Anda di halaman 1dari 22

Latihan Perhitungan PBB & BPHTB

Latihan Perhitungan PBB & BPHTB


LATIHAN SOAL PBB
Perum Perumnas mendirikan Rumah Susun dengan data sebagai data
sebagai berikut:
a. Luas Tanah 7.000 M2, NJOP = Rp 394.000/ M2 (Kelas A22)
b. Luas Bangunan Hunian:
tipe 21 (200 unit)
tipe 36 (100 unit)
tipe 48 (50 unit)
Luas Bangunan Hunian = 10.200 M2
NJOP Bangunan Hunian = Rp 365.000/ M2 (Kelas A8)
c. Bangunan Bersama
Tangga, Kaki Lima seluas 1.800 M2, Kelas A8
d. Bangunan Sarana
Jalan, Tempat Parkir, dll = 2.000 M2, Kelas A8
Hitunglah PBB untuk masing-masing tipe hunian?
Jawab:
NJOP Tanah 7.000 X 394.000 = 2.758.000.000
NJOP Bangunan
- Hunian 10.200 X 365.000 = 3.723.000.000
- Bersama 1.800 X 365.000 = 657.000.000
- Sarana 2.000 X 365.000 = 730.000.000
Jumlah NJOP Bangunan 5.110.000.000
PBB Tipe 21
NJOP Tanah 21/ 10.200 x 2.758.000.000 5.678.235
NJOP Bangunan 21/ 10.200 x 5.110.000.000 10.520.588

NJOP Dasar Pengenaan PBB 16.198.824


NJOPTKP 12.000.000
NJOP untuk Penghitungan PBB 4.198.824
NJKP 20% X 4.198.824 839.765
PBB terutang 0,50% X 839.765 4.199
PBB Tipe 36
NJOP Tanah 36/ 10.200 x 2.758.000.000 9.734.118
NJOP Bangunan 36/ 10.200 x 5.110.000.000 18.035.294
NJOP Dasar Pengenaan PBB 27.769.412
NJOPTKP 12.000.000
NJOP untuk Penghitungan PBB 15.769.412
NJKP 20% X 15.769.412 3.153.882
PBB terutang 0,50% X 3.153.882 15.769
PBB Tipe 48
NJOP Tanah 48/ 10.200 x 2.758.000.000 12.978.824
NJOP Bangunan 48/ 10.200 x 5.110.000.000 24.047.059
NJOP Dasar Pengenaan PBB 37.025.882
NJOPTKP 12.000.000
NJOP untuk Penghitungan PBB 25.025.882
NJKP 20% X 25.025.882 5.005.176
PBB terutang 0,50% X 5.005.176 25.026

LATIHAN SOAL BPHTB


SOAL 1
Pada tanggal 1 Maret 2008, Bapak Gideon membeli sebuah rumah seluas
200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota
Bogor dengan harga perolehan sebesar Rp500.000.000,. Berdasarkan data
SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,-

(tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,maka berapa BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Gideon?
Jawab: NPOP = Rp 600.000.000 NPOPTKP = Rp 50.000.000 NPOPKP = Rp
550.000.000 Tarif 5% BPHTB = Rp 27.500.000 2.
SOAL 2
Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas
300 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp300 juta.
Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran
hak dengan NJOP sebesar Rp250 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah
tersebut ditentukan sebesar Rp50 juta maka hitunglah BPHTB yang
terutang?
Jawab: NPOP = Rp 300.000.000 NPOPTKP = Rp 50.000.000 NPOPKP = Rp
250.000.000 Tarif 50% x 5% BPHTB = Rp 6.250.000
SOAL 3
Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak
pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk
parkir dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar.
Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan
NJOP sebesar Rp1,25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut
ditetapkan sebesar Rp50 juta maka hitunglah besarnya BPHTB yang harus
dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut?
Jawab:
NPOP = Rp 1.250.000.000 NPOPTKP = Rp 50.000.000 NPOPKP = Rp
1.200.000.000 Tarif 50% x 5% BPHTB = Rp 30.000.000
SOAL 4
Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada
tanggal 5 Januari 2003 dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar
Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya telah dibayar lunas pada tanggal tersebut.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan PBB


