Anda di halaman 1dari 3

Sang Penakluk

Ditulis oleh admin


Jumat, 20 Februari 2009 09:21 -

Sultan Muhammad Al-Fatih, Sang Pembuka Istanbul


By Republika Newsroom

Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur
dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan
Usmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara.

Bandar ini didirikan tahun 330M oleh Maharaja Bizantium yakni Costantine I. Kedudukannya
yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di
masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah SAW juga telah beberapa kali memberikan kabar
gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah
pada perang Khandak.

Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Kostantinopel. Usaha
pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Muawiyah bin Abi Sufian RA. Akan tetapi, usaha itu
gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayah.

Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui


kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190H. Setelah kejatuhan
Baghdad tahun 656H, usaha menawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di
Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arslan (455-465
H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos, tahun 463 H/1070 M. Akibatnya
sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.

Awal kurun ke-8 hijrah, Daulah Usmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk.
Kerjasama ini memberi nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel.
Usaha pertama dibuat di zaman Sultan Yildrim Beyazid saat dia mengepung bandar itu tahun
796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Beyazid untuk memaksa Kaisar
Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi,
usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa
Mongol di bawah pimpinan Timur Leng.

Selepas Daulah Usmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat
jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan

1/3
Sang Penakluk

Ditulis oleh admin


Jumat, 20 Februari 2009 09:21 -

Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Kostantinopel.


Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama
terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan
mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada
zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih, sultan ke-7 Daulah Usmaniyah.

Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan
Kostantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah
Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita
umat Islam. Ketika naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun
strategi untuk menawan kota bandar tadi.

Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia
dididik secara intensif oleh para ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan
Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Ismail Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad
(Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ulama untuk mengajar anaknya
sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh
Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah
perintah gurunya.

Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sultan,
Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat
berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Alquran dalam
waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan
murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu
agama seperti Alquran, hadis, fikih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah,
ilmu peperangan dan sebagainya.

Syeikh Semsettin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang
dimaksudkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadis pembukaan Kostantinopel. Ketika naik
takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara
untuk penaklukan Konstantinopel. Peperangan itu memakan waktu selama 54 hari. Persiapan
pun dilakukan. Sultan berhasil menghimpun sebanyak 250 ribu tentara. Para mujahid lantas
diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah SAW terkait pentingnya
Konstantinopel bagi kejayaan Islam.

2/3
Sang Penakluk

Ditulis oleh admin


Jumat, 20 Februari 2009 09:21 -

Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota
Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan
tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad,
kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah SWT. Dia juga
membacakan ayat-ayat Alquran mengenainya serta hadis Nabi SAW tentang pembukaan kota
Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas
mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah SWT.

Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di


sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel. Pada
27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan
diri di hadapan Allah SWT. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan zikir.

Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jamadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29
Mei 1453, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan
suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentera Usmaniyah akhirnya berhasil
menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah
Usmaniyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara
Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka. ( yus/berbagai sumber )

3/3

Anda mungkin juga menyukai