Anda di halaman 1dari 44

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Ruangan
MRS

: Ny, Asnawati Binti Abdulah


: 56 tahun
: Perempuan
: Mariana Ilir Banyuasin
: Islam
: Indonesia
:Ibu Rumah Tangga
: SD
: RC/ Yasmin B
: 19-09-2015

ANAMNESA
a. Keluhan Utama

: Pasien dikonsulkan dari bagian atau

Departemen Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan


gigi dan mulut untuk mengevaluasi dan tatalaksana adakah tandatanda fokal infeksi
b. Keluhan Tambahan : Pasien merasakan sakit gigi di rahang
kanan bawah
c. Riwayat Perjalanan Penyakit: Pasien dirawat di bagian atau
departmen penyakit dalam RSMH dengan diagnosis Diabetes mellitus
tipe 2 normoweight uncontrolled sehingga dilakukan pemeriksaan
terhadap gigi dan mulut untuk melihat ada tidaknya fokal infeksi.
Sejak 2 tahun yang lalu terdapat gigi berlubang pada gigi bawah
sebelah kiri dan kanan. Os merasakan nyeri atau sakit gigi seperti
ditusuk-tusuk pada rahang sebelah kanan bawah dan terkadang juga
meraskan nyeri atau sakit gigi pada rahang kanan atas. Pasien selama
ini tidak pernah memeriksakan gigi ke dokter gigi. Os juga
mengatakan mulut terasa kering.
d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik
Penyakit atau Kelainan Sistemik
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung
1

Ada

Disangkal

Penyakit Tekanan Darah Tinggi


Penyakit Diabetes Melitus

sejak 3
tahun yang
lalu, tidak
terkontrol

Penyakit Kelainan Darah


Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsy
Penyakit/ Kelainan KGB

e. Riwayat Perawatan Gigi dan Mulut Sebelumnya


- Riwayat cabut gigi (-)
- Riwayat tambal gigi (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat membersihkan karang gigi (-)
f. Riwayat Kebiasaan
- Pasien jarang menggosok gigi (1x sehari)
- Kebiasaan mencongkel gigi yang berlubang dengan tangan / benda
asing (-)
- Kebiasaan merokok (-)
- Kebiasaan mengonsumsi permen atau coklat (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK ( Selasa, 15 September 2015)
a.

Status Umum Pasien


1.
Keadaan Umum Pasien
2.
Sensorium
3.
Berat Badan
4.
Tinggi Badan
5.
Vital Sign
Nadi
Respiratory Rate
Temperatur
Tekanan Darah
BSS

: Tampak sakit sedang


: Compos Mentis
: 43 kg
: 153 cm
: 76x/menit, isi dan tegangan cukup
: 20x/menit
: 36,40C
: 130/90 mmHg
: 258 mg/dl

b. Pemeriksaan Ekstra Oral:


a. Wajah, pipi tidak ada kelainan.
b. Sudut bibir terlihat ada chelitis angular
c. Pembesaran KGB: tidak ada.
d. Temporo-mandibula Joint: Dalam batas normal, tidak ada
dislokasi dan clicking
c. Pemeriksaan Intra Oral:
- Mukosa bukal
- Mukosa palatum
- Mukosa labial
- Palatum
- Torsus palatinus
- Torsus mandibularis
- Lidah
- Dasar mulut
- Ginggiva
- Maloklusi
- Debris
- Plak
- Kalkulus
- Hubungan rahang
- Missing teeth

: Tidak ada kelainan


: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tampak kemerahan dan pecah pecah
: Tidak ada kelainan
: Gingivitis (+)
: (-)
: (+) di seluruh kuadran/ regio
: (+) di seluruh kuadran/ regio
: (+) di regio 3 dan 4
: ortognati
: (+), 1 3, 2 4

d. Status Lokalis

Gigi

Lesi

Sond

CE

ase
15

D4

Perku

Palpasi

D4

Tindakan

Periodontitis

Pro

kronik

Ekstraksi

Gangren radix

Pro

si
Tidak

dilakukan
22

Diagnosis

Tidak

dilakukan
38

D4

Tidak

Ekstraksi
+

dilakukan
41

D5

Tidak

dilakukan

Periodontitis

Pro

kronik

Ekstraksi

Peridontitis

Pro

kronik

Konservasi

45

D6

Tidak

dilakukan

Peridontitis

Pro

kronik

Ekstraksi

IV

III

II

II

III

IV

IV

III

II

II

III

IV

D6

D5

ODONTOGRAM
IV. TEMUAN MASALAH
Plak dan Calculus di semua kuadran atau regio
Gangren radiks pada gigi 2 2
Periodentitis kronis 1 5,3 8,4 1,4 5
Mouth burning syndrom
Xerostomia
Chelitis angularis

V. RENCANA TERAPI
- Gangren radiks pada gigi 2 2
: Pro ekstraksi
- periodontitis kronis pada gigi ,1 5 3 8, 4 1,4 5 : Pro ekstraksi
- Chelitis angularis
:
- Xerostemia
:
- Burning month syndrom
:
VI. PROGNOSIS
Gigi 1 5 Quo ad Vitam & fungsionam
Gigi 3 8 Quo ad Vitam & fungsionam
Gigi 4 1 Quo ad Vitam & fungsionam
Gigi 4 5 Quo ad Vitam & fungsionam
VII. HASIL KONSUL
4

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

Saran

VIII. LAMPIRAN FOTO PASIEN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FOKAL INFEKSI1,2,3,4

2.1.1 Definisi
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam
jangka waktu cukup lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil
dari tubuh, yang kemudian dapat menyebabkan suatu infeksi atau
kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain. Contohnya, tetanus
yang disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal dari
infeksi lokal. Teori tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan
bagian gigi, dimana akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti
sistem sirkulasi, skeletal dan sistem saraf. Hal ini disebabkan oleh
penyebaran mikroorganisme atau toksin yang dapat berasal dari gigi, akar
gigi, atau gusi yang terinfeksi.1,2
Menurut W.D Miller (1890), seluruh bagian dari sistem tubuh yang
utama telah menjadi target utama dari infeksi yang berasal dari mulut,
terutama bagian pulpa dan periodontal.

Organisme yang berasal dari

mulut tersebut dapat menyebar ke daerah sinus (termasuk sinus darah


kranial), saraf pusat dan perifer, sistem kardiovaskuler, mediastinum, paruparu dan mata.3
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat
berlangsung melalui beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah
(hematogen), transmisi melalui aliran limfatik (limfogen), perluasan
infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus gastrointestinal dan
pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.1,3
1. Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)
Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di
sekitarnya merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini

meningkatkan kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari


daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi
dan inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang
selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya organisme dan toksin
masuk ke dalam pembuluh darah. Vena-vena yang berasal dari rongga
mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena pterigoid yang
menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan
vena maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan
tekanan dan edema menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan
karena vena pada daerah ini tidak berkatup, maka aliran darah di
dalamnya dapat berlangsung dua arah, memungkinkan penyebaran
infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala atau faring
sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap infeksi
tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena
jugularis internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat
membuat sedikit kerusakan. Namun, saat berada di dalam darah,
organisme yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun
yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu.2,3
2. Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)
Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada
mulut kaya dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut
dapat dengan mudah menjalar ke kelenjar limfe regional. Pada rahang
bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah dari kedua sisi melalui
pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak
ditemukan pada rahang bawah.3
Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Sumber infeksi pada KGB
Sumber infeksi
Gingiva bawah
Jaringan subkutan bibir bawah

KGB regional
Submaksila
Submaksila, submental, servikal

Jaringan submukosa bibir atas dan

profunda
Submaksila
7

bawah
Gingiva dan palatum atas
Pipi bagian anterior
Pipi bagian posterior

Servikal profunda
Parotis
Submaksila, fasial

Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening


memfasilitasi penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat
mengenai kepala atau leher atau melalui duktus torasikus dan vena
subklavia ke bagian tubuh lainnya.3
Weinmann

mengatakan

bahwa

inflamasi

gingiva

yang

menyebar sepanjang sisi krista alveolar dan sepanjang jalur pembuluh


darah ke sumsum tulang. Ia juga menyatakan bahwa inflamasi jarang
mengenai membran periodontal. Kapiler berjalan beriringan dengan
pembuluh limfe sehingga memungkinkan absorbsi dan penetrasi toksin
ke pembuluh limfe dari pembuluh darah.3
3. Peluasan langsung infeksi dalam jaringan
Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi menyatakan
bahwa supurasi yang berasal dari gigi ketiga lebih sering terjadi
daripada gigi-gigi lain dan cairan yang disekresikan dari hidung dan
nyeri juga berkaitan dengan hal tersebut, dengan kata lain infeksi
antrum. Supurasi peritonsilar, faringeal, adenitis servikal akut, selulitis,
dan angina Ludwig dapat disebabkan oleh penyakit periodontal da
infeksi prikoronal sekitar molar ketiga. Parotitis, keterlibatan sinus
kavernosus, noma, dan gangren juga dapat disebabkan oleh infeksi
gigi. Osteitis dan osteomyelitis seringkali merupakan perluasan infeksi
dari abses alveolar dan pocket periodontal. Keterlibatan bifurkasio
apikal pada molar rahang bawah melalui infeksi periodontal
merupakan faktor yang penting yang menyebabkan osteomyelitis dan
harus menjadi bahan pertimbangan ketika mengekstraksi gigi yang
terinfeksi.2,3
Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran
material septik atau organisme ke dalam tulang atau sepanjag bidang

fasial dan jaringan penyambung di daerah yang paling rentan. Tipe


terakhir tersebut merupakan selulitis sejati, di mana pus terakumulasi
di jaringan dan merusak jaringan ikat longgar, membentuk ruang
(spaces), menghasilkan tekanan, dan meluas terus hingga terhenti oleh
barier anatomik. Ruang tersebut bukanlah ruang anatomik, tetapi
merupakan ruang potensial yang normalnya teriis oleh jaringan ikat
longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan areolar hancur, membentuk
ruang sejati, dan menyebabkan infeksi berpenetrasi sepanjang bidang
tersebut, karena fasia yang meliputi ruang tersebut relatif padat.2,3
Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:

