Evaluasi TPA
Evaluasi TPA
ABSTRAK
Kota Wonogiri dengan luas 8.292,360 Ha dan jumlah penduduk sebesar 85.858
jiwa dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 0,02%/tahun (BPS,2004).Laju
timbulan sampah untuk Kota Wonogiri sebesar rata-rata 100 m3 /hari.Sampah
yang terangkut 39% sisa 61% belum terangkut (BPS,2004).Sjak beroperasinya Tpa
tahun 1996 hingga tahun 2007, lahan yang terpakai sudah 6,02Ha(70%) dari luas
lahan seluruh 8,6Ha dengan daya tampung sampah + 250.000m3 .TPA Ngadirojo
menggunakan sistem open dumping, maka hal ini menjadi faktor yang sangat
potensial terhadap terjadinya pencemaran air, tanah dan udara serta penurunan
derajat kualitas lingkungan permukiman di sekitar lokasi TPA.Laju timbulan
sampah tiap tahunnya mengalami peningkatan.Ketersediaan lahan TPA yang
semakin menyempit, hal ini berpengaruh terhadap masa pakai TPA apabila tidak
terkendalinya penanganan sampah di Kota Wonogiri. Keterbatan sarana dan
sarana yang ada berpengaruh terhadap pengelolaan sampah di lahan TPA.
Dalam penelitian ini akan dievaluasi dan dikaji dengan seksama sistem
pembuangan akhir sampah di TPA akan ditinjau dengan 4 aspek yakni aspek
teknis,aspek pembiayaan, aspek kelembagaan dan aspek lingkungan.
Dengan berdasarkan metode yang digunakan dan analisis yang relevan pada
setiap aspek diharapkan akan tersusun strategi guna mengoptimalkan
penggunaan lahan TPA dengan sistem open dumping ke arah Controlled landfill
sehingga dapat serta meminimalkan permasalahan-permasalahan yang dapat
memperpanjang umur pakai dari TPA tersebut.
Kata kunci: Timbulan sampah, open dumping,Controlled landfill TPA.
1. PENDAHULUAN
Kota
Wonogiri
merupakan
pusat
pemerintahan Kabupaten Wonogiri sekaligus
sebagai ibu kota Kabupaten dengan luas
8.292,360 Ha dan jumlah penduduk sebesar
85.458 jiwa dengan rata-rata pertumbuhan
penduduk
0,02% per tahun (BPS 2004)
Dengan penduduk yang semakin besar akan
berakibat pada laju timbulan sampah yang
semakin bertambah juga. Untuk Kota
Wonogiri jumlah timbulan sampah sebesar
rata-rata100
m/hari,
Sampah
yang
terangkut pada tahun 2004 baru sebesar 39
% sisanya 61% belum terangkut (BPS,2004).
Komposisi sampah di Kota Wonogiri terdiri
F-19
F-20
2.
3.
F-21
Pengumpulan/
Pembuangan
Pengangkutan
Pembuangan Akhir
Sistem komunal
Pengumpulan dilakukan sendiri oleh
masing-masing rumah tangga ke tempat
yang sudah disediakan. Tempat tersebut
berupa kontainer komunal dengan
volume
(6-8)
m3
atau
tempat
penampungan sementara (TPS) sebelum
diangkut ke TPA. Pola yang digunakan
sistem komunal ini juga dibagi atas
komunal langsung dan tak langsung.
3. Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
Adalah
suatu
tempat
dimana
terkumpulnya sampah dari rumah
tangga atau lainnya yang sifatnya
sementara.
Bangunannya
berupa
permanent atau tidak permanent.
4. Pemindahan sampah dari TPS ke alat
angkut
Suatu tindakan yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang bertujuan untuk
memindahkan
kumpulan
sampah
sementara dari TPS ke truk guna
diangkut ke lahan TPA.
5. Pengangkutan
Pengangkutan sampah merupakan suatu
kegiatan membawa sampah dari lokasi
pemindahan atau langsung dari sumber
F-22
masih
adanya
timbunan
sampah.
