Anda di halaman 1dari 16

PENERAPAN SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN PADA BUDIDAYA PADI

GOGO DI LAHAN MARGINAL


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penurunan produksi bahan pangan nasional yang dirasakan saat ini lebih disebabkan oleh
semakin sempitnya luas lahan pertanian yang produktif (terutama di pulau Jawa) sebagai akibat
alih fungsi seperti konversi lahan sawah, ditambah isu global tentang meningkatnya degradasi
lahan (di negara berkembang). Salah satu alternatif pilihan yang diharapkan dapat meningkatkan
potensi produksi tanaman dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan adalah pendayagunaan
lahan kering. Selain karena memang tersedia cukup luas, sebagian dari lahan kering belum
diusahakan secara optimal sehingga memungkinkan peluang dalam pengembangannya.
Secara umum sistem pertanian di Indonesia, khususnya yang menyangkut budidaya pertanian
tanaman pangan dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu pertanian lahan basah/ sawah
dan pertanian lahan kering. Seperti diketahui, pembangunan pertanian di Indonesia selama ini
terfokus pada peningkatan produksi pangan, terutama beras, sehingga sebagian besar dana dan
daya telah dialokasikan untuk program-program seperti intensifikasi, jaringan-jaringan pengairan
dan pencetakan sawah.
Sebaliknya, ciri usahatani bukan sawah ternyata telah menyebabkan kurang diprioritaskannya
pertanian lahan kering di dalam proses peningkatan produksi pangan. Namun, dengan semakin
meningkatnya alih fungsi lahan, disinyalir peluang penggunaan lahan sawah untuk usaha
pertanian makin hari makin menyempit sehingga pengalihan usaha ke lahan kering makin terasa
diperlukan.
Lahan kering selalu dikaitkan dengan pengertian bentuk-bentuk usahatani bukan sawah yang
dilakukan oleh masyarakat di bagian hulu suatu daerah aliran sungai (DAS) sebagai lahan atas
(upland) atau lahan yang terdapat di wilayah kering (kekurangan air) yang tergantung pada air
hujan sebagai sumber air. Untuk memudahkan pengutaraan dalam penyajian ini, yang dimaksud
lahan kering adalah lahan atasan, karena kebanyakan lahan kering berada di lahan atasan.
Belakangan ini pengertian yang tersirat dalam istilah lahan kering yang digunakan masyarakat
umum banyak mengarah kepada lahan kering dengan kebutuhan air tanaman tergantung
sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah tergenang air secara tetap.
Ditinjau dari segi luasannya, potensi lahan kering di Indonesia tergolong tinggi dan masih perlu
mendapat perhatian yang lebih bagi pengembangannya, namun apabila ditinjau dari sifat/
karakteristik lahan kering seperti diuraikan tersebut di atas, sangat diperlukan beberapa tindakan
untuk menanggulangi faktor pembatas yang menjadi kendala dalam pengembangannya.
Lahan kering di Indonesia cukup luas, dengan taksiran sekitar 60,7 juta hektar atau 88,6% dari
luas lahan, sedangkan luas lahan sawah hanya 7,8 juta hektar atau 11,4% dari luas lahan,
sebagian besar banyak tersebar pada dataran rendah yakni hamparan lahan yang berada pada

ketinggian 0 700 m dpl (60,65%) dan dataran tinggi yang terletak pada ketinggian >700 m dpl.
(39,35%) dari total luasan lahan kering di Indonesia. Data terbaru, menyebutkan Indonesia
memiliki lahan kering sekitar 148 juta ha (78%) dan lahan basah (wet lands) seluas 40,20 juta ha
(22%) dari 188,20 juta ha total luas daratan.
Namun demikian, pertanian lahan kering dapat dikatakan tidak produktif. Petani adalah subyek
yang paling merasakan dampak dari ketidakproduktifan lahan. Untuk mewujudkan pertanian di
daerah lahan marginal, maka diperlukan meode sistem pertanian berkelanjutan di lahan kering
terutama bagian hulu (up land), maka diperlukan sistem penggunaan lahan konservatif dan
produktif secaraterus menerus, tidak hanya terhadap tanah tetapi juga secara keseluruhan dari
sumberdayaalam, termasuk air, hutan, dan daerah pengembalaan.
Untuk mencoba mengkaji peluang dengan melihat sifat/ karakteristik dan potensi dari lahan
kering dalam pengembangannya untuk pertanian tanaman pangan khususnya padi gogo, maka
dibuatlah makalah mengenai penerapan sistem pertanian berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan
marginal dan lahan kering untuk menanam varieas padi gogo.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui penerapan sistem pertanian berkelanjutan pada lahan marginal untuk
penanaman padi gogo.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lahan Marginal
Sumber daya lahan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan suatu
sistem usaha pertanian, karena hampir semua usaha pertanian berbasis pada sumber daya lahan.
Lahan adalah suatu wilayah daratan dengan ciri mencakup semua watak yang melekat pada
atmosfer, tanah, geologi, timbulan, hidrologi dan populasi tumbuhan dan hewan, baik yang
bersifat mantap maupun yang bersifat mendaur, serta kegiatan manusia di atasnya. Jadi, lahan
mempunyai ciri alami dan budaya.
Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki
beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Sebenarnya faktor
pembatas tersebut dapat diatasi dengan masukan, atau biaya yang harus dibelanjakan. Tanpa
masukan yang berarti budidaya pertanian di lahan marginal tidak akan memberikan keuntungan.
Ketertinggalan pembangunan pertanian di daerah marginal hampir dijumpai di semua sektor,
baik biofisik, infrastruktur, kelembagaan usahatani maupun akses informasi untuk petani miskin
yang kurang mendapat perhatian.
2.1.1 Sebaran Lahan Marginal di Indonesia
Di Indonesia lahan marginal dijumpai baik pada lahan basah maupun lahan kering. Lahan basah
berupa lahan gambut, lahan sulfat masam dan rawa pasang surut seluas 24 juta ha, sementara
lahan kering kering berupa tanah Ultisol 47,5 juta ha dan Oxisol 18 juta ha. Indonesia memiliki

