LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Ruangan
MRS
ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Ada
Disangkal
sejak 3
tahun yang
lalu, tidak
terkontrol
d. Status Lokalis
Gigi
Lesi
Sond
CE
ase
15
D4
Perku
Palpasi
D4
Tindakan
Periodontitis
Pro
kronik
Ekstraksi
Gangren radix
Pro
si
Tidak
dilakukan
22
Diagnosis
Tidak
dilakukan
38
D4
Tidak
Ekstraksi
+
dilakukan
41
D5
Tidak
dilakukan
Periodontitis
Pro
kronik
Ekstraksi
Peridontitis
Pro
kronik
Konservasi
45
D6
Tidak
dilakukan
Peridontitis
Pro
kronik
Ekstraksi
IV
III
II
II
III
IV
IV
III
II
II
III
IV
D6
D5
ODONTOGRAM
IV. TEMUAN MASALAH
Plak dan Calculus di semua kuadran atau regio
Gangren radiks pada gigi 2 2
Periodentitis kronis 1 5,3 8,4 1,4 5
Mouth burning syndrom
Xerostomia
Chelitis angularis
V. RENCANA TERAPI
- Gangren radiks pada gigi 2 2
: Pro ekstraksi
- periodontitis kronis pada gigi ,1 5 3 8, 4 1,4 5 : Pro ekstraksi
- Chelitis angularis
:
- Xerostemia
:
- Burning month syndrom
:
VI. PROGNOSIS
Gigi 1 5 Quo ad Vitam & fungsionam
Gigi 3 8 Quo ad Vitam & fungsionam
Gigi 4 1 Quo ad Vitam & fungsionam
Gigi 4 5 Quo ad Vitam & fungsionam
VII. HASIL KONSUL
4
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam
jangka waktu cukup lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil
dari tubuh, yang kemudian dapat menyebabkan suatu infeksi atau
kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain. Contohnya, tetanus
yang disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal dari
infeksi lokal. Teori tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan
bagian gigi, dimana akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti
sistem sirkulasi, skeletal dan sistem saraf. Hal ini disebabkan oleh
penyebaran mikroorganisme atau toksin yang dapat berasal dari gigi, akar
gigi, atau gusi yang terinfeksi.1,2
Menurut W.D Miller (1890), seluruh bagian dari sistem tubuh yang
utama telah menjadi target utama dari infeksi yang berasal dari mulut,
terutama bagian pulpa dan periodontal.
KGB regional
Submaksila
Submaksila, submental, servikal
profunda
Submaksila
7
bawah
Gingiva dan palatum atas
Pipi bagian anterior
Pipi bagian posterior
Servikal profunda
Parotis
Submaksila, fasial
mengatakan
bahwa
inflamasi
gingiva
yang
abses
infraorbital
dapat mengenai
mata
dan
darah, dan saraf, serta karena adanya ruang interfasial yang terisi
oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi dapat menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai
dengan klasifikasi dari Burman:
o Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
o Regio submandibula
o Ruang (space) sublingual
o Ruang submaksila
o Ruang parafaringeal
Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum
dihubungkan oleh fasia, sehingga infeksi dari kepala dapat
menyebar hingga ke dada. Infeksi menyebar sepanjang bidang
fasia karena mereka resisten dan meliputi pus di area ini. Pada
regio infraorbita, edema dapat sampai mendekati mata. Tipe
penyebaran ini paling sering melibatkan rahang bawah karena
lokasinya yang berdekatan dengan fasia.2,3
4. Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan
Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat
menimbulkan tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada
lambung. Aspirasi produk septik dapat menimbulkan laringitis,
trakeitis, bronkitis, atau pneumonia. Absorbsi limfogenik dari
fokus infeksi dapat menyebabkan adenitis akut dan selulitis dengan
abses dan septikemia. Penyebaran hematogen terbukti sering
menimbulkan infeksi lokal di tempat yang jauh.2
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa
saluiran napas atas dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya
asma. Infeksi oral juga dapat memperburuk kelainan sistemik yang
sudah ada, misalnya tuberkulosis dan diabetes mellitus. Infeksi gigi
dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang jelas walaupun
pasien memiliki sistem imun yang normal. Suatu tipe pneumonia
dapat disebabkan oleh aspirasi material infeksi, terutama pada
10
PLA
K
ABSES
KALKULUS
(ApikalPeriapikal)
FOKU
S
INFE
KSI
NEKROSIS
PULPA
PULPITIS
KARIES
PERIKORONI
TIS
2.1.3 Etiologi
11
Infeksi odontogenik dapat disebabkan karena trauma, infeksi postoperasi dan sekunder dari infeksi jaringan periodontal atau perikoronal.