Perluasan di dalam tulang tanpa pointing


Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan
osteomyelitis. Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih
sering pada rahang bawah. DI rahang atas, letak yang saling
berdekatan antara sinus maksila dan dasar hidung menyebabkan
mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran infeksi melalui
tulang.

Perluasan di dalam tulang dengan pointing


Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi
perluasan tidak terlokalisis melainkan melewati tulang menuju
jaringan lunak dan kemudian membentuk abses. Di rahang atas
proses ini membentuk abses bukal, palatal, atau infraorbital.
Selanjutnya,

abses

infraorbital

dapat mengenai

mata

dan

menyebabkan edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari


infeksi menyebabkan abses bukal. Apabila pointing terarah menuju
lingual, dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa terdorong ke
posterior sehingga membentuk abses retromolar atau peritonsilar.

Perluasan sepanjang bidang fasial


Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena
fungsinya yang membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh

darah, dan saraf, serta karena adanya ruang interfasial yang terisi
oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi dapat menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai
dengan klasifikasi dari Burman:
o Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
o Regio submandibula
o Ruang (space) sublingual
o Ruang submaksila
o Ruang parafaringeal
Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum
dihubungkan oleh fasia, sehingga infeksi dari kepala dapat
menyebar hingga ke dada. Infeksi menyebar sepanjang bidang
fasia karena mereka resisten dan meliputi pus di area ini. Pada
regio infraorbita, edema dapat sampai mendekati mata. Tipe
penyebaran ini paling sering melibatkan rahang bawah karena
lokasinya yang berdekatan dengan fasia.2,3
4. Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan
Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat
menimbulkan tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada
lambung. Aspirasi produk septik dapat menimbulkan laringitis,
trakeitis, bronkitis, atau pneumonia. Absorbsi limfogenik dari
fokus infeksi dapat menyebabkan adenitis akut dan selulitis dengan
abses dan septikemia. Penyebaran hematogen terbukti sering
menimbulkan infeksi lokal di tempat yang jauh.2
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa
saluiran napas atas dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya
asma. Infeksi oral juga dapat memperburuk kelainan sistemik yang
sudah ada, misalnya tuberkulosis dan diabetes mellitus. Infeksi gigi
dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang jelas walaupun
pasien memiliki sistem imun yang normal. Suatu tipe pneumonia
dapat disebabkan oleh aspirasi material infeksi, terutama pada
10

kelainan periodontal yang lanjut. Juga telah ditunjukkan bahwa


tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket
periodontal dan flap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar
ketiga. Infeksi oral, selain dapat memperburuk TB paru yang sudah
ada, juga dapat menambah systemic load, yang menghambat
respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB
tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus
dari gigi melalui limfe, KGB submaksila dan servikal tanpa
didahului ulserasi primer. Tertelannya material septik dapat
menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti konstipasi dan
ulserasi.2,3
2.1.2 Fokus Infeksi Dalam Rongga Mulut1-7

PLA
K

ABSES

KALKULUS

(ApikalPeriapikal)

FOKU
S
INFE
KSI

NEKROSIS
PULPA

PULPITIS

KARIES

PERIKORONI
TIS

Gambar 1. Fokus infeksi tersering yang menyebabkan infeksi fokal

2.1.3 Etiologi

11

Infeksi odontogenik dapat disebabkan karena trauma, infeksi postoperasi dan sekunder dari infeksi jaringan periodontal atau perikoronal.
Bakteri penyebab infeksi umumnya bersifat endogen dan bervariasi berupa
bakteri aerob, anaerob maupun infeksi campuran bakteri aerob dan
anaerob. Disebutkan mikroba penyebab tersering yaitu Streptococcus
mutans dan Lactobacillus sp yang memiliki aktivitas produksi asam yang
tinggi.2
Disebutkan
berasal

dari

bahwa

bakteri

etiologi

komensal

dari

infeksi

yang

odontogenik

berproliferasi

dan

menghasilkan enzim. Pada saat bayi baru dilahirkan, proses


kolonisasi bakteri dimulai dan dikatakan predominan terdiri atas
Streptococcus salivarius. Pada saat gigi pertama tumuh, yaitu
pada saat bayi berusia 6 bulan, komunitas bakteri berubah
menjadi predominan S.sanguis dan S.mutans dan pada saat gigi
selesai tumbuh terdapat komunitas heterogen antara bakteri
aerobik dan anaerobik. Diperkirakan terdapat 700 spesies
bakteri yang berkolonisasi di mulut dimana 400 dari spesies
tersebut dapat ditemukan pada area subgingival.
Infeksi odontogenik merupakan suatu infeksi polimikrobial
dan campuran. Infeksi tersebut merupakan hasil dari perubahan
bakteri, hubungan antar bakteri dengan morfotipe yang berbeda
dan peningkatan jenis bakteri. Perubahan bakteri yang terjadi
berupa perubahan yang pada awalnya predominan gram positif,
fakultatif dan sakarolitik menjadi predominan gram negatif,
anaerobik dan proteolitik.2

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab infeksi odontogenik3


Mikroorganisme

Jumlah pasien

Persentase (%)

penyebab
Aerobik
28
7
Anaerobik
133
33
Aerobik-Anaerobik
243
60
Sumber: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, 1998

12

Tabel 3. Mikroorganisme penyebab infeksi odontogenik3


Mikroorganisme penyebab
Aerobik

Persentase (%)
25

Coccus gram(+):
Streptococcus spp.
Streptococcus spp.(grup D)
Stafilococcus spp.
Eikenella spp.
Coccus gram(-):
Neisseria spp.
Batang
gram(+):
Corynebacterium spp.
Batang gram(-):
Haemophillus spp.
Lainnya

85
90
2
6
2
2
3
6
4
75

Anaerobik

Coccus gram(+):
Streptococcus spp.
Peptostreptococcus spp.
Coccus gram(-):
Viellonella spp.
Batang gram(+):
Eubacterium spp.
Lactobacillus spp.
Actinomyces spp.
Clostridia spp.
Batang gram(-):
Bacteroides spp.
Fusobacterium spp.
Lainnya

30
33
65
4
14

50
75
25

6
Sumber: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, 1998
13

2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi Fokus Infeksi 1,8,9


Penetrasi dari bakteri komensal yang mengalami perubahan, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif bila diikuti sistem imun dan
pertahanan seluler yang terganggu, akan menyebabkan infeksi. Selain itu
terganggunya keseimbangan mikroflora akibat penggunaan antibiotik
tertentu juga dapat menyebabkan adanya dominasi bakteri lainnya yang
potensial. Kondisi-kondisi maupun penyakit yang menyebabkan keadaan
imunokompromais seperti penyakit metabolik tak terkontrol (uremia,
alkoholisme, malnutrisi, diabetes), penyakit suppresif(leukimia, limfoma,
tumor ganas), dan penggunaan obat-obat immunosupresif misalnya pada
pasien yang menjalani kemoterapi kanker juga dapat memfasilitasi dengan
mudah terjadinya infeksi odontogenik.2-4
Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari
karies dentis. Proses demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel
yang selanjutnya melanjutkan invasi bakteri ke pori/ trabekula dentin yang
kemudian menyebabkan pulpitis hingga nekrosis pulpa. Dari Pulpa maka
infeksi dapat menyebar ke akar gigi dan selanjutnya menyebar ke os
maksila atau mandibula, menyebabkan osteomyelitis. Kerusakan ini dapat
menyebabkan perforasi sehingga melibatkan pula mukosa mulut maupun
kulit wajah.3-5
Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah
gram positif, fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan
dimana terdapat karbohidrat terutama sukrosa, maka akan diproduksi
asam. Asam ini akan membuat enamel mengalami demineralisasi yang
memfasilitasi infiltrasi dari bakteri pada dentin dan pulpa. Dengan adanya
invasi dari bakteri pada jaringan internal gigi, bakteri berkembang,
terutama bakteri gram negatif, anaerobik dan proteolitik akan menginfeksi
rongga pulpa. Beberapa bakteri ini memiliki faktor virulensi yang dapat
menyebabkan invasi bakteri pada jaringan periapikal melalui foramen
apikal. Lebih dari sebagian lesi periapikal yang aktif tidak dapat dideteksi

