DISUSUN OLEH
1401254
AMINATUL MUTMAINNAH
1401175
DARYAT RIWALINO
1401252
IBNU RIADY
1401061
JAYA MURTI
1401444
NOPAN WIYANTO
1401060
BAB I
PENDAHULUAN
1
Latar belakang
Untuk mengalirkan fluida dari tempat yang satu ke tempat yang lain diperlukan
suatu peralatan. Selain peralatan utama yang digunakan, ada bagian-bagian yang tidak kalah
penting dimana dalam bagian ini, sering terjadi peristiwa-peristiwa yang dapat mengurangi
efisiensi kerja yang diinginkan. Bagian dari peralatan ini dapat berupa pipa-pipa yang
dihubungkan. Dalam menggunakan pipa yang harus diperhatikan adalah karakteristik dari fluida
yang digunakan, misalnya : sifat korosi, explosive, racun, suhu dan tekanan. Apabila fluida
dilewatkan ke dalam pipa maka akan terjadi gesekan antara pipa dengan fluida tersebut.
Besarnya gesekan yang terjadi tergantung pada kecepatan, kekerasan pipa, diameter dan
viskositas fluida yang digunakan.
Gesekan yang terjadi dapat mempengaruhi aliran fluida dalam pipa, aliran ini dapat terjadi
secara laminar atau turbulen yang nilainya dapat didekati dengan bilangan Reynolds.
2
Dasar Teori
1
Tipe aliran fluida
Ada 3 tipe aliran fluida didalam pipa, yaitu :
Vn.
Aliran Transisi,aliran fluida dengan kecepatan diantara kecepatan linear dan kecepatan
turbulen. Aliran berbentuk laminar atau turbulen sangat tergantung oleh pipa dan
perlengkapannya. Reynold menunjukkan bahwa untuk aliran transisi berlaku hubungan
Bilangan Reynold, 2100 < NRe < 4000.
Bilangan Reynold
Angka Reynolds adalah bilangan tanpa dimensi yang nilainya bergantung pada
kekasaran dan kehalusan pipa sehingga dapat menentukan jenis aliran dalam pipa. Profesor
Osborne Reynolds menyatakan bahwa ada dua tipe aliran yang ada didalam suatu pipa
yaitu :
1. Aliran laminar pada kecepatan rendah dimana berlaku h v
2. Aliran Turbulen pada kecepatan tinggi dimana berlaku h vn
Dalam penelitiannya, Reynolds mempelajari kondisi dimana satu jenis aliran
berubah menjadi aliran jenis lain, dan bahwa kecepatan kritis, dimana aliran laminar
berubah menjadi aliran turbulen. Keadan ini bergantung pada empat buah besaran yaitu:
diameter tabung, viskositas, densitas dan kecepatan linear rata-rata zat cair. Lebih jauh ia
menemukan bahwa ke empat faktor itu dapat digabungkan menjadi suatu gugus, dan bahwa
perubahan macam aliran berlangsung pada suatu nilai tertentu gugus itu. Pengelompokan
variabel menurut penemuannya itu adalah :
NRe
Dimana :
D.V.
D = Diameter pipa ( m )
(2), Head Loss adalah harga p yang dinyatakan dengan satuan panjang mmHg atau inchHg.
Harga F sendiri bergantung pada tipe alirannya. Untuk aliran laminar, dimana N Re < 2100,
berlaku persamaan :
f L.V 2
F .
2 g c .D
...(1)
Untuk aliran turbulen dengan N Re > 4000, berlaku persamaan:
32. L.V 2
F
.
gc D2
..(2)
4
diameter D1 dan pipa kedua dengan diameter D2, atau Enlargement, dan pipa masih didalam
posisi horizontal, tidak ada kerja pada sistem, maka Z =0, W = 0 dengan persamaan :
V 2 p
F
2gc
.(3)
Jika
v2
2 gc
, maka :
v2
=F ....................................................(4)
2 gc
Pressure Drop
Pressure menunjukkan penurunan tekanan dari titik 1 ke titik 2 dalam suatu sistem
aliran fluida. Penurunan tekanan,biasa dinyatakan juga dengan P saja. Jika manometer
yang digunakan adalah manometer air raksa,dan beda tinggi air raksa dalam manometer H
ft, maka :
p = H (
Hg) g/g
....(5)
inilah yang menetukan aliran fluida dalam pipa, apakah laminar atau turbulen. Gesekan juga
dapat menimbulkan panas pada pipa sehingga merubah energi mekanik menjadi energi
panas (kalor).
Dalam aplikasi kesehariannya, ada banyak sekali bentuk dan model pipa, seperti
pipa bentuk elbow, mitter, tee, reducer, cross, dan lainnya. Bentuk serta model yang
beraneka ragam tersebut sangat membantu dalam desain layout sistem perpipaan didunia
industri. Pada saat operasi, bentuk dan model pipa yang bermacam-macam tersebut akan
memiliki karakteristik tegangan yang berbeda-beda sebagai akibat dari pembebanan yang
diterimanya. Akumulasi dari berat pipa itu sendiri
didalamnya, akan menyebabkan tegangan pada pipa yang dikenal sebagai beban static.
