jaringan
Pola nafas tidak
Setelah dilakukan
efektif b.d
tindakan keperawatan
hipoventilasi/hiperve selama 3x24 jam,
ntilasi
diharapkan pola nafas
menjadi efektif
NOC: Status Respirasi:
Ventilasi
Kriteria Hasil:
1. Menunjukkan pola
nafas yang efektif
2. Ekspansi dada
simetris
3. Tidak ada bunyi
nafas tambahan
4. Kecepatan dan irama
respirasi dalam batas
normal

Gangguan
pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam,
diharapkan gangguan
pertukaran gas dapat
teratasi
NOC: Status
Pernafasan: Pertukaran
gas
Kriteria Hasil:
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam
batas normal

NIC: Manajemen jalan


nafas
1. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas dengan
melakukan
penghisapan lendir
2. Pantau status
pernafasan dan
oksigenasi sesuai
dengan kebutuhan
3. Auskultasi jalan
nafas untuk
mengetahui adanya
penurunan ventilasi
4. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemeriksaan AGD
dan pemakaian alat
bantu nafas
5. Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan

NIC: Manajemen asam


basa
1. Kaji bunyi paru,
frekuensi nafas,
kedalaman nafas,
dan produksi
sputum
2. Pantau saturasi O2
dengan oksimetri
3. Pantau hasil
Analisa Gas Darah

R: Membersihkan
jalan nafas

R: Meningkatkan
kadar oksigen yang
bersikulasi dan
memperbaiki status
kesehatan
R: Mengevaluasi
keefektifan upaya
batuk klien
R: Perubahan AGD
dapat mencetuskan
disritmia jantung
R: Terapi oksigen
dapat membantu
mencegah gelisah
bila klien menjadi
dispneu, dan juga
membantu
mencegah edema
paru
R: Mengevaluasi
keefektifan upaya
batuk klien

R: Mengevaluasi
keefektifan O2 yang
masuk kedalam
tubuh
R: Mengevaluasi
hasil analisa gas
darah dalam
menegakkan

diagnosis dan
intervensi
selanjutnya
IV

Resiko cidera b.d


anomaly congenital
tidak terdeteksi atau
tidak teratasi
pemajanan pada
agen-agen infeksius

Resiko
ketidakseimbangan
suhu tubuh b.d
kurangnya suplai O2
dalam darah

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam,
diharapkan resiko cidera
dapat dicegah
NOC: Pengetahuan:
Keamanan anak
Kriteria Hasil:
1. Bebas dari cidera/
komplikasi
2. Mendeskripsikan
aktivitas yang tepat
dari level
perkembangan anak
3. Mendeskripsikan
teknik pertolongan
pertama

NIC: Kontrol infeksi


1. Cuci tangan setiap
sebelum dan
sedudah merawat
bayi
2. Pakai sarung tangan
steril
3. Lakukan
pengkajian fisk
secara rutin
terhadap bayi baru
lahir, perhatikan
pembuluh darah tali
pusat dan adanya
anomaly
4. Ajarkan keluarga
tentang tanda dan
gejala infeksi dan
melaporkannya
pada pemberi
pelayanan
kesehatan
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
Setelah dilakukan
NIC: Perawatan
tindakan keperawatan
Hipotermi
selama 3x24 jam,
1. Hindarkan pasien
diharapkan suhu tubuh
dari kedinginan dan
dapat normal (36,5tempatkan pada
37,5C)
lingkungan yang
hangat (inkubator)
NOC: Termoregulasi:
2. Monitor gejala
Neonatus
yang berhubungan
Kriteria Hasil:
dengan hipotermi,
1. Temperatur dalam
misalnya fatihue,
batas normal
apatis, perubahan
2. Tidak terjadi distress
warna kulit
pernafasan
3. Monitor
3. Tidak gelisah
temperature dan
4. Tidak terjadi
warna kulit
perubahan warna
kulit
4. Monitor TTV
5. Bilirubin dalam
5. Monitor adanya
batas normal
bradikardi

6. Monitor status
pernafasan

R: Mencegah infeksi
nosokomial
R: Mencegah infeksi
nosokomial
R: Mencegah
terjadinya keadaan
yang lebih buruk

R: Meningkatkan
pengetahuan
keluarga dalam
deteksi awal suatu
penyakit

R: Menjaga suhu
tubuh agar tetap
stabil
R: Mendeteksi lebih
awal apabila ada
perubahan yang
terjadi guna
mencegah
komplikasi
R: Peningkatan suhu
tubuh menunjukkan
adanta tanda-tanda
infeksi
R: Penurunan
frekuensi nadi
mnunjukkan adanya
asidosis respiratori
karena kelebihan
retensi CO2

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A., dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1 Cetakan keenam. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
Nurarif, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa NANDA NIC NOC.
Jilid 3. Yogyakarta: Medi Action
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Stright, Barbara. 2004. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC
Saifuddin, Abdul Bari. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.

Anda mungkin juga menyukai