14

dengan sinar-X karena berukuran kurang dari 0.1 mm 2. Jika respon imun
host menyebabkan akumulasi dari netrofil maka akan menyebabkan abses
periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun jikan
respon imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit
T, maka akan berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai dengan
reorganisasi jaringan melebihi destruksi jaringan. Perubahan pada status
imun host ataupun virulensi bakteri dapat menyebabkan reaktivasi dari
silent periapical lessions.3-5
Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan
periodontal. Ketika bakteri subgingival berkembang dan
membentuk kompleks dengan bakteri periodontal patogen
yang mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu
respon imun host yang secara kronis dapat menyebabkan
periodontal bone loss. Abses periodontal dapat berasal dari
eksaserbasi periodontitis kronik, defek kongenital yang
dapat

memfasilitasi

invasi

bakteri(fusion

dari

akar,

development grooves, dll), maupun iatrogenik karena


impaksi dari kalkulus pada epitel periodontal pocket
selama scaling. Beberapa abses akan membentuk fistula
dan

menjadi

kronik

yang

pada

umumnya

bersifat

asimptomatik ataupun paucisimptomatik. Bentuk khusus


dari abses periodontal rekuren adalah perikoronitis yang
disebabkan oleh invasi bakteri pada coronal pouch selama
erupsi molar.4,5
2.1.5 Jenis-Jenis Fokus Infeksi1-9
A. Plak dan Kalkulus
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan
terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas
kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak diatas suatu matriks

15

yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan.
Komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda, pada awal
pembentukan plak kokus gram positif merupakan jenis yang paling
banyak dijumpai seperti streptococcus mutans, Streptococcus sanguis,
Streptococcus mitis, Streptococcus salivarus, serta beberapa strain
lainnya,selain itu dijumpai juga Lactobacillus dan beberapa spesies
Actinomyces. Plak bakteri ini dapat setebal beratus-ratus bakteri sehingga
tampak sebagai lapisan putih. Secara histometris plak terdiri dari 70%
sel-sel bakteri dan30%materi interseluler yang pada pokoknya berasal
dari bakteri.
Karang gigi atau kalkulus (disebut juga tartar), yaitu suatu lapisan
deposit (bahan keras yang melekat pada permukaan gigi) mineral yang
berwarna kuning atau coklat pada gigi karena plak gigi yang mengeras.
Menurut Kamus Kedokteran Gigi (F.J Harty dan R Ogston), adalah
Deposit plak yang termineralisasi, kemudian mengeras yang menempel
pada gigi.
Komposisi kalkulus bervariasi sesuai dengan lama deposit,
posisinya di dalam mulut, dan bahkan lokasi geografi dari individu. Terdiri
dari 80% massa anorganik, air, dan matriks organik (protein dan
karbohidrat), sel-sel epitel deskuamasi, bakteri filament gram positif,
kokus, dan leukosit. Masa anorganik terutama terdiri dari fosfat, kalsium,
dalam bentuk hidroksiapatite, brushite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu,
juga terdapat sejumlah kecil kalsium karbonat, magnesium, fosfat, dan
florida.
Gambar 2.
Kalkulus

16

Terbentuknya Karang Gigi


Setelah kita menyikat gigi, pada permukaan gigi akan terbentuk

lapisan bening dan tipis yang disebut pelikel. Pelikel ini belum ditumbuhi
kuman (bakteri). Apabila pelikel sudah ditumbuhi kuman (bakteri)
disebutlah dengan plak. Plak berupa lapisan tipis bening yang menempel
pada permukaan gigi, terkadang juga ditemukan pada gusi dan lidah.
Lapisan itu tidak lain adalah kumpulan sisa makanan, segelintir bakteri,
sejumlah protein dan air ludah. Plak selalu berada dalam mulut karena
pembentukannya selalu terjadi setiap saat, dan akan hilang bila menggosok
gigi atau menggunakan benang khusus. Plak yang dibiarkan, lama
kelamaan akan terkalsifikasi (berikatan dengan kalsium) dan mengeras
sehingga menjadi karang gigi. Mineralisasi plak mulai di dalam 24-72 jam
dan rata-rata butuh 12 hari untuk matang. Karang gigi menyebabkan
permukaan gigi menjadi kasar dan menjadi tempat menempelnya plak
kembali sehingga kelamaan karang gigi akan semakin mengendap, tebal
dan menjadi sarang kuman (bakteri). Jika dibiarkan menumpuk, karang
gigi dapat me-resorbsi (mengkikis) tulang alveolar (tulang penyangga gigi)
dan akibatnya gigi mudah goyang dan tanggal.
Karang gigi mengandung banyak bakteri-bakteri yang dapat
menyebabkan penyakit lain di daerah sekitar gigi. Bila tidak dibersihkan,
maka bakteri dapat memicu terjadinya infeksi pada daerah penyangga gigi
(gusi, tulang gigi, dan pembuluh darah gigi).
Bila sudah infeksi maka masalah lebih lanjut bisa timbul. Penderita
biasanya mengeluh gusinya terasa gatal, mulut berbau tak sedap, sikat gigi
sering berdarah, bahkan adakalanya gigi dapat lepas sendiri dari jaringan
penyangga gigi. Infeksi yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar)
akan menyebabkan tulang pernyangga gigi menipis, kemudian gigi akan
goyang dan mudah tanggal.
Selain mengakibatkan gigi tanggal, bakteri menginfeksi jaringan
penyangga gigi dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Melalui aliran darah,
bakteri dapat menyebar ke organ lain seperti jantung (bakteremia). Karena
itu ada beberapa kasus penyakit yang sebenarnya dipicu oleh infeksi dari

17

gigi, ini disebut infeksi fokal. Penyakit infeksi otot jantung (miokarditis)
termasuk penyakit yang dapat disebabkan oleh infeksi fokal.

Penanganan
Tidak seperti plak gigi yang bisa dibersihkan dengan sikat gigi,

karang gigi hanya bisa dibersihkan oleh praktisi kesehatan gigi (dokter
gigi). Pembersihan karang gigi memerlukan alat-alat manual maupun
elektrik kedokteran gigi. Pembersihan karang ini biasa dinamakan scaling.
Gambar 3.
Scalling karang
gigi

Pasien dapat melakukan scaling tiap 3-6 bulan sekali sekaligus


memeriksakan kesehatan giginya secara teratur. Hal ini bertujuan supaya
adanya penyakit gigi dan mulut dapat di deteksi lebih dini sehingga tidak
berakibat fatal. Ingat, pencegahan terjadinya penyakit jauh lebih murah,
efektif, dan efisien, jika dibandingkan harus mengobati penyakit yang sudah
terlanjur menyebar.
Rasa ngilu hingga sensasi gigi goyah yang sering timbul pasca
perawatan ini adalah hal yang biasa terjadi karena sebelum perawatan gigi
tersebut tertutup oleh karang gigi dan saat terbuka maka gigi dan gusi
(gingiva) harus menyesuaikan kondisi lagi maka timbullah sensasi gigi
goyah dan rasa ngilu.
Pencegahan
1. Menyikat gigi secara sempurna (min.3x/hari)
2. Menggunakan Dental floss, untuk menghilangkan sisa makanan ato
deposit yang terselip (terjebak) diantara 2 permukaan gigi yang tidak
terjangkau oleh sikat gigi.

18

3. Menggunakan

obat

kumur,

mengandung

clorhexidine

yang

membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri (organisme)


penyebab plak dan karang gigi
4. Kontrol ke dokter gigi, Sebaiknya dilakukan secara rutin tiap 2
sampai 4 kali dalam setahun. Atau atas pertimbangandokter atas
kondisi yang ditemukan. Laju pembentukan karang gigi setiap
individu berbeda bedadipicu oleh bebagi faktor dalam tubuh misalnya
pada penderita deabetes biasanya karang gigicepat terbentuk karena
kondisi tingkat kekentalan air liur sangat tinggi dan jumlahnya
sedikit, karena itu semakin cepat karang gigi terbentuk sering pula
kita melakukan perawatan pembersihan.
D. Periodontitis
Periodontitis adalah peradangan pada jaringan yang menyelimuti gigi
dan akar gigi. Secara umum periodontitis terbagi atas 2 jenis yaitu:
1) Marginal periodontitis
Periodontitis marginali berkembang dari gingivitis (peradangan atau
infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke
arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada
jaringan periodontal.
2) Apikal periodontitis
Periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan
sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan dari infeksi atau

peradangan pada pulpa.