panjang garis pantai mencapai 106.000 km dengan potensi luas lahan 1.060.000 ha, secara umum
termasuk lahan marginal. Berjuta-juta hektar lahan marginal tersebut tersebar di beberapa pulau,
prospeknya baik untuk pengembangan pertanian namun sekarang ini belum dikelola dengan
baik. Lahan-lahan tersebut kondisi kesuburannya rendah, sehingga diperlukan inovasi teknologi
untuk memperbaiki produktivitasnya.
2.1.2 Kesuburan Lahan Marginal
Tanah marginal atau suboptimal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian, baik untuk
tanaman pangan, tanaman perkebunan maupun tanaman hutan. Secara alami, kesuburan tanah
marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan oleh reaksi tanah yang masam, cadangan hara
rendah, basa-basa dapat tukar dan kejenuhan basa rendah, sedangkan kejenuhan aluminium
tinggi sampai sangat tinggi. Namun, penilaian produktivitas suatu lahan bukan hanya
berdasarkan kesuburan alami (natural fertility), tetapi juga respons tanah dan tanaman terhadap
aplikasi teknologi pengelolaan lahan yang diterapkan. Melalui perbaikan teknologi
pengelolaanlahan, produktivitas suatu lahan dapat ditingkatkan secara signifikan dibandingkan
dengan kondisi kesuburan tanahnya yang secara alami rendah. Namun, dalam beberapa decade
terakhir, penilaian kesuburan tanah justru didasarkan pada kesuburan alami (natural fertility).
Dalam kegiatan survei dan pemetaan tanah pada awal tahun 1960-an yang dilaksanakan oleh
Lembaga Penelitian Tanah, yang sekarang berubah nama menjadi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), penilaian kelas kemampuan wilayah
hanya didasarkan pada kualitas atau karakteristik tanah secara alami (virgin soil). Namun, sejak
tahun 1970-an, penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dari dua arah, yaitu berdasarkan
kondisi teknologi yang diterapkan saat ini (actual suitability) dan kondisi teknologi dengan
perbaikan disesuaikan dengan kualitas dan karakteristik lahannya (potential suitability).
2.1.3 Contoh Lahan Marginal
Memanfaatkan lahan marjinal bukan hal yang tidak mungkin dilakukan. Lahan marjinal memang
memiliki faktor pembatas yang besar untuk pertumbuhan tanaman yang oiptimal. Diantara faktor
yang menyebabkan tanaman tidak bisa tumbuh dengan optimal yaitu dari segi fisik tanah, kimia
tanah, maupun biologi tanah. Beberapa contoh lahan yang tergolong kedalam lahan marginal
yaitu : tanah gambut, lahan bekas tambang, lahan kering, lahan pasir, lahan dekat pantai, dan
gurun.
2.2 Pertanian Berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan atau pembangunan pertanian berkelanjutan pertama kali menjadi
pembicaraan dunia pada tahun 1987, tahun 1992 diterima sebagai agenda politik oleh semua
negara di dunia sebagaimana dikemukakan dalam Agenda 21, Rio de Jeneiro. Dalam pertemuan
tersebut ditegaskan bahwa pembangunan ekonomi jangka panjang dapat dilakukan bila dikaitkan
dengan masalah perlindungan lingkungan. Pertemuan Johanesberg, Afrika Selatan (2-4
September 2002) yang merupakan pertemuan puncak Pembangunan Berkelanjutan (World
Summit On Sustainable Development) menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan
membutuhkan pandangan dan penanganan jangka panjang dengan partisipasi penuh semua
pihak. Secara jelas dinyatakan bahwa pembangunan yang dilaksanakan untuk memenuhi