Sehingga dengan sistem ini dampak
timbunan sampah terhadap manusia dan
lingkungan akan sangat kecil.
d. Improved Sanitary Landfill
Metode
ini
merupakan
pengembangan dari Sistem Sanitary
Landfill, dimana seluruh lindi (leachate)
yang dihasilkan akan disalurkan melalui
sistem perpipaan untuk disalurkan dan
ditampung serta kemudian dilakukan
pengolahan di lokasi (on-site) atau
dialirkan ke sistem sewage bersama
dengan air limbah/buangan domestik
untuk diolah di Instalasi Pengolahan Air
Limbah
(IPAL)
terpusat
sebelum
effluennya dibuang ke badan air
(sungai).
e. Semi Aerobic Sanitary Landfill
Merupakan
pengembangan
dari
sistem Improved Sanitary Landfill, pada
sistem ini dilakukan usaha untuk
mempercepat
proses
dekomposisi
sampah dengan menambahkan oksigen
ke dalam timbunan sampah.
Metode pembuangan akhir
sampah yang dapat diterima lingkungan
dan telah di rekomendasi serta
diharapkan dapat diterapkan di wilayah
kota maupun kabupaten di seluruh
Indonesia
adalah
sistem Sanitary
Landfill.
Pada
proses
pembuangan
akhir, sampah yang telah terkumpul
pada akhirnya akan ditimbun. Pekerjaan
penimbunan
sampah
memerlukan
perhatian serius, karena itu diperlukan
perencanaan peralatan dan pelaksanaan
yang cermat (Hadiwiyoto, 1983).
a. Perencanaan
Meliputi perencanaan lokasi, luas
daerah, jumlah dan karakteristik
sampah, biaya, alat dan pengelolaan
dampak terhadap lingkungan.
b. Areal penimbunan sampah
Lokasi harus jauh dari keramaian
kota dan dapat dipergunakan dalam
jangka waktu lama. Luas areal
penimbunan ditentukan oleh jumlah
sampah,
karakteristik
sampah,
densitas sampah dan perbandingan
antara jumlah sampah dengan tanah
penutup.
c. Alat yang dipergunakan
F-23
Pengelolaan
F-24
ketentuan
teknis
lingkungan,
meningkatkan kapasitas pembiaayaan
untuk menjamin kualitas pelayanan yang
mengarah
pada
pemulihan
biaya
pengelolaan, meningkatkan pelayanan
dengan mengedepankan peran dan
partisipasi aktif masyarakat
d. Target Diskusi nasional (target 10) yaitu
Peningkatan
penelitian
dan
pengembangan serta aplikasi teknologi
tepat guna, penyusunan pedoman
pengelolaan TPA dan penerapan Waste
to Energy,Optimalisasi pemanfaatan
TPA dalam peningkatan kapasitas
pelayanan melalui peningkatan dan
rehabilitasi TPA dan pengembangan TPA
regional.
e. PERMEN
PU
NO.21/PRT/M/2006,
tentang Kebijakan dan strategi Nasional
Pengembangan
sistem Pengelolaan
Persampahan (KSNP-SPP), Kebijakan
adalah sebagai berikut :
1) Pengurangan sampah semaksimal
mungkin dimulai dari sumbernya
2) Peningkatan peran aktif masyarakat
dalam dunia usaha/swasta sebagai
mitra pengelolaan
3) Peningkatan cakupan pelayanan dan
kualitas sistem pengelolaan
Untuk operasionalisasi Kebijakan 3)
yang berhubungan erat dengan TPA
strateginya :
Optimalisasi pemanfaatan prasarana
dan sarana persampahan
Meningkatkan cakupan pelayanan
secara terencana dan berkeadilan
Meningkatkan
kapasitas
sarana
persampahan
sesuai
sasaran
pelayanan
4) Melaksanakan rehabilitasi TPA yang
mencemari lingkungan
5) Meningkatkan kualitas pengelolaan
TPA kearah sanitary lanfill
6) Meningkatkan
pengelolaan
TPA
regional
7) Penelitian,
pengembangan
dan
aplikasi
teknologi
penanganan
persampahan tepat guna dan
berwawasan lingkungan
3
3.1
METODA PENELITIAN
Metode yang akan dipakai
F-25
menganalisis
berbagai
faktor
secara
sistematis untuk merumuskan strategi
pemerintah di dalam mengelola daerahnya.