Penyebab
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah
lapisan tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri,
dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan
berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan
gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas
garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah
gusi

sehingga

periodontitis.

terjadi

Keadaan

proses
gigi

19

peradangan

yang

tidak

dan

terjadilah

beraturan,

ujung

tambahan yang kasar dan alat-alat yang kotor berada dimulut


(alat

ortodontik,

gigi

tiruan)

dapat

mengiritasi

gusi

dan

meningkatkan faktor resiko. Serta kesalahan cara menyikat gigi


juga yang dapat mempengaruhinya

20

Gambar 13. Periodontitis dan stagenya

21

Adapun etiologi dari periodontitis kronis, yaitu :


Akumulasi plak dan kalsifikasi kalkulus (tartar) diatas (supra) dan/atau

dibawah (subgingiva) pada batas gingiva.


Organisme penyebab periodontitis kronis, antara lain :
a. Porphiromonas gingivais (P.gingivais)
b. Prevotella intermedia (P.intermedia)
c. Capnocytophaga
d. A.actinomycetem comitans (A.a)
e. Eikenella corrodens
f. Campylobacter rectus(C.rectus)

Reaksi inflamasi yang diawali dengan adanya plak yang berhubungan


dengan kehilangan yang progressif dari ligament periodontal dan tulang
alveolar, dan pada akhirnya akan terjadi mobilitas dan tanggalnya gigi :
a. Perlekatan gingiva dari gigi
b. Membrane periodontal dan tulang alveolar mengalami kerusakan.
c. Celah yang abnormal (poket) yang berkembang antara gigi dan
gingiva.
d. Debris dan poket yang dihasilkan oleh poet (pyorrhea)

o Subjek cenderung rentan karena faktor genetik dan/atau lingkungan


seperti:
a. Merokok
b. Polimorf gen interleukin-1
c. Depresi imun
d. Diabetes
e. Osteoporosis

Gambaran klinis
Periodontitis kronis bisa terdiagnosis secara klinis dengan
mendeteksi

perubahan

inflamasi

kronis

pada

marginal

gingival,

kemunculan poket periodontal dan kehilangan perlekatan secara klinis.


Penyebab periodontal ini besifat kronis, kumulatif, progresif dan bila telah
mengenai jaringan yang lebih dalam akan menjadi irreversible. Secara

22

klinis pada mulanya terlihat peradangan jaringan gingiva disekitar leher


gigi dan warnanya lebih merah daripada jaringan gingiva sehat. Pada
keadaan ini sudah terdapat keluhan pada gusi berupa perdarahan spontan
atau perdarahan yang sering terjadi pada waktu menyikat gigi.
Bila gingivitis ini dibiarkan melanjut tanpa perawatan, keadaan ini
akan merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam, sehingga cement
enamel junction menjadi rusak, jaringan gingiva lepas dan terbentuk
periodontal poket. Pada beberapa keadaan sudah terlihat ada peradangan
dan pembengkakan dengan keluhan sakit bila tersentuh.
Bila keparahan telah mengenai tulang rahang, maka gigi akan
menjadi goyang dan mudah lepas dari soketnya.
Gambar
14.Periodontitis
kronis secara klinis
Tanda klinik
dan

karakteristik

periodontitis kronis:
a. Umumnya terjadi pada orang dewasa namun dapat juga terlihat pada
remaja.
b. Jumlah kerusakan sesuai dengan jumlah faktor lokal.
c. Kalkulus subgingiva sering ditemukan.
d. Berhubungan dengan pola mikroba
e. Kecepatan progresi lambat tetapi memiliki periode eksaserbasi dan
remisi.
f. Dapat diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan perluasan dan
keparahannya.
g. Dapat dihubungkan dengan faktor predisposisi lokal (seperti relasi gigi
atau faktor iatrogenik).

23

h. Mungkin dimodifikasi oleh dan atau berhubungan dengan kelainan


sistemik (seperti diabetes mellitus, infeksi HIV).
i. Dapat dimodifikasi oleh faktor selain kelainan sistemik seperti
merokok dan stres emosional.

Pemeriksaan
1. Inflamasi gingiva dan pendarahan
Adanya dan keparahan inflamasi gingiva tergantung pada statu
kebersihan mulut; bila buruk, inflamasi gingiva akan timbul dan terjadi
pendarahan waktu penyikatan atau bahkan pendarahan spontan. Bila
penyikatan gigi pasien cukup baik, plak cukup terkontrol tetapi ada deposit
subgingiva karena skaling yang kurang adekuat, adnya penyakit
periodontal mungkin tidak ditemukan pada pemeriksaan superfisial.bila
dilakukan pemeriksaan riwayat dengan cermat pasien sering melaporkan
riwayat pendarahan dimasa lalu yang berhenti ketika ia makin rajin
membersihkan giginya.
2. Poket
Pengukuran kedalaman poket merupakan bagian penting dari
diagnosis periodontal tetapi harus tetap diinterpretasikan bersama dengan
inflamasi gingiva dan pembengkakan.
Teoritis, bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih
dari 2 mm menunjukkan adanya migrasi ke apikal dari epiteluim
krevikular, tetapi pembengkakan inflamasi sangat sering mengenai
individu muda usia sehingga poket sedalam 3-4mm dapat seluruhnya
merupakan poket gingiva atau poket palsu.
3. Resesi gingiva
Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat meyertai periodontitis
kronis tetapi tidak selalu merupakan tanda dari penyakit. Bila ada resesi,
pengukuran kedalaman poket hanya merupakan cerminan sebagian dari
kerusakan periodontal seluruhnya.
4. Mobilitas gigi

24

Beberapa mobilitas gigi pada bidang labiolingual dapa terjadi pada


gigi yang sehat, berakar tunggal, khususnya pada gigi insisivus bawah
yang lebih kecil mobil daripada gigi berakar jamak.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi gigi
yang bersangkutan dengan alat atau ujung jari dengan ujung jari lainnya
pada sisi gigi yang berseberangna dan gigi tetangganya yang digunakan
sebagai titik pedoman sehingga gerakan realtif dapat diperiksa. Cara lain
untuk memeriksa mobilitas (walaupun tidak megukurnya) adalah dengan
pasien mengoklusikan gigi-geliginya.
Derajat mobilitas gigi dapat dikelompokkan
Grade 1. Hanya dirasakan
Grade 2. Mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm
Grade 3. Pergeseran labiolingual lebih dri 1 mm, mobilitas dari gigi
ke atas dan kebawah pada arah aksial.
5. Nyeri
Nyeri atau sakit waktu gigi diperkusi menunjukkan adanya
inflamasi aktif dari jaringan penopang, yang paling akut bila ada
pembentukan abcess dimana gigi sangan sensitif terhadap sentuhan.
Sensitivitas terhadap dingin atau panas dan dingin kadang ditemukan bila
ada resesi gingiva dan terbukanya pulpa

Diagnosis
Diagnosis

periodontitis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesa,

gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang.


Dari anamnesa didapatkan gejala berupa gusimudah berdarah, gigi
goyang. Dari pemeriksaan penunjang untuk memastikan bakteri penyebab
dapat dilakukan kultur, dan untuk pemeriksaan radiologis, gambaran
radiologik pada gigi yang mengalami kelainan periondontium biasa
memperlihatkan kehilangan tulang yang menyeluruh baik vertikal maupun
horizontal sepanjang permukaan pada ketinggian yang berberda-beda atau
tampak gambaran destruksi processus alveolaris berbentuk V m(cup like
resorption).

25

Gambaran Radiografi
Didalam rongga mulut terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan
keras dan jaringan lunak. Yang termasuk jaringan keras gigi diantaranya
tulang alveolar dan gigi (enamel dan dentin). Sedangkan yang termasuk
jaringan lunak meliputi mukosa (labial, bukal, palatal, ginggival), lidah
dan jaringan penyangga gigi.
Kelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak
dalam rongga mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras
maupun jaringan lunak pada rongga mulut dapat diketahui melalui
pemeriksaan obyektif dan ditunjang oleh pemeriksaan radiografi. Dengan
pemeriksaan radiografi operator bisa melihat kondisi jaringan yang
terletak dibawah mukosa yang tidak dapat dilihat secara langsung.
Sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di daerah tersebut.
Salah satu kelainan pada jaringan lunak gigi yang dapat dilihat
pada pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang terjadi pada jaringan
penyangga gigi, seperti periodontitis. Dengan pemeriksaan radiografi
dapat diketahui bagaimana gambaran periodontitis dan bagaimana
membedakannya dengan kelainan yang lain.11

Gambar 15.

Periodontitis kronis secara Radiografi

Penatalaksanaan

Perawatan periodontitis kronis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:


Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan
beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan
bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik.
Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I :
26

1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.