kebutuhan generasi masa kini tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan aspirasi generasi
mendatang. Di bidang pertanian diterapkan dengan pendekatan pembangunan pertanian
berkelanjutan atau berwawasan lingkungan, yang dalam pelaksanaannya sudah termasuk aspek
pertanian organik.
Di Indonesia, konseptual pertanian berkelanjutan tercantum pada UU no. 12 tahun 1992. Akan
tetapi pengertian pertanian berkelanjutan masih belum begitu jelas secara implementas. Namun
secara umum, prinsip dari pertanian berkelanjutan adalah praktek pertanian yang menggunakan
prinsip dasar ekologi serta ilmu tentang hubungan antara organisme dengan lingkungannya. Hal
ini sama dengan penjelasan dari Wikipedia bahwa Sustainable agriculture is the practice of
farming using principles of ecology, the study of relationships between organisms and their
environment.
Pertanian berkelanjutan juga telah didefinisikan sebagai sistem pertanian yang terintegrasi dari
praktek produksi tumbuhan dan hewan yang secara spesifik akan bertahan dalam waktu yang
lama.
Aspek aspek pertanian berkelanjutan menurut Wikipedia salah satunya adalah Meningkatkan
kualitas lingkungan dan sumber daya alam dengan mengacu kepada kebutuhan ekonomi
pertanian.
Disebut sebagai pertanian berkelanjutan menurut karena dalam pertanian tersebut memiliki
kegiatan yang secara ekonomis, ekologis, dan sosial bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara
ekonomis berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan
ekonomi, dan penggunaan sumberdaya serta lnvestasi secara efisien. Berkelanjutan secara
ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan termaksud harus dapat mempertahankan integritas
ekosistem, mernelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam termasuk
keanekaragaman hayati (biodiversity). Sementara itu, keberlanjutan secara sosial mensyaratkan
bahwa suatu kegiatan pernbangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil
pernbangunan, mobilitas. sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pernberdayaan
masyarakat, identitas sosial, dan pengembang an kelembagaan.
2.3 Padi Gogo
Varietas unggul padi gogo telah dilepas sejak tahun 1960-1994. Varietas Danau Atas, Danau
Tempe dan Laut Tawar merupakan varietas yang cocok dibudidayakan pada lahan podsolik
merah kuning. Varietas Gajah Mungkur dan Kalimutu yang dilepas tahun 1994 cocok
dikembangkan pada lahan-lahan kering yang tersebar di kawasan Nusa Tenggara.
2.3.4 Syarat Pertumbuhan
Pada dasarnya dalam budidaya tanaman, pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat
dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang paling penting
adalah tanah dan iklim serta interaksi kedua faktor tersebut. Tanaman padi gogo dapat tumbuh
pada berbagai agroekologi dan jenis tanah. Sedangkan persyaratan utama untuk tanaman padi
gogo adalah kondisi tanah dan iklim yang sesuai. Faktor iklim terutama curah hujan merupakan

faktor yang sangat menentukan keberhasilan budidaya padi gogo. Hal ini disebabkan kebutuhan
air untuk padi gogo hanya mengandalkan curah hujan.
1. Iklim
Padi gogo memerlukan air sepanjang pertumbuhannya dan kebutuhan air tersebut hanya
mengandalkan curah hujan. Tanaman dapat tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah sampai
daratan tinggi. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU sampai 450 LS dengan cuaca
panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik
adalah 200 mm/bulan selama 3 bulan berturut-turut atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat
ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air
irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah prduksi dapat menurun karena
penyerbukankurang intensif. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan
temperature 22-27 derajat C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperature
19-23 derajat C.
Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan. Di
Indonesia memiliki panjang radiasi matahari 12 jam sehari dengan intensitas radiasi 350
cal/cm2/hari pada musim penghujan. Intensitas radiasi ini tergolong rendah jika dibandinkan
dengan daerah sub tropis yang dapat mencapai 550 cal/cm2/hari. Angin berpengaruh pada
penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman.
2. Tanah
Padi gogo harus dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, sehingga jenis tanah tidak begitu
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo. Sedangkan yang lebih berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan hasil adalah sifat fisik, kimia dan biologi tanah atau dengan kata lain
kesuburannya. Untuk pertumbuhan tanaman yang baik diperlukan keseimbangan perbandingan
penyusun tanah yaitu 45% bagian mineral, 5% bahan organik, 25% bagian air, dan 25% bagian
udara, pada lapisan tanah setebal 0 30 cm.
Struktur tanah yang cocok untuk tanaman padi gogo ialah struktur tanah yang remah. Tanah
yang cocok bervariasi mulai dari yang berliat, berdebu halus, berlempung halus sampai tanah
kasar dan air yang tersedia diperlukan cukup banyak. Sebaiknya tanah tidak berbatu, jika ada
harus < 50%. Keasaman (pH) tanah bervariasi dari 5,5 sampai 8,0. Pada pH tanah yang lebih
rendah pada umumnya dijumpai gangguan kekahatan unsur P, keracunan Fe dan Al. Sedangkan
bila pH lebih besar dari 8,0 dapat mengalami kekahatan Zn.
III. METODOLOGI
3.1. Lokasi
Data dan informasi dalam makalah ini diperoleh melalui penelusuran melalui internet dan studi
pustaka. Akses internet dan studi pustaka dilakukan di Fakultas Pertanian Universitas Jember dan
Perpustakaan Pusat Universitas Jember
3.2 Waktu

