Anda di halaman 1dari 12

II.

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Uji Impak


Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat
(rapid loading). Agar dapat memahami uji impak terlebih dahulu mengamati
fenomena yang terjadi terhadap kapal titanik yang berada pada suhu rendah
ditengah laut, sehingga menyebabkan materialnya menjadi getas dan mudah
patah. Disebabkan laut memiliki banyak beban (tekanan) dari arah manapun.
Kemudian kapal tersebut menabrak gunung es, sehingga tegangan yang telah
terkonsentrasi disebabkan pembebanan sebelum sehingga menyebabkan kapal
tersebut terbelah dua.
Uji Impak merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk menguji
ketangguhan suatu specimen bila diberikan beban secara tiba-tiba melalui
tumbukan.(Pasapan Yerik, 2011)
Untuk mencari harga impak kita dapat menggunakan rumus berikut :
HI=E / A ..
(1)
A=t 2 x l

..

(2)
Dimana: HI = Harga impak (J/mm2)
E = Energi (J)
A = Luas penampang (mm2)
t2 = Jarak takik ke permukaan (mm)

= Lebar spesimen (mm)

Gambar 2.1. Skema Uji Impak


(http://danidwikw.wordpress.com)
Ketangguhan adalah ukuran suatu energi yang diperlukan untuk mematahkan
atau merusak suatu bahan yang diukur dari luas daerah dibawah kurva
tegangan regangan. Suatu bahan mungkin memiliki kekuatan tarik yang tinggi
tetapi tidak memenuhi syarat untuk kondisi pembebanan kejut. Suatu paduan
memiliki parameter ketangguhan terhadap perpatahan yang didefinisikan
sebagai kombinasi tegangan kritis dan panjang retak.
Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan dengan
beban kejut. Untuk menentukannya perlu diadakan pengujian impak.
Ketahanan impak biasanya diukur dengan metode charpy atau izod yang
bertakik maupun tidak bertakik. Pada pengujian ini, beban diayun dari
ketinggian tertentu untuk memukul benda uji, yang kemudian diukur energi
yang diserap oleh perpatahannya . Pengujian ini bermanfaat untuk
memperlihatkan penurunan keuletan dan kekuatan impak material berstruktur
BCC pada temperatur rendah. Sebagai contoh baja karbon memiliki temperatur
transisi ulet-getas yang relatif tinggi. Oleh karena itu, baja jenis ini dapat
digunakan dengan aman pada temperatur di bawah nol hanya jika temperatur
transisi diturunkan dengan cara menambahkan paduan yang sesuai atau dengan

cara memperluas ukuran butir. Kini, parameter ketangguhan patahan KC suatu


paduan dianggap lebih cepat dan lebih penting, karena berbagai paduan
mengandung retak halus, yang mulai merambat apabila menerima beban kritis
tertentu. KC mendefinisikan kombinasi kritis antara tegangan dan panjang
retak. (R. E. Smallman, 1995)

B. Metode metode Pengujian Impak


Adapun metode metode dalam pengujian impak adalah :
1. Metode Charpy (USA)
Metode charpy merupakan cara pengujian dimana spesimen dipasang secara
horizontal dengan kedua ujungnya berada pada tumpuan, sedangkan takikan
pada spesimen diletakkan di tengah-tengah dengan arah pembebanan tepat
diatas takikan.(Pasapan Yerik, 2011)

Gambar 2.2. Ilustrasi Pembebanan Pada Metode Charpy


(http://danidwikw.wordpress.com)
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode charpy adalah :
a. Kelebihan :
1) Hasil pengujian lebih akurat.
2) Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan.

3) Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang.


4) Harga alat lebih murah.
5) Waktu pengujian lebih singkat.
b. Kekurangan :
1) Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal.
2) Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam.
3) Pengujian hanya dapat dilakukan pada specimen yang kecil.
4) Hasil pengujian kurang dapat atau

tepat dimanfaatkan

dalam

perancangan karena level tegangan yang diberikan tidak rata.


2. Metode Izood (England)
Metode izood merupakan cara dimana spesimen berada pada posisi vertical
pada tumpuan dengan salah satu ujungnya dicekam dengan arah takikan
pada arah gaya tumbukan. Tumbukan pada spesimen dilakukan tidak tepat
pada pusat takikan melainkan pada posisi agak diatas dari takikan.(Pasapan
Yerik, 2011)

Gambar 2.3. Ilustrasi Pembebanan Pada Metode Izood


(http://danidwikw.wordpress.com)

Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode izood adalah :


a. Kelebihan
1) Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam dan
spesimen tidak mudah bergeser karena dicekam pada salah satu
ujungnya.
2) Dapat menggunakan spesimen dengan ukuran yang lebih besar.
b. Kerugian :
1) Biaya pengujian yang lebih mahal
2) Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil
yang diperoleh kurang baik.
3) Proses pengerjaan pengujiannya lebih sukar
4) Hasil perpatahan yang kurang baik
5) Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujiannya
yang banyak, mulai dari menjepit benda kerja sampai tahap pengujian.
6) Memerlukan mesin uji yang berkapasitas 10000 ton.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketangguhan Material


Adapun faktor faktor yang mempengaruhi ketangguhan material adalah :
1. Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena
adanya perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing
takikan tersebut yang mengakibatkan energi impak yang dimilikinya
berbeda-beda pula. Berikut ini adalah urutan energi impak yang dimiliki
oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya.
a. Takikan Segi Tiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah.
Hal ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada
satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.

