Anda di halaman 1dari 15

CLINICAL SCIENCE SESSION

ANTIHISTAMIN

Disusun oleh:
Tranggana N

1301-1214-0568

Monica Afrilya Putri

1301-1214-0504

Amirah Nabila Binti Azhari

1301-1214-05

Preseptor:
Jono Hadi Agusni, dr., SpKK (K)

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
A. PENDAHULUAN

Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh yaitu pada jaringan
sel mast dan peredaran basofil yang berperan terhadap berbagai proses fisiologis yang
penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-heparin
dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi bila ada rangsangan senyawa alergen.
Senyawa alergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim
proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina. Histamin
merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin.
Pelepasan histamine terjadi akibat :
1. Rusaknya sel
Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau
sedang dalam proses perbaikan misalnya luka.
2. Senyawa kimia
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenik, sehingga akan melepaskan histamine dari
sel mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.
3. Reaksi hipersensitivitas
Pada orang normal, histamin yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin
oksidase sehingga histamin tidak mencapai reseptor histamin. Sedangkan pada penderita
yang sensitif terhadap histamin atau mudah terkena alergi jumlah enzim-enzim tersebut
lebih rendah daripada keadaan normal.
4. Sebab lain
Proses fisik seperti mekanik, termal, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama sel
mast yang akan melepaskan histamin.
Histamin berinteraksi dengan reseptor yang spesifik pada berbagai jaringan target.
Reseptor histamin dibagi menjadi histamine 1 (H-1), histamine 2 (H-2), histamine 3 (H-3),
histamine 4 (H-4).

Tabel-1. Jenis-jenis reseptor histamin


Jenis

Distribusi

Antagonis selektif parsial

resepto
r
H1
H2

H3
H4

neuron,
smooth
muscle,
endothelial, epithelium, otak
mukosa gaster, otot jantung,
mast
cell,
endothelium,
epithelium, otak
histaminergic neuron
bonemarrow
dan
hematopoietic periferal

Mepyramine,
Triprolidine, Cetirizine
Cimetidine, Ranitidine,
tiotidine

Thioperamide,
iodophenpropit,
clobenpropit
sel-sel Thioperamide

Proses lepasnya histamin tidak terjadi secara langsung, melainkan diawali dengan
transduksi signal. Proses transduksi signal adalah proses masuknya signal ke dalam sel
sehingga membuat sel bereaksi dan menimbulkan efek. Ketika alergen masuk pertama kali ke
dalam tubuh, TH-2 limfosit akan mengeluarkan IL-4, IL-4 menghasilkan signal yang
merangsang B-sel (suatu sel limfosit) untuk menghasilkan antibodi IgE. Ketika alergen
menyerang untuk yang kedua kalinya, IgE berikatan dengan alergen dan dibawa menuju sel
mast. Pada sel mast kompleks IgE-alergen akan terikat pada reseptor F c (Epsilon-C reseptor).
Ikatan ini akan menghasilkan signal ke dalam sel yang akan mengaktifkan enzim fosfolipase.
Fosfolipase akan mengubah phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate (PIP2) menjadi inositol
1,4,5-triphosphate (IP3) yang akan memobilisasi Ca 2+ dari organel penyimpan dalam sel
mast. Ca2+ merupakan second messenger bagi terjadinya kontraksi otot atau sel. Second
messenger inilah yang memacu proses degranulasi sel mast sehingga histamin akan terlepas.
Histamin bereaksi pada reseptor H-1, dapat menyebabkan pruritus (gatal-gatal), vasodilatasi,
hipotensi, wajah memerah, pusing, takikardia, bronkokonstriksi, menaikkan permeabilitas
vaskular, rasa sakit dan lain-lain. Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asan amino
histidin. Histamin terdapat dalam sel mast dan leukosit basofil dalam bentuk tidak aktif
secara biologik dan disimpan terikat dalam heparin dan protein basa. Histamin akan
dibebaskan pada reaksi hipersensitivitas pada rusaknya sel dan akibat senyawa kimia.
Antihistamin adalah obat yang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya
sehingga mampu meniadakan histamin.

B. ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin
dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2, dan H-3.
Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan atau
mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat
mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara
bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.
Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast yang
dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen IgE. Berdasarkan hambatan pada
reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

Antagonis H-1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi

alergi.
Antagonis H-2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan

penderita pada tukak lambung.


Antagonis H-3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam
penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskuler,
pengobatan alergi dan kelainan mental.

123H

21
-

Gambar 1. Klasifikasi Antihistamin

1. Antagonis Reseptor H-1


Antagonis reseptor H-1 adalah senyawa yang secara kompetitif menghambat histamin
pada reseptor H-1 dan telah digunakan secara klinis dalam beberapa tahun. Antagonis H-1
menghambat efek histamin dengan cara secara reversibel mengikat dan menstabilkan reseptor
H1 sehingga tetap dalam keadaan inaktif. Efeknya adalah menurunkan produksi sitokin

proinflamasi, menurunkan ekspresi CAM, menurunkan pelepasan mediator dari sel mast dan
basofil, dan menurunkan kemotaksis dari eosinofil dan sel-sel lainnya. H1 antihistamin juga
memiliki aktivitas antikolinergik, efek anestesi lokal, antiemetik, dan anti mabuk perjalanan.
Efek dari H1 antihistamine akan lebih efektif jika diberikan sebelum terjadinya pelepasan
histamin.

Gambar 2. Mekanisme Kerja AH1


Antagonis H-1 dibagi menjadi agen generasi pertama dan generasi kedua. Antagonis
H-1 generasi pertama mempunyai efek sedatif yang relatif kuat, karena agen generasi
pertama lebih mempunyai sifat menghambat reseptor autonom. Sedangkan antagonis H-1
generasi kedua pada umumnya non sedatif karena generasi 2 pada umumnya lebih banyak
dan lebih kuat terikat dengan protein plasma sehingga tidak dapat menembus blood brain
barrier/sawar darah otak. Dari literatur yang lain disebutkan bahwa AH1 juga mempunyai
generasi ketiga yaitu merupakan derivat dari generasi kedua, berupa metabolit (desloratadine
dan fexofenadine)

dan enansiomer (levocetirizine). Pencarian generasi ketiga ini

dimaksudkan untuk memperoleh profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi
serta efek samping lebih minimal. Faktanya, fexofenadine memang memiliki risiko aritmia
jantung yang lebih rendah dibandingkan obat induknya, terfenadine. Demikian juga dengan
levocetirizine atau desloratadine, tampak juga lebih baik dibandingkan dengan cetrizine atau
loratadine.

Farmakokinetik AH1
AH1 diabsorbsi dengan baik setelah pemberian peroral dengan kadar maksimum
dalam serum setelah 1-2 jam. AH1 didistribusi ke semua jaringan. AH1 generasi pertama dapat
menembus sawar darah otak. Lama kerja AH1 berkisar antara 4 hingga 6 jam. Akan tetapi,
ada beberapa AH1 yang memiliki lama kerja yang lebih panjang. Tempat biotransformasi
utama adalah hati oleh sitokrom P-450. Diekskresikan ke dalam urin sebagian besar dalam
bentuk metabolit dan sebagian kecil tidak berubah.
Farmakodinamik AH1
a. Efek antihistamin melalui blokade reseptor histamin
1. Otot polos
AH1 menghambat kerja histamin pada otot polos usus dan bronkus. Pada manusia,
bronkokonstriksi akibat alergi tidak dapat sepenuhnya dihambat oleh AH1 karena selain
histamin, leukotrien dan PAF(Platelet Activating Factor) juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi.
2. Permeabilitas kapiler
Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamin dapat dihambat dengan
efektif oleh AH1.
3. Reaksi anafilaksis dan alergi
Dalam reaksi hipersensitivitas, histamin bukan satu-satunya zat yang dilepaskan.
Beberapa gejala timbulnya edema dan rasa gatal dapat dicegah oleh AH1. Akan tetapi,
beberapa gejala yang lain seperti hipotensi dan bronkokonstriksi hanya sedikit dapat
dicegah oleh histamin.
4. Kelenjar eksokrin
Efek perangsangan histamin terhadap sekresi lambung tidak dapt dihambat AH1. Ah1
dapat menghambat sekresi saliva, lakrimal, dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat
histamin. Sifat mirip atropin pada beberapa agen AH1 mungkin berperan dalam
mengurangi sekresi kelenjar yang dipersarafi oeleh syaraf kolinergik.
5. Susunan saraf pusat
AH1 generasi pertama dapat merangsang maupun menghambat SSP. Dosis terapi AH1
umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya

kantuk,

berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. AH1 generasi kedua tidka
dapat atau sangat sedikit menembus sawar darah dan otak sehingga tidak menimbulkan
efek sedasi. AH1 efektif untuk mencegah mabuk akibat kendaraan.
b. Efek yang tidak disebabkan blokade terhadap reseptor histamin
Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai banyak efek yang tidak berhubungan
dengan penghambatan terhadap efek histamin. Sejumlah besar efek tersebut diduga

dihasilkan dari kesamaan struktur umumnya dengan struktur obat yang mempunyai efek pada
kolinoseptor muskarinik, adrenoreseptor-, serotonin dan situs reseptor anestetika lokal.
Beberapa dari efek tersebut mempunyai nilai terapeutik dan beberapa lainnya tidak
dikehendaki.
1. Efek sedasi
Efek umum dari antagonis H-1 generasi pertama adalah efek sedasi. Tetapi intensitas
efek tersebut bervariasi. Efeknya cukup besar sehingga berguna sebagai bantuan tidur
dan tidak cocok digunakan di siang hari.
2. Efek antimual dan antimuntah
Beberapa antagonis H-1 generasi pertama mempunyai aktivitas mampu mencegah
terjadinya motion sickness. Contoh obatnya : Doxylamine.
3. Efek antikolinoreseptor
Banyak agen dari generasi pertama mempunyai efek seperti atropin pada muskarinik
perifer. Efek ini dilaporkan dapat digunakan untuk rinorea nonalergi, tapi dapat
menyebabkan retensi urin dan pandangan buram.
4. Kerja penghambatan adrenoreseptor
Efek penghambatan reseptor alfa dapat dibuktikan pada beberapa antagonis H-1, namun
penghambatan terhadap reseptor beta tidak terjadi. Penghambatan terhadap reseptor alfa
tersebut dapat menyebabkan hipotensi ortostatik. Contoh obatnya adalah Promethazine.
5. Kerja penghambatan serotonin
Efek penghambatan terhadap reseptor serotonin dapat dibuktikan pada agen antagonis H1 generasi pertama. Contoh obat : Cyproheptadine.
6. Efek terhadap sistem saraf lain
Efek samping kardiovaskular berupa fibrilasi ventrikel, pemanjangan interval QT dan
takiaritmia ventrikuloar atipikal yang berhubungan dengan astemizol dan terfenadin.
Hepatotoksisitas jarang terjadi, namun dilaporkan adanya kasus hepatitis akibat
penggunaan terfenadin selama 5 bulan. Fotosensitivitas, urtikaria, erupsi makulopapular,
eritema serta pengelupasan kulit akibat reaksi fotoalergi yang diduga berhubungan
dengan penggunaa terfenadin. Juga dilapotkan adanya sakit kepala, mual, kekeringan
pada mukosa mulut dan beberapa efek antikolinergik lainnya.
Indikasi
Beberapa kegunaan klinis dari AH1 adalah:

1. Menghilangkan pruritus dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi dan bentuk lain
dermatitis, liken planus, gigitan nyamuk
2. Pengobatan cold urticaria, angioedema dan reaksi alergi kulit lainnya termasuk alergi obat.
3. Pengobatan rhinitis alergi dan urtikaria kronis
4. Kontraindikasi pada ibu hamil dan menyusui, bayi baru lahir, bayi premature, glaukoma
sudut sempit, retensi urine, dan asma
Efek Samping
Beberapa efek samping dari AH1 adalah:
1. Sedasi (terutama gen-1)
2. Gangguan CNS pusing, pandangan kabur, gangguan pendengaran
3. Keluhan Gastrointestinal mual dan muntah, diare dan konstipasi, anoreksia
4. Efek anticholinergic membran mukus kering, retensi urin, postural hypotension
5. Aritmia
Interaksi obat

Alkohol

Meningkatkan efek sedasi saat antihistamin diberikan bersama

Analgesik

alkohol (efek mungkin lebih sedikit dengan antihistamin non-sedatif)


Efek sedasi mungkin meningkat saat antihistamin sedative diberikan

Antasid
Antibakterial

dengan analgesik opioid


Penyerapan fexofenadine diturunkan oleh antasid
Pabrik loratadin menyatakan kadar loratadin dalam darah mungkin
meningkat oleh eritromisin; metabolism mizolastin dihambat oleh
eritromisin- hindari penggunaan bersamaan; risiko aritmia ventricular
meningkat saat mizolastin diberikan dengan moxifloxacin- hindari
penggunaan bersamaan; metabolism mizolastine mungkin dihambat

Antidepresan

oleh makrolida- hindari penggunaan bersamaan


Meningkatkan efek antimuskarinik dan sedasi saat antihistamin
diberikan bersamaan MAOI atau trisiklik; siproheptabin mungkin

Antidiabetik

melawan efek antidepresan dari golongan SSRI


Hitung trombosit menurun saat ketotifen diberikan dengan metformin
(pabrik ketotifen menyarankan untuk menghindari penggunaan

Antijamur

bersamaan)
Pabrik loratadin menyatakan kadarnya dalam darah mungkin

meningkat oleh ketokonazole; metabolism mizolastine dihambat oleh


itrakonazole, ketokonazole- hindari penggunaan bersamaan;
metabolism mizolastine mungkin dihambat imidazol- hindari
Antimuskarinik

oenggunaan bersamaan
Meningkatkan risiko efek sampan antimuskarinik saat antihistamin

Antiviral

diberikan bersamaan dengan antimuskarinik


Kadar loratadin dalam darah mungkin meningkat oleh fosamprenavir;
kadar chlorpheniramin dalam darah mungkin meningkat oleh
lopinavir; kadar antihistamin non-sedatif mungkin meningkat oleh

ritonavir
Ansiolitik dan hipnotik Meningkatkan efek sedasi saat antihistamin diberikan bersamaan
dengan ansiolitik dan hipnotik
Beta blocker (penyekat Meningkatkan risiko aritmia ventricular saat mizolastin diberikan
beta)
Betahistin
Obat untuk ulkus

dengan sotalol- hindari penggunaan bersama


Antihistamin secara teoritis melawan efek betahistin
Pabrik loratadin menyatakan kadar darah mungkin meningkat oleh
cimetidine

Berikut ini merupakan obat-obat antihistamin yang sering digunakan antara lain:
a. Chlorpheniramine maleat/klorfeniramin maleat (Chlorpenon, Cohistan, CTM)
Merupakan antihistamin sedatif dari golongan alkilamin yang paling poten dan stabil.
Setelah pemberian dosis tunggal per oral, klorfeniramil diabsorbsi dengan baik dan cepat
pada saluran pencernaan, mencapai kadr puncak plasma dalam waktu 30-60 menit,
melalui metabolisme pertama di hati dan di mukosa saluran pencernaan selama proses
absorpsi, kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh.
Lama kerja dari CTM adalah 4-6 jam. Dosis yang diberikan 4-6 mg peroral dapat
diberikan 3-4x/hari, dengan dosis maksimal 24 mg par hari baik pada anak-anak dan
dewasa.
Sediaan :
- Klorfeniramin elixit
- Klorfeniramin tablet
- Klorfeniramin retarded tablet