2. Scaling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi endodontic
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan ortodontik
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas
Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas
anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni
oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan
menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal.
Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:
kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal,
rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal
(bone and tissue graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang
hilang
Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa
prosedur yang dilakukan pada fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor
plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas
gigi.
3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal
dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas
kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies
E. Gangren Radiks
Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar
gigi yang tertinggal merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur
27

bagi perkembangbiakan bakteri. Gangren radiks dapat disebabkan oleh karies,


trauma, atau ekstraksi yang tidak sempurna.1
Karies dapat terjadi akibatpertumbuhan bakteri didalam mulut yang
mengubah karbohidrat yang menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat
asam

yang

remineralisasi

mengakibatkan
dapat

demineralisasi

dilakukan

oleh

air

email.
liur,

Umumnya,
namun

jika

proses
terjadi

ketidakseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi, maka akan


terbentuk karies (lubang) pada gigi. Karies kemudiandapat meluas dan
menembus lapisan dentin. Pada tahap ini, jika tidak ada perawatan,dapat
mengenai daerah pulpa gigi yang banyak berisi pembuluh darah, limfe dan
syaraf. Pada akhirnya,akan terjadi nekrosis pulpa, meninggalkan jaringan mati
dan gigi akan keropos perlahan hingga tertinggal sisa akar gigi.5
Mahkota gigi dapat patah akibat trauma pada gigi, seperti terbentur
benda keras saat terjatuh, berkelahi, atau sebab lainnya. Seringkali mahkota
gigi yang patah menyisakan akar gigi yang masih tertanam dalam gusi, dengan
pulpa gigi yang telah mati.1,5
Pencabutan tidak sempurna juga sering menyebabkan gangren radiks.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain struktur gigi yang rapuh,
akar gigi yang bengkok, akar gigi yang menyebar, kalsifikasi gigi, aplikasi
forceps yang kurang tepat dan tekanan yang berlebihan pada waktu tindakan
pencabutan.1,5
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi),
namun antibiotik umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk
menekan infeksi yang telah terjadi.Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam
keadaan gigi yang sedang sakit, karena pembiusan lokal (anestesi lokal)
seringkali tidak maksimal. Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya bervariasi
mulai dari kurang dari 1/3 akar gigi sampai sebatas permukaan gusi. 1,5
Sisa akar gigi atau gangren radiks yang hanya dibiarkan saja dapat
muncul keluar gusi setelah beberapa waktu, hilang sendiri karena teresorbsi
oleh tubuh, atau dapat berkembang menjadi abses, kista dan neoplasma. Setiap
sisa akar gigi juga berpotensi untuk mencetuskan infeksi pada akar gigi dan

28

jaringan penyangga gigi. Infeksi ini menimbulkan rasa sakit dari ringan
sampai hebat, terjadi pernanahan, pembengkak pada gusi atau wajah hingga
sukar membuka mulut (trismus). Pasien terkadang menjadi lemas karena susah
makan. Pembengkakan yang terjadi di bawah rahang dapat menginfeksi kulit,
menyebabkan selulitis atau flegmon, dengan kulit memerah, teraba keras
bagaikan

kayu,

lidah

terangkat

keatas

dan

rasa

sakit

yang

menghebat.Perluasan infeksi ini sangat berbahaya,bahkan penanganan yang


terlambat dapat merenggut jiwa, seperti pada angina Ludwig. 1,5
Infeksi pada akar gigi maupun jaringan penyangga gigi dapat
mengakibatkan migrasinya bakteri ke organ yang lain melalui pembuluh
darah. Teori ini dikenal dengan fokal infeksi. Keluhan seperti nyeri, bengkak
dan pembentukan pus (nanah) adalah reaksi tubuh terhadap infeksi
gigi.Bakteri yang berasal dari infeksi gigi dapat meluas ke jaringan sekitar
rongga mulut, kulit, mata, saraf, atau organ berjauhan seperti otot jantung,
ginjal, lambung, persendian, dan lain sebagainya. 1,5
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses
pengunyahan yang sempurna. Gangguan pengunyahan menjadi alasan
masyararakat untuk membuat gigi tiruan. Masalahnya, sampai sekarang
banyak yang masih membuat gigi tiruan diatas sisa akar gigi. Keadaan ini bisa
memicu infeksi lebih berat. 1,5
Penatalaksanaan sisa akar gigi ini tergantung dari pemeriksaan klinis
akar gigi dan jaringan penyangganya. Akar gigi yang masih utuh dengan
jaringan penyangga yang masih baik, masih bisa dirawat. Jaringan pulpanya
dihilangkan,diganti dengan pulpa tiruan, kemudian dibuatkan mahkota gigi.
Akar gigi yang sudah goyah dan jaringan penyangga gigi yang tidak mungkin
dirawat perlu dicabut. Sisa akar gigi dengan ukuran kecil (kurang dari 1/3 akar
gigi) yang terjadi akibat pencabutan gigi tidak sempurna dapat dibiarkan saja.
Untuk sisa akar gigi ukuran lebih dari 1/3 akar gigi akibat pencabutan gigi
sebaiknya tetap diambil. Untuk memastikan ukuran sisa akar gigi, perlu
dilakukan pemeriksaan radiologi gigi. 1,5

29

Pencabutan sisa akar gigi umumnya mudah. Gigi sudah mengalami


kerusakan yang parah sehingga jaringan penyangga giginya sudah tidak kuat
lagi. Untuk kasus yang sulit dibutuhkan tindakan bedah ringan. 1,5

2.2

HUBUNGAN

DIABETES

MELITUS

DENGAN

PENYAKIT

PERIDONTAL13
2.2.1 Pengaruh Diabetes Pada Periodontitis
Diabetes dan periodontitis kronik adalah penyakit kronik yang
telah lama diketahui saling berhubungan secara biologis.Faktanya,
diabetes

merupakan salah satu faktor resiko utama pada penyakit

periodontitis. Penelitian cross-sectional dan longitudinal mengidentifikasi


bahwa resiko terjadinya periodontitis 3-4 kali lebih tinggi pada orang
dengan diabetes dibandingkan dengan orang tanpa diabetes.Periodontitis
ditemukan pada 57,9% pasien T1DM dan 15% kontrol tanpa
diabetes.Penelitian lain tentang status periodontal pada anak-anak dan
remaja yang menderita T1DM, menunjukkan prevalensi 20,8% gingivitis
dan 5,9% periodontitis. Pasien dengan T2DM juga memiliki resiko
menderita

periodontitis

berat

dibandingkan

dengan

orang

tanpa

diabetes.Sebuah penelitian di Afrika Amerika menemukan bahwa 70,6%


pasien T2DM menderita periodontitis sedang, dan 28,5% menderita
periodontitis berat; hasil ini secara signifikan lebih besar dari pevalensi
kontrol tanpa diabetes, yaitu 10,6%. Terdapat hubungan secara langsung
antara nilai kadar glukosa dan tingkat keparahan peridontitis . Odd rasio
dari T2DM dengan kerusakan periodontal dibandingkan dengan penderita
tanpa diabetes adalah 1,97, 2,10, dan 2,42 masing-masing pada penderita
diabetes dengan kontrol kadar gula yang baik, sedang, dan jelek
2.2.4 Pengaruh Diabetes Pada Jaringan Periodontal
A. Gingiva/gingivitis
Periodontitis didahului oleh berbagai tingkat inflamasi gingiva,
yang dikenal sebagai gingivitis. Prevalensi gingivitis pada anak-anak dan
30

remaja yang menderita T1DM adalah sekitar dua kali dibanding yang tidak
menderita diabetes.Bukti menunjukkan bahwa indeks gingiva 1,54 pada
kelompok anak diabetes usia 5-9 tahun dan 1,14 pada kelompok kontrol;
akan tetapi, pada koresponding kelompok anak usia 10-14 tahun, indeks
gingiva adalah 1,98 pada kelompok diabetes dan 1,17 pada kelompok
kontrol.Lebih jauh lagi, indeks perdarahan gingiva secara signifikan
berkorelasi dengan usia dan kadar gula darah. Sama halnya dengan tingkat
inflamasi gingiva pada orang dewasa dengan T2DM yang lebih tinggi
daripada orang dewasa tanpa diabetes. Hampir 64% pasien T2DM
menderita gingivitis; akan tetapi, hanya 50% orang tanpa diabetes yang
menderita gingivitis. Derajat kontrol metabolisme pada penderita diabetes
merupakan faktor penting dalam perkembangan dan progres gingivitis;
kontrol yang bagus secara signifikan akan mengurangi prevalensi
gingivitis. Pada percobaan hewan, diabetes menuju ke terjadinya
peningkatan produksi TNF di epitel dan jaringan ikat. Infeksi periodontal
menyebabkan peningkatan apoptosis fibroblas pada sel epitel dan jaringan
ikat yang secara signifikan diperparah oleh adanya diabetes lewat
mekanisme caspase-3-dependent. Apoptosis dan adanya diabetes yang
memperparah inflamasi mempengaruhi gingiva dengan menyababkan
hilangnya fungsi pelindung epitel danterhambatnya proses penyembuhan.
Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa kadar TNF- yang tinggi
dapat menstimulasi ekspresi gen pro-apoptotic, yang merangsang
terjadinya apoptosis. Penelitian secara in vivo telah menunjukkan bahwa
menghambat TNF- dapat mengurangi apoptosis sel pada jaringan ikat.