Makalah ini disusun mulai tanggal 23 sampai 25 Oktober 2012 untuk diajukan tugas mata kuliah
Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan.
3.3 Metode Penulisan
Makalah ini disusun dari data dan informasi berupa kajian putaka, terutama yang berkaitan
dengan lahan marginal, pengertian sistem pertanian berkelanjutan, dan informasi mengenai padi
gogo.
IV. PEMBAHASAN
4.1 Budidaya Padi Gogo Lahan Marginal
4.1.1 Varietas Padi Gogo
Sejak pertama kali diperkenalkan tahun 1960, varietas padi gogo telah berkembang beberapa
macam. Masing-masing varietas memiliki keunggulan dan sifat yang berbeda beda. Hal tersebut
dapat diperlihatkan dalam tabel berikut:
No Varietas

Tahun
Pepasan

Umur
(hari)

Kisaran Hasil
(t/ha)

Rasa
Nasi

Ketahanan/
Toleransi

Danau Tempe 1991

135

3-5

Pera

Situ Gintung

1992

140

2-3,5

Pulen

B, BB, WC2

Gajah
Mungkur

1994

95

2,5

Sedang

KrFe

Kalimutu

1994

95

2,5

Sedang

KrFe

Way Rarem

1994

105

3-4

Pera

B, KrAl, Fe

Jatiluhur

1994

115

2,5-3,5

Pera

B, Ngn

Cirata

1996

120

3-5

Pulen

Towuti

1999

120

3-5/5-7

Pulen

B, HDB,WC23

Limboto

1999

105

3-5

Sedang

KrAl

10 Danau Gaung

2001

113

3-4

Sedang

B, KrAl&Fe,BDC

11 Batu Tegi

2001

116

Pulen

B,BDC, KrAl

2002

115

3,6-5,6

Sedang

B, Ngn

2002

115

3-5/5-6

Pulen

B, HDB

12

Situ
Patenggang

13 Situ Bagendit

Tabel: Varietas dan Kualitas Padi Gogo


Sumber: (Alfon dan Hurtuel. 2010)
4.1.2 Sebaran Lahan Tanam Padi Gogo di Indonesia

Di Indonesia, sebaran tanam padi gogo berada pada tiap provinsi. Luasan lahan yang ditanami
padi gogo saat ini adalah 1,12 juta ha dan tersebar pada berbagai provinsi.Pada saat ini,
pertanaman terluas terdapat pada Pulau Jawa, diikuti kalimantan, Sumatra dan lainya. Namun
demikian, Produksi total terbesar untuk tanaman padi gogo terdapat pada Pulau Jawa dengan
lebih dari 1 juta ton pada tahun 2004. Untuk lebih jelasnya, data tersebut tertuang dalam tabel
berikut :
Pulau

Tahun
2000

2001

2002

2003

2004

Luaspanen (ha)

392.625

331.901

299.006

319.629

301.367

Produksi total (ton)

885.858

760.604

684.128

759.193

730.936

Produktivitas (t/ha)

2,256

2,293

2,288

2,375

2,425

Luas panen (ha)

363.902

362.023

344.850

355.459

357.333

Produksi total (ton)

1.000.952

1.029.927

992.018

1.097.810

1.202.061

Produktivitas (t/ha)

2,751

2,845

2,877

3,088

3,081

Luas Panen (ha)

113.400

91.726

93.942

100.038

115.174

Produksi Total (ton)

228.107

181.791

201.442

220.101

261.208

Produktivitas (t/ha)

2,012

1,982

2,144

2,200

2,268

Luas Panen (ha)

253.626

254.228

290.963

281.876

302.971

Produksi Total (ton)

462.950

504.731

632.945

601.057

687.066

Produktivitas (t/ha)

1,825

1,985

2,175

2,132

2,268

Luas Panen (ha)

40.087

26.719

29.119

28.736

32.368

Produksi Total (ton)

86.598

62.254

65.087

69.092

78.055

Produktivitas (t/ha)

2,210

2,168

2,235

2,161

2,411

Luas Panen (ha)

12,205

12.025

6.308

7.785

6,707

Produksi Total (ton)

25.186

25963

15.009

19.225

21.495

Produktivitas (t/ha)

2,064

2,159

2,379

2,469

2,469

Luas Panen (ha)

1.175.875

1.080.622

1.064.187

1.093.518

1.117.620

Produksi Total (ton)

2.691.651

2.565.270

2.590.629

2.759.476

2.879.821

Sumatera

Jawa

Bali dan Nusa Tenggah

Kalimantan

Sulawesi

Maluku dan Irian Jaya

Indonesia

Produktivitas (t/ha)

2,289

2,374

2,434

2,523

2,576

Tabel: Luas Panen, Produksi Total dan Produksi Tiap Hektar Padi Gogo Selama 5 Tahun.
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Padi. 2005
4.1.3 Produktivitas Padi Gogo di Indonesia
Produksi padi gogo nasional baru mencapai 2,88 juta ton atau baru sekitar 5 % dari produksi padi
nasional. Tingkat hasil padi gogo perhektar baru mencapai 2,58 ton/hektar atau hanya sekitar
45% dari produksi padi irigasi.
4.1.5 Teknik Budidaya Padi Gogo
4.1.5.1 Pemilihan Varietas
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan varietas padi gogo untuk diusahakan
di suatu daerah antara lain adalah;

Kesesuaiannya terhadap lingkungan tumbuh (ketinggian tempat, iklim),

Umur tanaman yang erat kaitannya dengan curah hujan yang ada dan pola tanam,

Ketahanan terhadap hama dan penyakit,

Produktivitas.