Surabaya Satu pada tanggal 7 Pebruari 2003, ternyata NJOP PBB atas tanah
tersebut adalah sebesar Rp.350.000.000,- Pada tanggal 1 Maret 2003
diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang benar atas tanah
tersebut adalah sebesar Rp400.000.000,- Atas temuan-temuan tersebut
diatas Kepala Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB
pada tanggal 7 Pebruari 2003 dan SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2003.
Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh Bapak Krosbin Simatupang tersebut
berdasarkan SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- ?
Jawab :
BPHTB yang telah dibayar pada tanggal 5 Januari 2003 adalah: 5% x
(300.000.000 - 50.000.000) = Rp12.500.000,
BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 7 Pebruari 2003 : 5% x
(350.000.000 - 50.000.000) = Rp15.000.000, BPHTB yang telah dibayar = Rp12.500.000, BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000, Denda : 2 x 2% x Rp2.500.000,- = Rp 100.000,- SKBKB = Rp 2.600.000,- 3.
BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 1 Maret 2003 : 5% x
(400.000.000 - 50.000.000) = Rp17.500.000, BPHTB yang telah dibayar = Rp15.000.000, BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000, Sanksi administrasi ( 100% ) = Rp 2.500.000,- SKBKBT = Rp 5.000.000,-

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)


BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
A. SUBJEK PAJAK (250304 )
1. Siapa Subjek BPHTB ?

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas
tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban
membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi
Wajib Pajak.
B. OBJEK PAJAK (250304 )
1. Apa yang menjadi objek BPHTB ?
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
jual beli;
tukar-menukar;
hibah;
hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai
pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau
badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat
meninggal dunia;
waris;
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan
hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada
Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal
pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut;
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan
sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan kepada sesama pemegang hak bersama;
penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh
Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang;
pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu
adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah
satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut;
penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau

lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha
dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan
usaha yang bergabung tersebut;
pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan
usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut
yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;
hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah
dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum
kepada penerima hadiah.
b. Pemberian hak baru karena:
1. kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang
pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari
pelepasan hak;
2. di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada
orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan.
o Objek pajak yang diperoleh karena waris dan hibah wasiat pengenaan
BPHTB-nya diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 111 Tahun 2000;
o Objek pajak yang diperoleh karena pemberian hak pengelolaan
pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dengan PP Nomor 112 Tahun 2000;
2. Apa saja yang termasuk hak atas tanah ?
Hak atas tanah meliputi :
a. hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan
oleh Pemerintah;

b. hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang
ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;
c. hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka
waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
d. hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak
bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
e. hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang
bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun
meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
satuan yang bersangkutan.
f. hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara
lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan
tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian
dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan
pihak ketiga.
3. Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan BPHTB ?
objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik;
objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan

dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;


objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas
badan atau perwakilan organisasi tersebut;
objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak
atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf;
objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan
untuk kepentingan ibadah.
o Yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan yang digunakan
untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun oleh
Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, misalnya, tanah dan atau bangunan yang digunakan
untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum.
o Yang dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama
menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk
pengakuan hak oleh Pemerintah.
o Yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau badan
yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik
tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya
untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa
imbalan apapun.
C. TARIF PAJAK (250304 )
1. Berapa besarnya tarif BPHTB ?
Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen).

D. DASAR PENGENAAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK (250304 )


1. Apakah dasar pengenaan BPHTB ?
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu a.
jual beli adalah harga transaksi;
b. tukar-menukar adalah nilai pasar;
c. hibah adalah nilai pasar;
d. hibah wasiat adalah nilai pasar;
e. waris adalah nilai pasar;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai
pasar;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah nilai pasar;
j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l. peleburan usaha adalah nilai pasar;
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n. hadiah adalah nilai pasar;
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang
tercantum dalam Risalah Lelang.
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB
yang dipakai adalah NJOP PBB.
Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah
disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan,
besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2. Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan BPHTB ?


Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP diberikan
untuk setiap perolehan hak sebagai pengurang penghitungan BPHTB
terutang.
3. Berapa besarnya NPOPTKP ?
NPOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak
Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak
karena waris, atau hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas
atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk
suami/istri, NPOPTKP regional paling banyak Rp300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah).
Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri
Keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempertimbangkan
pendapat Pemda setempat.
Ketentuan besarnya NPOPTKP diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 113
Tahun 2000.
4. Bagaimana cara menghitung BPHTB terutang ?
BPHTB terutang = 5 % x NPOP Kena Pajak;
NPOP Kena Pajak = NPOP - NPOPTKP.
E. SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG (250304 )
1. Kapan saat BPHTB terutang dan harus dilunasi ? Saat terutang dan
pelunasan BPHTB untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, yaitu
tanggal dibuat dan ditandatanginya akta pemindahan hak di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan

haknya ke Kantor Pertanahan;


e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal
ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau
kantor lelang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang memuat antara lain nama pemenang lelang.
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan
pemberian hak;
k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya
akta;
n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya
akta;
o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
2. Dimana tempat BPHTB terutang?
Tempat BPHTB terutang adalah wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang
meliputi letak tanah dan atau bangunan.
F. PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN (250304 )

1. Sistem apakah yang dipakai sebagai dasar pemungutan BPHTB ?


Sistem self assessment, dimana Wajib Pajak membayar BPHTB yang terutang
dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.
2. Bagaimana cara membayar BPHTB ?
BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos
Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara
atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB).
3. Dalam waktu berapa lama SKBKB dapat diterbitkan ?
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan
hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang
terutang kurang dibayar.
4. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKB ?
BPHTB terutang dalam SKBKB adalah BPHTB terutang yang belum atau
kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua
persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya
BPHTB sampai dengan diterbitkannya SKBKB dimaksud.
5. Dalam waktu berapa lama SKBKBT dapat diterbitkan ?
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB,
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila
ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang terutang setelah
diterbitkannya SKBKB.
6. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKBT ?

BPHTB terutang dalam SKBKBT adalah BPHTB terutang yang belum atau
kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut,
kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
7. Bilamana STB diterbitkan ?
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB) diterbitkan
apabila : a. BPHTB yang terutang tidak atau kurang dibayar; b. dari hasil
pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat
salah tulis dan atau salah hitung; c. Wajib Pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa denda dan atau bunga.
8. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam STB ?
BPHTB terutang dalam STB akibat tidak atau kurang dibayar dan akibat salah
tulis dan atau hitung adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang
dibayar ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya BPHTB.
9. Bagaimana kedudukan STB dalam proses penagihan BPHTB ?
STB mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak
sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.
10. Apakah dasar penagihan BPHTB ?
Dasar penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah.
Tata cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
11. Berapa lama jangka waktu pelunasan SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah?

BPHTB terutang dalam SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan


Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah harus dilunasi
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib
Pajak;
Apabila sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana
dimaksud tidak atau kurang dibayar, dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu
surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
mempunyai kekuatan sama dengan putusan pengadilan (parate executie).
G. KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN (250304 )
1. Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan BPHTB ?
Yang dapat diajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak adalah : a.
SKBKB, yaitu surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah BPHTB
terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar; b. SKBKBT, yaitu surat
ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah BPHTB yang telah
ditetapkan; c. SKBLB, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran BPHTB karena jumlah BPHTB yang telah dibayar lebih
besar daripada BPHTB yang seharusnya terutang; d. SKBN, yaitu surat
ketetapan yang menentukan jumlah BPHTB yang terutang sama besarnya
dengan jumlah BPHTB yang dibayar..
2. Bagaimana tata cara permohonan keberatan BPHTB ?
Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada
Kepala KPPBB dengan mengemukakan jumlah BPHTB yang terutang menurut
penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang jelas, yaitu didukung
dengan data atau bukti bahwa jumlah BPHTB yang terutang atau lebih bayar
yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar;
Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SKBKB, SKBKBT,
SKBLB, atau SKBN; kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka

waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.


Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
o Fotocopy SSB
o Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
o Fotocopy Akta/Risalah Lelang/Surat Keputusan Pemberian Hak
Baru/Putusan Hakim
o Fotocopy KTP/ Paspor / KK /identitas lain
Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak
dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat
Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman
Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat
Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
3. Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan BPHTB ?
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi
keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana
dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu
keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.
4. Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan
keberatan BPHTB diterbitkan ?
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
5. Apa bentuk keputusan keberatan ?
Keputusan Keberatan dapat berupa :
menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti
kebenarannya.
menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian

terbukti kebenarannya.
menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti
kebenarannya.
menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan
dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan,
mengakibatkan peningkatan jumlah BPHTB-nya.
6. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya
ditolak ?
Wajib Pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke
Badan Pengadilan Pajak (BPP).
Permohonan dimaksud diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
7. Apa bentuk putusan Banding ?
Putusan Banding dapat berupa :
- menolak;
- mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
- menambah pajak yang harus dibayar;
- tidak dapat diterima;
8. Bagaimana sifat Putusan Banding ?
Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat
diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
9. Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?
Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka
kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran BPHTB sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.
10. Kepada siapa pengurangan BPHTB dapat diberikan ?
Pengurangan BPHTB dapat diberikan Wajib Pajak melalui permohonan

karena: a. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek
BPHTB, atau b. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebabsebab tertentu, atau c. tanah dan atau bangunan digunakan untuk
kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari
keuntungan.
H. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN (250304 )
1. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan pembayaran BPHTB terjadi dalam hal :
a. BPHTB yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang;
b. BPHTB yang dibayar tidak seharusnya terutang;
c. permohonan pengurangan dikabulkan;
d. pengajuan keberatan atas ketetapan BPHTB dikabulkan seluruhnya atau
sebagian;
e. permohonan banding terhadap keputusan keberatan dikabulkan
seluruhnya atau sebagian;
f. perubahan peraturan.
2. Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak
(restitusi), diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan
kepada Negara.
3. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan
jawaban atas surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
BPHTB dimaksud ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara
lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat
keputusan tidak diterbitkan maka permohonan Wajib Pajak dianggap
dikabulkan serta Kepala KPPBB harus menerbitkan SKBLB dalam jangka

waktu paling lama 1 (satu) bulan.


4. Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas
pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB ?
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan (sederhana dan
lapangan) menerbitkan:
SKBLB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata lebih besar daripada
jumlah BPHTB yang terutang atau dilakukan pembayaran BPHTB yang tidak
seharusnya terutang;
SKBN, apabila jumlah BPHTB yang dibayar sama dengan jumlah BPHTB
yang terutang;
SKBKB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah
BPHTB yang seharusnya terutang.

5. Kapan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan ?


Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKBLB, yaitu dengan
diterbitkannya Surat Perintah Membayar Kelebihan BPHTB (SPMKB) oleh
Kepala KPPBB. Dalam hal Kepala KPPBB terlambat menerbitkan SPMKB, maka
Wajib Pajak diberikan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan sampai
dengan diterbitkannya SPMKB dimaksud.
I. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB (250304 )
1. Bagaimana pengelolaan hasil penerimaan BPHTB ?
Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :
- 20 % (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya
dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota
- 16 % (enambelas persen) untuk propinsi;
- 64 % (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.
J. KETENTUAN BAGI PEJABAT (250304 )