Namun efek dari pembebanan seperti ini dapat diminimalisasi dengan memilih jenis
penyangga (support) yang sesuai, dan menggunakan penyangga tersebut dalam jumlah
cukup. Secara umum, beban dinamik dan beban termal pada pipa merupakan dua hal yang
lebih penting, dan lebih sulit untuk ditangani. Pembebanan dinamik terjadi pada pipa yang
berhubungan langsung dengan peralatan bergetar seperti pompa atau kompresor. Beban
dinamik juga terjadi pada pipa yang mengalami beban termal, sehingga beberapa bagian
pipa berekspansi dan menimbulkan tegangan pada pipa. Oleh sebab itu, perlu digunakan
beberapa alat atau mekanisme yang didesain untuk memperkecil tegangan pada system
perpipaan tersebut, agar kelebihan beban yang bisa mengakibatkan kegagalan pada bagian
pipa, atau kerusakan pada alat yang terhubung dengannya dapat dihindari.
Salah satu komponen penyambungan dalam sistem perpipaan adalah pipe bend (pipa
lengkung) atau elbow. Pipe bend berfungsi untuk membelokkan arah aliran fluida didalam
pipa. Namun pipe bend lebih sulit untuk dianalisa karena permukaannya menjadi oval
dibawah pembebanan momen bending. Hal ini menyebabkan pipe bend memiliki
fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan dengan pipa lurus yang sama ukuran dan jenis
materialnya. Lebihnya fleksibilitas ini menjadikan pipe bend berfungsi sebagai penyerap
ekspansi thermal. Dengan berbagai karakteristik tersebut, pipe bend menjadi komponen
yang sangat penting di dalam sistem perpipaan dan memerlukan berbagai macam
pertimbangan dalam proses perancangannya(Mc.Cabe.1985)
1.2.8 Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas mengatakan hubungan antara kecepatan fluida yang masuk
pada suatu pipa terhadap kecepatan fluida yang keluar(White.1988). Hubungan tersebut
dinyatakan dengan :
Q = A V(6)
Dimana :
A = Luas penampang(m2)
V = kecepatan (m/det)
Debit adalah besaran yang menyatakan volume fluida yang mengalir tiap satuan
waktu.
Q = V/ t.(7)
Dimana :
V = Volume(m3)
t = waktu(detik)
Jika disubtitusikan persamaan 6 dan 7 maka akan dihasilkan persamaan:
v=
V
t.A
..(8)
Dimana :
V = volume(m3)
t = waktu(detik)
A = Luas penampang(m2)
v = kecepatan (m/det)
Jika fluida bergerak dalam pipa yang mengalir dengan luas penampang
yang berbeda maka volume yang mengalir(Tipler.1998) :
V=A.v. t(9)
A1.v1.t1 = A2.v2.t2.....(10)
KESIMPULAN :
1. Aliran fluida dalam pipa terdiri dari pembahasan :
Pressure Drop, Aliran Fluida,Persamaan Kontinuitas, Karakteristik Aliran Di Dalam
Saluran/Pipa, Karakteristik Aliran Melalui Sambungan-Sambungan
2
Aliran Laminer adalah Aliran fluida tanpa arus pusaran (turbulen). Partikel fluida mengalir
atau bergerak dengan garis lurus dan sejajar.
Aliran Turbulen adalah Aliran yang ditandai dengan adanya lingkaran-lingkaran tak menentu
dan menyerupai pusaran.
Aliran fluida di dalam pipa dan channel ditemukan laminar ketika angka Reynoldnya rendah
(kurang dari 2000) dan turbulen pada nilai yang lebih tinggi (lebih besar dari 4000).
Kecepatan aliran perlu dibatasi dengan memperhatikan : Besarnya daya yang dibutuhkan*
Masalah erosi pada dinding pipa* Masalah pembentukan deposit/endapan* Tingkat
kebisingan yang terjadi
Kerugian aliran akan semakin besar jika kecepatan aliran semakin cepat dan saluran semakin
panjang
STUDI KASUS
Suatu sistem perpipaan terdiri dari komponen seperti gambar.
Air mengalir dengan kecepatan sebesar 9,7 fps dan diameter 6
inch. Pipa tersebut adalah pipa baru dengan panjang 1200 ft.
Katup gerbang berada pada posisi terbuka penuh. Tentukan
kerugian tekanan dari titik 1 hingga titik 3!
Penyelesaian:
Kerugian aliran dari titik 1 s.d 3 adalah jumlah dari kerugian kerugian aliran pada pengecilan
penampang di titik 1, kerugian friksi sepanjang pipa 1 s.d 2 dan kerugian pada katup . Dari grafik
resistance coefficient for expanstion and constraction diperoleh harga K=0,42 untk titik 1,
sehingga kerugiannya:
0,42.( 9,7)
V
h=K
=
1,46 ft
2g
64,4
( )
VD
=1,05 x 105
ft 2
s
=46200
Jadi kerugian aliran total dari sistem antara 1 s.d 3 adalah 1,46+80,6+0,43+ft = 82,49 ft
atau 35,7 psi
Aliran yang terjadi adalah turbulen. Jika kekerasan pipa 0,0017 maka dengan
menggunakan diagram moody diperoleh f= 0,023