Sedangkan syarat benih yang baik untuk budidaya tanaman padi gogo secara umum
adalah sebagai berikut:

Tidak mengandung gabah hampa, potongan jerami, kerikil, tanah dan hama gudang.

Warna gabah sesuai aslinya dan cerah.

Bentuk gabah tidak berubah dan sesuai aslinya.

Daya perkecambahan >80%.

4.1.5.2 Pengolahan Lahan


Pengolahan tanah untuk pertanaman padi gogo dimulai sebelum atau menjelang musim
penghujan. Pengolahan tanah dilakukan sesuai kondisi lahan. Pada prinsipnya pengolahan tanah
dilakukan untuk menciptakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan tanaman, yaitu
menciptakan keseimbangan antara padatan, aerasi dan kelembaban tanah. Ada lahan yang perlu
pengolahan tanah sedikit (minimum tillage) atau bahkan tidak perlu pengolahan tanah (zerro

tillage) seperti tanah podzolik merah Kuning di Sumatra yang memiliki tingkat kemiringan >
10%. Karena jika dilakukan pengolahan tanah justru akan merugikan disamping menambah
biaya juga menyebabkan tanah lebih peka terhadap erosi sehingga kesuburannya menurun.
Demikian pula hasil padi yang diperoleh antara sistem olah tanah sempurna dengan oleh tanah
minimum tidak berbeda nyata, sehingga sistem olah tanah minimum lebih ekonomis. Cara
pengolahan tanah adalah sebagai berikut:

Lahan dibersihkan dari tanaman penggangu dan rumput sambil memperbaiki pematang
dan saluran drainase.

Tanah dibajak dua kali pada kedalaman 25-30 cm, tanah dibalik.

Pemupukan organik diberikan pada waktu pembajakan yang kedua sebanyak 20 ton/ha.

Untuk menghaluskan tanah, tanah digaru lalu diratakan.

Tanah dibiarkan sampai hujan turun.

Dalam budidaya tanpa olah tanah untuk mengendalikan gulma digunakan herbisida. Sebelum
aplikasi herbisida dilakukan, gulma (terutama alang-alang) direbahkan atau dibakar terlebih
dahulu, setelah tumbuh sekitar 60 cm (tidak sedang berbunga) baru diadakan penyemprotan.
Takaran herbisida jenis Roundup antara 5-6 l/ha dengan pelarut air antara 200-800 l/ha.
4.1.5.3 Waktu tanam
Penaman yang baik dilakukan setelah terdapat 1 2 kali hujan, awal musim penghujan (Oktober
Nopember). Bahkan ada petani yang telah menebar benih pagi gogo sebelum hujan turun atau
yang lebih dikenal dengan sistem Sawur tinggal. Sistem tanam sawur tinggal dapat dianjurkan
pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan sedikit (bulan basah antara 3 4 bulan) per tahun
dan sulit mendapatkan tenaga kerja.
4.1.5.4 Penanaman
Penanaman padi gogo pada dasarnya dapat dilakukan dengan tiga macam cara yaitu :
1. Cara tanam disebar
Cara tanam ini dilakukan dengan menyebar rata diatas permukaan tanah atau lahan yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu. Kebutuhan benih pada cara ini biasanya lebih banyak dibandingkan
cara yang lain, yaitu berkisar 60 70 kg/ha. Cara tanam ini mempunyai keuntungan tenaga kerja
tanam yang dibutuhkan sedikit. Kelemahan dari cara ini antara lain :

Memerlukan benih lebih banyak

Resiko benih dimakan hama lebih tinggi, karena di permukaan

Tanaman lebih peka terhadap kekeringan atau kekurangan air.

Resiko benih hanyut jika terjadi hujan lebat lebih tinggi

Lebih sulit dalam perawatan, termasuk pengendalian gulma.