Bakteri penyebab infeksi umumnya bersifat endogen dan bervariasi berupa
bakteri aerob, anaerob maupun infeksi campuran bakteri aerob dan
anaerob. Disebutkan mikroba penyebab tersering yaitu Streptococcus
mutans dan Lactobacillus sp yang memiliki aktivitas produksi asam yang
tinggi.2
Disebutkan
berasal
dari
bahwa
bakteri
etiologi
komensal
dari
infeksi
yang
odontogenik
berproliferasi
dan
Jumlah pasien
Persentase (%)
penyebab
Aerobik
28
7
Anaerobik
133
33
Aerobik-Anaerobik
243
60
Sumber: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, 1998
12
Persentase (%)
25
Coccus gram(+):
Streptococcus spp.
Streptococcus spp.(grup D)
Stafilococcus spp.
Eikenella spp.
Coccus gram(-):
Neisseria spp.
Batang
gram(+):
Corynebacterium spp.
Batang gram(-):
Haemophillus spp.
Lainnya
85
90
2
6
2
2
3
6
4
75
Anaerobik
Coccus gram(+):
Streptococcus spp.
Peptostreptococcus spp.
Coccus gram(-):
Viellonella spp.
Batang gram(+):
Eubacterium spp.
Lactobacillus spp.
Actinomyces spp.
Clostridia spp.
Batang gram(-):
Bacteroides spp.
Fusobacterium spp.
Lainnya
30
33
65
4
14
50
75
25
6
Sumber: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, 1998
13
14
dengan sinar-X karena berukuran kurang dari 0.1 mm 2. Jika respon imun
host menyebabkan akumulasi dari netrofil maka akan menyebabkan abses
periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun jikan
respon imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit
T, maka akan berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai dengan
reorganisasi jaringan melebihi destruksi jaringan. Perubahan pada status
imun host ataupun virulensi bakteri dapat menyebabkan reaktivasi dari
silent periapical lessions.3-5
Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan
periodontal. Ketika bakteri subgingival berkembang dan
membentuk kompleks dengan bakteri periodontal patogen
yang mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu
respon imun host yang secara kronis dapat menyebabkan
periodontal bone loss. Abses periodontal dapat berasal dari
eksaserbasi periodontitis kronik, defek kongenital yang
dapat
memfasilitasi
invasi
bakteri(fusion
dari
akar,
menjadi
kronik
yang
pada
umumnya
bersifat
15
yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan.
Komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda, pada awal
pembentukan plak kokus gram positif merupakan jenis yang paling
banyak dijumpai seperti streptococcus mutans, Streptococcus sanguis,
Streptococcus mitis, Streptococcus salivarus, serta beberapa strain
lainnya,selain itu dijumpai juga Lactobacillus dan beberapa spesies
Actinomyces. Plak bakteri ini dapat setebal beratus-ratus bakteri sehingga
tampak sebagai lapisan putih. Secara histometris plak terdiri dari 70%
sel-sel bakteri dan30%materi interseluler yang pada pokoknya berasal
dari bakteri.
Karang gigi atau kalkulus (disebut juga tartar), yaitu suatu lapisan
deposit (bahan keras yang melekat pada permukaan gigi) mineral yang
berwarna kuning atau coklat pada gigi karena plak gigi yang mengeras.
Menurut Kamus Kedokteran Gigi (F.J Harty dan R Ogston), adalah
Deposit plak yang termineralisasi, kemudian mengeras yang menempel
pada gigi.
