Hak untuk Berpartisipasi dan Manajemen Partisipatif
Dalam suatu demokrasi, pengambilan keputusan biasanya
memiliki dua karakteristik : a. keputusan berpengaruh pada kelompok ditetapkan oleh mayoritas anggotanya b. keputusan ditetapkan setelah dilaksanakan diskusi yang menyeluruh, bebas dan terbuka Tujuan demokrasi sangat mungkin dimasukan dalam organisasi bisnis, mengijinkan pegawai ikut dalam pengusulan, menyampaikan suatu tujuan yang mengarah kepada keputusan atau pegawai bisa melakukan protes suatu keputusan yang tidak searah demi kepentingan bersama. Keputusan yang dihasilkan yang mengarah kepada aspek seperti jam kerja, masa istirahat, pengaturan tugas kerja dan tanggung jawab pegawai serta kepenyeliaan tugas. Keputusan besarpun bisa dilakukan oleh pekerja di dalam organisasi demokrasi perusahaan, seperti halnya keputusan yang berpengarus pada operasi perusahaan secara umum, penutupan, relokasi, merger, diverifikasi produk atau pemberlakuan metode ketenagakerjaan yang baru. Demokrasi perusahaan belum sepenuhnya berjalan, karena minat dari pekerja untuk berpartisipasi dalam mengambil suatu keputusan perusahaan belum begitu besar. Selain dari pada itu organisasi bisnis terbatasi oleh organisasi politik yang berkuasa pada saat itu. Jadi penekanan terhadap organisasi politik terhadap perusahaan masih sangat kuat yang membuat serikat pekerja mengalami pengerdilan dalam pengambilan keputusan. Sejumlah teori mengatakan, Pemimpin yang partisipatif akan meningkatkan kepuasan pegawai dalam mendukung kinerja dan produktivitas perusahaan. Ketergantungan teori tersebut pada asumsi tentang sifat dan motivasi manusianya. Salah satu asumsi tersebut kita misalkan dangan teori yang mengatakan bahwa pekerja itu malas dan egois, lebih suka dipimpin, resisten, atau penolakan perubahan. Menager yang
menggunakan asumsi tersebut akan bersifat otoriter, suka
memerintah, mengendalikan dan kurang konsultatif. Dan asumsi yang lain bahwa pekerja ingin dan mampu mengembangkan kapasitas untuk menerima tanggung jawab, memiliki kesiapan untuk mendukung tujuan organisasional dan mampu menentukan dirinya sendiri secara baik, artinya bahwa manager menyerahkan keputusan kepada pegawai. Teori yang lain menyetujui pandangan tersebut hanya modelnya atau rangkaian asumsi yang dapat dibentuk model tradisional, asumsinya bahwa sebagaian besar pegawai tidak suka bekerja, tidak kreatif, tidak mampu mengarahkan diri sendiri dan banyak mempertimbangkan untungruginya terhadap apa yang mereka lakukan. Bila model seperti ini tertanam pada pola kerja pegawai maka manager harus mengambil langkah dalam pengawasan yang lebih extra ketat dalam pola kerja pegawai, jadinya sering melakukan arahan terhadap pekerja. Model lain yang mengasumsikan manager berusaha berkomunikasi dengan pekerja dengan model hubungan kemanusiaan, yaitu mendengar, mendorong pembentukan pengarahan diri dan mengkondisikan kalau pegawai itu penting dan berguna bagi perusahaan. model yang lain adalah Model sumber daya manusia yang mengasumsikan bahwa semua pegawai merasakan kepuasan terhadap kinerjanya, dengan demikian pekerja terpacu dalam kerjaannya untuk mencapai kepuasan hasil dari apa yang telah dilakukannya. Dampak positif dari pekerja yang demikian ini semakin menambah pesat perkembangan dari perusahaan tersebut. Teori selanjutnya dengan mengajukan empat system model organisasi 1.sistem otoriter eksploitatif 2.otoriter yang baik 3.konsultatif 4.partisipatif
Dari ke empat system tersebut memiliki jangkauan mulai dari
ketidak percayaan dalam system sampai pada tingkat kepercayaan kepada pekerja dalam mengambil sebuah keputusan yang baik guna mencapai kemajuan. Bila hal ini berjalan dengan baik maka perusahaan akan membuat organisasi semakin efektif dan produktif.
Hak atas Proses yang Layak dan PHK Sepihak
Employment at will (PHK sepihak) sering kali kita temui dalam sebuah kasus dimana perusahaan memPHK pekerja tanpa mempertimbang kelayakan dari kelanjutan pekerja tersebut terhadap kehidupannnya. Banyak kejadian yang dialami oleh para pekerja yang mendapatkan pemutusan hubungan kerja tanpa pesangon, kejadian ini sering menimpa pada pekerja yang diluar kontraktual. Akibat dari PHK tersebut pekerja mengalami depresi mental, kesulitan mendaptkan pekerjaan, rasa ketidak percayaan pada diri sendiri, pengucilan dari lingkungannya. Banyak perusahaan melakukan seperti ini di dasari pada asumsi bahwa perusahaan hak atas merekrut, mempromosikan dan memutus pekerja, dan pegawai tidak berhak protes atas apa yang sudah dilakukan oleh perusahaan. Dari beberapa kasus seperti tersebut banyak mendapatkan kecaman 1.pegawai tidak mempunyai kebebasan dalam menerima ataupun menolak pekerjaan 2.keyakinan pegawai terhadap perusahaan atas nasib pekerja yang tidak adil 3.pekerja berhak atas perlakuan yang layak dari perusahaan Yang paling penting adalah perlakuan perusahaan terhadap pekerja yang adil dan berperikemanusiaan , dimana melihat pada azaz praduka tak bersalah bila pegawai diduga melakukan pelanggaran aturan perusahaan. dan juga menetapkan batasan moral atas perlakuan kekuasaan atasan. Bilamana perlakuan hak tersebut tidak dihormati maka hak-hak yang lain kemungkinan besar juga tidak akan dihargai. Jadi pemrosesan suatu permasalahan memerlukan peran dengan mendengarkan keluhan terhadap permasalahan yang terjadi. Proses kasus menjadi layak bila realita institusionalnya melaksanakan prosedur yang adil dan benar.