1. Kapan Pejabat dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah


dan atau bangunan, menandatangani risalah lelang, menandatangani dan
menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah (SKPH), mendaftar
peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat ?
Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta
pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan SKPH hanya
dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada
saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat
hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat
Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
2. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris atau Pejabat Lelang Negara yang
menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau
bangunan/risalah lelang tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta
lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.
3. Apa kewajiban PPAT/Notaris atau Pejabat Lelang Negara ?
Melaporkan pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan atau
bangunan atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
kepada Direktorat Jenderal Pajak (KPPBB setempat) selambat-lambatnya
pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
4. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris yang tidak melaporkan pembuatan akta
pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus
lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.
5. Apa sanksi bagi Pejabat Pertanahan yang menandatangani dan

menerbitkan SKPH atau mendaftar peralihan hak atas tanah karena waris
atau hibah wasiat tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
6. Apa sanksi bagi Kepala Kantor Lelang Negara yang tidak melaporkan
pembuatan risalah lelang ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

NORMA NORMA PENDAFTARAN TANAH


NORMA NORMA PENDAFTARAN TANAH
Mengacu kepada ketentuan perundangan pendaftaran Tanah di Indonesia
yang ketentuan pelaksanaannya sebagaimana yang diamanatkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
telah mengkonstruksi norma-norma pendaftaran tanah di masyarakat, antara
lain:
Pertama, tahapan pemeriksaan berkas permohonan, mengkonstruksi norma
keaktifan anggota masyarakat dalam membuktikan dirinya sebagai pemilik
yang sah atas suatu bidang tanah. Termasuk dalam hal ini kesediaan
anggota masyarakat memanfaatkan jasa PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah),
yang aktanya bermanfaat dalam memperkuat pembuktian kepemilikan atas
tanah.
Kedua, tahapan pembayaran biaya pengukuran dan pendaftaran hak atas
tanah, mengkonstruksi norma kesediaan anggota masyarakat membayar
biaya pengukuran dan pendaftaran hak atas tanah.
Ketiga, tahapan penelitian data yuridis, mengkonstruksi norma ketelitian
anggota masyarakat dalam menyiapkan alas hak atau bukti awal pemilikan

tanah.
Keempat, tahapan pemeriksaan lapangan tentang kebenaran data yuridis,
mengkonstruksi norma:
(a) kejujuran anggota masyarakat dalam membuktikan kebenaran
kepemilikan tanahnya;
(b) kepedulian anggota masyarakat yang berbatasan dan berdekatan dengan
pemilik tanah untuk bersedia memberikan informasi tentang tanah
dimaksud.
Kelima, tahapan pengukuran bidang tanah untuk mengumpulkan data fisik,
mengkonstruksi norma:
(a) kesediaan pemilik tanah (anggota masyarakat) memasang tanda batas
untuk menandai bidang tanah yang dimilikinya;
(b) kesediaan pemilik tanah untuk berinteraksi dengan tetangga batas dalam
penetapan batas bidang tanah, sebagai konsekuensi asas contradictoir
delimitatie;
(c) kepedulian tetangga batas (anggota masyarakat) untuk menghadiri
penetapan batas bidang tanah ;
(d) pengakuan pemilik tanah terhadap hasil pengukuran oleh petugas kantor
pertanahan.
Keenam, tahapan pengumuman data yuridis dan data fisik, mengkonstruksi
norma apresiasi (penghormatan) anggota masyarakat terhadap informasi
pertanahan.
Ketujuh, tahapan pembukuan hak, mengkonstruksi norma apresiasi anggota
masyarakat terhadap budaya tulis atau budaya catat di bidang pertanahan,
terutama yang berkaitan dengan pemilik tanah.
Kedelapan, tahapan penerbitan sertipikat hak atas tanah, mengkonstruksi

norma apresiasi anggota masyarakat terhadap hak dan kewajiban


masyarakat sehubungan dengan telah dibuktikannya pemilikan atas suatu
bidang tanah.
Kesembilan, tahapan penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon,
mengkonstruksi norma kehati-hatian anggota masyarakat dalam menyimpan
alat bukti yang kuat bagi pemilikan atas suatu bidang tanah.
Kesepuluh, tahapan paska penyerahan sertipikat hak atas tanah pada
pemohon, mengkonstruksi norma kemampuan anggota masyarakat
memanfaatkan sertipikat hak atas tanah yang ada padanya.

Anda mungkin juga menyukai