Komposisi kalkulus bervariasi sesuai dengan lama deposit,
posisinya di dalam mulut, dan bahkan lokasi geografi dari individu. Terdiri
dari 80% massa anorganik, air, dan matriks organik (protein dan
karbohidrat), sel-sel epitel deskuamasi, bakteri filament gram positif,
kokus, dan leukosit. Masa anorganik terutama terdiri dari fosfat, kalsium,
dalam bentuk hidroksiapatite, brushite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu,
juga terdapat sejumlah kecil kalsium karbonat, magnesium, fosfat, dan
florida.
Gambar 2.
Kalkulus
16
lapisan bening dan tipis yang disebut pelikel. Pelikel ini belum ditumbuhi
kuman (bakteri). Apabila pelikel sudah ditumbuhi kuman (bakteri)
disebutlah dengan plak. Plak berupa lapisan tipis bening yang menempel
pada permukaan gigi, terkadang juga ditemukan pada gusi dan lidah.
Lapisan itu tidak lain adalah kumpulan sisa makanan, segelintir bakteri,
sejumlah protein dan air ludah. Plak selalu berada dalam mulut karena
pembentukannya selalu terjadi setiap saat, dan akan hilang bila menggosok
gigi atau menggunakan benang khusus. Plak yang dibiarkan, lama
kelamaan akan terkalsifikasi (berikatan dengan kalsium) dan mengeras
sehingga menjadi karang gigi. Mineralisasi plak mulai di dalam 24-72 jam
dan rata-rata butuh 12 hari untuk matang. Karang gigi menyebabkan
permukaan gigi menjadi kasar dan menjadi tempat menempelnya plak
kembali sehingga kelamaan karang gigi akan semakin mengendap, tebal
dan menjadi sarang kuman (bakteri). Jika dibiarkan menumpuk, karang
gigi dapat me-resorbsi (mengkikis) tulang alveolar (tulang penyangga gigi)
dan akibatnya gigi mudah goyang dan tanggal.
Karang gigi mengandung banyak bakteri-bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit lain di daerah sekitar gigi. Bila tidak dibersihkan,
maka bakteri dapat memicu terjadinya infeksi pada daerah penyangga gigi
(gusi, tulang gigi, dan pembuluh darah gigi).
Bila sudah infeksi maka masalah lebih lanjut bisa timbul. Penderita
biasanya mengeluh gusinya terasa gatal, mulut berbau tak sedap, sikat gigi
sering berdarah, bahkan adakalanya gigi dapat lepas sendiri dari jaringan
penyangga gigi. Infeksi yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar)
akan menyebabkan tulang pernyangga gigi menipis, kemudian gigi akan
goyang dan mudah tanggal.
Selain mengakibatkan gigi tanggal, bakteri menginfeksi jaringan
penyangga gigi dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Melalui aliran darah,
bakteri dapat menyebar ke organ lain seperti jantung (bakteremia). Karena
itu ada beberapa kasus penyakit yang sebenarnya dipicu oleh infeksi dari
17
gigi, ini disebut infeksi fokal. Penyakit infeksi otot jantung (miokarditis)
termasuk penyakit yang dapat disebabkan oleh infeksi fokal.
Penanganan
Tidak seperti plak gigi yang bisa dibersihkan dengan sikat gigi,
karang gigi hanya bisa dibersihkan oleh praktisi kesehatan gigi (dokter
gigi). Pembersihan karang gigi memerlukan alat-alat manual maupun
elektrik kedokteran gigi. Pembersihan karang ini biasa dinamakan scaling.
Gambar 3.
