Latihan Perhitungan PBB and BPHTB Latiha
Latihan Perhitungan PBB and BPHTB Latiha
(tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,maka berapa BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Gideon?
Jawab: NPOP = Rp 600.000.000 NPOPTKP = Rp 50.000.000 NPOPKP = Rp
550.000.000 Tarif 5% BPHTB = Rp 27.500.000 2.
SOAL 2
Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas
300 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp300 juta.
Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran
hak dengan NJOP sebesar Rp250 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah
tersebut ditentukan sebesar Rp50 juta maka hitunglah BPHTB yang
terutang?
Jawab: NPOP = Rp 300.000.000 NPOPTKP = Rp 50.000.000 NPOPKP = Rp
250.000.000 Tarif 50% x 5% BPHTB = Rp 6.250.000
SOAL 3
Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak
pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk
parkir dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar.
Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan
NJOP sebesar Rp1,25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut
ditetapkan sebesar Rp50 juta maka hitunglah besarnya BPHTB yang harus
dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut?
Jawab:
NPOP = Rp 1.250.000.000 NPOPTKP = Rp 50.000.000 NPOPKP = Rp
1.200.000.000 Tarif 50% x 5% BPHTB = Rp 30.000.000
SOAL 4
Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada
tanggal 5 Januari 2003 dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar
Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya telah dibayar lunas pada tanggal tersebut.
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas
tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban
membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi
Wajib Pajak.
B. OBJEK PAJAK (250304 )
1. Apa yang menjadi objek BPHTB ?
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
jual beli;
tukar-menukar;
hibah;
hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai
pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau
badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat
meninggal dunia;
waris;
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan
hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada
Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal
pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut;
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan
sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan kepada sesama pemegang hak bersama;
penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh
Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang;
pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu
adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah
satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut;
penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau
lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha
dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan
usaha yang bergabung tersebut;
pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan
usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut
yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;
hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah
dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum
kepada penerima hadiah.
b. Pemberian hak baru karena:
1. kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang
pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari
pelepasan hak;
2. di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada
orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan.
o Objek pajak yang diperoleh karena waris dan hibah wasiat pengenaan
BPHTB-nya diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 111 Tahun 2000;
o Objek pajak yang diperoleh karena pemberian hak pengelolaan
pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dengan PP Nomor 112 Tahun 2000;
2. Apa saja yang termasuk hak atas tanah ?
Hak atas tanah meliputi :
a. hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan
oleh Pemerintah;
b. hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang
ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;
c. hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka
waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
d. hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak
bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
e. hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang
bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun
meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
satuan yang bersangkutan.
f. hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara
lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan
tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian
dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan
pihak ketiga.
3. Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan BPHTB ?
objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik;
objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan
BPHTB terutang dalam SKBKBT adalah BPHTB terutang yang belum atau
kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut,
kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
7. Bilamana STB diterbitkan ?
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB) diterbitkan
apabila : a. BPHTB yang terutang tidak atau kurang dibayar; b. dari hasil
pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat
salah tulis dan atau salah hitung; c. Wajib Pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa denda dan atau bunga.
8. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam STB ?
BPHTB terutang dalam STB akibat tidak atau kurang dibayar dan akibat salah
tulis dan atau hitung adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang
dibayar ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya BPHTB.
9. Bagaimana kedudukan STB dalam proses penagihan BPHTB ?
STB mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak
sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.
10. Apakah dasar penagihan BPHTB ?
Dasar penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah.
Tata cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
11. Berapa lama jangka waktu pelunasan SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah?
terbukti kebenarannya.
menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti
kebenarannya.
menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan
dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan,
mengakibatkan peningkatan jumlah BPHTB-nya.
6. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya
ditolak ?
Wajib Pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke
Badan Pengadilan Pajak (BPP).
Permohonan dimaksud diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
7. Apa bentuk putusan Banding ?
Putusan Banding dapat berupa :
- menolak;
- mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
- menambah pajak yang harus dibayar;
- tidak dapat diterima;
8. Bagaimana sifat Putusan Banding ?
Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat
diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
9. Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?
Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka
kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran BPHTB sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.
10. Kepada siapa pengurangan BPHTB dapat diberikan ?
Pengurangan BPHTB dapat diberikan Wajib Pajak melalui permohonan
karena: a. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek
BPHTB, atau b. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebabsebab tertentu, atau c. tanah dan atau bangunan digunakan untuk
kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari
keuntungan.
H. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN (250304 )
1. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan pembayaran BPHTB terjadi dalam hal :
a. BPHTB yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang;
b. BPHTB yang dibayar tidak seharusnya terutang;
c. permohonan pengurangan dikabulkan;
d. pengajuan keberatan atas ketetapan BPHTB dikabulkan seluruhnya atau
sebagian;
e. permohonan banding terhadap keputusan keberatan dikabulkan
seluruhnya atau sebagian;
f. perubahan peraturan.
2. Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak
(restitusi), diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan
kepada Negara.
3. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan
jawaban atas surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
BPHTB dimaksud ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara
lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat
keputusan tidak diterbitkan maka permohonan Wajib Pajak dianggap
dikabulkan serta Kepala KPPBB harus menerbitkan SKBLB dalam jangka
menerbitkan SKPH atau mendaftar peralihan hak atas tanah karena waris
atau hibah wasiat tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
6. Apa sanksi bagi Kepala Kantor Lelang Negara yang tidak melaporkan
pembuatan risalah lelang ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
tanah.
Keempat, tahapan pemeriksaan lapangan tentang kebenaran data yuridis,
mengkonstruksi norma:
(a) kejujuran anggota masyarakat dalam membuktikan kebenaran
kepemilikan tanahnya;
(b) kepedulian anggota masyarakat yang berbatasan dan berdekatan dengan
pemilik tanah untuk bersedia memberikan informasi tentang tanah
dimaksud.
Kelima, tahapan pengukuran bidang tanah untuk mengumpulkan data fisik,
mengkonstruksi norma:
(a) kesediaan pemilik tanah (anggota masyarakat) memasang tanda batas
untuk menandai bidang tanah yang dimilikinya;
(b) kesediaan pemilik tanah untuk berinteraksi dengan tetangga batas dalam
penetapan batas bidang tanah, sebagai konsekuensi asas contradictoir
delimitatie;
(c) kepedulian tetangga batas (anggota masyarakat) untuk menghadiri
penetapan batas bidang tanah ;
(d) pengakuan pemilik tanah terhadap hasil pengukuran oleh petugas kantor
pertanahan.
Keenam, tahapan pengumuman data yuridis dan data fisik, mengkonstruksi
norma apresiasi (penghormatan) anggota masyarakat terhadap informasi
pertanahan.
Ketujuh, tahapan pembukuan hak, mengkonstruksi norma apresiasi anggota
masyarakat terhadap budaya tulis atau budaya catat di bidang pertanahan,
terutama yang berkaitan dengan pemilik tanah.
Kedelapan, tahapan penerbitan sertipikat hak atas tanah, mengkonstruksi