: 2mg/5ml: 120 ml, 480 ml


: 2 mg dan 4 mg
: 8 mg dan 12 mg

b. Difenhidramin/ Diphenhydramine HCl


Merupakan derivat etanolamin yang sering digunakan dalam praktek sehari-hari,
diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral. Di metabolisme pertama di hati.
Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu kurang dari 1-5 jam dan bertaham selama 2

jam. Defenhidramin tidak dapat diberikan secara subkutan, intradermal atau perivaskular
karena sifatnya yang iritatif dan dapt menyebabkan nekrosis setempat pada pemberian
secara subkutan dan intradermal. Defenhidramin tidak dapat menembus jaringan kulit
yang intak pada pemberian secara topikal, bahkan dapat menyebakan reaksi
hipersensitivitas.
Dosis pemberian adalah 25-50 mg per oral, dosis maksimal 300 mg/hari, dengan lama
kerja 4-6 jsm. Pemberian 100 mg/ lebih dapat menyebakan hipertensi, takikardia,
perubahan gelombang T dan pemendekan dari diastole.
Sediaan
- Defenhidramin kapsul
: 25 dan 50 mg
- Defenhidramin elixir
: 12,5 mg/5 ml : 120 cc. 480 cc
- Defenhidramin injeksi
: 50mg/ml : 1 ml ampul
- Defenhidramin spray
: 60 ml
c. Hidroksizin
Hidroksisin merupakan derivat dari piperasin, sering digunakan sebagai transquilizer, sedatif,
antipruritus

dan antiemetik. Kadar

plasma biasanya dicapai dalam 2-3 jam setelah

pemberian peroral, dengan waktu paruh

6 jam kemudian diekskresikan ke dalam urin.

Hidroksizin merupakan obat pilihan untuk pengobatan dermatografisme dan urtikaria


kolinergik, dapat digunakan sendirian ataupun kombinasi dengan antihistamin lainnya untuk
pengobatan urtikaria kronis, urtikaria akut, dermatitis kontak, dermatitis atopik dan pruritus
yang diinduksi oleh histamin. Lama kerja dari obat ini adalah 6-24 jam dengan dosis
pemberian 10 mg sampai 50 mg peroral, setiap 4 jam.
Sediaan:
-

Hidroksisin tablet 10 mg, 25 mg, 50 mg dan 100 mg.

Hiroksisin injeksi 25 mg/ml, 50 mg/ml.

Hidroksisin sirup 10 mg/5ml: 240 ml, 480 ml.

d. Loratadin
Merupakan trisiklik piperidin long acting yang mempunyai aktivitas yang selektif dengan
efek sedatif dan antikoligernik yang minimal pada dosis yang direkomendasikan, merupakan
antihistamnin yang mempunyai masa kerja yang lama. Loratadin merupakan long-acting
antihistamin dengan lama kerja 24 jam. Dosis yang direkomendasikan 10 mg dosis oral, pada
anak-anak (<30 kg) adalah 5 mg/kg BB dosis tunggal. Meskipn loratadin tidak mempunyai
kontraindikasi pada penderita hati dan ginjal kronis, disarankan untuk mengurangi dosis yang
diberikan.