Scalling karang
gigi
18
3. Menggunakan
obat
kumur,
mengandung
clorhexidine
yang
sehingga
periodontitis.
terjadi
Keadaan
proses
gigi
19
peradangan
yang
tidak
dan
terjadilah
beraturan,
ujung
ortodontik,
gigi
tiruan)
dapat
mengiritasi
gusi
dan
20
21
Gambaran klinis
Periodontitis kronis bisa terdiagnosis secara klinis dengan
mendeteksi
perubahan
inflamasi
kronis
pada
marginal
gingival,
22
karakteristik
periodontitis kronis:
a. Umumnya terjadi pada orang dewasa namun dapat juga terlihat pada
remaja.
b. Jumlah kerusakan sesuai dengan jumlah faktor lokal.
c. Kalkulus subgingiva sering ditemukan.
d. Berhubungan dengan pola mikroba
e. Kecepatan progresi lambat tetapi memiliki periode eksaserbasi dan
remisi.
f. Dapat diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan perluasan dan
keparahannya.
g. Dapat dihubungkan dengan faktor predisposisi lokal (seperti relasi gigi
atau faktor iatrogenik).
23
Pemeriksaan
1. Inflamasi gingiva dan pendarahan
Adanya dan keparahan inflamasi gingiva tergantung pada statu
kebersihan mulut; bila buruk, inflamasi gingiva akan timbul dan terjadi
pendarahan waktu penyikatan atau bahkan pendarahan spontan. Bila
penyikatan gigi pasien cukup baik, plak cukup terkontrol tetapi ada deposit
subgingiva karena skaling yang kurang adekuat, adnya penyakit
periodontal mungkin tidak ditemukan pada pemeriksaan superfisial.bila
dilakukan pemeriksaan riwayat dengan cermat pasien sering melaporkan
riwayat pendarahan dimasa lalu yang berhenti ketika ia makin rajin
membersihkan giginya.
2. Poket
Pengukuran kedalaman poket merupakan bagian penting dari
diagnosis periodontal tetapi harus tetap diinterpretasikan bersama dengan
inflamasi gingiva dan pembengkakan.
Teoritis, bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih
dari 2 mm menunjukkan adanya migrasi ke apikal dari epiteluim
krevikular, tetapi pembengkakan inflamasi sangat sering mengenai
individu muda usia sehingga poket sedalam 3-4mm dapat seluruhnya
merupakan poket gingiva atau poket palsu.
3. Resesi gingiva
Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat meyertai periodontitis
kronis tetapi tidak selalu merupakan tanda dari penyakit. Bila ada resesi,
pengukuran kedalaman poket hanya merupakan cerminan sebagian dari
kerusakan periodontal seluruhnya.
4. Mobilitas gigi
24
Diagnosis
Diagnosis
periodontitis
ditegakkan
berdasarkan
anamnesa,
25
Gambaran Radiografi
Didalam rongga mulut terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan
keras dan jaringan lunak. Yang termasuk jaringan keras gigi diantaranya
tulang alveolar dan gigi (enamel dan dentin). Sedangkan yang termasuk
jaringan lunak meliputi mukosa (labial, bukal, palatal, ginggival), lidah
dan jaringan penyangga gigi.
Kelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak
dalam rongga mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras
maupun jaringan lunak pada rongga mulut dapat diketahui melalui
pemeriksaan obyektif dan ditunjang oleh pemeriksaan radiografi. Dengan
pemeriksaan radiografi operator bisa melihat kondisi jaringan yang
terletak dibawah mukosa yang tidak dapat dilihat secara langsung.
Sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di daerah tersebut.
Salah satu kelainan pada jaringan lunak gigi yang dapat dilihat
pada pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang terjadi pada jaringan
penyangga gigi, seperti periodontitis. Dengan pemeriksaan radiografi
dapat diketahui bagaimana gambaran periodontitis dan bagaimana
membedakannya dengan kelainan yang lain.11
Gambar 15.
