Anda di halaman 1dari 3

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman industri yang banyak
dikembangkan di Negara-negara beriklim tropis dan subtropis, karena hasil produksi berupa gula
merupakan komoditas penting yang dimanfaatkan baik sebagai bahan pokok ataupun sebagai
bahan campuran pada sektor industri. Dengan pertambahan jumlah penduduk maka diikuti juga
dengan bertambahnya permintaan akan gula, akan tetapi peningkatan pertambahan permintaan
akan gula belum diimbangi dengan produksi gula dalam negeri. Gula yang belum mampu
mencukupi kebutuhan nasional, memacu langkah-langkah pencarian varietas-varietas unggul.
Permintaan gula nasional mengalami peningkatan yang cukup signifikan dimana
peningkatannya mencapai 2,96% per tahun. Meningkatnya permintaan gula nasional ini tidak
diikuti dengan peningkatan total produksi dalam negeri, bahkan produksi gula nasional
cenderung menurun dengan laju 3,03% per tahun. Pada tahun 2010, total konsumsi gula nasional
(baik konsumsi industri maupun rumah tangga) sebesar 4,55 juta ton sedangkan produksi gula
hanya 2,44 juta ton sehingga terjadi kekurangan suplai gula (Priyono, 2008).
Penurunan produktivitas tebu salah satunya disebabkan oleh lahan yang tidak sesuai
dengan syarat tumbuh tanaman tebu. Dalam beberapa tahun terakhir, penanaman tebu dialihkan
dari lahan sawah ke lahan tegalan (kering). Hal ini disebabkan lahan berpengairan diutamakan
untuk tanaman pangan seperti padi. Luas areal lahan kering juga mengalami peningkatan cukup
tajam setelah beroperasinya pabrik gula di luar jawa yang hampir semua lahannya adalah lahan
kering/tegalan. Adanya pergeseran ini memberikan konsekuensi yang berhubungan dengan
produktivitas tebu. Dimana keragaman hasil tebu pada lahan kering rata-rata setara dengan 0,5
hingga 0,7 kali tebu sawah (Toharisman, 1991). Dapat diartikan untuk menggantikan satu satuan
luasan sawah diperlukan sekitar 1,5 hingga 2 kali lahan kering.
Penanaman tebu pada lahan kering diperlukan perhatian terkait dengan permasalahan
yang dijumpai pada lahan kering lebih beragam dibandingkan lahan sawah. Adapun beberapa
kondisi kritis yang sering dijumpai di lahan kering, antara lain miskin hara, jumlah air terbatas
(kekeringan), rawan erosi, gulma, dan hama. Tanpa unsur hara dan ketersediaan air yang cukup
tanaman tebu tidak dapat tumbuh dengan normal (Susilowati, 2008). Sehingga perlu kaitannya
pemahaman dalam proses budidaya tanaman tebu pada lahan kering.

Salah satu kendala penanaman tebu pada lahan kering dimana yakni cekaman kekeringan.
Tanaman tebu meskipun tahan kering tetapi merupakan tanaman yang selalu membutuhkan air
pada awal pertumbuhannya. Hal ini sangat mempengaruhi fase pertumbuhan tanaman tebu
khususnya pada perkecambahan, pembentukan anakan, dan pemanjangan batang yang pada
akhirnya akan menurunkan hasil tebu (Kuntohartono, 1982).
Pada dasarnya cekaman kekeringan pada suatu tanaman disebabkan karena kurangnya
suplai air pada daerah perakaran. Ketersediaan air sangat diperluka untuk semua proses
metabolisme dalam tanaman. Pada saat terjadi cekaman kekeringan, tanaman lebih banyak
mengembangkan sistem perakaran (Lynch, 2012). Sel-sel akar mengalami perubahan antara lain
dengan meningkatkan atau mengurangi jumlah maupun ukuran dalam menghadapi cekaman
kekeringan.
Tanaman memiliki mekanisme tertentu untuk mempertahankan diri terhadap cekaman
kekeringan dan cekaman lain yang ditimbulkan oleh cekaman kekeringan. Respon morfologi dan
struktur anatomi daun terkait dengan mekanisme adaptasi terhadap kekeringan. Mekanisme
toleransi suatu tanaman terhadap kekeringan tentunya ada beberapa cara. Dimana diantaranya
dalam membuka menutupnya stomata untuk meminimalisir kehilangan air serta sistem perakaran
akan mengalami perubahan dan pertambahan struktur yaitu bertambahnya jumlah akar untuk
mendukung fungsi akar dalam penyerapan air.
Oleh karena itu pada pembahasan ini akan dikaji terkait dengan pola penampila tanaman
tebu dalam toleransinya terhadap cekaman kekeringan yang dapat diamati dari daya adaptasinya
secara morfologi dan fisiologi tanaman tebu. Dimana dapat diketahui dengan mekanisme
toleransinya yakni Dehydration tolerance avoidance dimana kemampuan tanaman yang tetap
menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air.
Pada mekanisme ini biasanya tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem
perakaran, regulasi stomata, pengurangan absorbsi radiasi dengan pembentukan lapisan lilin,
bulu yang tebal dan penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta
pengguguran daun tua.

1.2 Tujuan
1. Memahami beberapa indikator dan penampilan dari tanaman yang mengalami cekaman.

2. Memahami respon tanaman tebu terhadap cekaman kekeringan yang dialami.


3. Menjelaskan sistem ketahanan tanaman tebu yang mengalami cekaman kekeringan.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa saja indikator dan bagaimana penampilan tanaman apabila tanaman mengalami
cekaman?
2. Bagaimana respon tanaman tebu terhadap cekaman kekeringan ?
3. Bagaimana sistem ketahanan tanaman tebu yang mengalami cekaman kekeringan ?
1.4 Hipotesis
1. Terdapat respon terkait penampilan tanaman yang terlihat pada tanaman tebu yang

mengalami cekaman kekeringan.


2. Terdapat perbedaan antara beberapa varietas tebu yang mengalami cekaman kekeringan

dengan system ketahanan yang didapatkan.

Referensi
Priyono. 2008. Analisis Kebijakan Industri Gula Nasional Dengan Model Ekonometrika. Jurnal
Perencanaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BPPT. 6(2) : 1-12.
Toharisman, A. 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan
Organik Tanah. Berita (4): 66-69.
Lynch JP, Brown KM. 2012. New roots for agriculture: exploiting the root phenome. Phil Trans
R Soc B. 367: 15981604.
Susilowati, H.I. 2008. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Tebu di Kecamatan Gondangrejo
Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Geografi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Jawa Tengah.
Kuntohartono, T. 1982. Pedoman Budidaya Tebu Lahan Kering. Lembaga Pendidikan
Perkebunan. Yogyakarta. P: 106.

Anda mungkin juga menyukai