Untuk mengurangi resiko atau kelemahan tersebut maka perlu dilakukan antisipasi seperti
pembuatan saluran drainase atau parit-parit sehingga terbentuk bedeng-bedeng untuk mencegah
genangan air. Guna mengendalikan rumput sebaiknya diaplikasikan herbisida pra tumbuh
sebelum sebar benih. Penggunaan seed treatment untuk menanggulangi hama.
2. Cara tanam alur
Lahan yang telah dipersiapkan dibuat alur-alur sedalam 3 4 cm, dengan jarak antar alur 20 25
cm. Kemudian dalam alur tersebut disebarkan benih padi secara iciran, artinya benih padi
dijatuhkan secara manual dengan tangan dan diatur sedemikian rupa sehingga benih jatuh dalam
alur tersebut secara merata. Setelah itu benih dalam alur ditutup kembali dengan tanah.
Kebutuhan benih cara tanam alur ini berkisar antara 40 50 kg/ha, jadi lebih sedikit
dibandingkan dengan sistem sebar.
3. Cara tanam tugal
Pada cara tanam ini lahan yang sudah siap dibuat lubang-lubang tanam dengan menggunakan
tugal. Pada umumnya untuk pertanaman padi gogo menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm.
Setelah lubang bekas tugal terbentuk kemudian 2 3 butir benih dimasukkan ke dalam setiap
lubang tanam dan selanjutnya ditutup kembali dengan tanah. Sebaiknya sebelum ditanam benih
direndam sekitar 6 12 jam, kemudian dikeringanginkan sekitar 6 12 jam. Pada cara tanam
dengan tugal ini kebutuhan benihnya 30 kg/ha, dan perawatan tanaman akan lebih mudah.
Oleh karena itu cara ini yang paling banyak dipraktekkan oleh petani meskipun memerlukan
tenaga kerja tanam lebih banyak dibandingkan cara sebat atau alur.
Jarak tanam atau jarak antar larik dan jumlah benih/lubang/ha sangat tergantung pada tingkat
kesuburan tanah dan kualitas benih yang ditanam. Semakin subur tanah, jarak tanam dapat
semakin rapat. Demikian pula, semakin baik kualitas benih, maka semakin sedikit jumlah benih
yang diperlukan. Jarak tanam, jumlah benih dan cara tanam dapat berpengaruh terhadap hasil
padi gogo di lahan kering.
E. Pemeliharaan
1. Penyiraman
Penyulaman Padi Gogo dilakukan pada umur 1-3 minggu setelah tanam. Hal tersebut
dikarenakan waktu tersebut adalah waktu terbaik.
2. Penyiangan

Dilakukan secara mekanis dengan cangkul kecil, sabit atau dengan tangan waktu tanaman
berumur 3-4 minggu dan 8 minggu. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan
pertama dan 1-2 minggu sebelum muncul malai.
3. Pemupukan
Pupuk yang digunakan dalam budidaya padi gogo sebaiknya dikombinasikan antara pupuk
organik dan pupuk anorganik. Pemberian pupuk organik (pupuk kandang atau kompos), dapat
memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Sedangkan pemberian pupuk anorganik yang dapat
menyediakan hara dalam waktu cepat, pada dosis yang sesuai kebutuhan tanaman berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan dan hasil.
Pupuk organi diaplikasikan pada saat penyiapan lahan. Pupuk ini dipakai untuk
meningkatkan kandungan C organik tanah dan meningkatkan kehidupan mikroorganisme tanah.
Dosis pupuk pada pertanaman padi gogo harus disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanahnya.
Jenis pupuk anorganik yang diberikan berupa 150-200 kg/ha Urea, 75 kg/ha TSP dan 50 kg/ha
KCl. Pupuk TSP dan KCl diberikan saat tanam dan urea pada 3-4 minggu dan 8 minggu setelah
tanam. Pupuk urea , TSP maupun KCl sebaiknya diberikan dalam alur atau ditugal kemudian
ditutup kembali dengan tanah untuk mencegah kehilangan unsurnya.
4.2 Konsep Sistem Pertanian Berkelanjutan Budidaya Padi Gogo Lahan Marginal
Pada lahan marginal, untuk menangani masalah kekurangan unsur hara pada tanah dan
untuk menjaga keberlanjutan suatu sistem pertanian, diperlukan konsep sistem pertanian yang
mengarah pada sistem pertanian berkelanjutan. Beberapa cara yang dapat diaplikasikan dalam
hal konsep pertanian berkelanjutan adalah; menerapkan sistem pertanian agropastura,
menerapkan sistem pertanian dengan tumpang sari, merapkan sistem pertanian dengan input
pupuk organik (pupuk kandang), mengaplikasikan mikoriza.
4.2.1 Konsep Agroforestri (Agropastura)
Pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian
dan peternakan, di mana masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri
sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja sistem-sistem tersebut umumnya
ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau kelompok produk yang serupa. Penggabungan
tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi sebagai berikut

Agrisilvikultur : Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan,


perdu, palem, bambu, dll.) dengan komponen pertanian.

Agropastura : Kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan komponen


peternakan.

Silvopastura : Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan peternakan.

Agrosilvopastura : Kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan


kehutanan dan peternakan/hewan.