Penatalaksanaan
yang
remineralisasi
mengakibatkan
dapat
demineralisasi
dilakukan
oleh
air
email.
liur,
Umumnya,
namun
jika
proses
terjadi
28
jaringan penyangga gigi. Infeksi ini menimbulkan rasa sakit dari ringan
sampai hebat, terjadi pernanahan, pembengkak pada gusi atau wajah hingga
sukar membuka mulut (trismus). Pasien terkadang menjadi lemas karena susah
makan. Pembengkakan yang terjadi di bawah rahang dapat menginfeksi kulit,
menyebabkan selulitis atau flegmon, dengan kulit memerah, teraba keras
bagaikan
kayu,
lidah
terangkat
keatas
dan
rasa
sakit
yang
29
2.2
HUBUNGAN
DIABETES
MELITUS
DENGAN
PENYAKIT
PERIDONTAL13
2.2.1 Pengaruh Diabetes Pada Periodontitis
Diabetes dan periodontitis kronik adalah penyakit kronik yang
telah lama diketahui saling berhubungan secara biologis.Faktanya,
diabetes
periodontitis
berat
dibandingkan
dengan
orang
tanpa
remaja yang menderita T1DM adalah sekitar dua kali dibanding yang tidak
menderita diabetes.Bukti menunjukkan bahwa indeks gingiva 1,54 pada
kelompok anak diabetes usia 5-9 tahun dan 1,14 pada kelompok kontrol;
akan tetapi, pada koresponding kelompok anak usia 10-14 tahun, indeks
gingiva adalah 1,98 pada kelompok diabetes dan 1,17 pada kelompok
kontrol.Lebih jauh lagi, indeks perdarahan gingiva secara signifikan
berkorelasi dengan usia dan kadar gula darah. Sama halnya dengan tingkat
inflamasi gingiva pada orang dewasa dengan T2DM yang lebih tinggi
daripada orang dewasa tanpa diabetes. Hampir 64% pasien T2DM
menderita gingivitis; akan tetapi, hanya 50% orang tanpa diabetes yang
menderita gingivitis. Derajat kontrol metabolisme pada penderita diabetes
merupakan faktor penting dalam perkembangan dan progres gingivitis;
kontrol yang bagus secara signifikan akan mengurangi prevalensi
gingivitis. Pada percobaan hewan, diabetes menuju ke terjadinya
peningkatan produksi TNF di epitel dan jaringan ikat. Infeksi periodontal
menyebabkan peningkatan apoptosis fibroblas pada sel epitel dan jaringan
ikat yang secara signifikan diperparah oleh adanya diabetes lewat
mekanisme caspase-3-dependent. Apoptosis dan adanya diabetes yang
memperparah inflamasi mempengaruhi gingiva dengan menyababkan
hilangnya fungsi pelindung epitel danterhambatnya proses penyembuhan.
Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa kadar TNF- yang tinggi
dapat menstimulasi ekspresi gen pro-apoptotic, yang merangsang
terjadinya apoptosis. Penelitian secara in vivo telah menunjukkan bahwa
menghambat TNF- dapat mengurangi apoptosis sel pada jaringan ikat.
31
Sebagai tambahan, lebih dari 25% pasien T1DM dengan kontrol kadar
gula yang jelek menunjukkan gejala hilangnya perlekatan gigi 5 mm,
sedangkan 10% pada pasien dengan kontrol gula yang baik. Pasien T2DM
secara signifikan juga memperlihatkan gejala hilangnya kemampuan
perlekatan 3 mm. Lebih jauh lagi, prevalensi hilangnya kemampuan
perlekatan sedang sampai berat proporsional terhadap lamanya menderita
diabetes
2.2.6 Komplikasi Oral pada Diabetes
Penyakit periodontal telah dilaporkan sebagai komplikasi ke-enam
diabetes, bersama dengan neuropati, nefropati, retinopati dan penyakit
mikro dan makrovaskular. Beberapa penelitian yang dipublikasikan telah
menjelaskan keterkaitan antara diabetes dan penyakit periodontal.
Berbagai studi telah memberikan bukti bahwa pengontrolan infeksi
periodontal dapat memberikan dampak positif terhadap kontrol glikemik,
ini ditandai oleh penurunan kebutuhan insulin serta penurunan kadar
Hemoglobin A1c.
Selain infeksi periodontal dan gingivitis, sejumlah komplikasi
mulut lainnya sering dilaporkan pada pasien dengan diabetes, yaitu
xerostomia, karies gigi, infeksi candida, burning mouth syndrome, lichen
planus dan penyembuhan luka yang buruk. Untuk memberikan
penatalaksanaan yang tepat kepada pasien, kita harus terlebih dahulu
mendiagnosa dengan benar. Hampir seluruh masalah gigi dapat
diidentifikasi secara baik pada pemeriksaan oral yang dilakukan pada
setiap kunjungan medis.