Ligamen periodontal / hilangnya kemampuan untuk melekat


Periodontitis melibatkan hilangnya struktur penyokong gigi berupa

jaringan ikat dan tulang. Hubungan signifikan antara diabetes dan


hilangnya kemampuan perlekatan serta pengontrolan kadar gula secara
statistik diteliti.Odd rasio pasien T1DM dengan hilangnya kemampuan
perlekatan adalah 3,84 jika dibandingkan dengan orang tanpa diabetes.

31

Sebagai tambahan, lebih dari 25% pasien T1DM dengan kontrol kadar
gula yang jelek menunjukkan gejala hilangnya perlekatan gigi 5 mm,
sedangkan 10% pada pasien dengan kontrol gula yang baik. Pasien T2DM
secara signifikan juga memperlihatkan gejala hilangnya kemampuan
perlekatan 3 mm. Lebih jauh lagi, prevalensi hilangnya kemampuan
perlekatan sedang sampai berat proporsional terhadap lamanya menderita
diabetes
2.2.6 Komplikasi Oral pada Diabetes
Penyakit periodontal telah dilaporkan sebagai komplikasi ke-enam
diabetes, bersama dengan neuropati, nefropati, retinopati dan penyakit
mikro dan makrovaskular. Beberapa penelitian yang dipublikasikan telah
menjelaskan keterkaitan antara diabetes dan penyakit periodontal.
Berbagai studi telah memberikan bukti bahwa pengontrolan infeksi
periodontal dapat memberikan dampak positif terhadap kontrol glikemik,
ini ditandai oleh penurunan kebutuhan insulin serta penurunan kadar
Hemoglobin A1c.
Selain infeksi periodontal dan gingivitis, sejumlah komplikasi
mulut lainnya sering dilaporkan pada pasien dengan diabetes, yaitu
xerostomia, karies gigi, infeksi candida, burning mouth syndrome, lichen
planus dan penyembuhan luka yang buruk. Untuk memberikan
penatalaksanaan yang tepat kepada pasien, kita harus terlebih dahulu
mendiagnosa dengan benar. Hampir seluruh masalah gigi dapat
diidentifikasi secara baik pada pemeriksaan oral yang dilakukan pada
setiap kunjungan medis.
1. Penyakit Periodontal dan Gingivitis
Presentasi klasik penyakit periodontal dikaitkan dengan
akumulasi plak dan kalkulus yang menimbulkan kondisi optimal untuk
pertumbuhan bakteri dan faktor virulensi kuat yang dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan periodontal dan resorpsi tulang alveolar di sekitar gigi.

32

Periodontitis sering didahului oleh berbagai tahap proses inflamasi pada


gingival yang disebut sebagai gingivitis. Gingivitis adalah peradangan
pada gusi dan merupakan penyakit gusi yang paling mudah diobati.
Penyebab langsung gingivitis adalah plak, yaitu lapisan yang lembut,
lengket dan tidak berwarna berasal dari bakteri yang terbentuk terus
menerus pada gigi dan gusi. Tanda-tanda dan gejala klasik dari gingivitis
meliputi gusi yang merah dan bengkak yang dapat berdarah pada saat gigi
disikat. Jika gingivitis tidak diobati, ia sering berkembang menjadi
penyakit

periodontal.

Infeksi

tersebut

kemudian

mengakibatkan

pembentukan kantong antara gigi dan gusi dan ini merupakan tanda
kerusakan apparatus periodontal dan tulang. Beberapa pasien juga dapat
mengalami halitosis berulang (bau mulut) atau rasa tidak enak pada mulut.
Jaringan di sekitar gigi pada sepanjang permukaan akar juga dapat
berkerut, sehingga mengekspos akar gigi dan mengakibatkan gigi terlihat
lebih panjang.
Tujuan terapi pada penatalaksanaan penyakit periodontal dan
gingivitis pada pasien diabetes meliputi pengobatan infeksi melalui
pembersihan plak dan kalkulus, penurunan respon inflamasi dan
pemeliharaan kontrol glikemik. Gigi harus dibersihkan secara teratur
setiap 6 bulan oleh petugas medis yang berlisensi dan juga harus dilakukan
secara rutin oleh pasien sendiri (misalnya, menyikat gigi dan flossing).
Beberapa penelitian telah membandingkan efektivitas dari
berbagai metode menyikat gigi (manual, oscillating atau sonic) dan
menemukan bahwa cara menyikat gigi dapat mempengaruhi jumlah plak
yang tertinggal. Berbagai studi telah menemukan bahwa metode
oscillating atau sonic merupakan metode yang paling efektif. The
American Dental Association menganjurkan penyikatan gigi minimal dua
kali sehari dan flossing tiap hari. Kebanyakan orang menyikat gigi pada
pagi dan malam hari karena sesuai dengan kehidupan seharian mereka.
Sikat gigi harus diganti setiap 3-4 bulan dan pada anak-anak perlu diganti
lebih sering.

33

Selain itu, ada terdapat beberapa obat over-the-counter dan obat


kumur antibakteri yang bisa mengurangi jumlah bakteri, sehingga
memudahkan penyembuhan dan perbaikan jaringan. Konsil American
Dental Association untuk Pengobatan Dental telah mengesahkan Listerine
dan Chlorhexidine Gluconate (Peridex) sebagai obat yang bersifat efektif
terhadap pencegahan penyakit oral. Mekanisme kerja Listerine meliputi
penghancuran dinding sel bakteri, penghambatan enzim bakteri dan
ekstraksi LPS bakteri. Chlorhexidine mampu untuk mengikat jaringan
keras dan lunak secara slow release. Produk lain yang telah terbukti
mempunyai efek antimicrobial adalah larutan kumur dan pasta gigi yang
mengandung triklosan.
Karena jumlah penyakit periodontal semakin berkembang,
intervensi terapeutik yang lebih agresif dapat diindikasikan. Terapi bisa
melibatkan operasi, pemberian obat antimikroba (lokal atau sistemik) atau
kombinasi keduanya.
Episode akut infeksi oral pada pasien diabetes harus segera diatasi.
Antibiotik yang tepat dan pengobatan nyeri harus disediakan, bersama
dengan rujukan ke dokter gigi sesegera mungkin. Antibiotik yang paling
sering digunakan untuk pengobatan infeksi gigi akut adalah amoksisilin.
Bagi individu yang memiliki alergi terhadap penisilin, klindamisin
merupakan obat pilihan. Perkembangan organisme yang resiten terhadap
antibiotik adalah kekhawatiran dalam komunitas medis dan gigi, oleh
karena itu dosis yang diberikan harus efektif minimum. Dosis untuk
amoksisilin berupa 250 mg dan diberikan 3 kali selama 7 hari, sedangkan
dosis klindamisin berupa 300 mg dan diberukan 4 kali selama 7 hari. Bagi
pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, dosis diberikan mungkin
perlu lebih tinggi dan obat harus dikonsumsi dalam waktu yang cukup
lama akibat respon imun dan penyembuhan yang kurang baik. Penyakit
periodontal kronis juga harus diperiksa, dan pasien yang menderita
penyakit tersebut harus dirujuk ke dokter gigi untuk evaluasi dan
pengobatan.