Analisis ini dapat didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan
(strengths) dan peluang (opportunities),
namun
secara
bersamaan
dapat
meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan
ancaman (threats) (Rangkuti, 2004).
Pola pikir sederhana strategi SWOT
adalah ketika kita mengetahui kekuatan dan
kelemahan diri sendiri (internal) maka
peluang yang ada dapat diraih dan ancaman
yang
akan
timbul
bisa
diantisipasi
(eksternal). Faktor kekuatan dan kelemahan
merupakan faktor internal sedangkan
peluang dan ancaman merupakan faktor
eskternal
yang
dihadapi
oleh
organisasi/instansi. Adapun yang dimaksud
dengan faktor SWOT adalah:
F-26
Timbulan
Sampah
Kota
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
87.853
87.871
87.888
87.906
87.923
87.941
87.958
87.976
87.994
Tar
get
lay
ana
n
%
47
Jumlah Timbulan
Sampah
Total Timbulan
Sampah
Domes
Non
Volume
tik
Domestik
(m3/
hari)
Volume
(m3/
hari)
(m3/
hari)
88,86
6,323
95,18
34.741
6,861
103,2
8
37.697
7,399
111,3
7
40.653
7,937
119,4
8
43.612
8,475
127,5
8
46.568
9,013
135,6
8
48.524
9,551
143,7
8
52.480
10,089
151,8
8
55.439
58.395
(m3/tahun
)
51
96,42
55
103,9
8
59
111,5
5
63
119,1
1
67
126,6
7
71
134,2
3
75
141,8
0
79
149,3
6
10,627
159,9
8
11,166
168,0
8
61.351
11,704
176,1
8
64.307
2015
88.011
83
156,9
2
2016
88.029
87
164,4
8
F-27
FAKTOR
EKSTERNAL
PELUANG-(O)
1. Adanya Dinas
LINGTAMBEN sebagai
badan pengelola
sampah di Kota
Trenggalek
2. Timbulan sampah yang
sebagian besar berupa
sampah organik sebagai
bahan pembuatan
kompos
3. Adanya kelompokkelompok dasa wisma
di tingkat RT
4. Keterlibatan pihak
kelurahan dalam
pelaksanaan program
STRATEGI-SO
1. Adanya
teknologi 1. Mensosialisasikan kepada
komposter sebagai alat
masyarakat
mengenai
pengolah sampah menjadi
teknik
pengolahan
kompos
sampah dengan berbasis
2. Adanya pengepul atau
reduksi
pada
skala
bandar daur ulang yang
rumah
tangga
dan
mau menerima hasil daur
komunal
ulang sampah kering
2. Menetapkan
daerah
binaan sebagai daerah
percontohan
pelaksanaan
reduksi
sampah domestik skala
rumah
tangga
dan
komunal.
3. Menetapkan
bentuk
lembaga
pengelola
sampah mandiri tingkat
RT.
4. Membentuk
organisasi
kader lingkungan sebagai
sarana perkumpulan bagi
para kader lingkungan.
5. Mengajak
kerjasama
dengan para pengumpul,
pengepul dan bandar
daur ulang.
F-28
KELEMAHAN-(W)
1. Keterbatasan dana
untuk pembelian
komposter
2. Keterbatasan teknik
pengolahan sampah
dengan komposter
3. Rendahnya
pengetahuan
masyarakat tentang
teknik pengolahan
sampah
STRATEGI-WO
1. Mengintensifkan
sosialisasi
dan
penyuluhan
masalah
penanganan
sampah
pada masyarakat.
2. Mengadakan
workshop
pemberdayaan sampah
dengan
mengundang
para pakar kreatifitas
daur ulang maupun dari
lembaga
Perguruan
Tinggi.