1. Penyakit Periodontal dan Gingivitis
Presentasi klasik penyakit periodontal dikaitkan dengan
akumulasi plak dan kalkulus yang menimbulkan kondisi optimal untuk
pertumbuhan bakteri dan faktor virulensi kuat yang dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan periodontal dan resorpsi tulang alveolar di sekitar gigi.
32
periodontal.
Infeksi
tersebut
kemudian
mengakibatkan
pembentukan kantong antara gigi dan gusi dan ini merupakan tanda
kerusakan apparatus periodontal dan tulang. Beberapa pasien juga dapat
mengalami halitosis berulang (bau mulut) atau rasa tidak enak pada mulut.
Jaringan di sekitar gigi pada sepanjang permukaan akar juga dapat
berkerut, sehingga mengekspos akar gigi dan mengakibatkan gigi terlihat
lebih panjang.
Tujuan terapi pada penatalaksanaan penyakit periodontal dan
gingivitis pada pasien diabetes meliputi pengobatan infeksi melalui
pembersihan plak dan kalkulus, penurunan respon inflamasi dan
pemeliharaan kontrol glikemik. Gigi harus dibersihkan secara teratur
setiap 6 bulan oleh petugas medis yang berlisensi dan juga harus dilakukan
secara rutin oleh pasien sendiri (misalnya, menyikat gigi dan flossing).
Beberapa penelitian telah membandingkan efektivitas dari
berbagai metode menyikat gigi (manual, oscillating atau sonic) dan
menemukan bahwa cara menyikat gigi dapat mempengaruhi jumlah plak
yang tertinggal. Berbagai studi telah menemukan bahwa metode
oscillating atau sonic merupakan metode yang paling efektif. The
American Dental Association menganjurkan penyikatan gigi minimal dua
kali sehari dan flossing tiap hari. Kebanyakan orang menyikat gigi pada
pagi dan malam hari karena sesuai dengan kehidupan seharian mereka.
Sikat gigi harus diganti setiap 3-4 bulan dan pada anak-anak perlu diganti
lebih sering.
33
34
36
lecet.
Patogenesisnya
belum
diketahui.
Berbagai
penelitian
Oleh karena itu, terapi yang diterapkan oleh dokter gigi harus dilakukan
dalam konsultasi erat dengan dokter lainnya untuk menghindari efek
samping dan interaksi obat.
5. Sindrom Mulut terbakar (Burning Mouth Syndrome)
Berbagai faktor dapat memainkan peran dalam proses ini. Sindrom
mulut terbakar berupa kondisi nyeri kronis pada mulut yang berhubungan
dengan sensasi terbakar pada lidah, bibir dan daerah mukosa mulut.
Patofisiologinya terutama idiopatik tetapi dapat dikaitkan dengan diabetes
yang
tidak
terkontrol,
terapi
hormone,
gangguan
psikologis,
BAB III
38
ANALISIS MASALAH
Ny. ABA, 56 Tahun dirawat di bagian Penyakit Dalam RSMH Palembang
dengan diagnosis Diabetes mellitus tipe 2. Pasien dikonsulkan dari bagian atau
Departemen Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut
untuk mengevaluasi dan tatalaksana adakah tanda-tanda fokal infeksi. Pasien
memiliki keluhan tambahan berupa rasa sakit pada gigi di rahang kiri bawah
Riwayat perjalanan penyakit pada pasien yaitu Sejak 2 tahun yang lalu
terdapat gigi berlubang pada gigi geraham bawah sebelah kiri dan kanan. Pasien
merasakan nyeri atau sakit gigi seperti ditusuk-tusuk pada rahang sebelah kiri
bawah dan terkadang juga merasakan nyeri atau sakit gigi pada rahang kanan atas.