34

2. Xerostomia dan Karies Gigi


Diabetes dapat menyebabkan disfungsi pada kapasitas pengeluaran
kelenjar saliva. Proses ini sering dikaitkan dengan disfungsi kelenjar
saliva. Xerostomia berupa pengurangan (kualitatif atau kuantitatif) atau
tidak adanya air liur didalam mulut. Ini adalah komplikasi umum dari
penyakit sistemik dan obat-obatan.
Fungsi normal saliva dimediasi oleh reseptor muskarinik M3. Sinyal
saraf eferen muskarinik yang dimediasi oleh asetilkolin juga merangsang
sel epitel kelenjar saliva, sehingga meningkatkan sekresi saliva. Penderita
xerostomia sering mengeluh masalah dengan makan, berbicara dan
menelan. Makanan kering dan rapuh juga sulit untuk dikunyah dan ditelan.
Pemakai gigi palsu juga memiliki masalah karena dapat tejadi retensi gigi
palsu, luka gigi palsu dan penempelan lidah ke langit-langit. Pasien
dengan xerostomia sering mengeluh gangguan rasa (dysgeusia), nyeri pada
lidah (glossodynia), dan peningkatan kebutuhan untuk minum air terutama
pada malam hari.
Xerostomia dapat meningkatkan kejadian karies gigi, pembesaran
kelenjar parotis, peradangan dan fisura pada bibir (cheilitis), peradangan
atau ulkus pada lidah dan mukosa bukal, kandidiasis oral, infeksi kelenjar
saliva (sialadenitis), halitosis, dan fisura pada mukosa oral. Jika tidak
diobati, xerostomia dapat mengeksaserbasi karies gigi dan juga dapat
mengakibatkan infeksi pada pulpa gigi serta abses gigi.
Pembentukan karies membutuhkan bakteri Streptokokus mutans.
Bakteri ini melekat dengan baik pada permukaan gigi dan memfermentasi
gula lebih baik dibandingkan bakteri oral lainnya. Ketika bakteri S.Mutans
pada plaque terdapat dalam jumlah tinggi (sekitar 2-10%), pasien akan
berisiko tinggi untuk mendapat karies. Jumlah bakteri yang tinggi bersama
dengan mulut kering dan sumber asupan gula merupakan kondisi optimal
untuk kejadian karies gigi.
Etiologi Xerostomia dikaitkan dengan pembesaran non-neoplastik
dan non-inflammatorik kelenjar parotis yang terjadi pada 25% pasien
diabetes, terutama diabetes tipe 1 yang disertai kontrol metabolik yang
buruk.
35

Diagnosis Xerostomia dibuat berdasarkan hasil yang diperoleh dari


riwayat pasien atau pemeriksaan rongga mulut. Xerostomia akan dicurigai
jika tongue depresser melekat pada mukosa bukal atau, pada wanita, jika
lipstick melekat pada gigi depan. Mukosa oral juga akan mengering dan
lengket atau akan muncul bercak akibat pertumbuhan berlebihan candida
albicans. Bercak tersebut bisa berwarna merah atau putih atau keduanya
dan sering ditemukan pada permukaan keras atau lunak pada dorsal atau
palatum lidah. Pada beberapa kasus, kandidiasis pseudomembran juga
terdapat dan akan tampak sebagai plak putih yang mudah terlepas pada
permukaan mukosa. Terkadang akan terjadi pengumpulan saliva pada
dasar mulut, dan lidah bisanya tampak kering dengan jumlah papillae yang
berkurang. Saliva pasien akan tampak berserabut atau berbuih. Karies gigi
dapat ditemukan pada margin serviks atau leher gigi (bagian dimana gigi
bertemu gusi) atau margin incisal (tepi gigi). Mulut kering dapat
diperburuk oleh hiperventilasi, bernapas melalui mulut, merokok atau
peminuman alkohol.
Intervensi paliatif mencakupi substitusi dan stimulan saliva. Beberapa
produk dapat dibeli langsung dari apotek (misalnya xerolube dan produk
biotene), sementara produk lainnya akan memerlukan resep (pilocarpine,
cevimeline).
3. Kandidiasis
Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur Candida Albicans.
Infeksi dapat terjadi akibat efek samping peminuman obat antibiotik,
antihistamin atau obat-obatan kemoterapi. Gangguan lain yang berkaitan
dengan penimbulan xerostomia adalah diabetes, drug abuse, malnutrisi,
defisiensi kekebalan tubuh dan usia tua. Jamur kandida berada dalam
rongga mulut hampir setengah dari populasi dan juga lazim berada pada
penderita diabetes. Berbagai studi telah menyimpulkan bahwa prevalensi
kandida lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan pasien non
diabetes. Selain itu, Geerling et al melaporkan prevalensi infeksi kandida
yang tinggi secara signifikan pada penderita diabetes. Manifestasi klinis

36

kandida termasuk median rhomboid glositis, glositis atrofi, stomatitis


denture dan angular cheilitis. Candida merupakan flora normal pada mulut
dan hanya menimbulkan keluhan jika terjadi perubahan kimia pada rongga
mulut yang mendukung pertumbuhannya secara berlebihan. Faktor faktor
yang berperan dalam infeksi adalah disfungsi saliva, sistem kekebalan
tubuh dan salivary hyperglycemia. Infeksi candida juga sering ditemukan
pada pemakai gigi palsu. Gigi palsu harus dibersihkan secara menyeluruh
dan dapat direndam atau dilapisi dengan obat antimicrobial atau
chlorhexidine. Gigi palsu yang tidak muat dengan pas dapat menyebabkan
kerusakan membrane mukosa pada sudut mulut yang dapat menjadi
tempat pertumbuhan kandida. Infeksi kandida cukup mudah diobati dan
memerlukan terapi obat antimicrobial lokal. Obat antimicrobial yang
umum digunakan adalah nistatin, clotrimazole dan flukonazole. Dosis obat
tergantung pada manifestasi dan luasnya infeksi dan pengunaan pastiles,
lozenges atau troches juga dapat berdampaj secara lokal dan sistemik.
4. Lichen Planus
Lichen Planus Oral adalah penyakit peradangan kronis yang dapat
menimbulkan striasi bilateral putih, papula, atau plak pada mukosa bukal,
lidah dan gingival. Pada beberapa kasus juga terdapat eritema, erosi dan
luka

lecet.

Patogenesisnya

belum

diketahui.

Berbagai

penelitian

menunjukkan bahwa lichen planus adalah penyakit autoimun yang


diperantarai oleh sel T, dimana sel sitotoksik CD8+ akan memicu
apoptosis sel epitel oral.
Lichen planus dapat mempredisposisi individu terhadap kanker dan
infeksi oral candida albicans. Kurang dari 5% dari pasien lichen planus
bisa mendapat oral squamous cell carcinoma (SCC). Lesi atrofik, erosive
dan plak dapat menimbulkan risiko yang lebih besar daripada perubahan
malignan.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengobati eritema mukosa, ulserasi,
nyeri dan sensitivitas. Pengobatannya meliputi steroid topical atau
sistemik. Pengunaan steroid pada penderita diabetes dapat menimbulkan
komplikasi tambahan, seperti antagonism insulin dan hiperglikemia lanjut.
37

Oleh karena itu, terapi yang diterapkan oleh dokter gigi harus dilakukan
dalam konsultasi erat dengan dokter lainnya untuk menghindari efek
samping dan interaksi obat.
5. Sindrom Mulut terbakar (Burning Mouth Syndrome)
Berbagai faktor dapat memainkan peran dalam proses ini. Sindrom
mulut terbakar berupa kondisi nyeri kronis pada mulut yang berhubungan
dengan sensasi terbakar pada lidah, bibir dan daerah mukosa mulut.
Patofisiologinya terutama idiopatik tetapi dapat dikaitkan dengan diabetes
yang

tidak

terkontrol,

terapi

hormone,

gangguan

psikologis,

neuropati,xerostomia dan kandidiasis. Pada umumnya, lesi tidak terdeteksi


pada sindrom ini, tetapi pasien masih dapat mengeluh ketidaknyamanan.
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala-gejalanya dan terarah
pada pengontrolan glikemik, yang akan mengurangi komplikasi lain jika
berhasil dikontrol. Obat-obat yang sering digunakan untuk kondisi ini
telah terbukti menjadi terapi yang efektif, yaitu benzodiazepine,
antidepresan trisiklik dan antikonvulsan. Peresepan obat tersebut kepada
pasien diabetes harus dilakukan secara hati-hati karena mempunyai efek
xerostomia.

BAB III

38

ANALISIS MASALAH
Ny. ABA, 56 Tahun dirawat di bagian Penyakit Dalam RSMH Palembang
dengan diagnosis Diabetes mellitus tipe 2. Pasien dikonsulkan dari bagian atau
Departemen Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut
untuk mengevaluasi dan tatalaksana adakah tanda-tanda fokal infeksi. Pasien
memiliki keluhan tambahan berupa rasa sakit pada gigi di rahang kiri bawah
Riwayat perjalanan penyakit pada pasien yaitu Sejak 2 tahun yang lalu
terdapat gigi berlubang pada gigi geraham bawah sebelah kiri dan kanan. Pasien
merasakan nyeri atau sakit gigi seperti ditusuk-tusuk pada rahang sebelah kiri
bawah dan terkadang juga merasakan nyeri atau sakit gigi pada rahang kanan atas.
Pasien selama ini tidak pernah memeriksaan gigi ke dokter gigi dan hanya
membeli obat warung berupa obat yang diletakan pada gigi untuk mengurangi
rasa nyeri tersebut. Saat ini Pasien mengatakan tidak tahu apakah merasakan ngilu
saat makan panas atau dingin dikarenakan pasien selalu memuntahkan apa yang
dia makan dan tidak pernah meminum air dingin (air es), namun pasien
mengatakan merasakan nyeri ketika menggosok giginya dan terkadang gusi
berdarah ketika menggosok gigi, serta pasien mengeluh mulut terasa kering.
Adanya keluhan gigi berlubang disertai rasa nyeri yang dikeluhkan oleh
pasien merupakan pertanda telah terjadinya karies gigi paling tidak telah
mencapai dentin atau

telah mencapai pulpa. Untuk memastikan jenis atau

kedalaman caries maka diperlukan pemeriksaan intra oral yang meliputi


pemeriksaan inspeksi, sondase, chlor etil, perkusi dan palpasi Pasien mengeluhkan
adanya rasa sakit saat ia menggosok gigi, terkadang juga gusi berdarah ketika
menggosok gigi. Hal ini menandakan adanya proses inflamasi pada jaringan lunak
disekitar gigi baik itu dapat berupa gingivitis dan periodontitis atau menggosok
gigi ini memberikan stimulasi yang merangsang serabut saraf sehingga rasa nyeri
timbul seketika dan menghilang saat stimulasi (menggosok gigi) tidak ada atau
terus menerus ada walaupun stimulus telah dihilangkan tergantung dari derajat
inflamasi (mencakup luasnya jaringan periodontal yang terlibat) dan kedalaman
caries pada pasien. Adanya dugaan keterlibatan inflamasi jaringan periodontal