3. Mengajak
keterlibatan
pihak
swasta
dalam
bentuk kerjasama yang
saling menguntungkan
4. Melaksanakan program
percontohan
teknik
pengomposan
pada
beberapa
desa/
kelurahan
KEKUATAN-(S)
FAKTOR
INTERNAL
FAKTOR
EKSTERNAL
ANCAMAN-(T)
1.Adanya Dinas
1. Keterbatasan
dana
LINGTAMBEN sebagai
untuk
pembelian
badan pengelola sampah
komposter
di Kota Trenggalek
2. Keterbatasan
teknik
2.Timbulan sampah yang
pengolahan
sampah
sebagian besar berupa
dengan komposter
sampah organik sebagai 3. Rendahnya pengetahuan
bahan
pembuatan
masyarakat
tentang
kompos
teknik
pengolahan
3.Adanya
kelompoksampah
kelompok dasa wisma di
tingkat RT
4.Keterlibatan pihak desa/
kelurahan
dalam
pelaksanaan program
STRATEGI-ST
1. Masih
sulitnya
upaya 1. Pembentukan
kader
penjualan kompos
lingkungan untuk diberi
2. Keterbatasan
informasi
bekal mengenai teknikmasalah
teknologi
teknik
pengolahan
persampahan
yang
sampah
diterima oleh masyarakat 2. Mendirikan koperasi di
3. Meningkatnya
jumlah
tingkat desa/ kelurahan
timbulan sampah
yang dapat menyalurkan
4. Harga alat komposter
penjualan kompos hasil
yang relatif mahal.
pengolahan
3. Membuat buku panduan
sistem reduksi sampah
domestik skala rumah
tangga dan komunal.
4. Memberikan
bantuan
alat komposter rumah
tangga
untuk
merangsang
warga
masyarakat agar mau
melakukan
kegiatan
reduksi
sampah
di
sumbernya.
KELEMAHAN-(W)
F-29
STRATEGI-WT
1. Mengajak
keterlibatan
pihak
swasta
dalam
bentuk kerjasama yang
saling menguntungkan
2. Mengajak
keterlibatan
LSM untuk ikut berperan
aktif dalam mendukung
penanganan
sampah
pada sumbernya.
3. Mengadakan
workshop
pemberdayaan sampah
dengan
mengundang
para pakar kreatifitas
daur ulang maupun dari
lembaga
Perguruan
Tinggi
4. Pembentukan
kader
lingkungan untuk diberi
bekal mengenai teknikteknik
pengolahan
sampah
F-30
e.
f.
g.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi dan analisa
terhadap sistem pembuangan akhir sampah
di Kota Wonogiri, maka dapat diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- Saat ini sistem pembuangan akhir
sampah di Kota Wonogiri dilakukan hanya
dengan membuang sampah di TPA tanpa
dilakukan pengolahan terhadap timbulan
sampah yang ada baik di sumber sampah
maupun di TPA sendiri. Hal ini
menjadikan kondisi TPA cepat penuh
oleh timbulan sampah dan pada akhirnya
akan memperpendek masa pakai TPA.
Tanpa adanya upaya untuk mereduksi
timbulan sampah yang ada, maka umur
masa pakai TPA Ngadirojo Kota Wonogiri
hanya akan dapat digunakan selama 2
tahun 5 bulan lagi atau sampai dengan
bulan Mei 2010.
- Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Wonogiri selaku instansi pengelola
persampahan belum mampu memberikan
pelayanan sampah secara maksimal pada
seluruh wilayah Kota Wonogiri. Hal ini
terlihat dari jumlah timbulan sampah
yang mampu terangkut ke TPA oleh truck
pengangkut sampah yang hanya sebesar
45% dari keseluruhan timbulan sampah
yang dihasilkan penduduk. Adanya
keterbatasan
dalam
pendanaan
menyebabkan kinerja pihak pengelola
sampah yang tidak maksimal sehingga
belum mampu menjangkau ke seluruh
wilayah Kota Wonogiri dan sekitarnya.
- Adanya upaya reduksi sampah di sumber
sampah, secara finansial hal ini akan
berdampak pada menurunnya biaya yang
harus dikeluarkan oleh pemerintah
daerah dalam pengelolaan sampah. Dari
segi pengangkutan sampah maka akan
menurunkan biaya pengangkutan sampah
hingga mencapai 63% (target 2015).
Sedangkan dalam pengadaan TPA baru
maka
akan terjadi selisih biaya
pengadaan TPA sebesar 39 % atau dengan
luas lahan yang sama maka dengan
adanya upaya reduksi sampah di sumber
sampah dapat memperpanjang masa
pakai TPA hingga 6,6 tahun.
- Strategi yang akan dilakukan dalam
mengatasi laju timbulan sampah yang
ISBN No. 978-979-18342-0-9
F-31
F-32