Pada lahan marginal, aplikasi yang paling mudah untuk diterapkan mengenai sistem
pertanian berbasis Agroforestri adalah menerapkan sistem pertanian berbasis Agropastura. Hal
tersebut beralasan dikarenakan kotoran ternak dapat langsung digunakan sebagai pupuk organik.
Pupuk organik tersebut memiliki kelebihan antara lain memiliki kandungan nutrisi yang lengkap
bagi tanaman dan bersifa slow-release.
4.2.2 Pertanian Tumpang Sari pada Budidaya Padi Gogo Lahan Marginal
Tanaman pangan sebagai tanaman tumpangsari yang umum diusahakan petani adalah;
padi gogo, kacang-kacangan dan juga sayuran. Tanaman pangan yang diusahakan sebagai
tanaman tumpangsari, sebaiknya mengacu pada pola tanam berbasis padi gogo, yaitu padi gogokedelai-kacang tunggak/kacang hijau. Padi gogo ditanam pada awal musim hujan, dikuti oleh
kedelai dan terakhir kacang hijau atau kacang tunggak yang lebih tahan kering. Budidaya padi
gogo membutuhkan bulan basah (>200 mm/bulan) secara berurutan minimal 4 bulan, sedangkan
untuk tanaman palawija lainnya minimal 100 mm/bulan. Untuk efisiensi tenaga kerja dan
mengurangi resiko terjadinya erosi yang berlebihan sebaiknya menggunakan sistem olah tanah
minimal. Pengolahan tanah yang agak intensif hanya untuk padi gogo dan dilakukan pada akhir
musim kemarau, jadi tanah dalam keadaan kering. Sedangkan untuk pertanaman kedua dan
ketiga (kedelai dan kacang hijau/kacang tunggak) dilakukan dengan tanpa olah tanah. Untuk
menekan pertumbuhan gulma dan menjaga kelembaban tanah, sisa tanaman sebelumnya
dijadikan mulsa. Dengan demikian permukaan tanah akan terusik secara minimal dan erosi dapat
diminimalkan. Berdasarkan pengalaman (hasil penelitian sebelumnya), tingkat hasil gabah dapat
mencapai antara 2,5-5,5 t/ha GKG, kedelai sekitar 1,0-1,5 t/ha dan kacang hijau sekitar 1,0 t/ha.
Bila dihitung dengan nilai setara gabah, penerapan pola tanam intensif dengan olah tanah
minimum, hasil yang mencapai sekitar 10 t/ha/tahun, tidak kalah dengan produktivitas lahan
sawah (Toha et al., 2006).
Beberapa keuntungan dengan adanya usaha tanaman tumpangsari diantara tanaman
pokok hutan yang masih muda adalah: 1) produksi tanaman pangan meningkat, pendapatan
petani meningkat; 2) berfungsi dalam persiapan lahan dan pemeliharaan tanaman pokok,
mengurangi biaya penyiangan; 3) kesuburan tanah meningkat (residu pupuk tanaman pangan,
penambahan bahan organik tanah/jerami); 4) mengurangi pengembalaan ternak, pemeliharaan
ternak lebih intensif; dan 5) dampak sosial/ekonomi yang baik bagi masyarakat sekitar hutan,
mengurangi penjarahan hutan (Toha, 2002; 2005).
Pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat (PHBM) dimaksudkan untuk
memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi
dan sosial. Dalam pelaksanaannya masyarakat desa sekitar hutan sebagai mitra kerja Perum
Perhutani dapat berperan aktif dalam memelihara kelestarian sumberdaya hutan. Dalam aspek
perencanaan dan pembinaan, Perum Perhutani mempunyai tanggung jawab penuh dan bersama
pemerintah daerah langsung mengarahkan dan mensosialisasikan kegiatan yang akan dilakukan
bersama masyarakat sekitar hutan. Secara simultan akan diupayakan sumberdaya hutan tetap

lestari, pendapatan Perum Perhutani meningkat dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan
meningkat (Perhutani, 2004).
4.2.3 Pengaplikasian Pupuk Hayati Mikoriza pada Padi Gogo
Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistis (saling menguntungkan)
antara cendawan/jamur (mykes) dan perakaran (rhiza) tanaman. Mikoriza mempunyai
kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman (pertanian, kehutanan,
perkebunan dan tanaman pakan) dan membantu dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur
hara (terutama fosfor) pada lahan marginal.
Cendawan ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang biak jika
berassosiasi dengan tanaman inang. Sampai saat ini berbagai usaha telah dilakukan untuk
menumbuhkan cendawaan ini dalam media buatan, akan tetapi belum berhasil. Faktor ini
merupakan suatu kendala yang utama sampai saat ini yang menyebabkan CMA belum dapat
dipoduksi secara komersil dengan menggunakan media buatan, walaupun pengaruhnya terhadap
pertumbuhan tanaman sangat mengembirakan. Spora cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar
100 mm sampai 600 mm oleh karena ukurannya yang cukup besar inilah maka spora ini dapat
dengan
mudah
diisolasi
dari
dalam
tanah
dengan
menyaringnya.
Cendawan CMA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang spesifik.
Organ khusus tersebut adalah arbuskul (arbuscule), vesikel (vesicle) dan spora. Berikut ini
dijelaskan sepintas lalu mengenai struktur dan fungsi dari organ tersebut serta penjelasan lain.
Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang,
memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut
akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara.
Pada tanaman padi gogo, aplikasi mikoriza dapat meningkatkan kuantitas dari Indeks
Luas Daun, panjang akar, bobok kering, dan bobot basah. Hal tersebut sesuai dengan tabel
berikut:

Perlakuan

ILD

50% berbunga
(HST)

Bobot Basah (g)

Bobot Kering
(g)

Tajuk

Tajuk

Akar

Akar

Panjang Akar
(cm)