Pasien selama ini tidak pernah memeriksaan gigi ke dokter gigi dan hanya
membeli obat warung berupa obat yang diletakan pada gigi untuk mengurangi
rasa nyeri tersebut. Saat ini Pasien mengatakan tidak tahu apakah merasakan ngilu
saat makan panas atau dingin dikarenakan pasien selalu memuntahkan apa yang
dia makan dan tidak pernah meminum air dingin (air es), namun pasien
mengatakan merasakan nyeri ketika menggosok giginya dan terkadang gusi
berdarah ketika menggosok gigi, serta pasien mengeluh mulut terasa kering.
Adanya keluhan gigi berlubang disertai rasa nyeri yang dikeluhkan oleh
pasien merupakan pertanda telah terjadinya karies gigi paling tidak telah
mencapai dentin atau
39
dikarenakan adanya kebiasaan oral hygne pasien yang buruk berupa kebiasaan
gosok gigi hanya 1 kali sehari, tidak pernah sama sekali memeriksakan gigi
kedokter gigi dan juga adanya riwayat penyakit diabetes mellitus . faktor- faktor
tersebut sangat berhubungan dengan mudahnya terbentuk plak dan calculus yang
nantinya akan menyebabkan caries dental dan inflamasi pada jaringan periodontal.
Pasien juga mengeluh mulut terasa kering hal ini menandakan jika produksi air
liur atau saliva berkurang dan sangat kemungkinan dipengaruhi oleh penyakit
diabetes pada pasien dimana kurangnya saliva (xerostomia) merupakan faktor
yang juga dapat menyebabkan caries dental dan candidiasis oral. Pada pasien ini
tidak dikethui secara pasti adanya keluhan ngilu pada gigi, setelah diberikan
stimulus
berupa makanan
atau minuman
mengkonsumsi makanan panas dan dingin sehingga untuk melihat apakah gigi
pada pasien masih vital ataupun non vital diperlukan beberapa pemeriksaan
objektif intraoral lainnya.
Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum pasien tampak
kompos mentis, nadi 100 x/m, pernafasan 24 x/m, suhu 370 C dan tekanan darah
160/100 mmHg. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan intra oral bagian mukosa bukal labial dan palatum dalam batas
normal namun, ditemukan Gingivitis marginalis generalisata yang berarti terdapat
inflamsi pada jaringan lunak disekitar gigi berupa gusi yang tampak merah,
membengkak, abrasi, dan mudah berdarah pada seluruh region namun belum
memberikan kerusakan pada tulang. Pada pasien diduga atau suspect candidiasis
lidah dikarenakan pada pemeriksaan didapatkan selaput putih pada permukaan
lidah dan xerostomia (+), didapatkan juga plak dan kalkulus generalisata (+),
yang berarti adanya lapisan lunak dan keras yang menempel pada gigi berupa plak
dan calculus atau karang gigi di seluruh kuadran/regio, missing teeth (+) 1 1, 1 6.
Pada status lokalis ditemukan adanya karies dentin disertai periodontitis grade II
gigi 1 7, 2 6, hal tersebut didasarkan pada pemeriksaan yang didapatkan hasil lesi
mencapai D4 (dentin), pemeriksaan sondase dan perkusi (+) pada gigi 1 7 dan 2,6.
Periodontitis Grade II menandakan terjadinya inflamsi pada jaringan periodontal
yang telah menimbulkan kerusakan pada tulang sehingga gigi tersebut pada
40
pemeriksaan mobilisasi dapat bergerak dalam arah vestibular maupun oral > 1
mm. Ditemukan adanya pulpitis gigi 3 6 didasarkan pada hasil pemeriksaan
berupa lesi telah mencapai D5(pulpa), sondase (+) yang dapat pula dapat
menandakan jenis pulpitis yang masih reversible. Ditemukan adanya ganggren
radiks gigi 4 6 yang berati terdapat sisa akar pada gigi 4 6 yang merupakan tempat
subur bagi perkembangbiakan bakteri.