Sediaan
-

Loratadin sirup
Loratadin tablet
Loratadin tablet

: 1 mg/ml : 480 ml
: 10 mg
: 10 mg

e. Cetirizine (Zyrtex)
Merupakan metabolit karboksil asid dari hidroksin. Cetirizine dapat menghambat eosinofil,
neutrofil dan basofil dan menghambat IgE serta menurunkan prostaglandin D2. Dosis yang
direkomendasikan untuk dewasa 10 mg/hari (maksimal 20 mg) dosis tunggal, pada anak-anak
adalah 0,3 mg/kgBB sedangkan pada pasien dengan gangguan ginjal kronik dan hepar dosis
yang diberikan adalah 5 mg/hari. lama kerja cetirizine adalah 12-24 jam.
Sediaan
-

Cetirizine tablet 5 mg, 10 mg


Cetitirizine sirup 5 mg/ml : 120 ml

f. Fexofenadine
Feksofenadin, metabolit aktif utama dari terfenadin, merupakan reseptor kompetitif
antagonis H-1 yang selektif dengan sedikit atau tanpa efek samping antikolinergik dan non
sedatif, serta bersifat non kardiotoksik.
Feksofenadin diabsorbsi cepat setelah pemberian dosis tunggal atau dua kapsul 60 mg
dengan waktu rata-rata mencapai konsentrasi plasma maksimum 1-3 jam setelah pemberian
per oral. Feksofenadin terikat pada protein plasma sekitar 60-70%, terutama pada albumin
dan 1-acid gylcoprotein. Waktu paruh feksofenadin adalah 11-15 jam, diekskresikan sebanyak
80% pada urin dan 12% pada feses.
Feksofenadin diindikasikan pada penderita rinitis alergi dan urtikaria idiopatik
kronis.4,10 Pemberian feksofenadin bersama antibiotik golongan makrolid dan obat anti jamur
golongan imidazol tidak menunjukkan adanya interaksi obat sehingga tidak terdapat
pemanjangan interval QT.
Sediaan :
-

Feksofenadin kapsul 30 dan 60 mg

Feksofenadin tablet 60 mg, 120 mg dan 180 mg

Antihistamin yang aman digunakan:


-

Pada wanita hamil dan menyusui:

Antihistamin yang teraman untuk wanita hamil dan meyusui adalah golongan
klorfeniramin maleat, meskipun AH non sedatif sangat sedikit menembus plasenta,
namun penggunaannya sebaiknya dihindari karena masih kurangnya penelitian AH
non sedatif pada wanita hamil dan menyusui.
-

Pada anak-anak:
Bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat, difenhidramin HCL, loratadin,
desloratadin, feksofenadin, setirisin.

Pada bayi:
Penggunaan antihistamin pada bayi sebaiknya dihindari, karena efek samping
antikolinergik dari obat-obatan AH yang dapat membahayakan. Pada satu penelitian
mengatakan AH yang aman digunakan adalah desloratadin (clarinex), dapat
digunakan pada bayi berumur 6 bulan dengan gejala alergi dan urtikaria.

Drugs

Usual
Adult
Dose

Anticholinerg
ic
Activity

FIRST-GENERATION ANTIHISTAMINES
Ethanolamines
Carbinoxamine (Clistin)
48 mg
+++
Dimenhydrinate (salt of
50 mg
+++
diphenhydramine)
(Dramamine)
Diphenhydramine (Benadryl, 2550 mg

+++

etc)
Doxylamine

Comments

Slight to moderate sedation


Marked sedation; antimotion
sickness activity
Marked sedation; antimotion
sickness activity
Marked sedation; now
available only in OTC
"sleep
aids"

1.2525
mg

Nd

15100
mg

Nd

2550 mg

Moderate sedation;
component of OTC "sleep
aids"

48 mg

Slight sedation

48 mg

Slight sedation; common


component of OTC "cold"
medication

1025 mg

+++

Marked

Piperazine derivatives
Hydroxyzine (Atarax, etc)
Ethylaminediamines
Pyrilamine (Neo-Antergan)