39

dikarenakan adanya kebiasaan oral hygne pasien yang buruk berupa kebiasaan
gosok gigi hanya 1 kali sehari, tidak pernah sama sekali memeriksakan gigi
kedokter gigi dan juga adanya riwayat penyakit diabetes mellitus . faktor- faktor
tersebut sangat berhubungan dengan mudahnya terbentuk plak dan calculus yang
nantinya akan menyebabkan caries dental dan inflamasi pada jaringan periodontal.
Pasien juga mengeluh mulut terasa kering hal ini menandakan jika produksi air
liur atau saliva berkurang dan sangat kemungkinan dipengaruhi oleh penyakit
diabetes pada pasien dimana kurangnya saliva (xerostomia) merupakan faktor
yang juga dapat menyebabkan caries dental dan candidiasis oral. Pada pasien ini
tidak dikethui secara pasti adanya keluhan ngilu pada gigi, setelah diberikan
stimulus

berupa makanan

atau minuman

karena pasien tidak pernah

mengkonsumsi makanan panas dan dingin sehingga untuk melihat apakah gigi
pada pasien masih vital ataupun non vital diperlukan beberapa pemeriksaan
objektif intraoral lainnya.
Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum pasien tampak
kompos mentis, nadi 100 x/m, pernafasan 24 x/m, suhu 370 C dan tekanan darah
160/100 mmHg. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan intra oral bagian mukosa bukal labial dan palatum dalam batas
normal namun, ditemukan Gingivitis marginalis generalisata yang berarti terdapat
inflamsi pada jaringan lunak disekitar gigi berupa gusi yang tampak merah,
membengkak, abrasi, dan mudah berdarah pada seluruh region namun belum
memberikan kerusakan pada tulang. Pada pasien diduga atau suspect candidiasis
lidah dikarenakan pada pemeriksaan didapatkan selaput putih pada permukaan
lidah dan xerostomia (+), didapatkan juga plak dan kalkulus generalisata (+),
yang berarti adanya lapisan lunak dan keras yang menempel pada gigi berupa plak
dan calculus atau karang gigi di seluruh kuadran/regio, missing teeth (+) 1 1, 1 6.
Pada status lokalis ditemukan adanya karies dentin disertai periodontitis grade II
gigi 1 7, 2 6, hal tersebut didasarkan pada pemeriksaan yang didapatkan hasil lesi
mencapai D4 (dentin), pemeriksaan sondase dan perkusi (+) pada gigi 1 7 dan 2,6.
Periodontitis Grade II menandakan terjadinya inflamsi pada jaringan periodontal
yang telah menimbulkan kerusakan pada tulang sehingga gigi tersebut pada

40

pemeriksaan mobilisasi dapat bergerak dalam arah vestibular maupun oral > 1
mm. Ditemukan adanya pulpitis gigi 3 6 didasarkan pada hasil pemeriksaan
berupa lesi telah mencapai D5(pulpa), sondase (+) yang dapat pula dapat
menandakan jenis pulpitis yang masih reversible. Ditemukan adanya ganggren
radiks gigi 4 6 yang berati terdapat sisa akar pada gigi 4 6 yang merupakan tempat
subur bagi perkembangbiakan bakteri.
Dari anamnesis dan pemeriksaan ekstra oral dan intra oral didapatkan
tanda-tanda fokal infeksi berupa Plak dan Calculus di semua kuadran atau regio,
Gingivitis marginalis generalisata, suspect candidiasis lidah, Gangren radiks pada
gigi 4 6, Karies Dentin disertai periodontits grade II pada gigi 1 7, 2 6, Pulpitis
pada gigi 3 6. Dimana tanda fokal infeksi tersebut sangat berhubungan dengan
adanya pengaruh penyakit diabetes mellitus tipe 2 yang dididerita pasien sejak 3
tahun yang lalu. Dimana keadaan hiperglikemia akan menyebabkan terbentuknya
stress oksidatif berupa AGEs dan ROS yang menimbulkan berkurangnya
osteoblast dan meningkatkan osteoclast serta mediator imflamasi (TNF) sehingga
menyebabkan defek atau ganggungan pada tulang termasuk gigi dan jaringan
periodontal lainnya. Terjadinya xerostomia pada pasien juga erat kaitannya
dengan DM dimana pada pasien terdapat gangguan pada sistem simpatis yang
mempengaruhi sel muskarinik dalam memproduksi saliva serta kelainan fungsi
jaringan adipose pada glandula salivarus, sehingga dapat mengganggu glandula
salivarus dalam sekresi saliva. Sehingga dengan adanya kondisi xerostomia ini
akan mengakibatkan atau mempengaruhi untuk terjadinya karies dan candidiasis
oral.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro ekstraksi
gangren radiks dan karies dentin dilanjutkan dengan pro konservasi seperti
penambalan gigi, lalu dilakukan pula pro konservasi pada gigi lainnya yang
mengalami pulpitis, kemudian juga dilakukan pro scaling dan swab lidah untuk
membersihkan plak dan calculus serta untuk menegakkan diagnosis candidiasis
lidah. Selain dilakukan beberapa rencana tindakan juga dilakukan perawatan
dengan menjaga oral hygiene pasien. Mengedukasikan kepada pasien mengenai
oral hygiene untuk mengatasi adanya komplikasi yang lebih lanjut. Edukasi juga

41

dilakukan pada pasien dalam pemilihan makanan seperti menghindari makanan


yang keras, terlalu panas dan yang mengandung banyak gula seperti yang
dikonsumsi dalam intensitas sering dan jumlah yang banyak, pasien juga
diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan teratur serta pentingnya memberitahu
kepada pasien mengenai kunjungan ke dokter gigi setiap 6 bulan.

42

DAFTAR PUSTAKA
1. Cawson RA, Odell E.W. Cawsons Essential of oral pathology and oral
medicine. 7th edition. Churcill livingstone.2002.p.82-3
2. Jean-Louis Sixou et al, Microbiology of mandibular third molar
pericoronitis: Incidence of -lactamase-producing bacteria. Oral surgery,
Oral medicine, Oral pathology, Oral radiology, and endodontology Vol,
Issue 6, p. 655-9
3. Pantera E. Endodontic disease. In: Schuster G, editor. Oral microbiology
and infectious disease. 3rd ed. Philadelphia. BC Decker inc; 1990. p554-5
4. Neville, B.W., D. Damm, C. Allen, J. Bouquot. Oral & Maxillofacial
Pathology. Second edition. 2002.
5. Robertson A, Andreasen F, Bergenholtz G, Andreasen J, Norn J.Incidence
of pulp necrosis subsequent to pulp canal obliteration from trauma of
permanent incisors. Abstract. J Endod. 1996 Oct;22(10):557-60.
6. Poul V, Anders N. Pulp sensibility and pulp necrosis after Le Fort I
osteotomy. Abstract. Journal of Cranio-maxillofacial Surgey. 1989 May;17
(4): 167-171.
7. Shafer William G, Hine Maynard K, Levy Barnet M. A textbook of oral
pathology, chapter 9. P. 463-77. Philadelphia: W.B. Saunders. 1974.
8. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral
infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
9. Sandler

NA.

Odontogenic

infections.

Diunduh

dari

dari

http://www1.umn.edu/dental/courses /oral_surg_seminars/

odontogenic_ infections.pdf).
10. Peterson

LJ.

Odontogenic

infections.

Diunduh

http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf,).

43

11. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd
ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
12. Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd ed.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-486.
13. Ying-Ying Wu, E Xiao and Dana T Graves,2015. Hubungan Diabetes
Mellitus Dengan Penyakit Periodontal Dan Metabolisme Tulang.
International

Journal

of

Oral

Science

doi:10.1038/ijos.2015.2; dipublish 10 April 2015

44

(2015)

7,

6372;

Anda mungkin juga menyukai