Dari anamnesis dan pemeriksaan ekstra oral dan intra oral didapatkan
tanda-tanda fokal infeksi berupa Plak dan Calculus di semua kuadran atau regio,
Gingivitis marginalis generalisata, suspect candidiasis lidah, Gangren radiks pada
gigi 4 6, Karies Dentin disertai periodontits grade II pada gigi 1 7, 2 6, Pulpitis
pada gigi 3 6. Dimana tanda fokal infeksi tersebut sangat berhubungan dengan
adanya pengaruh penyakit diabetes mellitus tipe 2 yang dididerita pasien sejak 3
tahun yang lalu. Dimana keadaan hiperglikemia akan menyebabkan terbentuknya
stress oksidatif berupa AGEs dan ROS yang menimbulkan berkurangnya
osteoblast dan meningkatkan osteoclast serta mediator imflamasi (TNF) sehingga
menyebabkan defek atau ganggungan pada tulang termasuk gigi dan jaringan
periodontal lainnya. Terjadinya xerostomia pada pasien juga erat kaitannya
dengan DM dimana pada pasien terdapat gangguan pada sistem simpatis yang
mempengaruhi sel muskarinik dalam memproduksi saliva serta kelainan fungsi
jaringan adipose pada glandula salivarus, sehingga dapat mengganggu glandula
salivarus dalam sekresi saliva. Sehingga dengan adanya kondisi xerostomia ini
akan mengakibatkan atau mempengaruhi untuk terjadinya karies dan candidiasis
oral.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro ekstraksi
gangren radiks dan karies dentin dilanjutkan dengan pro konservasi seperti
penambalan gigi, lalu dilakukan pula pro konservasi pada gigi lainnya yang
mengalami pulpitis, kemudian juga dilakukan pro scaling dan swab lidah untuk
membersihkan plak dan calculus serta untuk menegakkan diagnosis candidiasis
lidah. Selain dilakukan beberapa rencana tindakan juga dilakukan perawatan
dengan menjaga oral hygiene pasien. Mengedukasikan kepada pasien mengenai
oral hygiene untuk mengatasi adanya komplikasi yang lebih lanjut. Edukasi juga
41
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Cawson RA, Odell E.W. Cawsons Essential of oral pathology and oral
medicine. 7th edition. Churcill livingstone.2002.p.82-3
2. Jean-Louis Sixou et al, Microbiology of mandibular third molar
pericoronitis: Incidence of -lactamase-producing bacteria. Oral surgery,
Oral medicine, Oral pathology, Oral radiology, and endodontology Vol,
Issue 6, p. 655-9
3. Pantera E. Endodontic disease. In: Schuster G, editor. Oral microbiology
and infectious disease. 3rd ed. Philadelphia. BC Decker inc; 1990. p554-5
4. Neville, B.W., D. Damm, C. Allen, J. Bouquot. Oral & Maxillofacial
Pathology. Second edition. 2002.
5. Robertson A, Andreasen F, Bergenholtz G, Andreasen J, Norn J.Incidence
of pulp necrosis subsequent to pulp canal obliteration from trauma of
permanent incisors. Abstract. J Endod. 1996 Oct;22(10):557-60.
6. Poul V, Anders N. Pulp sensibility and pulp necrosis after Le Fort I
osteotomy. Abstract. Journal of Cranio-maxillofacial Surgey. 1989 May;17
(4): 167-171.
7. Shafer William G, Hine Maynard K, Levy Barnet M. A textbook of oral
pathology, chapter 9. P. 463-77. Philadelphia: W.B. Saunders. 1974.
8. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral
infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
9. Sandler
NA.
Odontogenic
infections.
Diunduh
dari
dari
http://www1.umn.edu/dental/courses /oral_surg_seminars/
odontogenic_ infections.pdf).
10. Peterson
LJ.
Odontogenic
infections.
Diunduh
http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf,).
43
11. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd
ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
12. Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd ed.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-486.
13. Ying-Ying Wu, E Xiao and Dana T Graves,2015. Hubungan Diabetes
Mellitus Dengan Penyakit Periodontal Dan Metabolisme Tulang.
International
Journal
of
Oral
Science
44
(2015)
7,
6372;