Marked sedation

Alkylamines
Brompheniramine (Dimetane,
etc)
Chlorpheniramine (ChlorTrimeton, etc)
Phenothiazine derivatives
Promethazine (Phenergan,
etc)

sedation;

antiemetic

SECOND-GENERATION ANTIHISTAMINES
Piperidines
Fexofenadine (Allegra)
Miscellaneous
Loratadine (Claritin)
Cetirizine (Zyrtec)

60 mg
10 mg
510 mg

Lower risk of arrhythmia


Longer action

2. Antagonis histamin 2
Sedangkan efek terhadap stimulasi dari produksi asam lambung berlangsung melalui
reseptor-reseptor lain, yaitu reseptor-reseptor H2 yang terdapat dalam mukosa lambung.
Penelitian-penelitian mengenai zat-zat yang dapat melawan efek histamin H2 tersebut telah
menghasilkan penemuan suatu kelompok zat-zat baru yaitu antihistaminika reseptor-reseptor
H2 atau disingkat H2- blockers seperti burimamida, metiamida dan simetidin. Zat-zat ini
merupakan antagonis-antagonis persaingan dari histamin, yang memiliki afinitas besar
terhadap reseptor-reseptor H2 tanpa sendirinya memiliki khasiat histamin. Dengan
menduduki reseptor-reseptor tersebut, maka efek histamin dirintangi dan sekresi asam
lambung dikurangi. Dari ketiga obat baru tersebut hanya imetidin digunakan dalam praktek
pada pengobatan borok-borok lambung dan usus. Obat-obat lambung burimamida kurang
kuat khasiatnya dan resorpsinya dari usus buruk sedangkan metiamida diserap baik, tetapi
toksis bagi darah (agranulocytosis). AH2 diserap di traktus digestivus dan dimetabolisme di
hepar serta pembuangan melalui ginjal. AH2 bersifat lipofilik dengan penetrasi terbatas ke
daerah blood-brain barrier.
Efek Samping
Efek samping yang mungkin timbul adalah:
1. Efek pada CNS, termasuk kebingungan, pusing, dan sakit kepala. Efek samping lain yaitu
mengantuk, malaise, nyeri otot, diare dan konstipasi.
2. Bisa terjadi granulocytopenia, tetapi jarang.
3. Meningkatkan kemungkinan terjadi pneumonia pada individu yang immunocompromised.
4. Cimetidin Juga bisa menyebabkan terjadi gynecomastia, penurunan libido dan juga
impotensi.
Interaksi Obat
Beberapa interaksi obat dengan AH 2 yaitu:
1. Cimetidine meningkatkan level serum warfarin dan dapat meningkatkan resiko
pendarahan.
2. AH2 Juga berinteraksi dengan obat-obatan jantung, seperti B blocker, ca channel blocker,
amiodarone dan antiarrhytmic agents.
3. Obat lain yang berinteraksi dengan cimetidine adalah phenytoine, beberapa
benzodiazepine, metformin, sulfonylurea dan SSRI.

Nama

Sediaan

Dosis

Lama kerja

Efek samping

generic
Simetidin

200,300,

dan Untuk pasien tukak Masa paruh 2 Jarang terjadi

400 mg tablet

deodeni : dewasa : jam.


4x300 mg

Ranitidin

150 mg tablet

Dewasa

: 2x150 8-12 jam

mg

berinteraksi

Larutan suntik :

dengan

2x150 mg
Famotidin

Nizatidin

lambung Kadar

aktif : 1x40 mg

150 mg, 300 mg 300


tablet

jalan

baik

20 mg, 40 mg Tukak
tablet

Jarang

puncak Jarang terjadi

anak

mg/hari 10 jam

Jarang terjadi

menjelang tidur

Daftar Pustaka
1. Katzung's Basic & Clinical Pharmacology 10th edition
2. Goodman & GilmanThe Pharmacological Basis of Therapeutics 11th edition
3. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine 7th Edition

Anda mungkin juga menyukai