Mikoriza
Tanpa
Mikoriza

2.732b 78.067

152.620 22.873 31.438

6.129 23.896

Mikoriza

3.541a 76.467

170.520 25.767 35.128

7.284 24.927

Tabel:Pengaruh Pemberian Mikoriza pada Pertumbuhan Tanaman Padi Gogo


Sumber: Sukiman dkk., 2010

Dari data tabel tersebut dapat diketahui bahwa penambahan mikoriza pada padi gogo
akan meningkatkan kuantitas pertumbuhan tanaman. Sejalan dengan itu, maka pemberian
mikoriza dapat meningkatkan produktifitas tanaman padi gogo, khususnya pada lahan kering
dimana kandungan unsur haranya sedikit.
Namun demikian, harga dari pupuk mikoriza ini terbilang mahal. Harga pupuk mikoriza
adalah sebagai berikut:
No

Nama Produk

Kemasan/Paket

Harga

Mosa Liquid

500 cc

26.100

Mosa Humus

1 kg

31.900

Mosa Mic

250 cc

21.750

Pupuk Kascing Pualam

20 kg

33.350

Tricovirin

500 gram

58.000

Metaret

500 gram

58.000

Mikoriza

1000 gram

58.000

Tabel: Harga Pupuk Mikoriza


4.2.4 Aplikasi Pupuk Kandang/Kompos pada Padi Gogo
Pupuk kandang mengandung 3 golongan komponen, yaitu litter (kotoran/sampah),
ekscreta padat (bahan keluaran padat) dari binatang, dan ekscreta cair (urin). Sifat/keadaan dan
konsentrasi relatif dari komponen-komponen ini dalam macam-macam pupuk kandang adalah
sangat berbeda, tergantung dari jenis binatangnya, cara pemberian makanannya dan
pemeliharaan binatang-binatang tersebut.
Sisa-sisa tanaman yang merupakan kotoran pada pupuk kandang biasanya tinggi
kandungan karbohidrat, terutama selulosa, dan rendah kandungan nitrogen maupun mineral.
Nitrogen dan mineral terkandung tinggi pada urin, dan kandungan karbohidratnya sangat kecil.
Sedangkan ekscreta padat memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga memberika suatu
media yang lebih seimbang bagi perkembangan mikro organisma. Komposisi kimiawi pupuk
kandang dari berbagai jenis binatangnya adalah sebagai berikut:
Pupuk Kandang

Kelembaban (%)

Nitrogen (%)

P2O5(%)

K2O(%)

Lembu, sapi

80

1,67

1,11

0,56

Kuda

75

2,29

1,25

1,38

Domba

68

3,75

1,87

1,25

Babi

82

3,75

3,13

2,50

Ayam

56

6,27

5,92

3,27

Merpati

52

5,68

5,74

3,23

Tabel: Kandungan nutrisi pupuk kandang


Aplikasi pupuk kandang biasannya dicapur dengan sampah berupa daun dan menjadi
kompos. Pada tanaman padi gogo, penggunaan pupuk kompos juga menunjukkan tren positif
berupa peningkatan perumbuhan vegetatif.
Dari data yang ditunjukkan diketahui bahwa pengaplikasian pupuk kompos memiliki
pengaruh positif pada pertumbuhan tanaman padi gogo. Kualitas pupuk kompos juga lebih baik
ketimbang pupuk kimia.
V. PENUTUP
5.1

Kesimpulan
1. Luas lahan marginal di Indonesia cukup besar dan sanga berpotensi dikembangkan
tanaman padi gogo.
2. Tanaman padi gogo adalah varietas padi yang dapat ditanam pada lahan marginal karena
sifatnya yang sedikit membutuhkan air.
3. Untuk menjaga keberlanjutan pertanian padi gogo di lahan marginal, maka perlu
dilakukan sistem pertanian yang menggunkan input non kimia seperti pemanfaatan pupuk
kandang dan pupuk mikoriza. Selain itu, penggabungan dengan sistem perternakan
(agropastura) dan sistem tumpang sari merupakan metode yang dianjurkan.

5.2

Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut baik berupa kajian pustaka dan penelitian mengenai
sistem pertanian berkelanjutan di lahan marginal khususnya pada padi gogo.
2. Perlu adanya penyempurnaan dari makalah ini agar diperoleh data yang lebih sistematis
dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Alfons, Janes dan Hutuely, Luthfie. 2010. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi
Gogo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku.
Balai Penelitian Tanaman Padi. 2005. Padi Gogo dan Pola Pengembangannya. Departemen
Pertanian.
Ciptadi, Didik. 2009. Pengaruh Aplikasi Berbagai Sumber Pupuk Organik Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB

Perhutani. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Perum


Perhutani, KPH Indramayu. 17 hal.
Sukiman dkk. 2010. Respon Tanaman Padi Gogo Terhadap Stress Air dan Inokulasi Mikoriza.
Berita Biologi. 10 (2) : 249 255.
Toha, H..M., 2002. Padi Gogo Sebagai Tanaman Sela Perkebunan dan HTI Muda. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Padi.
Toha, H M. 2005. Padi Gogo dan Pola Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Padi
Sukamandi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 48 hal.
Toha, H M., K Pirngadi dan Iwan Yuliardi. 2006. Peningkatan produktivitas padi gogo sebagai
tanaman sela hutan jati muda melalui pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya
terpadu (PTT). Laporan Tahunan 2005. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. 37 hal.

Anda mungkin juga menyukai