10

b. Takikan Segi Empat


Memiliki energi yang lebih besar dari pada takikan segi tiga karena
tegangan terdistribusi pada 2 titik pada sudutnya.
c. Takikan Setengah lingkaran
Memiliki energi impact yang terbesar karena distribusi tegangan tersebar
pada setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.
Bentuk Segitiga

Bentuk Setengah Lingkaran

Bentuk Segi Empat

Gambar 2.4. Jenis-jenis takikan


(http://danidwikw.wordpress.com)
2. Kadar Karbon
Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi memiliki sifat yang kuat
dan getas sehingga membutuhkan energi yang tidak besar sedangkan
material yang kadar karbonnya rendah memiliki sifat yang ulet dan lunak
sehingga membutuhkan energi yang besar dalam perpatahannya.
3. Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil
yang

dibutuhkan

untuk

mematahkan

spesimen,

dan

demikianpun

sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah
patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.

11

4. Temperatur
Semakin tinggi temperature dari spesimen, maka ketangguhannya semakin
tinggi dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya,
dengan temperatur yang lebih rendah. Namun temperatur memiliki batas
tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan sendirinya.
5. Transisi Ulet Rapuh
Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur
yang susah ditentukan oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji
yang bervariasi, tergantung pada cara pengusiaannya.sehingga harus
digunakan system penekanan yang berbeda dalam berbagai persamaan.
6. Efek Komposisi Ukuran Butir
Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya.
Semakin halus ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh
sedangkan bila ukurannya besar maka bahan akan ulet.
7. Perlakuan Panas dan Perpatahan
Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati
besar-besar butir benda uji dan untuk menghaluskan butir. Sedangkan untuk
menambah keuletan suatu bahan dapat dilakukan dengan penambahan
logam.
8. Pengerasan Kerja dan Pengerjaan Radiasi
Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis
yang kecil pada temperature ruang yang melampaui batas atau tidak luluh
dan melepaskan sejumlah dislokasi serta adanya pengukuran keuletan pada
temperature rendah. Pengerasan kerja ini akan menimbulkan berapakah
pada logam karena peningkatan komplikasi akibat pembentukan dislokasi
yang saling berpotongan.

12

D. Perpatahan Impak
Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka
perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme
pergeseran bidangbidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet
(ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk
dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
2.

Perpatahan

granular/ kristalin,

yang dihasilkan

oleh

mekanisme

pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari b ahan (logam) yang rapuh


(brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua
jenis perpatahan di atas.(Dwi Dani, 2010)

Gambar 2.5. Perpatahan Impak


(http://danidwikw.wordpress.com)

E. Patah Getas dan Patah Ulet


Patahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
1. Patah getas (Brittle Fracture)
Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan
secara cepat dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih dahulu
dan dalam waktu yang singkat. Dalam kehidupan nyata, peristiwa patah

13

getas dinilai lebih berbahaya daripada patah ulet, karena terjadi tanpa
disadari begitu saja. Biasanya patah getas terjadi pada material berstruktur
martensit, atau material yang memiliki komposisi karbon yang sangat tinggi
sehingga sangat kuat namun rapuh.
Patah getas memiliki ciri - ciri sebagai berikut
a. Permukaannya terlihat berbentuk berkilat dan memantulkan cahaya.
b. Terjadi secara tiba-tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu
c.
d.
e.
f.

sehingga tidak tampak gejala-gejala.


material tersebut akan patah.
Tempo terjadinya patah lebih cepat.
Bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan tarik.
Tidak ada reduksi luas penampang patahan, akibat adanya tegangan
multiaksial.

2. Patah ulet (Ductile Fracture)


Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang
diberikan pada material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retak akan
berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya
deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan, sehingga permukaan
patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu. Selain itu
komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan, jadi
bukan karena pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada material
berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah.
Patah ulet memiliki cirri-ciri sebagai berikut
a.
b.
c.
d.

Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksial.


Tempo terjadinya patah lebih lama.
Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban.
Permukaan patahannya terdapat garis-garis benang serabut (fibrosa),

berserat, menyerap cahaya.


e. Penampilannya buram.

14

Gambar 2.6. Spesimen patah ulet dan getas


(http://danidwikw.wordpress.com)
3. Ductile to Brittle Tension
Adalah fenomena perubahan sifat yang disebabkan faktor-faktor tertentu di
mana pada saat suatu material mengalami patah mengalami pergeseran sifat,
awalnya merupakan material ulet tetapi mengalami patah getas.Berikut
adalah faktor-faktor yang menyebabkan Ductile to Brittle Tension:
a. Temperatur
Material pada temperatur tinggi sifatnya ulet, molekul dan ikatannya
dapat meregang dan bergerak, tetap pada temperatur rendah sifatnya
menjadi brittle (getas).
b. Kecepatan Regangan dan Kecepatan Pembebanan
Jika material ulet mengalami kenaikan laju pembebanan maka energi
yang diserap semakin kecil sehingga mengakibatkan terjadinya patah
getas.
c. Kandungan Air
Material yang memiliki kandungan air tinggi / basah cenderung memiliki
sifat ulet, apabila material menjadi kering mska cenderung memiliki sifat
getas.

15

d. Perbedaan Jenis Ikatan Kimia


Kwarsa, olifin, dan feldspar cenderung brittle, sedangkan mineral
lempung, mika, dan kalsit cenderung memiliki sifat ductile.(Kristianto
Duta, 2011)

F. Defenisi Sifat-sifat Material


Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada
bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat
sifat itu akan mendasari dalam pemilihan material, sifat tersebut adalah :
1. Sifat Mekanik
2. Sifat Fisik
3. Sifat Teknologi

Anda mungkin juga menyukai